Anda di halaman 1dari 9

1Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu.

Menurut istilah lain juga dapat berarti


Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan
oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh
Islam[1]. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya
pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan,
menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

2Menikah tidak perlu ditunda jika memang kita sudah merasa mampu dan sudah memiliki
pasanganuntuk dinikahi.

Hukum Menikah ada 5 :

1. Wajib

2. Sunah

3. Mubah

4. Makruh

5. Haram

Wajib

Hukum nikah dikatakan wajib apabila : orang yang sudah baligh, sudah memiliki pekerjaan/penghasilan
belum memiliki pasangan, tetapi memiliki libido yang tinggi, maka hukum nikah menjadi Wajib baginya.

Untuk mencegah terjadinya hub. Pranikah/perzinahan.

Sunah
Hukum nikah dikatakan Sunah apabila : orang yang sudah baligh, sudah memiliki pekerjaan/penghasilan
belum memiliki pasangan, tetapi masih dapat mengontrol syahwatnya, maka hukum nikah menjadi
Sunah baginya.

Mubah

Mubah merupakan Hukum dasar nikah, dikatakan Mubah karena Nikah tidak dapat dicegah dengan
apapun, jika keduanya sudah cocok dan siap baik yang sudah berpenghasilan ataupun tidak, hingga
hingga ada larangan dari nash.

Makruh

Hukum nikah dikatakan Makruh apabila : Menikah dengan tujuan tidak baik, misal : seorang laki-laki
karena memiliki trauma terhadap perempuan, menikah hanya dijadikan ajang untuk melampiaskan
dendam, dsb.

Haram

Hukum nikah dikatakan haram apabila : orang yang sudah baligh sudah memiliki pasangan untuk
menikah tetapi belum memiliki penghasilan yang tetap, dikatakan haram karena menikah merupakan
tanggung jawab, dan jika belum mampu untuk menafkahi dirinya bagaimana menafkahi orang lain.

3Istilah tunangan tidak dikenal dalam istilah syariah. Tapi kalau mau dicarikan bentuk yang paling
mendekatinya, barangkali yang paling mendekati adalah “khitbah”, yang artinya meminang/melamar.

Menurut istilah, makna khitbah atau lamaran adalah sebuah permintaan atau pernyataan dari laki-laki
kepada pihak perempuan untuk mengawininya, baik dilakukan oleh laki-laki secara langsung maupun
dengan perantara pihak lain yang dipercayai sesuai dengan ketentuan agama. Intinya mengajak untuk
berumah tangga. Khitbah itu sendiri masih harus dijawab “ya” atau “tidak”. Bila telah dijawab “ya”,
maka jadilah wanita tersebut sebagai 'makhthubah', atau wanita yang telah resmi dilamar.
Secara hukum dia tidak diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan
kedua calon itu sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan berduaan, berkhalwat atau hal-hal
yang sejenisnya.

Dalam Islam tidak dikenal istilah setengah halal lantaran sudah dikhitbah. Dan amat besar kesalahan kita
ketika menyaksikan pemandangan pasangan yang sudah bertunangan atau sudah berkhitbah, lalu
beranggapan bahwa mereka sudah halal melakukan hal-hal layaknya suami istri di depan mata, lantas
diam dan membiarkan saja. Apalagi sampai mengatakan, "Ah biar saja, toh mereka sudah bertunangan,
kalo terjadi apa-apa, sudah jelas siapa yang harus bertanggung-jawab." Padahal dalam kaca mata
syariah, semua itu tetap terlarang untuk dilakukan, bahkan meski sudah bertunangan atau sudah
melamar, hingga sampai selesainya akad nikah. Dan hanya masyarakat yang sakit saja yang tega
bersikap permisif seperti itu. Padahal apapun yang dilakukan oleh sepasang tunangan, bila tanpa ada
ditemani oleh mahram, maka hal itu tidak lain adalah kemungkaran yang nyata. Haram hukumnya hanya
mendiamkan saja, apalagi malah memberi semangat kepada keduanya untuk melakukan hal-hal yang
telah diharamkan Allah.

Orang melamar atau menghkhitbah hendaknya merahasiakan pelamarannya atau tidak mengumumkan
ke orang banyak. Dari Ummu Salamah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Kumandangkanlah
pernikahan dan rahasiakanlah peminangan”.

4Rukun nikah

Pernikahan dapat diartikan sebagai menyatu. Terdapat beberapa rukun nikah yang harus dipahami oleh
sepasang individu yang berkeinginan untuk melangsungkan pernikahan. Rukun tersebut yaitu :

Calon mempelai perempuan

Calon mempelai laki – laki

Wali yang bersikap adil

Dua orang saksi dalam pernikahan

Adanya ijab atau tawaran dan qabul atau penerimaan.


Rukun tersebut harus terpenuhi dulu dalam suatu pernikahan, sebab berhubungan dengan sah tidaknya
pernikahan yang dilakukan. Wali yang dimaksudkan juga harus wali yang tepat dan berhak, yakni ayah
dari mempelai perempuan.

