Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH USHUL FIQIH

“IJTIHAD”

Dosen Pengampu: Irkham Shofwan, Lc., M.A.

Disusun oleh:

1. Arti lidiawati224110403095
2. Fadilatusabrina 224110403100
3. Cindy fatikha zahra224110403130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDIN
ZUHRI
PURWOKERTO 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menysun makalah
ini dengan baik dan tepat guna menyelasikan tugas kelompok untuk mata
kuliah Ushul Fiqh dengan judul “IJTIHAD”.

Kami menyadari sepenunya bahwa makalah ini tidak terlepas dari


bantuan banyak referensi serta saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman maka kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Purwokerto, 28 November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 4

C. Tujuan .............................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 5

A. Definisi ijtihad dan Mujtahid............................................................................6

B. Dasar Hukum Berijtihad .................................................................................. 8

C. syarat syarat Mujtahid ...................................................................................... 9

D. Tingkatan mujtahid ........................................................................................10

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 13

Kesimpulan ......................................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ijtihad dan Mujtahid adalah dua kategori konsekuensi ilmiah yang
tidak dapat dipisahkan. Ijtihad yang lahir mengatas namakan metode
ketrampilan menggali suatu peristiwa hukum yang terjadi, kehadiran yang
menuntut varian lain yaitu dimensi keahlian. Dimensi keahlian tidak tentu
tanpa seseorang pejuang dipandang cakap menggali pristiwa hukum tadi
dengan kualifikasi-kualifikasi yang telah tersedia. Dalam konteks ini,
maka varian mujtahid perlu dihadirkan dengan penjelasan-penjelasan
berdasarkan tingkatan-tingkatan atau derajat yang kemudian disebut
mujtahid dengan berbagai dimensinya. Seperti dikemukakan dalam tulisan
ini, antara lain, tentang pengertian ijtihad dan Mujtahid, wilayah ijtihad,
syarat syarat Mujtahid,dan tingkatan mujtahid.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud ijtihad dan Mujtahid?

2. Dasar Hukum Berijtihad

3. Apa saja syarat syarat Mujtahid?


4. Apa saja tingkatan mujtahid?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi ijtihad dan mujtahid
2. Untuk mengetahui Dasar Hukum Berijtihad
3. Untuk mengetahui syarat syarat Mujtahid
4. Untuk mengetahui tingkatan mujtahid

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ijtihad Dan Mujtahid

Ijtihad (‫ )اﻻجتهاد‬dari segi bahasa berasal dari kata ijtihada (‫)اجتهد‬


yang berarti bersungguh-sungguh, rajin, giat atau mencurahkan segala
kemampuan (jahada). Jadi, menurut bahasa, ijtihad ialah berupaya serius
dalam berusaha atau berusaha yang bersungguh-sungguh. Sementara
secara istilah, para ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai berikut:

