TUGAS MAKALAH
“MAHKUM FIH”
Disusun oleh:
Kelompok 9
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat dan
keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan tak lupa
penulis bersyukur atas tersusunnya makalah ini.
Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ahmad Fauzi, S.H.I.,
M.A.. selaku dosen pengampu yang telah memberikan kami kesempatan untuk membahas
Makalah yang berjudul Mahkum Fih. Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain
untuk memperkaya ilmu pengetahuan kita semua dan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ushul Fiqh
Saya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan pihak-
pihak yang membutuhkan untuk dijadikan literatur. Apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
ii
DAFTAR ISI
BAB I PEDAHULUAN..................................................................................................... 4
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Atas dasar bahwa hukum syara’ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia
mukallaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum (lawgiver) adalah Allah SWT.
Ketentuan-Nya itu terdapat dalam kumpulan wahyu-Nya yang disebut Al-Quran. Dengan
demikian ditetapkan bahwa Al-Quran itu sumber utama bagi hukum Islam, sekaligus juga
sebagai dalil utama fiqih. Al-Quran itu membimbing dan memberikan petunjuk untuk
menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatNya.
Harus kita ketahui bahwa dalam kehidupan ini, kita sebagai muslim selalu berhubungan
dan tidak pernah terlepas dari hukum syar’i. Karena hukum syar’i selalu melekat pada diri
seorang muslim. Jadi hukum syar’i akan selalu eksis selama muslim itu masih eksis. Oleh
karena itu, muslim perlu mempelajari dan memahami masalah-masalah tentang hukum syar’i.
Sebelum kita mempelajari banyak ilmu tentang fiqih, setidaknya kita mempelajari
bagaimana hukum-hukum fiqih menurut syara’ terlebih dahulu. Setiap hukum-hukum syar’i
itu tidak dapat bersangkutan dengan salah satu perbuatan mukallaf dari segi tuntutan,
menyuruh pilih atau menempatkan. Dari suatu ketetapan dikatakan bahwa yang berarti itu
tidak lain dari dengan perbuatan. Artinya hukum syar’i itu tidak bersangkut selain perbuatan
mukallaf.
4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Mahkum Fih?
2. Apa Syarat-Syarat Mahkum Fih?
3. Bagaimana Permasalahan Dalam Syarat Taklifi Mahkum Fih?
4. Apa saja Macam-Macam Perbuatan Yang Digantungkan Hukum Kepadanya?
C. TUJUAN Makalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Mahkum Fih
2. Untuk Mengetahui Syarat-Syarat Mahkum Fih
3. Untuk mengetahui Permasalahan Dalam Syarat Taklif i Mahkum Fih
4. Untuk Mengetahui Macam-Macam Perbuatan Yang Digantungkan Hukum
Kepadanya
5
BAB II
PEMBAHASAN
Mahkum Fih adalah objek hukum, artinya suatu perbuatan orang mukalaf yang
berkaitan dengan hukum syara’. Maksudnya perbuatan orang mukallaf yang berkaitan
dengan hukum allah baik itu dalam bentuk taklifi maupun wadh’i. Dan mahkum fih sering di
sebut dengan mahkum bih karena perbuatan orang mukalaf ini selalu di hubungkan dengan
1
perintah atau larangan.
Mahkum fih terdapat dalam hukum taklifi yaitu berupa hukum dari perbuatan yang
dilakukan oleh orang mukalaf seperti yang wajib, haram, sunnah, makruh, maupun mubah. 2
“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad (janji-janji) itu. Hewan ternak
dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.”
Yang menjadi objek perintah dalam ayat tersebut adalah untuk orang mukalaf, yaitu
dalam ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan menyempurnakan janji yang diwajibkan dengan
ayat tersebut.
1
Firdaus, 2017. Ushul Fiqih Metode Mengkaji dan Memahami hukum Islam secara Komprehensif.
Depok: PT RajaGrafindo. hlm. 264
2
Helmi Basri. 2021. Ushul Fiqih Terapan (Urgensi dan aplikasi kaidah ushul dalam istinbat hukum).
Jakarta: Kencana. hlm. 52
6
Adapun maksud dari ayat ini adalah perbuatan orang mukallaf, yakni perintah atau
tuntutan untuk mengerjakan shalat atau berkaitan dengan kewajiban mendirikan shalat.
Adapun maksud dari ayat ini adalah suatu larangan terhadap perbuatan orang
mukallaf, yaitu larangan untuk melakukan pembunuhan tanpa hak, yang dimana membunuh
tanpa hak itu hukum nya haram.
Jadi dari beberapa contoh diatas maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan seorang
mukallaf itu yang terkait dengan perintah syar’i (allah dan rasulnya), baik yang bersifat
tuntutan mengerjakan, maupun tuntunan untuk meninggalkan, dan memilih suatu pekerjaan
yang bersifat syarat, sebab, halangan, sah serta batal nya suatu hukum. Maka objek yang
terdapat dalam mahkum fih tersebut adalah perbuatan itu sendiri (orang mukallaf).
Contoh mahkum fih atau perbuatan orang mukallaf berdasarkan hukum wadh’i:3
3
Ibid
7
boleh dikerjakan setelah adanya penjelasan terperinci dari Rasulullah, dan
demikian juga perintah untuk melaksanakan haji, puasa dan zakat.
b. Diketahui oleh orang mukalaf, bahwa perintah itu datang dari pihak yang
berwenang membuat hukum atau perintah dan dalam hal ini adalah allah dan
rasulnya. Dengan pengetahuan ini, dapat mendorong orang mukalaf untuk
mematuhi perintah dan larangan dari allah. Dan setiap upaya pemecahan hukum,
yang paling utama dilakukan oleh ulama adalah membahas suatu dalil sebagai
sumber hukum.
c. Perbuatan yang diperintahkan atau dilarang haruslah berupa perbuatan yang dalam
batas kemampuan manusia untuk melakukan atau meninggalkan. Oleh sebab itu,
tidak mungkin ada didalam Al-Qur’an dan sunnah suatu perintah yang mustahil
menurut akal manusia untuk dilakukan. Misalnya perintah untuk terbang tanpa
memakai alat4.
ً ّٰللاُ ً َۡف
سا ا َِّْل ُو ۡس َع َها ف ه ُ َّْل يُ َك ِل
4
Satria Effendi, 2017. Ushul Fiqih. Jakarta: Kencana. hlm. 70
8
tidak sah membebani hal yang mustahil (yang tidak mungkin bisa dilakukan).
Contohnya: tidur dan bangun diwaktu yang sama.5
3. Pekerjaan (sesuatu) yang tidak akan terjadi karena telah dijelaskan oleh allah,
bahwa pekerjaan itu tidak akan terjadi. Sebagian ulama berpendapat, bahwa boleh
dibebankan kepada hamba sesuatu yang diketahui allah tidak akan terjadi, seperti
jauhnya abu lahab terhadap rasa iman. Hal ini dapat dijadikan hujjah untuk
membolehkan taklif terhadap sesuatu yang mustahil.
4. Pekerjaan yang sukar sekali dilaksanakan. Diantaranya:
a) Yang kesukarannya itu luar biasa dalam arti sangat memberatkan bila
perbuatan itu dilaksanakan. Contohnya: bernazar puasa seumur hidup.
b) Yang tingkatnya tidak sampai pada tingkat yang sangat memberatkan, hanya
terasa lebih berat dari pada yang biasa. Dan tingkat kesulitan yang sudah
menjadi kebiasaan manusia untuk menanggungnya dan kesulitan itu masih ada
batas-batas kemampuan mereka. Contohnya: manusia mencari rezeki dengan
jalan bercocok tanam atau dengan berdagang.
5
Ahmad Sanusi, Sohari, 2017. Ushul Fiqih. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm. 110
9
D. Macam-Macam Perbuatan Yang Digantungkan Hukum Kepadanya
1. Pekerjaan-pekerjaan yang dipandang hak allah semata-mata
Contoh nya: melaksanakan shalat, puasa, haji, umrah dan lain sebagainya.
2. Pekerjaan-pekerjaan yang dihukum hak hamba semata-mata
Yaitu pekerjaan seperti membayar barang yang kita rusakkan, membeli barang
dan lain sebagainya.
3. Pekerjaan-pekerjaan yang terkumpul padanya hak allah dan hak hamba akan tetapi
hak allah lebih kuat
Contohnya: di umpamakan hukum menukas atau menuduh zina. Apabila
ditinjau bahwa hukum tukas itu mendatangkan kebaikan kepada masyarakat,
nyatalah bahwa ia adalah hak allah disini lebih keras, dan tidak boleh yang
ditukas itu menggugurkan hukuman itu dari orang yang menukas, dan tidak
boleh hukuman itu di laksanakan oleh orang yang ditukas.
4. Pekerjaan-pekerjaan yang terkumpul padanya hak allah dan hak hamba akan tetapi
hak hamba lebih kuat
Contohnya: hukum qishash, maka dalam hal ini hak hamba lebih kuat, maka
hamba yang terkena hukum qishash boleh mengambil diyat saja atau
memaafkan saja.6
6
Ibid. 112-113
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mahkum fih yaitu perbuatan mukallaf yang bersangkutan dengan hukum syar’i.
Adapun syarat mahkum fih yaitu Mukallaf mengetahui perbuatan yang akan dilakukan
sehingga tujuannya dapat ditangkap dengan jelas dan dapat ia laksanakan maka seorang
mukallaf tidak terkena tuntutan untuk melaksanakan shalat misalnya, sebelumnya dia tahu
persis rukun, syarat, dan cara-cara shalat tersebut.Mukallaf harus mengetahui sumber taklif.
Seseorang harus mengetahui bahwa tuntutan itu dari allah SWT, sehingga ia
melaksanakannya berdasarkan ketaatan dengan tujuan melaksanakan titah allah semata.
sebenarnya, hal itu sama dengan hukum yang berlaku yang positif, yakni tidak ada keharusan
untuk mengerjakannya suatu perbuatan sebelum adanya peraturan yang jelas. Perbuatan harus
mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Adapun macam-macam mahkum fih terbagi
menjadi dua segi yaitu keberadaan secara material dan syara’dan dari segi hak yang terdapat
dalam perbuatan itu.
11
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, 2017. Ushul Fiqih Metode Mengkaji dan Memahami hukum Islam secara
Komprehensif. Depok: PT RajaGrafindo
Basri Helmi. 2021. Ushul Fiqih Terapan (Urgensi dan aplikasi kaidah ushul dalam istinbat
hukum). Jakarta: Kencana
12