TITAN GEL GOLD ORIGINAL Rp140.000

Are you from Riau? -44% Hanya Satu Hari!

Makanan Kucing Kering rasa Tuna

WHISKAS SHOP NOW!

Ayah mempelai perempuan inilah yang bertugas untuk menikahkan sepasang kekasih. Jika ayah
mempelai perempuan tidak ada, barulah boleh diwakilkan oleh wali lainnya dan disesuaikan dengan
urutan hak yang telah ditentukan dalam syariat.

Artikel terkait: Prosedur Poligami KUA Indonesia

Syarat menikah yang harus ada

Kemudian, setelah semua rukun tersebut terpenuhi, apa sajakah syarat dalam pernikahan? Syarat sah
menikah untuk mempelai laki – laki, yaitu sebagai berikut :

Agama yang dianut merupakan agama Islam

Laki – laki tersebut, bukanlah mahram dengan calon pengantin wanita. Mahram dalam artian
merupakan saudara kandung.

Calon mempelai laki –laki harus mengetahui wali yang asli dalam pernikahannya.

Tidak sedang dalam keadaan naik haji atau umrah.

Pernikahaan dilakukan dengan suka rela, bukan paksaan orang lain.


Tidak diperkenankan memiliki empat orang istri pada saat menikah

Mengetahui calon pengantin perempuan yang akan dijadikan sebagai istrinya.

Syarat sah menikah untuk mempelai perempuan, yaitu sebagai berikut.

Menganut agama Islam.

Perempuan tersebut, bukanlah mahram dari calon mempelai laki – laki.

Perempuan yang dinikahi, bukanlah seorang perempuan yang menyukai sesama jenis.

Perempuan tersebut tidak sedang dalam melaksanakan ibadah haji atau umrah.

Perempuan tersebut bukanlah istri orang.

Calon pengantin perempuan, tidak sedang dalam masa iddah.

Syarat sah bagi wali nikah yang menikahkan, yaitu sebagai berikut.

Agama yang dianut merupakan agama Islam, dan bukan seorang kafir.

Sudah berakal baligh.

Wali dalam pernikahan, yaitu laki – laki.

Bersedia dengan suka rela untuk menjadi wali, bukan karena paksaan.

Wali tidak sedang melaksanakan ibadah haji atau umrah.

Tidak mengalami gangguan jiwa maupun cacat pikiran, atau sudah terlalu tua, sehingga mengakibatkan
susah untuk berfikir.

Merdeka

Syarat sah bagi saksi nikah dalam pernikahan, yaitu sebagai berikut.

Saksi dalam pernikahan, setidaknya paling sedikit berjumlah dua orang.

Agama yang dianut merupakan agama Islam.


Berakal sehat.

Sudah akil baligh.

Jenis kelamin yang dimiliki, yaitu laki – laki.

Memahami dengan sungguh – sungguh tentang kandungan dalam ijab dan qabul.

Saksi harus dapat melihat, bicara, dan mendengar.

Saksi merupakan orang yang adil. Dalam artian merupakan orang yang tidak melakukan dosa besar
maupun dosa kecil.

Syarat sah nikah untuk ijab dalam pernikahan, yaitu sebagai berikut.

Kata yang diucapkan tidak boleh dirubah maupun dikurangi secara pribadi.

Pernikahan yang dilakukan merupakan suatu pernikahan yang tepat.

Ijab tidak diperkenankan untuk dikaitkan dengan jangka waktu pernikahan atau disebut dengan nikah
kontrak.

Ijab harus diucapkan oleh wali dalam pernikahan.

Ijab yang dilakukan, tidak diperbolehkan memiliki persyaratan.

Syarat sah nikah untuk qobul dalam pernikahan, yaitu sebagai berikut.

Perkataan yang diucapkan dalam qabul harus sama dengan yang diucapkan dalam ijab.

Kata yang diucapkan, bukanlah kata sindiran.

Perkataan diucapkan oleh calon mempelai laki – laki atau calon suami atau wakilnya. Wakil berhak
mengucapkan jika calon mempelai laki – laki tidak dapat berbicara atau dikarenakan kondisi yang lain.

Pernikahan yang dilakukan, bukanlah pernikahan kontrak.

Qobul yang diucapkan, tidak diperkenankan mengandung persyaratan tertentu.

Dalam qobul harus menyebutkan nama dari calon mempelai perempuan atau calon istri.