1. Wahbah al-Zuhaili
‫ هو عملية استنباط اﻷحكام الشرعية من أدلتها التفصيلية في الشريعة‬: ‫اﻻجتهاد‬.
Ijtihad adalah melakukan istimbath hukum syari`at dari segi
dalildalilnya yang terperinci di dalam syari`at. [1]
2. Imam al-Ghazali
َ‫ َو َﻻ يُسْت‬،‫ْع فِي فِ ْع ٍل مِ ْن ْاﻷ َ ْفعَا ِل‬ ْ ‫ع ْن بَذْ ِل ا َل◌ْ ◌ْ ْج ُهو ِد َوا ْستِ ْف َر‬
َ ٌ ‫ارة‬
ِ ‫اغ ال ُوس‬
ِ َ َ‫ا ِﻻجْ تِ َها ِد َوه َُو ِعب‬
‫ اجْ تَ َهدَ فِي‬:ُ‫ َو َﻻ يُقَال‬،‫الر َحا‬ ‫ ا ْجت َ َهدَ فِي َح ْم ِل َح َج ِر ﱠ‬:ُ‫ فَيُقَال‬،ٌ‫ْع َم ُل ﱠإﻻ فِي َما فِي ِه ُك ْلفَةٌ َو َج ْهد‬
‫صا بِبَذْ ِل الُ◌ْ ◌ْ جْ تَ ِه ِد ُو ْسعَهُ فِي‬ ُ ‫ظ فِي ع ُْرفِ ْالعُلَ َماءِ َم ْخ‬
ً ‫صو‬ ُ ‫ار اللﱠ ْف‬
َ ‫ص‬َ ‫ لَك ِْن‬،ٍ‫َح ْم ِل خ َْردَلَة‬
‫س‬
‫ْث يُحِ ﱡ‬ ُ ‫ب بِ َحي‬ ‫ َو ِاﻻ ْجتِ َهادُ التﱠا ﱡم أ َ ْن يَ ْبذُ َل ْال ُو ْس َع فِي ﱠ‬.ِ‫ش ِريعَة‬
ِ َ‫الطل‬ ِ ‫ب ْالع ِْل ِم‬
‫ب أَ ْحك َِام ال ﱠ‬ ِ َ‫طل‬
َ
‫مِ ْن نَ ْف ِس ِه‬
‫طلَب‬ َ ‫بِ ْالعَجْ ِز‬
َ ‫ع ْن َم ِزي ِد‬
Ijtihad adalah suatu istilah tentang mengerahkan segala yang
diushakan dan menghabiskan segenap upaya dalam suatu pekerjaan,
dan istilah ini tidak digunakan kecuali terdapat beban dan
kesungguhan. Maka dikatakan dia berusaha keras untuk membawa
batu besar, dan tidak dikatan dia berusaha (ijtihad) dalam membawa
batu yang ringan. Dan kemudian lafaz ini menjadi istilah secara
khusus di kalangan ulama, yaitu usaha sungguh-sungguh dari
seorang mujtahid dalam rangka mencari pengetahuan hukum-hukum
syari`at. Dan ijtihad sempurna yaitu mengerahkan segenap usaha
dalam rangka untuk melakukan penncarian, sehingga sampai merasa
tidak mampu lagi untuk melakukan tambahan pencarian lagi.

5
3. Abdul Hamid Hakim
‫سنﱠ ِة‬ ِ ‫ق اﻻ ْستِ ْنبَاطِ مِ نَ ْال ِكتَا‬
‫ب َوال ﱡ‬ ِ ‫ط ِر ْي‬ ّ ٍ ‫ بَذْ ُل اْلُوس ِْع فِى نَ ْي ِل ُح ْك ٍم شَرْ ِع‬:ُ‫اﻻجْ تِ َهاد‬،
َ ‫ى ِب‬
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka
untuk memperoleh hukum syara’ dengan jalan istinbath dari alqur’an
dan as-sunnah.[3]
4. Abdul hamid Muhammad bin Badis al-shanhaji.
‫ وأهله هو المتبحر‬،‫اﻻجتهاد هو بدل الجهد في استنباط الحكم من الدليل الشرعي بالقواعد‬
‫ والفهم الصحيح للكلَم‬،‫في علوم الكتاب والسنة ذو اﻹدراك الواسع لمقاصد الشريعة‬
‫العربي‬.
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk melakukan
istibath hukum dari dalil syara’ dengan kaidah-kaidah. Dan orang
melakukan ijtihad tersebut adalah orang yang pakar dalam bidang
ilmu-ilmu al-Quran dan al-sunnah, memiliki pengetahuan yang luas
tentang maqasid syariah (tujuan-tujuan hukum islam), dan memiliki
pemahaman yang benar terkait dengan bahasa Arab.

Dari definisi di atas, dapat difahami bahwa ijtihad itu,


pertama usaha intelektual secara sungguh-sungguh; kedua, usaha
yang dilakukan itu adalah melakukan istibath (menyimpulkan) dan
menemukan hukum; ketiga, pencarian hukum dilakukan melalui
dalildalil baik dari alqur’an dan Sunnah; keempat, orang yang
melakukan ijtihad itu adalah seorang ulama yang memiliki
kompetensi, dan keluasan wawasan serta pengetahuan dalam bidang
hukum Islam.1
Mujtahid atau fakih secara terminologis adalah seseorang yang
dalam ilmu fikih telah mencapai derajat ijtihad, artinya memiliki
kemampuan untuk melakukan infefensi hukum-hukum syariat dari
sumber-sumber yang terpercaya dan muktabar. Melakukan istinbath

1
Miswanto, MA, Ushul Fiqh Metod. Ijtihad Huk. Islam.

6
hukum-hukum syariat bersandar pada dalil-dalil atau kemampuan
melakukan hal ini disebut sebagai ijtihad.
Dalam pemikirin Syiah, para mujtahid yang memenuhi syarat-
syarat (jami’ al-syaraith) adalah pengganti Imam Maksum dan
mereka disebut “pengganti umum” (naib ‘am).[3] Sejumlah besar
dari tugas-tugas dan wewenang-wewenang para Imam seperti
penghakiman dan izin penggunaan harta yang didapatkan dari
kewajiban-kewajiaban harta (wujuhat syar’iyah) dipegang oleh
mereka.2

B. Dasar Hukum Berijtihad

Islam mendorong dan tnembolehkan umatnya melalukan ijitihad


berdasarkan sejumlah alasan, diantaranya firman Allah SWT.11

‫س ْو َل َواُو ِلى ْاﻻَ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَا ِْن‬ ‫ٰيٓاَيﱡ َها الﱠ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٓوا ا َ ِط ْيعُوا ﱣ َ َوا َ ِط ْيعُوا ﱠ‬
ُ ‫الر‬
ٰ ْ ‫س ْو ِل ا ِْن ُك ْنت ُ ْم تُؤْ ِمنُ ْونَ بِا ﱣ ِ َو ْاليَ ْو ِم‬
‫اﻻ ِخ ۗ ِر‬ ‫َﻲءٍ فَ ُرد ْﱡوهُ اِلَى ﱣ ِ َو ﱠ‬
ُ ‫الر‬ ْ ‫تَنَازَ ْعت ُ ْم فِ ْﻲ ﺷ‬
٥ ࣖ ‫ن تَأ ْ ِوي ًْﻼ‬ ُ ‫س‬ َ ْ‫ٰذلِكَ َخي ٌْر ﱠواَح‬
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah dan taatilah Rasul(Nya), dan
ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan
Rasul ( Sunnahnya), jika kamu benar- benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya” (Q.S. An-Nisa : 59)

Dalam ayat ini terkandung sejumlah pelajaran, diantaranya perintah


mengembalikan sesuatu yang diperselisihkan pada Alquran dan Sunnah.
Ini berarti, larangan bagi umat Islam menyelesaikan persoalan yang
diperselisihkan atas dasar hawa nafsu dan sekaligus kewajiban
mengembalikannya kepada Allah dan Nabi-Nya dengan jalan ijtihad
dalam membahas kandungan ayat atau hadis yang tidak mudah
dijangkau logika. Ijtiliad yang dimaksud bisa pula upaya menerapkan

2
https://id.wikishia.net/view/Mujtahid

7
kaidah-kaidah umum Al-Quran dan Sunnah. seperti menyamakan
sesuatu yang tidak ditegaskan hukumnya dengan sesuatu yang
dijelaskan dalam Al-Quran karena ada kesamaan illat antara keduanya,
seperti dalam praktek qiyas. Ijtihad dapat pula berupa mempelajari
kebijaksanaan-kebijaksanaan syariat.

Kebolehan berijtihad juga didasarkan pada firman Allah SWT:12

َ ‫فَا ْعتَ ِب ُر ْوا ٰ ٓياُولِى اْ ْل ْب‬


‫صا ر‬

“Maka ambillah l’tibar hai orang-orang yang punya pandangan”’.


(QS. Al- Hasyr : 2)
Melalui ayat ini Allah memerintahkan orang-orang yang
mempunyai pandangan untuk mengambil i’tibar (pelajaran) atau
pertimbangan atas malapetaka yang menimpa kaum Yahudi disebabkan
tingkah laku mereka yang tidak baik sebagaimana dikemukakan diawal
ayat ini. Cara mengambil i’tibar ini merupakan salah satu bentuk ijtihad.
Dengan demikian, perintah Allah untuk mengambil i’tibar berarti
perintah untuk melakukan ijtihad.

Dorongan melakukan ijtihad juga diperkuat hadis Nabi SAW., yang


menceritakan tentang Muaz bin Jabal yang diutus Nabi SAW., menjadi
hakim di Yaman. Dalam hadis ini terjadi dialog antara Nabi dengan Muaz,
Nabi SAW., bertanya bagaimana engkau memutuskan hukum ? Menjawab
pertanyaan ini, ia menjelaskan secara berurutan, yaitu Al-Quran, kemudian
dengan Sunnah, kemudian dengan melakukan ijtihad. Nabi kemudian
memberikan jawaban Muaz ini dengan mengatakan : Segala puji Allah
yang telah memberi taufik atas diri utusan Nabi Allah dengan apa yang
diridhai Allah dan Nabi-Nya.13
Dengan demikian aktivitas ijtihad sesungguhnya telah dimulai sejak
masa Nabi, bahkan tindakan Nabi dalam memberikan fatwa yang kemudian
dibenarkan oleh wahyu, dipandang juga sebagai ijtihad oleh ulama yang
menganggap Nabi itu boleh dan sah berijtihad, bahkan ada kalanya ijtihad
Nabi itu dikoreksi oleh wahyu, seperti kasus tawanan perang Badar, di

8
mana Nabi setelah bermusyawarah dengan para sahabatnya, kemudian
berijtihad dan lebih memilih membebaskan para tawanan dengan
membayar tebusan. Kemudian turunlah wahyu yang mengoreksi ijtihad
Nabi sebagaimana diungkapkan dalam Al Qur’an surah Al Anfal ayat 67. 3

C. Syarat syarat Mujtahid

Ijtihad merupakan tugas besar dan berat bagi seorang mujthid. Oleh
karena itu para ulama ushul menetapkan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh seseorang yang akan melakukan ijtihad, baik syarat-syarat
yang menyangkut pribadi maupun syarat-syarat keilmuan yang harus
dimilikinya.

Menurut Abdul hamid Hakim bahwa seorang mujtahid harus


memenuhi empat syarat ijtihad, yaitu:

1. Mempunyai pengetahuan yang cukup (alim) tentang al-kitab dan


al-Sunnah.
2. Mempunyai kemampuan berbahasa Arab yang memadai, sehingga
mampu menafsirkan kata-kata yang asing (gharib) dari Alquran
dan sunnah.
3. Menguasai ilmu ushul fiqh
4. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang nasikh dan
mansukh.

Tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka sesorang tidak dapat


dikategorikan sebagai mujtahid yang berhak melakukan ijtihad. Ulama
mujtahid menurut ahli ushul dibedakan tingkatanya tergantung pada
aktivitas ijtihad yang dilakukanya. Dr. Abd Salam Arief, membedakan
tingkatan mujtahid dalam empat kategori, yaitu:

1. Mujtahid Mutlaq Mustaqil (Mujtahid Independen)

3
Ningrum, “Dasar-Dasar Para Ulama Dalam Berijtihad Dan (Fundamentals of
Scholars in Conducting Ijtihad and Istinbāţh Methods of Law).”

9
Mujtahid independen adalah seorang mujtahid yang
membangun teori dan kaidah istinbat sendiri, tanpa bersandar
kepada kaidah istinbat pihak lain. Yang termasuk dalam jajaran
kelompok ini antara lain: imam empat mazhab, yaitu Abu Hanifah,
Malik bin anas, Imam al-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal; laits
bi Saad, al-Auzai, Sufyan al-Tsauri, Abu saur, dan sebagainya.

2. Mujtahid Muntasib (Mujtahid Afiliatif)

Mujtahid afiliatif adalah mujtahid yang melakukan ijtihad


dengan menggunakan kaidah istinbath tokoh mazhab yang
diikutinya, meskipun dalam masalah-masalah furu’ ia berbeda
pendapat dengan imam yang diikutinya itu. Dan yang masuk dalam
tingkatan ini adalah diantaranya: Abu Yusuf, Muhammad Saibani,
Zufar dari kalangan Hanafiyah. Abd al-Rahman bi Qasim dan
Ashab bin Wahab, dari kalangan Malikiyah. Al-Buwaiti, al-
Za’farani, al-Muzani dari kalangan Syafi’iyyah. Al-qadhi Abu
Ya’la, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, dan Ibn Qayyim dari kalangan
Hanabilah.

3. Mujtahid fi al-madhab

Mujahid fi al-mazhab adalah para mujtahid yng mengikuti


sepenuhnya imam mazhab mereka baik dalam kaidah istinbath
ataupun dalam persoalan-persoalan furu’iyyah. Mereka berijtihad
pada masalah-masalah yang ketentuan hukumnya tidak didapatkan
dari imam mazhab mereka. Mereka juga adakalanya meringkas
kaidahkaidah istinbat yang dibangun oleh imam mereka.

4. Mujtahid Murajih

Mujtahid murajih adalah mujtahid yang tidak


mengistinbatkan hukum furu’, mereka melakukan ijtihad hanya
terbatas membandingkan beberapa pemikiran hukum mujtahid

10
sebelumnya, kemudian memilih salah satu yang dianggap arjah
(paling kuat).

D. Tingkatan Mujtahid

Ulama ahli ushul membagi kepada tujuh tingkatan mujtahid. Empat


tingkatan pertama tergolong mujtahid, dan tiga berikutnya masuk
kedalam kategori muqallid.

1. Mujtahid Mustaqil (mandiri); untuk mencapai derajat ini harus


dipenuhi seluruh persyaratan ijtihad. Ulama pada tingkatan ini
mempunyai otoritas mengkaji ketetapan hukum langsung dari
Alquran dan sunnah, melakukan qiyas, mengeluarkan fatwa,
dan berwenang menggunakan seluruh metode istidlal yang
mereka ambil sebagai pedoman, tidak mengekor pada mujtahid
lain. Termasuk kategori ini adalah seluruh fuqaha sahabat,
tabiin dan fuqaha mujtahid.
2. Mujtahid Muntasid; mereka adalah mujtahid yang
mengarnbil/memilih pendapat- pendapat imamnya dalam ushul
dan berbeda pendapat dari imamnya dalam cabang furu’,
meskipun secara umum ijtihadnya menghasilkan kesimpulan-
kesimpulan yang hampir sama dengan hasil ijtihad yang
diperoleh imamnya.
3. Mujtahid Mazhab; mereka yang mengikuti imamnya baik dalam
ushul maupun furu’ yang lelah jadi. Peranan mereka terbatas
melakukan istinbath hukum terhadap masalah-masalah yang
belum diriwayatkan oleh imamnya. Menurut Maliki, tidak
pernah kosong suatu masa dari mujtahid mazhab. Tugas mereka
dalam ijtihad adalah menerapkan illat-iliat fiqh yang telah digali
oleh para pendahulunya terhadap masalahmasalah yang belum
dijumpai di masa lampau. Dengan melakukan istinbath hukum
didasarkan pertimbangan yang sudah tidak relevan lagi dengan
tradisi dan kondisi masyarakat dan ulama mutaakhirin.

11
4. Mujtahid Murajjih, Mereka tidak melakukan istinbath hukum
furu’, melainkan mentarjih (mengunggulkan) diantara
pendapat-pendapat yang diriwayatkan imam dengan
alat tarjih yang telah dirumuskan oleh mujtahid pada tingkatan
di atasnya. Mereka mentarjih sebagian pendapat atas pendapat
lain karena dipandang kuat dalilnya atau karena sesuai dengan
konteks kehidupan masyarakat pada masa itu atau karena
alasan lain, sepanjang tidak melakukan istinbath baru yang
independen ataupun mengikuti metode istinbath imamnya.

5. Mujtahid Muwazin; Mereka membanding-bandingkan beberapa


pendapat dan riwayat. Misalnya, mereka menetapkan bahwa
qiyas yang dipakai dalam pendapat ini lebih mengena dibanding
penggunaan qiyas pada pendapat lain. Atau pendapat ini lebih
shahih riwayatnya atau lebih kuat dalilnya.
6. Tingkatan Muhafizh ‫؛‬Mereka adalah yang mampu membedakan
antara pendapat yang terkuat, dhaif. Mereka tergolong tingkatan
muqallid, hanya saja mereka mempunyai hujjah dengan
mengetahui hasil tarjih ulama terdahulu. Bisa mengeluarkan
fatwa, tetapi dalam lingkup terbatas.
7. Tingkatan Muqallid\ Tingkatan ini berada di bawah semua
tingkatan yang telah diuraikan di atas. Mereka adalah ulama
yang mampu memahami kitab-kitab, tetapi tidak mampu
melakukan tarjih terhadap pendapat atau riwayat. Tingkat
keilmuannya belum cukup mendukung untuk bisa mentarjih
pendapat mujtahid murajjih dan menentukan tingkatan tarjih.
Golongan muqallid, cukup besar jumlahnya pada masamasa
belakangan. Mereka menerima ibarat yang terdapat dalam
kitab-kitab sebagaimana adanya dan tidakniampu
mengklasifikasi dalil- dalil, pendapat-pendapat maupun
riwayat-riwayat.4

4
Asri, “Apakah Mungkin Pada Masa Yang Akan Datang Lahirnya Seorang
Mujtahid.”

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Ijtihad ialah berupaya serius dalam berusaha atau berusaha yang


bersungguh-sungguh. Sedangkan mujtahid ialah orang yang melakukan
Ijtihad yang memiliki kemampuan untuk melakukan infefensi hukum-hukum
syariat dari sumber-sumber yang terpercaya dan muktabar.Dasar Hukum
Berijtihad, islam mendorong dan nembolehkan umatnya melalukan ijitihad
berdasarkan sejumlah alasan, diantaranya firman Allah SWT ” (Q.S. An-Nisa
: 59) dan didalam . (QS. Al- Hasyr : 2).Syarat syarat mujtahid itu Mempunyai
pengetahuan yang cukup (alim) tentang al-kitab dan al-Sunnah. Mempunyai
kemampuan berbahasa Arab yang memadai, sehingga mampu menafsirkan
kata-kata yang asing (gharib) dari Alquran dan sunnah Menguasai ilmu ushul
fiqh dan sebagainya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Asri, Sarmiji. “Apakah Mungkin Pada Masa Yang Akan Datang Lahirnya
Seorang Mujtahid.” Journal of Islamic and Law Studies 5, no. 1 (2021):
80–91. https://doi.org/10.18592/jils.v5i1.4840.

Miswanto, MA, Agus. Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam. Ushul Fiqh:
Metode Ijtihad Hukum Islam, 2019.

Ningrum, Ita Sofia. “Dasar-Dasar Para Ulama Dalam Berijtihad Dan


(Fundamentals of Scholars in Conducting Ijtihad and Istinbāţh Methods
of Law).” Mizan: Jurnal Ilmu Syariah 5, no. 1 (2017): 93–108.

https://id.wikishia.net/view/Mujtahid

14

Anda mungkin juga menyukai