Anda di halaman 1dari 20

Indahnya Membangun

Mahligai Rumah Tangga


Kelompok 5: Adisti Dilla, DIandra Shafa Mutia, Fithri Aini Az-
Zahra, Nabilah Nurhalizah, Salsabila Annisa, Viranda Fauzia
B. Menganalisis dan Mengevaluasi Ketentuan
Pernikahan dalam Islam
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam' u) atau "bertemu, berkumpul”.
Menurut istilah, nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan
perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan
menurut hukum syariat Islam.

Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan,
yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah Swt. Dan
melaksanakannya merupakan ritual ibadah.

Sementara itu, menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974, tentang Perkawinan Pasal 1
dijelas bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia
berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan adalah Sunnatullah yang berlaku umum bagi semua makhluk Nya seperti yang
dicantumkan di Q.S. adz – Zariyat/51:49 :

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan


supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
C. Prinsip-Prinsip Pernikahan dalam Islam
● Pengertian Pernikahan
Secara bahasa, arti "nikah" berarti "mengumpulkan, menggabungkan, atau
menjodohkan". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "nikah" diartikan sebagai
"perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) atau
"pernikahan". Sedang menurut syari'ah, "nikah" berarti akad yang menghalalkan
pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan
hak dan kewajiban masing-masing.
● Tujuan Pernikahan
Dalam agama Islam, pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Untuk itu, menikah
tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang
dan selayaknya dapat dijaga hingga maut memisahkan. Seseorang yang akan menikah harus
memiliki tujuan positif dan mulia untuk membina keluarga sakinah dalam rumah tangga agar
tidak salah langkah dalam menjalani kehidupan pernikahan. Berikut ini beberapa tujuan dari
melakukan pernikahan di dalam Islam :
❖ Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
❖ Untuk Mendapatkan Ketenangan Hidup
❖ Untuk Membentengi Akhlak
❖ Untuk Meningkatkan Ibadah kepada Allah SWT
❖ Untuk Mendapatkan Keturunan yang Saleh
❖ Untuk Menegakkan Rumah Tangga yang Islami
● Hukum Pernikahan
Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat, memelihara
diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa
mudharat maka nikah pun dilarang. Karena itu hukum asal melakukan pernikahan adalah mubah. Para ahli
fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama penerapannya kepada semua mukallaf, melainkan
disesuaikan dengan kondisi masing masing, baik dilihat dari kesiapan ekonomi, fisik, mental ataupun
akhlak. Karena itu hukum nikah bisa menjadi wajib, sunah, mubah, haram, dan makruh. Penjelasannya
sebagai berikut.

a. Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi maupun akhlak untuk melakukan
pernikahan, mempunyai keinginan untuk menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan jatuh
pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah. Karena menjauhi zina baginya adalah wajib
dan cara menjauhi zina adalah dengan menikah.

b. Sunnah, dasar hukum nikah menjadi sunah jika seseorang sudah mampu dan siap membangun rumah
tangga, tapi dia dapat menahan diri dari segala perbuatan yang menjerumuskannya pada zina. Meskipun
demikian, Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan sebab
pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.
c. Mubah, bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak
memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut usia, atau yang tidak mampu
menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau
bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram.

d. Haram, hukum nikah juga bisa menjadi haram apabila seseorang tidak memiliki kemampuan
untuk menafkahi istrinya secara lahir batin. Contohnya saja tidak memiliki penghasilan dan tidak
dapat melakukan hubungan seksual karena suatu alasan. Begitu juga pernikahan yang dilakukan
dengan maksud untuk menganiaya, menyakiti dan menelantarkan pasangannya. Selain itu,
pernikahan juga bisa diharamkan jika syarat sah dan kewajiban tidak terpenuhi bahkan dilanggar.

e. Makruh, hukum nikah bisa makruh apabila terjadi pada seseorang yang akan menikah, tetapi
tidak berniat memiliki anak. Hal ini bisa terjadi karena faktor penyakit ataupun wataknya. Dia juga
tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya. Apabila jika dipaksakan untuk
menikah, maka akan dikhawatirkan ia tak bisa memenuhi hak dan kewajibannya dalam menjalani
kehidupan rumah tangga. Oleh karenanya, hal ini bisa termasuk dalam hukum makruh.
● Mahram (orang yang tidak boleh
dinikahi)
Mahram terbagi menjadi dua; mahram muabbad (wanita yang diharamkan
untuk dinikahi selama-lamanya) seperti: keturunan, satu susuan, mertua
perempuan, anak tiri jika ibunya sudah dicampuri bekas menantu perempuan
dan bekas ibu tiri. Kedua, mahram gair muabbad adalah mahram sebab
menghimpun dua perempuan yang statusnya bersaudara, misalnya saudara
sepersusuan kakak dan adiknya. Hal ini boleh dinikahi tetapi setelah yang
satu statusnya sudah bercerai atau meninggal dunia. Yang lain dengan sebab
istri orang atau sebab iddah.
● Rukun dan Syarat Pernikahan
A.Syarat calon suami:
1) Bukan mahram si wanita, calon suami bukan termasuk yang haram dinikahi
karena adanya hubungan nasab atau sepersusuan.
2) Orang yang dikehendaki, yakni adanya keridaan dari masing-masing pihak.
3) Mu’ayyan (identitas jelas), harus ada kepastian siapa identitas mempelai laki-
laki dengan menyebut nama/sifatnya yang khusus.

