Anda di halaman 1dari 21

Kelompok 8

Pernikahan Dan
Tata Caranya Dalam Islam
Prita Aulia Citra
Octavia Judean
Nada Amalia Adilah Yuningsih
Mayla Audinda
Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan
menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul
(akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara
sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang
ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai
peraturan yang diwajibkan oleh Islam.

Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah


pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat
diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan
manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan
dan mengharamkan zina.
Tata Cara Pernikahan

01 02 03
Meminta Pertimbangan Shalat Istikharah Khithbah (Peminangan)

04 05 06
Melihat Wanita yang Dipinang Akad Nikah Walimatul Ursy
Hukum Pernikahan
1. Wajib 2. Sunnah

Hukum nikah menjadi wajib apabila Menikah bisa dianjurkan atau disunahkan,
seseorang telah mampu untuk membangun termasuk bagi orang-orang yang memilih
berumah tangga, baik secara fisik, mental untuk tidak melakukannya. Hukum tersebut
maupun finansial. Selain itu, menikah bisa berlaku bagi seseorang yang sudah mampu
membantu seseorang terhindar dari menikah, namun tidak mampu menafkahi
perbuatan zina yang dilarang dalam Islam. istri secara finansial.
3. Makruh 4. Mubah
Hukum nikah juga bisa menjadi mubah atau
Hukum nikah bisa makruh apabila terjadi boleh dilakukan. Dikatakan mubah jika ia
pada seseorang akan menikah, tetapi tidak menikah hanya untuk memenuhi syahwatnya
berniat memiliki anak. Hal ini bisa terjadi saja dan bukan bertujuan untuk membina
karena faktor penyakit ataupun wataknya. rumah tangga sesuai syariat agama Islam.

5. Haram
Hukum nikah juga bisa menjadi haram jika
seseorang tidak memiliki kemampuan atau
tanggung jawab untuk membangun rumah
tangga.
Tujuan Pernikahan
Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan syahwatnya semata,
namun hendaknya mereka menikah dengan tujuan-tujuan tersebut:

• Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu ‘allaihi Wa salam dalam sabdanya: “wahai sekalian para
pemuda!, siapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah...”

• Memperbanyak keturunan umat islam, Nabi Shallallahu ‘allaihi Wa salam dalam sabdanya:
“menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada hari kiamat nanti) aku
membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain”

• Menjaga kemaluannya dan menjaga kemaluan istrinya, menundukan pandangannya dan


pandangan istri dari yang haram. “katkanlah (ya muhammad) kepada laki-laki yang beriman:
‘hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memlihara kemaluan
mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengathui apa yang
mereka perbuat’ dan katakanlah pada wanita – wanita yang beriman: ‘hendaklah mereka
menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka’.”
Prinsip Pernikahan
• Mitsaqan ghaliza (komitmen suci)
Suami istri terlah berjanji dengan allah untuk menjaga amanah itu. Janji inilah yang di maksud
al-quran dengan mitsaqan ghaliza. Istilah itu dapat dimaknai dengan komitmen suci atau perjanjian
yang teguh.

• Mawaddah wa Rahma (Cinta dan kasih sayang yang tak bertepi)


Ini merupakan anugrah Allah SWT. dan hanya di limpahkan pada hambanya yang dikehendaki
agar mereka dapat menikmati kehidupan suami istri dengan penuh sakinah (Kedamaian).

• Mu’asyarah bil ma’ruf (Perilaku santun dan beradab)


Dalam relasi pernikahan, islam mengajarkan suami agar memperlakukan istrinya dengan penuh
kelembutan dan kesopanan, jauh dari segala bentuk kekerasan dan kebiadaban. Sebaliknya istri
pun demikian.

• Musawah (kesetaraan dan keadilan gender)


Kebahagiaan hidup dalam pernikahan hanya dapat diwujudkan dalam kehidupan keluarga manakala
suami istri berada pada posisi yang setara dan sederajat. Keduanya harus memandang satu sama lain
sebagai manusia utuh yang harus dihargai dan dihormati apapun posisi dan statusnya.

