Anda di halaman 1dari 5

Nama : bagus maulana ibrahim

Nim :2013035

TUJUAN UMUM PERNIKAHAN

Asas-asas perkawinan dan tujuan perkawinan merupakan hal yang saling mendukung. Dengan
memperhatikan dan menjalankan asas-asas perkawinan secara baik, maka tujuan perkawinan akan
terlaksana. Asas-asas perkawinan merupakan petunjuk bagi pasangan suami isteri untuk mencapai
tujuan dari sebuah perkawinan. Oleh karenanya, mengetahui dan memahami asas-asas dan tujuan
perkawinan sangatlah penting bagi pasangan yang memutuskan untuk melangsungkan pernikahan.

Tujuan pernikahan merupakan hal yang sangat penting, karena jika tujuan pernikahan tidak terpenuhi
seperti tidak berguna pernikahan yang telah dilakukan. Tujuan pernikahan merupakan arah sebuah
pernikahan berjalan. Jika tidak ada tujuan yang akan dicapai, maka sebaiknya pernikahan jangan dulu
dilaksanakan demi kemaslahatan

“KONSEP MAHRAM

1. Mahram yakni wanita yang haram dinikahi, sebab nasab, susuan, dan perkawinan. baik yang masih
diperselisihkan maupun yang sudah disepakati. Sebab-sebab keharamanya itu banyak, demkian pula
kelas-kelas mahram menurut bermacammacam umat, daerahnya luas dikalangan bangsa-bangsa yang
masih terbelakang, menyempit dikalangan bangsa-bangsa yang sudah maju.

2. Para Mufassir menafsirkan Konsep mahram menjadi beberapa bagian yang mengacu pada ayat-ayat
Al-qur’an yaitu; QS. AnNisa ayat 22-24, QS An-Nur ayat 3, QS An-Nur ayat 6 serta QS Al-Baqarah ayat 221
dan 229. Seperti pada Q.S An-Nisa ayat 22 yang menjelaskan seluruh ulama mazhab sepakat bahwa istri
ayah haram dinikahi oleh anak kebawah, semata-mata karena adanya akad nikah, baik sudah dicampuri
ataupun belum.

3. Konsep Mahram menurut Ulama Mazhab adalah untuk sahnya suatu akad nikah, di syaratkana agar
tidak ada laranganlarangan pada diri wanita untuk dikawini. Artinya, boleh dilakukan akad nikah
terhadap wanita tersebut. Laranganlarangan itu ada dua bagian: karena hubungan nasab dan karena
sebab (yang lain) dan itu menyebabkan keharaman untuk selamanya. Sedangkan yang kedua ada
sepuluh macam, yang 78 sebagian menyebabkan keharaman untuk selamanya, dan sebagian lagi hanya
bersifat sementara.

(KHITBAH, KAFA’AH DAN PERJANJIAN PERKAWINAN)

Khitbah (Mempersunting) Adalah Suatu Bentuk (Perasaan Senang) Yang Dilahirkan Oleh Si Khatib (Laki-
Laki Yang Mempersunting) Kepada Makhtubah (Perempuan Yang Dipersunting) Untuk Menikahinya.
Dalam Kitab Lain Juga Dijelaskan Mengenai Pengertian Khitbah (Peminangan), Merupakan Langkah
Pertama Yang Dilakukan Seorang Laki-Laki Sebelum Proses Akad Nikah. Dalam Acara Peminangan, Pihak
Laki-Laki Ingin Mengetahui Apakah Lamarannya Dapat Diterima Atau Tidak Boleh Keluarga Wanita.
Untuk Melaksanakan Proses Peminangan, Dapat Dilakukan Oleh Dirinya Sendiri Atau Pun Dipercayakan
Kepada Salah Seorang Keluarganya Atau Saudara Laki-Lakinya. Tujuannya Tidak Lain Untuk Menghindari
Terjadinya Kesalahpahaman Di Antara Kedua Belah Pihak. Juga Agar Perkawinannya Itu Sendiri Dapat
Berjalan Atas Dasar Pemikiran Yang Mendalam Dan Mendapatkan Hidayah. Lebih Jauh Lagi, Dengan Itu,
Suasana Kekeluargaan Nantinya Akan Berjalan Erat Antara Suami, Istri, Anak-Anak Dan Anggota Keluarga
Lainnya.

Karakteristik Khitbah Hanya Semata Berjanji Akan Menikah. Masing-Masiang Calon Pasangan
Hendaknya Mengembalikan Perjanjian Ini Didasarkan Pada Pilihannya Sendiri Karena Mereka
Menggunakan Haknya Sendiri Secara Murni, Tidak Ada Hak Intervensi Orang Lain. Bahkan Andaikan
Mereka Telah Sepakat, Kadar Mahar Dan Bahkan Mahar Itu Telah Diserahkan Sekaligus, Atau Wanita
Terpinang, Atau Telah Menerima Berbagai Hadiah Dari Peminang, Atau Telah Menerima Hadiah Yang
Berharga.

Hukum Memandang Wanita Terpinang, Syariat Islam Membolehkan Seorang Laki-Laki Memandang
Wanita Yang Ingin Dinikahi, Bahkan Dianjurkan Dan Disunnahkan. Karena Pandangan Peminang
Terhadap Terpinang Bagian Dari Syarat Keberlangsungan Hidup Pernikahan Dan Ketentraman. Diantara
Dalil Yang Menunjukkan Bolehnya Memandang Wanita Karena Khitbah Sebagaimana Yang Diriwayatkan
Dari Nabi SAW Bersabda Kepada Al-Mughirah Bin Syu’bah Yang Telah Meminang Seorang Wanita Untuk
Dinikahi: “ Apakah Anda Telah Melihatnya ? “ Ia Menjawab: “ Belum.”

Kapan Waktu Melihat Wanita Terpinang? Mayoritas Ulama’ Berpendapat Bahwa Waktu Yang
Diperbolehkan Melihat Wanita Terpinang Adalah Pada Saat Seorang Laki-Laki Memiliki Azam (Keinginan
Kuat) Menikah Dan Ada Kemampuan Baik Secara Fisik Maupun Materiil. Syarat Lain Berkenaan Dengan
Wanita Yang Dipinang Pada Saat Dilihat Baik Untuk Dinikahi, Bukan Wanita Penghibur Atau Bukan Istri
Orang Lain.

Hukum Pandangan Wanita Terpinang Terhadap Laki-Laki Peminang, Syariat Islam Memperbolehkan
Wanita Terpinang Melihat Laki-Laki Peminang Sebagaimana Laki-Laki Peminang Melihatnya, Agar
Semakin Jelas Kedudukannya Sebelum Masuk Pada Akad Nikah. Hokum Kebolehannya Dianalogikan
Dengan Peminang Yang Memiliki Alas An (Illat) Yang Sama.

Hikmah Di Syari’atkan Khitbah, Setiap Hukum Yang Disyariatkan, Meskipun Hukumnya Tidak Sampai
Pada Tingkat Wajib, Selalu Mempunyai Tujuan Dan Hikmah. Adapun Hikmah Dari Adanya Syariat
Peminangan Adalah Untuk Lebih Menguatkan Ikatan Perkawinan Yang Diadakan Sesudah Itu, Karena
Dengan Peminangan Itu Kedua Belah Pihak Dapat Saling Mengenal. Hal Ini Dapat Disimak Dari Sepotong
Hadits Nabi Dari Al-Mughirah Bin Al-Syu’bah Menurut Yang Dikeluarkan Al-Thirmizi Dan Al-Nasaiy Yang
Bunyinya : Bahwa Nabi Berkata Kepada Seseorang Yang Telah Meminang Seorang Perempuan:
“Melihatlah Kepadanya Karena Yang Demikian Akan Lebih Menguatkan Ikatan Perkawinan”. (Al-
Shan’aniy III,113)

RUKUN DAN SYARAT SAH PERNIKAHAN

Rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sedangkan syarat adalah ketentuan
(peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan. Menurut jumhur ulama rukun pernikahan
sendiri ada lima yaitu adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan, adanya wali dari
pihak wanita, adanya dua orang saksi, sighat akad nikah ( yang masing-masing rukun memiliki syarat-
syarat tertentu ). Dan syarat sah pernikahan pada garis besarnya ada dua yaitu calon mempelai
perempuan halal dikawin oleh laki-laki yang ingin menjadiknnya istri, akad nikahnya dihadiri oleh para
saksi

Wali pernikahan

Wali dalam pernikahan secara umum ada 3 macam, yaitu:

a. Wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita dan berhak menjadi
wali.

b. Wali hakim adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk bertindak sebagai wali dalam suatu
pernikahan. Wali hakim dapat menggantikan wali nasab apabila calon mempelai wanita tidak
mempunyai wali nasab sama sekali.

c. Wali muhakkam adalah seseorang yang diangkat oleh kedua calon suami-istri untuk bertindak sebagai
wali dalam akad nikah mereka.

d. Adapun syarat pada dua orang saksi, antara lain: Islam, baligh, berakal, laki-laki, mendengar dan
memahami ucapam ijab qabul adil, dan tidak tuna rungu atau tuli.

Adapun syarat pada dua orang saksi, antara lain: Islam, baligh, berakal, laki-laki, mendengar dan
memahami ucapam ijab qabul adil, dan tidak tuna rungu atau tuli.

Kehadiran saksi pada saat akad nikah amat penting artinya, karena menyangkut kepentingan kerukunan
berumah tangga, terutama menyangkut kepentingan istri dan anak, sehingga tidak ada kemungkinan
suami mengingkari anaknya yang lahir dari istrinya itu.Juga supaya suami tidak menyia-nyiakan
keturunannya (nasabnya) dan tidak kalah pentingnya adalah menghindari fitnah dan tuhmah
(persangkaan jelek), seperti kumpul kebo.Kehadiran saksi dalam akad nikah, adalah sebagai penentu sah
akad nikah itu.Saksi menjadi syarat sah akad nikah.

AKAD NIKAH

Akad nikah terdiri dari dua kata, yaitu kata akad dan kata nikah. Kata akad artinya janji, perjanjian;
kontrak. Sedangkan nikah yaitu ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum dan ajaran agama. Atau secara sederhana bermakna perkawinan, perjodohan. Akad nikah adalah
perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan
qabul.2 Sedangkan definisi akad nikah dalam Kompilasi Hukum Islam yang termuat dalam Bab I pasal 1
(c) yang berbunyi: Akad nikah adalah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan qabul yang diucapkan
oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.3

Akad nikah ialah pernyataan sepakat dari pihak calon suami dam pihak calon istri untuk mengikatkan diri
mereka dalam ikatan perkawinan. Dengan pernyataan ini berarti kedua belah pihak telah rela dan
sepakat melangsungkan perkawinan serta bersedia mengikuti ketentuan-ketentuan agama4 yang
berhubungan dengan aturan-aturan dalam berumah tangga.

Akad nikah merupakan wujud nyata sebuah ikatan antara seorang pria yang menjadi suami dengan
seorang wanita sebagai istri, yang dilakukan di depan (paling sedikit) dua orang saksi, dengan
menggunakan sighat ijab dan qabul.5 Jadi, akad nikah adalah perjanjian dalam suatu ikatan perkawinan
yang dilakukan oleh mempelai pria atau yang mewakilinya, dengan wali dari pihak wanita calon
pengantin atau yang mewakilinya, dengan menggunakan sighat ijab dan qabul.

Pernyataan yang menunjukkan kemauan membentuk hubungan suami istri dari pihak mempelai wanita
disebut ijab. Sedangkan pernyataan yang diucapkan oleh pihak mempelai pria untuk menyatakan ridha
dan setuju disebut qabul.6 Kedua pernyataan antara ijab dan qabul inilah yang dinamakan akad dalam
pernikahan.

MAHAR DAN WALIMATUL’ URSY

Mahar ialah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami
untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya.Atau suatu pemberian
yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa
(memerdekakan, mengajar, dan lain sebagainya). Agama tidak menetapkan jumlah minimum dan begitu
pula jumlah maksimum dari maskawin. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkatan kemampuan
manusia dalam memberikannya. Orang yang kaya mempunyai kemampuan untuk memberi maskawin
yang lebih besar jumlahnya kepada calon istrinya. Sebaliknya, orang yang miskin ada yang hampir tidak
mampu memberinya.

Mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan kontan atau utang, apakah mau dibayar kontan
sebagian dan utang sebagian. Kalau memang demikian, maka disunahkan membayar sebagian. Walimah
berasal dari bahasa arab yang artinya makanan pengantin. Maksud nya adalah makanan yang di
sediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Menurut kesepakatan para ulama bahwa
mengadakan walimah itu hukum nya sunah muakkad dan hukum mendatangi undangan walimah
adalah wajib apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Tidak ada uzur syar’i.

b. Dalam walimah itu tidak ada unsur perbuatan munkar.

c. Yang di undang baik dari keluarga orang kaya mau pun orang miskin.

Adapun dalam pelaksanaan walimah tersebut terdapat beberapa hikmah yang terkandung yakni sebagai
berikut :

1. Merupakan rasa syukur kepada Allah swt.

2. Tanda penyerahan anak gadis kepada pihak keluarga laki-laki.

3. Sebagai tanda resmi nya hubungan suami istri .


4. Sebagai tanda memulai hidup baru.

5. Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah.

Poligami dalam Islam

Poligami adalah laki-laki memiliki istri lebih dari satu sampai empat orang. Dalam pandangan Islam,
poligami boleh dilakukan jika memenuhi syarat yang sudah jelas dalam al- Qur’an yaitu, mampu berlaku
adil. Adil yang dimaksud disini meliputi beberapa bagian, yaitu: adil dalam pembagian waktu, adil dalam
nafkah, adil dalam tempat tinggal dan adil dalam biaya anak. Poligami Rasulullah berbeda dengan
poligami yang kita lihat sekarang ini.

Praktek poligami Rasulullah di sini bukan berlandaskan ebutuhan biologis, tetapi ada beberapa
pertimbangan diantaranya ingin memberi kehormatan untuk janda, mengangkat derajat para janda dan
wanita yang menawarkan dirinya untuk dinikahi. Dalam masa sekarang poligami hanya berlandaskan
kebutuhan biologis, dan melupakan unsur keadilan di dalamnya.

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI – ISTRI

Hak dan kewajiban suami isteri adalah hak istri yang merupakan kewajiban suami dan sebaliknya
kewajiban suami yang menjadi hak istri. Hak istri atas suami terdiri dari 2 macam : Hak finansial atau hak
yang berupa materi ( mahar dan nafkah ) dan Hak non finansial atau hak yang bersifat non materi. Hak
suami atas istri meliputi : Taat kepada suami, Tidak durhaka kepada suami, Memelihara kehormatan dan
harta suami, Berhias untuk suami. Hak bersama suami dan istri meliputi : baik dalam berhubungan,
Adanya kehalalan untuk melakukan hubungan suami istri dan menikmati pasangan, Adanya keharaman
ikatan perbesanan, tetapnya pewarisan antara keduanya setelah akad terlaksana, tetapnya nasab dari
anak suami yang sah.

Anda mungkin juga menyukai