Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan,
yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah Swt. Dan
melaksanakannya merupakan ritual ibadah.
Sementara itu, menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974, tentang Perkawinan Pasal 1
dijelas bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia
berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan adalah Sunnatullah yang berlaku umum bagi semua makhluk Nya seperti yang
dicantumkan di Q.S. adz – Zariyat/51:49 :
a. Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi maupun akhlak untuk melakukan
pernikahan, mempunyai keinginan untuk menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan jatuh
pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah. Karena menjauhi zina baginya adalah wajib
dan cara menjauhi zina adalah dengan menikah.
b. Sunnah, dasar hukum nikah menjadi sunah jika seseorang sudah mampu dan siap membangun rumah
tangga, tapi dia dapat menahan diri dari segala perbuatan yang menjerumuskannya pada zina. Meskipun
demikian, Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan sebab
pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.
c. Mubah, bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak
memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut usia, atau yang tidak mampu
menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau
bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram.
d. Haram, hukum nikah juga bisa menjadi haram apabila seseorang tidak memiliki kemampuan
untuk menafkahi istrinya secara lahir batin. Contohnya saja tidak memiliki penghasilan dan tidak
dapat melakukan hubungan seksual karena suatu alasan. Begitu juga pernikahan yang dilakukan
dengan maksud untuk menganiaya, menyakiti dan menelantarkan pasangannya. Selain itu,
pernikahan juga bisa diharamkan jika syarat sah dan kewajiban tidak terpenuhi bahkan dilanggar.
e. Makruh, hukum nikah bisa makruh apabila terjadi pada seseorang yang akan menikah, tetapi
tidak berniat memiliki anak. Hal ini bisa terjadi karena faktor penyakit ataupun wataknya. Dia juga
tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya. Apabila jika dipaksakan untuk
menikah, maka akan dikhawatirkan ia tak bisa memenuhi hak dan kewajibannya dalam menjalani
kehidupan rumah tangga. Oleh karenanya, hal ini bisa termasuk dalam hukum makruh.
● Mahram (orang yang tidak boleh
dinikahi)
Mahram terbagi menjadi dua; mahram muabbad (wanita yang diharamkan
untuk dinikahi selama-lamanya) seperti: keturunan, satu susuan, mertua
perempuan, anak tiri jika ibunya sudah dicampuri bekas menantu perempuan
dan bekas ibu tiri. Kedua, mahram gair muabbad adalah mahram sebab
menghimpun dua perempuan yang statusnya bersaudara, misalnya saudara
sepersusuan kakak dan adiknya. Hal ini boleh dinikahi tetapi setelah yang
satu statusnya sudah bercerai atau meninggal dunia. Yang lain dengan sebab
istri orang atau sebab iddah.
● Rukun dan Syarat Pernikahan
A.Syarat calon suami:
1) Bukan mahram si wanita, calon suami bukan termasuk yang haram dinikahi
karena adanya hubungan nasab atau sepersusuan.
2) Orang yang dikehendaki, yakni adanya keridaan dari masing-masing pihak.
3) Mu’ayyan (identitas jelas), harus ada kepastian siapa identitas mempelai laki-
laki dengan menyebut nama/sifatnya yang khusus.
Pernikahan MUt’ahPernikahan yg dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar atau
lama.
Pernikahan Orang ygPernikahan orang yg sedang melaksanakan ihram haji atau ‘umrah serta
Ihram, belum memasuki waktu tahallul.
Pernikahan dengan
Wanita Kafir selain
Wanita” Ahli Kitab,
Dalam termaktub BAB II pasal 2 adalah dilakukan oleh pegawai pencatat nikah (PPN)
yang berada di wilayah masing masing. Maka pegawai pencatat nikah mempunyai
kedudukan yang amat penting dalam peraturan perundang undangan di indonesia yang
diatur dalam UU No. 32 Tahun 1954 yang berisi :
Tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Tanggal 21
November 1946 Nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan Nikah ; talak dan rujuk
diseluruh daerah luar jawa dan madura.
Bahkan sampai sekarang PPN adalah satu satunya pejabat yang berwenang untuk
mencatat perkawinan berdasarkan hukum islam di wilayahnya. Artinya, siapapun yang
ingin melaksakan nikah dengan hukum islam berada dibawah pengawasan PPN.
● Hak dan Kewajiban Suami Istri