• Musyawarah (komunikasi yang hangat dan intens)


Atas dasar prinsip musyawarah, istri dan suami tidak mengambil keputusan penting secara sepihak
melainkan senantiasa perlu perlu di rundingkan atau dimusyawarahkan. Dengan memegang teguh
prinsip ini diharapkan bahwa manakala ada masalah, maka suami istri bertanggung jawab.
Sifat Pernikahan
Hukum Islam juga menandaskan bahwa perkawinan bersifat tak terceraikan.
Hal itu perlu demi kesejahteraan anak-anak mereka dan demi kesejahteraan
seluruh masyarakat. Walaupun demikian, sesuai dengan petunjuk Al Qur’an
dan hadits nabiMuhammad, hukum islam tetap membuka kemungkinan bagi
pria Islam untuk mempunyai beberapa istri, asal ada alasan yang sungguh-
sungguh memadai.
Kemungkinan itu diberikan bila hal tersebut merupakan jalan keluar terbaik atas
masalah-masalah berat yang muncul, misalnya: istri mandul, istri tidak mampu
melayani kebutuhan seksual suami, istri ditahan dipenjara selama beberapa
tahun.
Syarat Pernikahan
 Syuruth al-in’ῑqah, syarat menentukan pelaksanaan suatu akad
pernikahan.
 Syuruth al-shihhah, suatu yang keberadaannya menentukan dalam
pernikahaan contohnya, mahar.
 Syuruth al-nufiz, syarat yang menentukan kelangsungan suatu
pernikahan.
 Syuruth al-luzūm, syarat yang menentukan kepastian suatu pernikahan
dalam arti bergantung kepada kelanjutan keberlangsungan suatu
pernikahan sehingga dengan telah terdapat syarat tersebut tidak mungkin
pernikahan yang sudah berlangsung itu dibatalkan
Rukun Pernikahan
 Calon mempelai laki-laki.
 Calon mempelai perempuan.
 Wali dari perempuan yang akan mengakadkan pernikahan.
 Dua orang saksi.

 Ijab yang akan dilakukan wali dan qabul yang akan dilakukan oleh
suami.
Konsekuensi Pernikahan
 Mau menerima masa lalu pasangan
 Berbagi tugas
 Menerima keluarga pasangan
 Waktu yang harus di bagi
 Bukan lagi persoalan aku melainkan kita
 Kebiasaan buruk pasangan
 Siap punya anak
 Berkurangnya moment bersama orang tua dan sahabat
 Kebutuhan semakin banyak
 Masalah di luar ekspetasi
Pengurusan Pernikahan
Pencatatan pernikahan merupakan hal yang wajib di lakukan oleh setiap orang
yang akan menikah. Ketentuan pencatatan pernikahan telah di jelaskan dalam UU
No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam pasal 2 ayat(2) yang menjelaskan
bahwa tiap-tiap perkawinan tiap-tiap pernikahan di catat menurut perundang-
undangan yang berlaku. Ketentuan ini memang bukan syarat sah pernikahan
tetapi ini merupakan bukti yang menunjukan kejelasan atas status pernikahan
seseorang.
Islam juga memandang pencatatan pernikahan sebagai suatu keharusan
kekuatan dari pernikahan juga dapat membuktikan pernikahan yang di lakukan di
akui oleh Negara serta kejelasan anak dari hasil pernikahan tersebut.
Akad Nikah
Akad nikah adalah acara inti dari seluruh rangkaian proses pernikahan. Akad
nikah dimaknai sebagai perjanjian antara wali dari mempelai perempuan dengan
mempelai laki-laki dengan paling sedikit dua orang saksi yang mencukupi syarat
menurut syariat agama. Dengan adanya akad nikah, maka hubungan antara dua
insan yang sudah bersepakat untuk hidup berumah tangga diresmikan di
hadapan manusia dan Tuhan.

Dalam agama Islam, untuk proses pernikahan yang sah ada lima hal yang harus
dipenuhi. Yaitu, adanya calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan,
wali dari mempelai perempuan, adanya minimal dua orang saksi, dan terakhir
adalah ijab kabul. Kalau lima syarat di atas sudah dipenuhi, maka pernikahanmu
sudah bisa dikatakan sah menurut agama. Tapi, pernikahan juga harus melalui
pihak KUA agar sah di mata hukum.
Walimatul ‘Ursy
Walimatul ‘Urs atau yang lazim dikenal sebagai pesta pernikahan, adalah
jamuan makan yang diselenggarakan berkenaan dengan pernikahan.
Biasanya walimatul 'urs dilaksanakan setelah akad nikah.

Kata Walimah berasal dari kata al-Walamu yang dalam bahasa


Indonesia bermakna "pertemuan". Di dalam kamus ilmu fiqih disebutkan
bahwa walimah itu adalah makanan pernikahan atau semua makanan
yang ditujukan untuk disantap para undangan. Kemudian kedua, 'Urs
artinya perkawinan dan pernikahan.
Walimatul ‘Ursy Dalam Pandangan Islam
Para ulama ahli hukum Islam fiqih bersepakat bahwa mengadakan pesta
pernikahan hukumnya adalah sunah muakkadah, yakni sebuah perbuatan
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan karena itu dianjurkan bagi
sang suami yang merupakan seorang laki-laki (rasyid) dan wali suami yang
bukan (rasyid).
Pembiayaan pesta pernikahan harus dibayarkan oleh sang suami.
Meskipun demikian, pengadaan pesta pernikahan harus menyesuaikan
kemampuan sang suami, karena tujuan adanya pesta pernikahan adalah
untuk mengembirakan hati kedua pengantin.
Hak dan Kewajiban Suami Istri
Pada dasarnya antara kewajiban dan hak suami istri merupakan suatu yang timbal
balik, yakni apa yang menjadi kewajiban suami merupakan hak bagi istri, dan apa
yang menjadi kewajiban istri merupakan hak bagi suami.

Baik suami maupun istri, keduanya dituntut untuk melaksanakan kewajiban


masing-masing dengan baik. Di samping ada kewajiban masing-masing pihak, di
sisi lain juga ada kewajiban yang menjadi tanggung jawab bersama suami dan
istri. Dan kewajiban masing-masing pihak ini hendaknya jangan dianggap sebagai
beban, namun dianggap sebagai tanggung jawab yang harus dilaksanakan.

Secara garis besar, kewajiban suami terhadap istri ada dua macam yaitu :
kewajiban yang bersifat Materiil dan kewajiban Imateriil.
Kewajiban Materiil Kewajiban Imateriil

Yaitu mahar dan nafkah. Mahar Yaitu pergaulan yang baik dan mu’amalah yang baik
yaitu harta yang menjadi hak serta keadilan.
istri yang harus dipenuhi oleh
suami karena adanya akad Hak yang bukan benda yang harus ditunaikan seorang
atau dukhul. Lalu, nafkah adapun suami terhadap istri disimpulkan dari surat An-Nisa’
ayat 19: “ Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal
kaitannya dengan kewajiban
bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa
suami terhadap istri yang dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
berupa nafkah adalah dalam hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang
menyusui anak tentunya telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka
seorang ibu membutuhkan biaya. melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah
Biaya inilah yang menjadi dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu
kewajiban suami. tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan kebaikan yang banyak padanya”.
Adapun yang menjadi hak suami yang wajib dipenuhi oleh
istri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan, sebab
menurut hukum Islam istri tidak dibebani hak kebendaan
yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Hak-hak suami pada pokoknya hak ditaati mengenai hal-
hal yang menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi
pelajaran kepada istri dengan cara yang baik dan layak
dengan kedudukan suami istri
Perselisihan dan Cara Mengatasinya dalam
Pernikahan

Perselisihan, pertentangan dan konflik dalam suatu rumah tangga merupakan


sesuatu yang terkadang tidak bisa dihindari, tetapi harus dihadapi. Hal ini karena
dalam suatu perkawinan terdapat penyatuan dua pribadi yang unik dengan
membawa sistem keyakinan masing-masing berdasar latar belakang budaya
serta pengalaman yang berbeda-beda.
Perbedaan yang ada tersebut perlu disesuaikan satu sama lain untuk
membentuk sistem keyakinan baru bagi keluarga mereka.
Adapun cara mengatasi perselisihan dalam pernikahan:

1. Berdiskusi untuk berdamai.


2. Menyamakan visi.
3. Melihat sudut pandang yang
berbeda.
4. Saling terbuka.
5. Menjadwalkan waktu berdua.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai