Anda di halaman 1dari 12

BIDANG STUDI DOSEN PENGAMPU

USHUL FIQH AHMAD FAUZI, S.H.I., M.A

TUGAS MAKALAH

“MAHKUM FIH”

Disusun oleh:

Kelompok 9

Claudia Fitriana (12120521135)

Wirdatul Jannah (12120521156)

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat dan
keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan tak lupa
penulis bersyukur atas tersusunnya makalah ini.

Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ahmad Fauzi, S.H.I.,
M.A.. selaku dosen pengampu yang telah memberikan kami kesempatan untuk membahas
Makalah yang berjudul Mahkum Fih. Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain
untuk memperkaya ilmu pengetahuan kita semua dan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ushul Fiqh

Saya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan pihak-
pihak yang membutuhkan untuk dijadikan literatur. Apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PEDAHULUAN..................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan Makalah ...................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 6

A. Pengertian Mahkum Fih ........................................................................................... 6


B. Syarat-Syarat Mahkum Fih ...................................................................................... 7
C. Permasalahan Dalam Syarat Taklif Mahkum Fih .................................................... 8
D. Macam-Macam Perbuatan Yang Digantungkan Hukum Kepadanya ...................... 10
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Atas dasar bahwa hukum syara’ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia
mukallaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum (lawgiver) adalah Allah SWT.
Ketentuan-Nya itu terdapat dalam kumpulan wahyu-Nya yang disebut Al-Quran. Dengan
demikian ditetapkan bahwa Al-Quran itu sumber utama bagi hukum Islam, sekaligus juga
sebagai dalil utama fiqih. Al-Quran itu membimbing dan memberikan petunjuk untuk
menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatNya.

Harus kita ketahui bahwa dalam kehidupan ini, kita sebagai muslim selalu berhubungan
dan tidak pernah terlepas dari hukum syar’i. Karena hukum syar’i selalu melekat pada diri
seorang muslim. Jadi hukum syar’i akan selalu eksis selama muslim itu masih eksis. Oleh
karena itu, muslim perlu mempelajari dan memahami masalah-masalah tentang hukum syar’i.

Sebelum kita mempelajari banyak ilmu tentang fiqih, setidaknya kita mempelajari
bagaimana hukum-hukum fiqih menurut syara’ terlebih dahulu. Setiap hukum-hukum syar’i
itu tidak dapat bersangkutan dengan salah satu perbuatan mukallaf dari segi tuntutan,
menyuruh pilih atau menempatkan. Dari suatu ketetapan dikatakan bahwa yang berarti itu
tidak lain dari dengan perbuatan. Artinya hukum syar’i itu tidak bersangkut selain perbuatan
mukallaf.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Mahkum Fih?
2. Apa Syarat-Syarat Mahkum Fih?
3. Bagaimana Permasalahan Dalam Syarat Taklifi Mahkum Fih?
4. Apa saja Macam-Macam Perbuatan Yang Digantungkan Hukum Kepadanya?

C. TUJUAN Makalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Mahkum Fih
2. Untuk Mengetahui Syarat-Syarat Mahkum Fih
3. Untuk mengetahui Permasalahan Dalam Syarat Taklif i Mahkum Fih
4. Untuk Mengetahui Macam-Macam Perbuatan Yang Digantungkan Hukum
Kepadanya

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahkum Fih

Mahkum Fih adalah objek hukum, artinya suatu perbuatan orang mukalaf yang
berkaitan dengan hukum syara’. Maksudnya perbuatan orang mukallaf yang berkaitan
dengan hukum allah baik itu dalam bentuk taklifi maupun wadh’i. Dan mahkum fih sering di
sebut dengan mahkum bih karena perbuatan orang mukalaf ini selalu di hubungkan dengan
1
perintah atau larangan.

Mahkum fih terdapat dalam hukum taklifi yaitu berupa hukum dari perbuatan yang
dilakukan oleh orang mukalaf seperti yang wajib, haram, sunnah, makruh, maupun mubah. 2

Beberapa contoh perbuatan mukallaf dalam al-qur’an:

a. Firman allah swt surah Al-Maidah 5:1

َ ‫اْل ًْ َع ِام ا َِّْل َها يُتْ ٰلى‬


َّ ‫علَ ْي ُك ْن َغي َْز ُه ِح ِلّى ال‬
‫ص ْي ِد‬ ْ َّ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْيَ ٰا َهٌُ ْٰٓىا ا َ ْوفُ ْىا ِب ْالعُقُ ْى ِِۗد ا ُ ِحل‬
َ ْ ُ‫ت لَ ُك ْن بَ ِه ْي َوة‬
‫َوا َ ًْت ُ ْن ُح ُز ِۗم ا َِّى ه‬
ُ‫ّٰللاَ يَ ْح ُك ُن َها ي ُِز ْيد‬

“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad (janji-janji) itu. Hewan ternak
dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.”

Yang menjadi objek perintah dalam ayat tersebut adalah untuk orang mukalaf, yaitu
dalam ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan menyempurnakan janji yang diwajibkan dengan
ayat tersebut.

b. Firman allah swt surah Al-Baqarah ayat 43

َّ ‫ار َكعُىا َه َع‬


َ‫الزا ِكعِيي‬ ْ ‫الز َكاة َ َو‬ َّ ‫َوأَقِي ُوىا ال‬
َّ ‫ص ََلة َ َوآتُىا‬

”Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”

1
Firdaus, 2017. Ushul Fiqih Metode Mengkaji dan Memahami hukum Islam secara Komprehensif.
Depok: PT RajaGrafindo. hlm. 264
2
Helmi Basri. 2021. Ushul Fiqih Terapan (Urgensi dan aplikasi kaidah ushul dalam istinbat hukum).
Jakarta: Kencana. hlm. 52

6
Adapun maksud dari ayat ini adalah perbuatan orang mukallaf, yakni perintah atau
tuntutan untuk mengerjakan shalat atau berkaitan dengan kewajiban mendirikan shalat.

c. Firman allah swt surah Al-An'am 151

ِ ّ ِۗ ‫ّٰللاُ ا َِّْل بِ ْال َح‬


‫ق‬ ‫س الَّ ِت ْي َح َّز َم ه‬
َ ‫َو َْل ت َ ْقتُلُىا الٌَّ ْف‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.”

Adapun maksud dari ayat ini adalah suatu larangan terhadap perbuatan orang
mukallaf, yaitu larangan untuk melakukan pembunuhan tanpa hak, yang dimana membunuh
tanpa hak itu hukum nya haram.

Jadi dari beberapa contoh diatas maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan seorang
mukallaf itu yang terkait dengan perintah syar’i (allah dan rasulnya), baik yang bersifat
tuntutan mengerjakan, maupun tuntunan untuk meninggalkan, dan memilih suatu pekerjaan
yang bersifat syarat, sebab, halangan, sah serta batal nya suatu hukum. Maka objek yang
terdapat dalam mahkum fih tersebut adalah perbuatan itu sendiri (orang mukallaf).

Contoh mahkum fih atau perbuatan orang mukallaf berdasarkan hukum wadh’i:3

a. Melaksanakan shalat zuhur yang kewajibannya dikaitkan dengan sebab


tertentu yaitu pada saat tergelincirnya matahari atau zawal.
b. Melaksanakan zakat mal berdasarkan kewajibannya yang dikaitkan dengan
suatu sebab yaitu sampainya harta sejumlah nisab yang ditetapkan agama.
c. Dan kebolehan shalat dengan cara dijama’ atau diqashar jika ada sebab yaitu
dalam perjalanan jarak jauh.

B. Syarat-syarat Mahkum Fih


Ada beberapa syarat untuk sahnya suatu Taklif (Pembenahan hukum):
a. Perbuatan itu diketahui secara sempurna dan terperinci oleh orang mukalaf,
sehingga ia mampu mengerjakan perintah allah SWT kepadanya. Misalnya ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan secara global tentang diwajidkan nya untuk
melaksanakan shalat tanpa merincikan syarat dan rukunnya. Dan perintah itu baru

3
Ibid

7
boleh dikerjakan setelah adanya penjelasan terperinci dari Rasulullah, dan
demikian juga perintah untuk melaksanakan haji, puasa dan zakat.
b. Diketahui oleh orang mukalaf, bahwa perintah itu datang dari pihak yang
berwenang membuat hukum atau perintah dan dalam hal ini adalah allah dan
rasulnya. Dengan pengetahuan ini, dapat mendorong orang mukalaf untuk
mematuhi perintah dan larangan dari allah. Dan setiap upaya pemecahan hukum,
yang paling utama dilakukan oleh ulama adalah membahas suatu dalil sebagai
sumber hukum.
c. Perbuatan yang diperintahkan atau dilarang haruslah berupa perbuatan yang dalam
batas kemampuan manusia untuk melakukan atau meninggalkan. Oleh sebab itu,
tidak mungkin ada didalam Al-Qur’an dan sunnah suatu perintah yang mustahil
menurut akal manusia untuk dilakukan. Misalnya perintah untuk terbang tanpa
memakai alat4.

C. Permasalahan Dalam Syarat Taklif Mahkum Fih


1. Bahwa tidak sah secara syara’ taklif terhadap sesuatu yang mustahil, baik mustahil
lizatihi maupun mustahil li ghairihi. Mustahil lizatihi atau mustahil secara akal
adalah sesuatu yang tidak tergambar oleh akal tentang adanya, seperti
mengumpulkan 2 hal yang bertentangan sekaligus. Misalnya adanya keharusan
melakukan suatu perintah yang di bolehkan dan larangan pada waktu yang sama
bagi seorang mukalaf. Sedangkan mustahil li ghairihi adalah sesuatu yang
tergambar dalam akal tentang adanya, tetapi secara realitas mustahil dilakukan
oleh manusia. Misalnya perintah untuk terbang di udara bagi seorang manusia
tanpa menggunakan alat bantu. Untuk itu allah telah menjelaskan dalam
firmannya untuk memberikan manusia sesuai dengan batas kemampuannya. Yang
sebagaimana di jelaskan dalam QS. Al-Baqarah 2:286:

ً ‫ّٰللاُ ً َۡف‬
‫سا ا َِّْل ُو ۡس َع َها‬ ‫ف ه‬ ُ ّ‫َْل يُ َك ِل‬

“Allah tidak membebani seseorang melaikan sesuai dengan kesanggupannya.”

2. Sanggup mengerjakan, tidak boleh diberatkan sesuatu yang tidak sanggup


dikerjakan oleh orang mukalaf atau mustahil dilakukan olehnya. Menurut syara’

4
Satria Effendi, 2017. Ushul Fiqih. Jakarta: Kencana. hlm. 70

8
tidak sah membebani hal yang mustahil (yang tidak mungkin bisa dilakukan).
Contohnya: tidur dan bangun diwaktu yang sama.5
3. Pekerjaan (sesuatu) yang tidak akan terjadi karena telah dijelaskan oleh allah,
bahwa pekerjaan itu tidak akan terjadi. Sebagian ulama berpendapat, bahwa boleh
dibebankan kepada hamba sesuatu yang diketahui allah tidak akan terjadi, seperti
jauhnya abu lahab terhadap rasa iman. Hal ini dapat dijadikan hujjah untuk
membolehkan taklif terhadap sesuatu yang mustahil.
4. Pekerjaan yang sukar sekali dilaksanakan. Diantaranya:
a) Yang kesukarannya itu luar biasa dalam arti sangat memberatkan bila
perbuatan itu dilaksanakan. Contohnya: bernazar puasa seumur hidup.
b) Yang tingkatnya tidak sampai pada tingkat yang sangat memberatkan, hanya
terasa lebih berat dari pada yang biasa. Dan tingkat kesulitan yang sudah
menjadi kebiasaan manusia untuk menanggungnya dan kesulitan itu masih ada
batas-batas kemampuan mereka. Contohnya: manusia mencari rezeki dengan
jalan bercocok tanam atau dengan berdagang.

5
Ahmad Sanusi, Sohari, 2017. Ushul Fiqih. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm. 110

9
D. Macam-Macam Perbuatan Yang Digantungkan Hukum Kepadanya
1. Pekerjaan-pekerjaan yang dipandang hak allah semata-mata
Contoh nya: melaksanakan shalat, puasa, haji, umrah dan lain sebagainya.
2. Pekerjaan-pekerjaan yang dihukum hak hamba semata-mata
Yaitu pekerjaan seperti membayar barang yang kita rusakkan, membeli barang
dan lain sebagainya.
3. Pekerjaan-pekerjaan yang terkumpul padanya hak allah dan hak hamba akan tetapi
hak allah lebih kuat
Contohnya: di umpamakan hukum menukas atau menuduh zina. Apabila
ditinjau bahwa hukum tukas itu mendatangkan kebaikan kepada masyarakat,
nyatalah bahwa ia adalah hak allah disini lebih keras, dan tidak boleh yang
ditukas itu menggugurkan hukuman itu dari orang yang menukas, dan tidak
boleh hukuman itu di laksanakan oleh orang yang ditukas.
4. Pekerjaan-pekerjaan yang terkumpul padanya hak allah dan hak hamba akan tetapi
hak hamba lebih kuat
Contohnya: hukum qishash, maka dalam hal ini hak hamba lebih kuat, maka
hamba yang terkena hukum qishash boleh mengambil diyat saja atau
memaafkan saja.6

6
Ibid. 112-113

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mahkum fih yaitu perbuatan mukallaf yang bersangkutan dengan hukum syar’i.
Adapun syarat mahkum fih yaitu Mukallaf mengetahui perbuatan yang akan dilakukan
sehingga tujuannya dapat ditangkap dengan jelas dan dapat ia laksanakan maka seorang
mukallaf tidak terkena tuntutan untuk melaksanakan shalat misalnya, sebelumnya dia tahu
persis rukun, syarat, dan cara-cara shalat tersebut.Mukallaf harus mengetahui sumber taklif.
Seseorang harus mengetahui bahwa tuntutan itu dari allah SWT, sehingga ia
melaksanakannya berdasarkan ketaatan dengan tujuan melaksanakan titah allah semata.
sebenarnya, hal itu sama dengan hukum yang berlaku yang positif, yakni tidak ada keharusan
untuk mengerjakannya suatu perbuatan sebelum adanya peraturan yang jelas. Perbuatan harus
mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Adapun macam-macam mahkum fih terbagi
menjadi dua segi yaitu keberadaan secara material dan syara’dan dari segi hak yang terdapat
dalam perbuatan itu.

11
DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, 2017. Ushul Fiqih Metode Mengkaji dan Memahami hukum Islam secara
Komprehensif. Depok: PT RajaGrafindo

Basri Helmi. 2021. Ushul Fiqih Terapan (Urgensi dan aplikasi kaidah ushul dalam istinbat
hukum). Jakarta: Kencana

Effendi Satria, 2017. Ushul Fiqih. Jakarta: Kencana

Sanusi Ahmad, Sohari, 2017. Ushul Fiqih. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

12

Anda mungkin juga menyukai