Anda di halaman 1dari 19

AYAT AYAT TENTANG MALAIKAT MALAIKAT ALLAH

D
I
S
U
S
U
N
Oleh : KELOMPOK 13

NAMA NIM

1. NURDIANA POHAN 2020100306


2. WINDY DWI CAHYANI 2020100309
3. AZRIYANI 2020100308

DOSEN PENGAMPU: H. AHMAD YA’IN, M.A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah yang telah memberikan karunia-Nya pada kita
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “SEPULUH KAIDAH
FIKIH”.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis merasa banyak kekurangan dan


kejelian dalam hal berbahasa atau menulis makalah tersebut.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari Bapak, agar
kedepannya tidak mengulangi kesalahan-kesalahan dalam pembuatan makalah
ini, serta dengan hal itu penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan dalam
penulisan makalah ini.

Padangsidimpuan, 24 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
BAB II........................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................2
1. PENGERTIAN KAIDAH FIQIH.....................................................2
2. MAMFAAT MEMPELAJARI KAIDAH FIQIH............................3
3. KAIDAH KAIDAH FIKIH..............................................................4
BAB III....................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................16
A. Kesimpulan.....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah,
logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf
yang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat
yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual.Pembekalan materi yang baik
dalam lingkup sekolah, akan membentuk pribadi yang mandiri, bertanggung
jawab, dan memiliki budi pekerti yang luhur. Sehingga memudahkan peserta
didik dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di
zaman modern sekarang semakin banyak masalah-masalah muncul yang
membutuhkan kajian fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik
membutuhkan dasar ilmu dan hukum Islam untuk menanggapi permasalahan
di masyarakat sekitar.1 Tujuan pembelajaran Fiqih adalah untuk membekali
peserta didik agar dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum
Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan dalil aqli
melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar.2
Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah,logis
dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang
lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang
merupakan pelaksanaan ritual-ritual.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kaidah fikih ?
2. Bagaimana mamfaat mempelajari kaidah fikih ?
3. Berikan 10 kaidah fikih !

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN KAIDAH FIQIH

Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah) adalah salah satu cabang ilmu


didalam ilmu Ushul Fiqih. Kaidah Fiqih terdiri dari dua suku kata, yaitu
kata kaidah (qawaid) dan kata fiqih (fiqhiyah). Kata kaidah (qawaid)
secara bahasa / etimologi berarti asal (al-asl) atau asas (al-asas), yang
berarti berarti asas, landasan, dasar, basis atau pondasi. Dengan
demikian Kaidah Fiqih berarti asas, landasan, dasar, basis atau pondasi
Fiqih. Kaidah Fiqih berisi kaidah-kaidah universal bagi pelaksanaan
yurisprudensi (hukum) Islam aplikatif (Fiqih). Kaidah Fiqih berbeda
dengan Kaidah Ushul Fiqih. Kaidah Ushul Fiqih memuat kaidah kaidah
dalam berijtihad, kaidah-kaidah tentang Quran dan Sunah, Kaidah Ijma,
Kaidah Qiyas, dan berbagai kaidah dalam metodologi berijtihad seperti
Kaidah Mashlahah, Kaidah Sadd Dzariah, Kaidah Urf, Kaidah Istishab,
Kaidah Qaul Sahabi, dan lainnya.
Nomenklatur Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah) terdiri dari dua
suku kata, yaitu kata kaidah (qawaid) dan kata fiqih (fiqhiyah). Kata
kaidah (qawaid) secara bahasa / etimologi berarti asal (al-asl) atau asas
(al-asas). Adapun secara istilah, kaidah berarti proposisi universal yang
sesuai bagi partikular di bawahnya. Kata Qawaid merupakan bentuk
plural (jama) dari kata qaidah atau “kaidah” istilah dalam serapan
bahasa Indonesia. Kata kaidah sendiri secara literal berarti asas,
landasan, dasar, basis atau pondasi. Kaidah dapat juga bermakna ajaran,
garis panduan, formula, pola atau metode. Maknanya sama dengan asas
atau prinsip yang mendasari suatu hal. Suatu hal tersebut bisa berarti
bangunan, agama atau lainnya. Mayoritas ulama Ushul sendiri
2
mendefinisikan kaidah dengan ”Hukum yang biasa berlaku (secara
universal) yang bersesuaian dengan sebagian besar bagian-bagian
(partikular) nya”.

Sedangkan arti Fiqih secara etimologi adalah pemahaman. Menurut


istilah, Fiqih adalah ilmu yang mempelajari hukum syariat amaliyah
yang diambil dari dalil-dalil yang tafsili (terperinci). Dengan demikian
Kaidah Fiqih berarti asas, landasan, dasar, basis atau pondasi Fiqih.
Dalam terminologi fuqaha, Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah) adalah
ketentuan umum (universal) yang mencakup seluruh atau sebagian besar
partikular di bawahnya sehingga hukum diketahui darinya. Pengertian
yang lebih sederhana dari Kaidah Fiqih adalah sebuah pedoman umum
(kaidah-kaidah universal) bagi pelaksanaan hukum Islam aplikatif
(Fiqih).

2. MAMFAAT MEMPELAJARI KAIDAH FIQIH

Ilmu Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah) sangat dibutuhkan bagi


setiap orang yang berkecimpung dalam dunia Islam terutama bagi
penentu kebijakan-kebijakan hukum. Kaidah Fiqih menjadi titik temu
dari masalah-masalah fikih. Dengan demikian menguasai Kaidah Fiqih
akan mengetahui benang merah berbagai masalah fiqih melalui
istimbath hukum. Mempelajari Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah)
menjadikan kita lebih bijaksana dalam menentukan dan menerapkan
fikih dalam keadaan, waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat
kebiasaan dan berbagai masalah fiqih yang muncul. Artikel Terkunci

3
Ilmu Kaidah Fiqih juga bisa dijadikan landasan aktifitas sehari-
hari dalam usaha memahami tujuan diturunkannya syariat (Maqashid al-
Syari’ah) secara lebih komprehensif. Sedangkan bagi para ahli ushul
maupun fuqaha, pemahaman terhadap Kaidah Fiqih mutlak diperlukan
untuk melakukan suatu ijtihad atau pembaharuan pemikiran dalam
berbagai masalah. Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah) berfungsi sebagai
panduan yang lebih praktis dari logika deduktif-induktif hukum Islam
aplikatif (Fiqih). Manfaat Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah) adalah:
Sebagai titik temu dari masalah-masalah fikih Untuk memahami tujuan
diturunkannya syariat (Maqashid al-Syari’ah) secara lebih komprehensif
Bagi Fuqaha dan Mujtahid Ilmu Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah) adalah
ilmu yang mutlak diperlukan untuk melakukan suatu ijtihad atau
pembaharuan pemikiran Menjadikan kita lebih bijaksana dalam
menyikapi berbagai masalah fiqih yang muncul sehingga menjadikan
kita lebih moderat dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi,
politik, budaya.

3. KAIDAH KAIDAH FIKIH

1) KAIDAH PERTAMA

ِ َ‫ أُال ُم ْو ُر بِ ِمق‬.١
‫اص ِدهَا‬

“Setiap sesuatu bergantung pada maksud/niat pelakunya”

Dalil kaidah ini antara lain adalah firman Allah SWT :

ۡ‫اح فِي َمٓا َأ ۡخطَ ۡأتُم بِ ِۦه َولَ ٰـ ِكن َّما تَ َع َّمد َۡت قُلُوبُ ُكم‬
ٌ ۬ َ‫س َعلَ ۡيڪُمۡ ُجن‬
َ ‫َولَ ۡي‬
4
Artinya : "Tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf
padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu".
(QS. Al Ahzab : 5)

Hadist Rasulullah dari Umar bin Khattab r.a :

‫ِإنَّ َما اَأْل ْع َما ُل بِالنِّيَّ ِة َولِ ُك ِّل ا ْمرٍِئ َما نَ َوى‬

Artinya : "Sesungguhnya amal tergantung niatnya, dan setiap


orang hanya mendapatkan sesuai niatnya".

Contoh : 
Apabila seseorang berkata : "saya hibahkan barang ini untukmu
selamanya, tapi saya minta uang satu juta rupiah", meskipun katanya
adalah hiba, tapi dengan permintaan uang, maka akad tersebut bukan
hibah, tetapi merupakan akad jual-beli

2) KAIDAH KEDUA

َّ ‫ اليَقِيْنُ اَل يُزَا ُل بِال‬.٢


‫ش ِّك‬

“Keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan”

Dasar kaidah ini Hadist Rasulullah SAW :

5
‫ ٕان الشيطان لئاتى احدكمـ وهو فى صالته فيقول له ٔاحدثت فال ينصرف حتى يسمع صوتا ٔاو يجد ريحا‬.
‫ رواه ٕابن ماجه و ٔاحمد‬.