Sudah pahamkan syarat dalam pernikahan itu apa saja. Semoga kehadiran artikel ini dapat membantu
kamu untuk mempersiapkan hari bahagiamu.
51. Menjaga Diri Dari Perbuatan Maksiat

Tujuan pertama dari pernikahan menurut Islam adalah untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat.
Seperti yang diketahui, pada saat ini banyak anak muda yang menjalin hubungan yang tidak
diperbolehkan di dalam Islam yakni dengan berpacaran. Hubungan yang demikian ini menjadi ladang
dosa bagi mereka yang menjalaninya karena dapat menimbulkan nafsu antara satu dengan lainnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu telah mampu memikul tanggul
jawab keluarga, hendaknya segera menikah, karena dengan pernikahan engkau lebih mampu untuk
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluanmu. Dan barang siapa yang belum mampu, maka
hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengendalikan dorongan seksualnya.” (Muttafaqun
‘alaih)

Nafsu syahwat merupakan fitrah yang ada dalam diri manusia. Untuk menjaga diri dari perbuatan
maksiat, maka mereka yang telah mampu dianjurkan untuk menikah. Namun jika belum mampu, maka
hendaknya berpuasa untuk mengendalikan diri.

Mengamalkan Ajaran Rasulullah SAW

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa pernikahan itu merupakan sunnah Nabi, jadi mengamalkan
ajaran Rasulullah SAW menjadi salah satu tujuan dari pernikahan di dalam Islam. Sebagai umat Muslim,
Rasulullah SAW dijadikan sebagai teladan dalam menjalani kehidupan. Dengan mengikuti apa yang
dikerjakan oleh Rasulullah SAW berarti kita sudah menjalankan sunnah-ya. Salah satu sunnah Rasul itu
adalah menikah.

Memperbanyak Jumlah Umat Islam

Tujuan selanjutnya dari pernikahan adalah untuk menambah jumlah umat Islam. Maksudnya di sini
adalah buah dari pernikahan tersebut akan melahirkan anak-anak kaum muslim ke dunia dan
mendidiknya menjadi umat yang berguna bagi agama dan masyarakat. Rasulullah SAW bersabda:
“Nikahilah wanita-wanita yang bersifat penyayang dan subur (banyak anak), karena aku akan
berbangga-bangga dengan (jumlah) kalian dihadapan umat-umat lainnya kelak pada hari qiyamat.”
(Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, At Thabrany dan dishahihkan oleh Al Albany)

4. Mendapat Kenyamanan

Tidak hanya faktor kepentingan agama saja, ternyata menikah juga bertujuan untuk diri kita sendiri.
Tujuan tersebut untuk mendapatkan kenyamanan dan kedamaian dalam kehidupan di dunia ini. Allah
Ta’ala berfirman :

“Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [Ar-Rum 21].

Membina Rumah Tangga Yang Islami & Menerapkan Syari’at

tujuan terakhir pernikahan dalam agama Islam adalah untuk membia rumah tangga yang islami dan
menerapkan syari’at. Memang segala sesuatunya dimulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Maka
masyarakat yang damai dan menjalankan ajaran Allah juga berasal dari tiap-tiap keluarga yang damai
dan menjalankan perintah Allah. Allah SWT berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakaranya
adalah manusia dan batu; penjaganya mailakt-malaikat yang kasar yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At Tahrim 6)

6Mahar atau mas kawin adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya)
kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan. Istilah
yang sama pula digunakan sebaliknya bila pemberi mahar adalah pihak keluarga atau mempelai
perempuan. Secara antropologi, mahar seringkali dijelaskan sebagai bentuk lain dari transaksi jual beli
sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita pihak keluarga perempuan karena kehilangan beberapa
faktor pendukung dalam keluarga seperti kehilangan tenaga kerja, dan berkurangnya tingkat fertilitas
dalam kelompok.

Mahar juga kadang-kadang diartikan sebagai pengganti kata biaya atas kompensasi terhadap proses
pengajaran ilmu ataupun kesaktian dari seorang guru kepada orang lain.

7Talagh adalah memutuskan hubungan antara suami istri dari ikatan pernikahan yang sah menurut
syariat agama.

Menurut Ulama mazhab Hanafi dan Hambali mengatakan bahwa talak adalah pelepasan ikatan
perkawinan secara langsung untuk masa yang akan datang dengan lafal yang khusus.

Menurut mazhab Syafi'i, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna
dengan itu.

Menurut ulama Maliki, talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan
hubungan suami istri.

Perbedaan definisi diatas menyebabkan perbedaan akibat hukum bila suami menjatuhkan talak Raj'i
pada istrinya. Menurut Hanafi dan Hanbali, perceraian ini belum menghapuskan seluruh akibat talak,
kecuali iddah istrinya telah habis. Mereka berpendapat bahwa bila suami jimak dengan istrinya dalam
masa iddah, maka perbuatan itu dapat dikatakan sebagai pertanda rujuknya suami. Ulama Maliki
mengatakan bila perbuatan itu diawali dengan niat, maka berarti rujuk. Ulama syafi'i mengatakan bahwa
suami tidak boleh jimak dengan istrinya yang sedang menjalani masa iddah, dan perbuatan itu bukanlah
pertanda rujuk. karena menurut mereka, rujuk harus dilakukan dengan perkataan atau pernyataan dari
suami secara jelas, bukan dengan perbuatan.

Anda mungkin juga menyukai