6. Jika suami dan istri melakukan perceraian, bagaimana tahapan pembagian harta bersama
mereka? Jelaskan dengan dasar hukumnya!
Apabila pasangan suami dan isteri memiliki perjanjian perkawinan yang menyatakan
memisahkan harta benda mereka, maka tidak ada yang namanya harta bersama. Ketika
perceraian terjadi, masing-masing suami atau istri tersebut hanya akan membawa harta
yang terdaftar atas nama mereka. Sebaliknya, apabila tidak ada perjanjian perkawinan,
maka pengaturan mengenai harta bersama mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.
Di Indonesia, ketentuan pembagian harta gono-gini baik dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam adalah dibagi ½ dari seluruh harta gono-
gini antara suami dan istri. Namun, pada prakteknya hakim tidak selalu membaginya
dengan aturan tersebut. Pembagian juga harus memperhatikan keadaan suami dan istri.
Misalnya, harta tersebut kebanyakan diperoleh dari hasil kerja keras istri dan perceraian
terjadi karena KDRT yang dilakukan oleh suami. Maka hakim dapat saja memutus
pembagian yang lebih adil terhadap istri.
Perlu diingat bahwa putusan perceraian tidak secara otomatis memutuskan atau
menetapkan mengenai pembagian harta gono-gini dalam perkawinan. Pengajuan
pembagian harta gono-gini dapat diajukan sesudah putusan perceraian memperoleh
kekuatan hukum tetap. Bagi pasangan suami istri yang perkawinannya dicatatkan ke
kantor catatan sipil maka gugatannya diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal
Tergugat. Sedangkan bagi yang perkawinannya dicatatkan di Kantor Urusan Agama
(KUA), maka permohonan/gugatan diajukan ke Pengadilan Agama tempat tinggal istri.
Pembagian harta gono-gini juga dapat dilakukan dengan cara membuat perjanjian
kesepakatan bersama antara suami dan istri yang dibuat di hadapan Notaris. Notaris akan
membantu perhitungan seluruh aset dalam perkawinan meliputi proses-proses yang perlu
dilakukan jika ada pemindahan aset dan lain sebagainya. Apabila tidak ada putusan atau
penetapan mengenai pembagian harta gono gini, maka setiap perbuatan hukum terhadap
harta benda yang terdaftar atas nama salah satu pihak, harus mendapatkan persetujuan
dari mantan suami/istri.
Harta bersama dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh suami istri salama
dalam ikatan perkawinan. Hai ini diatur dalam pasal 35 undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan.
Mengenai pembagian harta bersama diatur dalam pasal 97 KHI. “Janda atau duda
cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersamasepanjang tidak
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”
7. Jelaskan hikmah adanya harta bersama dalam pernikahan!
8. Jelaskan hikmah dilarangnya poliandri dan dibolehkannya poligami!
Hikmah dilarang poliandri
Dikhawatirkan terjadi percampuran nasab sehingga berakibat tidak dapat
diketahuinya siapa bapak dari anak yang dilahirkan.
jika nasabnya diragukan, maka dalam menentukan hak waris pun timbul
keraguan. Hak waris yang seharusnya diturunkan kepada anak–karena
tidak diketahui anak siapa–akan menjadi tersia-siakan, bahkan menjadi
hilang.
Kecemburuan laki-laki pun dianggap lebih mudah meluap. Apabila hal itu
terjadi, maka akan sangat sulit untuk menjalin kedamaian dan
ketentraman dalam keluarga, khususnya di antara para suami.
Hikmah dibolehkan poligami
Mengurangi jumlah janda sambil menyantuni mereka.
➢ Mengantisipasi kenyataan bahwa jumlah wanita berlebih/
lebih banyak dari pria.
➢ Mengisi tenggang waktu yang lowong karena secara
kodrati pria itu lebih panjang masa membutuhkan
berhubungan seks atau untuk menyalamatkan suami dari hypersex / dari
perbuatan zina dan krisis akhlak lainnya.
➢ Di tempat yang menganut pemaksaan monogami terjadi
banyak kefasikan, banyaknya pelacur, dan banyak pula
anak yang lahir diluar nikah.
➢ Istri berhenti melahirkan anak padahal suami membutuhkan
anak.
➢ Memperbanyak keturunan.
9. Jelaskan syarat melakukan poligami! dan bagaimana batasan adil dalam melakukan
poligami!
Syarat poligami
Harus berlaku adil kepada istri dan anak-anaknya, istri tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai istri, istri mendapatkan cacat badan dan tidak dapat
Disembuhkan, istri tidak dapat menghasilkan keturunan, tidak lalai dalam ibadah,
mampu menafkahi lahir dan batin, bertanggung jawab, menjaga kehormatan istri,
dan maksimal hanya 4.
Batasan adil dalam poligami
Suami wajib berlaku adil dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal, giliran
berada pada masing-masing istri dan lainnya yang bersifat kebendaan, tanpa
membedakan istri yang satu dengan istri yang lain. Sedangkan untuk hak cinta
dan kasih sayang, ulama menyatakan bahwa hal ini berada diluar kesanggupan
manusia, terkadang suami meletakkan cintanya lebih besar kepada istri pertama,
terkadang kepada istri kedua, hal ini sebab cinta itu ada dalam genggaman Allah
SWT yang Maha Membolak balikkan hati, bahkan Rasulullah pun selalu berdoa
kepada Allah tentang apa yang tidak beliau kuasai, yakni hati.