Artinya : "Sesungguhnya Setan akan mendatangi salah satu dari


kalian yang sedang melaksanakan shalat, lalu berkata kepadanya
"Engkau telah hadats". (Jika itu terjadi) Maka janganlah berpindah
(membatalkan shalatnya) sampai dia (orang yang shalat) mendengar
suara atau mencium bau." (H.R. Ibnu Majah & Ahmad).

Contoh :
Terjadi perselisihan penjual dan pembeli, pembeli ingin
mengembalikan barangnya dan berkata bahwa barang tersebut seharga 15
ribu, sedang penjual berkata harga tersebut adalah 20 ribu. Maka yang
dianggap yakin adalah harga penjual.

3) KAIDAH KETIGA

‫س ْي َر‬ ُ ِ‫شقَّةُ ت َْجل‬


ِ ‫ب التَّ ْي‬ َ ‫ ال َم‬.٣

“Kesukaran/kesulitan itu dapat mendatangkan/ menarik kemudahan”

Al-masyaqqah berarti al-ta'ab yaitu kelelahan, kepayahan,


kesulitan dan kesukaran. sedang al-taysir berarti kemudahan.
Hukum-hukum yang dalam penerapannya menimbulkan kesulitan
dan kesukaran bagi mukallaf, maka syariah meringankannya sehingga
mukallaf mampu melaksanakannyan tanpa kesulitan dan kesukaran.
Kesulitan yang membawa kepada kemudahan antara lain dalam
perjalanan (safar), sakit (maridh), terpaksa yang membahayakan

6
kehidupan, lupa, tidaktahu, kekurangmampuan bertindak hukum (al-
naqsh)

Dasar kaidah ini adalah QS Al Baqarah : 286 dan Al Hajj : 78

Secara sederhanya, makna dari qa`idah ini adalah bahwa suatu


kesusahan mengharuskan adanya kemudahan. Maksud dari masyaqqah di
sini adalah kesulitan yang tidak bisa menghilangkan tuntutan syar`i. Oleh
sebab itu, suatu hukum yang mengandung kesulitan dalam
pelaksanaannya atau berpotensi mendatangkan bahaya dalam
pelaksanaannya, baik kepada badan, jiwa, ataupun harta seorang
mukallaf, maka harus diringankan sehingga tidak menyulitkan dan
membahayakan lagi. Keringanan tersebut dalam Islam dikenal dengan
istilah rukhsah. Dasar hukum kaidah ini salah satunya adalah Surat al-
Baqarah ayat 185 dan “Permudahkanlah dan jangan
dipersulit.” (HR.Bukhari).

1. Karena berpergian maka dibolehkan berbuka berpuasa di bulan


Ramadhan.
2. dibolehkan mengqoshor sholat yang empat rakaat, dan gugurnya
kewajiban shalat Jumat, jamaah dan dibolehkan tayamum.Karena
sakit, dibolehkan berbuka (tidak berpuasa) pada bulan Ramadhan.
3. Karena paksaan, orang dipaksa boleh mengucapkan kata kufur (kafir),
dibolehkan juga meninggalkan kewajiban, merusak harta orang lain,
memakan bangkai, dan minum khamar (jenis minuman keras).
4. Karena tidak tahu, diperbolehkan mengembalikan benda yang telah
dibeli karena tidak mengetahui cacatnya.

7
5. Dibolehkan hanya melihat apa yang mungkin dapat dilihat, seperti
menjual apa yang ada dalam kaleng/botol dan lain-lain seperti
makanan yang ada dalam kaleng atau botol jika dibuka tutup
kalengnya, atau tutup botolnya, tentu makanan atau minuman yang ada
di dalamnya akan menjadi rusak. Untuk kemaslahatan, maka
dibolehkan jual beli hanya melihat yang di luarnya saja, dengan
tulisan, label dan lain-lain, dengan tidak melihat langsung makanan
atau minuman itu.
6. Dalam kontrak Istisna’ini, di perbolehkan walaupun barang yang di
jual belikan belum jelas jasadnya atau bentuknya karena Kontrak ini
sama seperti Salam, yaitu membeli barang yang belum tidak ada
keberadaanya namun barang-barang yang dideskripsikan oleh klien
seperti baju di jahitan.
7. Bay’ bil Wafa’ (jual beli dengan tebusan) merupakan suatu jual beli
barang dengan hutang pada kreditur dengan syarat kapan saja si
penjual (yang menjadi peminjam uang dalam transaksi ini) membayar
harga barang atau membayar hutangnya, maka si pembeli
berkewajiban mengembalikan barangnya itukepada pemilik barang.
8. Kafalah bil-dark misalnya seseorang membeli suatu barang dan
meminta agar penjualnya menjamin pengembalian harga barang itu
jika ada orang lain yang mengklaim sebagai pemilik barang itu, dan
sebagai konsekuensinya orang tersebut

Contoh :
Seseorang yang meminjam barang kepunyaan orang yang
dikenalnya, kemudian barang tersebut telah rusak atau hilang sehingga
tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya, maka penggantinya

8
adalah barang yang sama mereknya, ukurannya atau diganti dengan harga
barang tersebut dengan harga di  pasaran.

4) KAIDAH KEEMPAT

‫ض َر ُر يُزَا ُل‬
َ ‫ ال‬.٤

“Kemadaratan harus dihilangkan”

Dasar kaidah ini adalah firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat


231 dan hadist Rasulullah :

‫ رواه ٔاحمد و ابن ماجه و الطبراني‬. ‫ ال ضرر وال ضرار‬.

"Tidak boleh (ada) bahaya dan menimbulkan bahaya." (H.R.


Ahmad, Ibnu Majah, dan Thabrani)

Contoh :
Larangan menimbun barang-barang kebutuhan pokok masyarakat
karena perbuatan tersebut mengakibatkan kemudharatan bagi rakyat

5) KAIDAH KELIMA

ٌ‫ ال َعا َدةُ ُم َح َّك َمة‬.٥

"Adat kebiasaan dapat dijadikan rujukan hukum."

9
Dasar kaidah ini adalah firman Allah SWT 

ِ ‫َاش ُروهُنَّ بِ ۡٱل َم ۡع ُر‬


‫وف‬ ِ ‫َوع‬
Artinya : "dan pergaulilah mereka secara patut"

Hadist Rasulullah SAW :

‫ رواه ٔاحمد‬. ‫سيى‬


ٔ ‫ ـ ـ ـ فما رٔاى المسلمون حسنا فهو عند هللا حسن و ما رٔاوا سي ٔىا فهو عند هللا‬.

Artinya : ".... apa yang kaum muslim anggap baik, maka baik pula
menurut Allah. Dan apa yang kaum muslim anggap buruk, maka buruk
pula menurut Allah." (H.R. Ahmad).

Contoh :
Transaksi kurs mata uang (sharf), penyelesaian transaksi tersebut
diadministrasikan sampai 2 hari kemudian setelah transaksi, hal tersebut
dibenarkan.

6) KAIDAH KEENAM

‫ نصبك رواه مسلم‬X‫اجرك على قدر‬

Artinya:

“Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu. (HR.


Muslim)”

‫ما ال يدرك كله ال يترك كله‬

10
“Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhan maka tidak boleh
meninggalkan semuanya.”

Contoh kaidah:
Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu dinar tetapi
mampu dengan dirham maka lakukanlah. Seserang yang tidak mampu
untuk mengajar atau belajar berbagai bidang studi (fan) sekaligus, maka
tidak boleh meninggalkan keseluruhannya. Seseorang yang merasa berat
untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh rakaat, maka
lakukanlah shalat malam empat rakaat.

7) KAIDAH KETUJUH

‫ما ال يدرك كله ال يترك بعضه‬

“Sesuatu yang tidak dapat ditemukan keseluruhannya, maka tidak


boleh tinggalkan”

‫الميسور ال يسقط بالمعسور‬

“Sesuatu yang mudah tidak boleh digugurkan dengan sesuatu yang sulit.”

Contoh kaidah:
Seorang yang terpotong bagian tubuhnya, maka tetap wajib baginya
membasuh anggota badan yang tersisah ketika bersuci. Seseorang yang
mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutup aurat
berdasarkan kemampuannya tersebut. Orang yang mampu membaca sebagian
ayat dari surat Al-Fatihah, maka ia wajib membaca sebagian yang ia ketahui
tersebut.
11
Orang yang memiliki harta satu nisab, namun setengah darinya berada
ditempat jauh (ghaib) maka harus dikeluarkan untuk zakat adalah harta yang
berada ditangannya.
Nabi SAW. bersabda :

‫ رواه شيخان‬X.‫وما امرتكم به فأتوا منه ما استطعتم‬

Artinya:
“Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR.
Bukhari Muslim)

8) KAIDAH KEDELEPAN

‫ مع العلة وجودا وعدما‬X‫الحكم يدور‬

“Hukum itu berputar beserta ‘illatnya, baik dari sisi wujudnya maupun
ketiadaannya’illatnya.”

Contoh kaidah :

Alasan diharamkannya arak (khamr) adalah karena memabukkan. Jika


kemudian terdeteksi bahwa arak tidak lagi memabukkan seperti khamr yang
telah berubah menjadi cuka maka halal. Memasuki rumah orang lain atau
memakai pakaiannya tanpa adanya ijin adalah haram hukumnya. Namun ketika
namun ketika diketahui bahwa pemiliknya merelakan, maka tidak ada masalah
didalamnya (boleh).
Alasan diharamkannya minum racun karena adanya unsur merusakkan.
Andaikata unsure yang merusakkan itu hilang, maka hukumnya menjadi boleh.

12
9) KAIDAH KESEMBILAN

‫االجتهاد ال ينقض باالجتهاد‬

“Ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad lainnya.”

Contoh kaidah:

Apabila dalam menentukan arah kiblat, ijtihad pertama tidak sama


dengan ijtihat ke dua, maka digunakan ijtihad ke dua. Sedangkan ijtihad
pertama tetap sah sehingga tidak memerlukan pengulangan pada rakaat
yang dilakukan dengan ijtihad pertama. Dengan demikian, seseorang
mungkin saja melakukan shalat empat rakaat dengan menghadap arah
yang berbeda pada setiap rakaatnya. Ketika seorang hakim berijtihad
untuk memutuskan hukum suatu perkara, kemudian ijtihadnya berubah
dari ijtihad yang pertama maka ijtihad yang pertama tetap sah (tidak
rusak).

10) KAIDAH KESEPULUH

‫تصرف االمام على الرعية منوط بالمصلحة‬

“Kebijakan pemimpin atas rakyatnya dlakukan berdasarkan


pertimbangan kemaslahatan.”

Contoh kaidah:
13
Seorang pemimpin (imam) dilarang membagikan zakat kepada yang
berhak (mustahiq) dengan cara membeda-bedakan diantara orang-orang
yang tingkat kebutuhannya sama. Seorang pemimpin pemerintahan,
sebaiknya tidak mengankat seorang fasiq menjadi imam shalat. Karena
walaupun shalat dibelakangnya tetap sah, namun hal ini kurang baik
(makruh).
Seorang pemimpin tidak boleh mendahulukan pembagian harta baitul
mal kepada seorang yang kurang membutuhkannya dan mengakhirkan
mereka yang lebih membutuhkan.

Rasulullah SAW. bersabda :

‫كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته‬

Artinya :

“Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan setiap dsari


kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan”.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaidah Fiqih (Qawaid Fiqhiyah) adalah salah satu cabang ilmu
didalam ilmu Ushul Fiqih. Kaidah Fiqih terdiri dari dua suku kata, yaitu
kata kaidah (qawaid) dan kata fiqih (fiqhiyah). Kata kaidah (qawaid)

14
secara bahasa / etimologi berarti asal (al-asl) atau asas (al-asas), yang
berarti berarti asas, landasan, dasar, basis atau pondasi. Dengan
demikian Kaidah Fiqih berarti asas, landasan, dasar, basis atau pondasi
Fiqih. Kaidah Fiqih berisi kaidah-kaidah universal bagi pelaksanaan
yurisprudensi (hukum) Islam aplikatif (Fiqih). Kaidah Fiqih berbeda
dengan Kaidah Ushul Fiqih. Kaidah Ushul Fiqih memuat kaidah kaidah
dalam berijtihad, kaidah-kaidah tentang Quran dan Sunah, Kaidah Ijma,
Kaidah Qiyas, dan berbagai kaidah dalam metodologi berijtihad seperti
Kaidah Mashlahah, Kaidah Sadd Dzariah, Kaidah Urf, Kaidah Istishab,
Kaidah Qaul Sahabi, dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

A, Djazuli, Kaidah-kaidah fikih: kaidah – kaidah Hukum Islam dalam


Menyelesaikan Masalah masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana, 2007.

15
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Syafe’i,

Rachmat . Fiqh Muamalat, Bandung: Pustaka Setia, 2011.

16

Anda mungkin juga menyukai