B. Syarat calon istri:


4) Bukan mahram si laki-laki.
5) Terbebas dari halangan nikah, misalnya, masih dalam masa iddah atau berstatus
sebagai istri orang.
D. Syarat saksi:
1) Berjumlah 2 orang, bukan budak/wanita/fasiq
C. Syarat wali: 2) Tidak boleh merangkap sebagai saksi walaupun
1)Orang yang dikehendaki, memenuhi kualifikasi sebagai saksi
bukan yang dibenci 3) Sunnah dalam keadan rela dan tidak terpaksa
2)Laki-laki, bukan
perempuan/banci E. Syarat shighat:
3)Mahram si wanita 1) Tidak tergantung dengan syarat lain
4)Baligh 2) Tidak terikat dengan waktu tertentu
5)Berakal 3) Boleh dengan bahasa asing
6)Adil 4) Dengan menggunakan kata “tazwij” atau “nikah”,
7)Tidak terhalang wali lain tidak boleh dalam bentuk kinayah (sindiran), karena
8)Tidak buta kinayah membutuhkan niat, sedangkan niat itu
9)Tidak berbeda agama sesuatu yang abstrak
10)merdeka 5) Qabul harus dengan ucapan “Qabiltu
nikahaha/tazwijaha” dan boleh didahulukan ijab.
● Pernikahan yang tidak sah
Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah Saw. adalah
sebagai berikut:

Pernikahan MUt’ahPernikahan yg dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar atau
lama.

Pernikahan dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar.


Pernikahan
Syighar,
Pernikahan seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya yg
Pernikahan Muhalil, karenanya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudia wanita itu dinikahi
laki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan
suaminya.
Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah Saw. adalah
sebagai berikut:

Pernikahan Orang ygPernikahan orang yg sedang melaksanakan ihram haji atau ‘umrah serta
Ihram, belum memasuki waktu tahallul.

Pernikahan Pernikahan dimana seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yg


dalam Masa sedang dalam masa iddah, baik karena perceraian atau meninggal dunia.
Iddah,
Pernikahan yg dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa
Pernikahan tanpa Wali,seizin walinya.
Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah Saw. adalah
sebagai berikut:

Pernikahan dengan
Wanita Kafir selain
Wanita” Ahli Kitab,

Menikahi Mahram, baik


mahram untuk selamanya,
mahram karena
pernikahan atau karena
sepersusuan.
● Pernikahan Menurut Undang Undang
Dalam rangka tertib hukum dan administrasi, tata cara pernikahan mengikuti prosedur yang
diatur dalam peraturan perundang pemerintah tentang pelaksanaan UU. No 1 Tahun 1974

Dalam termaktub BAB II pasal 2 adalah dilakukan oleh pegawai pencatat nikah (PPN)
yang berada di wilayah masing masing. Maka pegawai pencatat nikah mempunyai
kedudukan yang amat penting dalam peraturan perundang undangan di indonesia yang
diatur dalam UU No. 32 Tahun 1954 yang berisi :
Tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Tanggal 21
November 1946 Nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan Nikah ; talak dan rujuk
diseluruh daerah luar jawa dan madura.
Bahkan sampai sekarang PPN adalah satu satunya pejabat yang berwenang untuk
mencatat perkawinan berdasarkan hukum islam di wilayahnya. Artinya, siapapun yang
ingin melaksakan nikah dengan hukum islam berada dibawah pengawasan PPN.
● Hak dan Kewajiban Suami Istri

Kewajiban bersama Suami dan Istri:


A. Memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya.
B. Berbuat baik terhadap mertua, ipar dan kerabat lainnya baik dari suami atau isteri.
C. Setia dalam hubungan rumah tangga dan memelihara keutuhannya dengan berusaha melakukan
pergaulan secara bijaksana, rukun, damai dan harmonis;
D. Saling bantu membantu antara keduanya.
E. Menjaga penampilan lahiriah dalam rangka merawat keutuhan cinta dan kasih sayang diantara
keduanya.
Kewajiban Suami terhadap Istri:
A. Menjadi pemimpin, memelihara dan membimbing keluarga lahir dan batin serta menjaga dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarganya
B. Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri anak-anaknya sesuai dengan
kemampuan yang diusahakan secara maksimal.
C. Bergaul dengan isteri secara ma'ruf dan memperlakukan keluarganya dengan cara baik.
D. Masing-masing anggota keluarganya, terutama suami dan isteri bertanggung jawab sesuai
fungsi dan perannya masing-masing.
E. Memberi kebebasan berfikir dan bertindak kepada isteri sepanjang sesuai norma Islam,
membantu tugas-tugas isteri serta tidak memper sulit kegiatan isteri.

Kewajiban Istri terhadap Suami:


A. Taat kepada perintah suami.
B. Selalu menjaga diri dan kehormatan keluarga.
C. Bersyukur atas nafkah yang diterima dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.
D. Membantu suami dan mengatur rumah tangga sebaik mungkin
● HIKMAH
PERNIKAHAN
1) Terciptanya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahram, dalam ikatan suci yang halal dan diridai Allah SWT.
2) Mendapatkan keturunan yang sah dari hasil pernikahan.
3) Terpeliharanya kehormatan suami istri dari perbuatan zina.
4) Terjalinnya kerja sama antara suami dan istri dalam mendidik anak dari
menjaga kehidupannya.
5) Terjalinnya silaturahmi antar keluarga besar pihak suami dan pihak
istri
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik.

Please keep this slide for attribution.


Alternative Resources
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai