Anda di halaman 1dari 11

Bentuk-Bentuk Perkawinan

NAMA KELOMPOK :
M U H A M M A D F A D R I A K B A R ( 2 0 1 9 3 1 6 0 0 2 )
L I N A M A R D I A N A ( 2 0 1 9 3 1 0 4 0 2 )
Apa itu Perkawinan?

 Menurut peraturan perundang- undangan menurut pasal 1


UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.   
 Menikah adalah salah satu ibadah sunnah yang dianjurkan
oleh Rasulullah. Dengan menikah, seseorang akan memulai
hidup baru bersama pasangan suami atau istri untuk
membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah,
warohmah.
Bentuk – Bentuk Perkawinan

Pada dasarnya, bentuk-bentuk perkawinan dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a.      Dilihat dari segi jumlah suami atau isteri
Ditinjau dari segi jumlah suami atau isteri, maka bentuk perkawinan terdiri atas:
1)        Perkawinan Monogami ialah perkawinan antara seorang pria dengan
seorang wanita. Bentuk perkawinan ini paling ideal dan sesuai dengan ajaran
agama serta Undang-Undang Perkawinan.
2)        Perkawinan Poligami ialah perkawinan antara seorang pria dengan lebih
dari satu wanita ataupun perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari
satu pria. Dengan demikian, bentuk perkawinan ini dapat dibedakan lagi menjadi
dua macam, yaitu:
a)     Poligini, yaitu perkawinan antara seorang pria dengan lebih dari satu wanita.
b)     Poliandri, yaitu perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu
pria. Misalnya pada orang Eskimo, orang Markesas di Oceania, orang Philipina di
Pulau Palawan dan sebagainya.
Bentuk – Bentuk Perkawinan

b.      Dilihat dari segi asal suami-isteri


Apabila ditinjau dari segi asal suami-isteri, maka bentuk
perkawinan terdiri atas:
1)      Perkawinan Eksogami ialah perkawinan antara pria dan
wanita yang berlainan suku dan ras. Misalnya: masyarakat di
Tapanuli, Minangkabau dan Sumatera Selatan.
2)      Perkawinan Endogami ialah perkawinan antara pria dan
wanita yang berasal dari suku dan ras yang sama. Misalnya:
masyarakat Toraja.
3)      Perkawinan Homogami ialah perkawinan antara pria
dan wanita dari lapisan sosial yang sama. Misalnya: orang
kaya cenderung kawin dengan anak orang kaya pula, suku
Batak cenderung kawin dengan anak dari keluarga Batak
pula, dan sebagainya.
Bentuk – Bentuk Perkawinan

4)      Perkawinan Heterogami ialah perkawinan antara pria dan


wanita dari lapisan sosial yang berlainan. Misalnya: orang
keturunan bangsawan menikah dengan orang biasa, orang Batak
menikah dengan orang Sunda.
Disamping bentuk-bentuk perkawinan di atas, terdapat pula
bentuk-bentuk perkawinan lainnya, yaitu:
a.      Perkawinan Cross Cousin
Ialah perkawinan antara saudara sepupu, yakni anak saudara
laki-laki ibu (anak paman) atau anak dari saudara perempuan
ayah. Misalnya: di daerah Batak (pariban), dan sebagainya.
b.      Perkawinan Parallel Cousin
Ialah perkawinan antara anak-anak dari ayah mereka bersaudara
atau ibu mereka bersaudara.
Bentuk – Bentuk Perkawinan

Dalam Islam terdapat macam-macam pernikahan yang


digolongkan berdasarkan hukum Islam yang berlaku.
Macam-macam pernikahan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Pernikahan Az Zawaj Al Wajib
Pernikahan Az Zawaj Al Wajib adalah pernikahan wajib yang
harus dilakukan oleh individu yang memiliki kemampuan
untuk melakukan pernikahan serta memiliki nafsu biologis
(nafsu syahwat), dan khawatir pribadinya melakukan dosa
paling berat dalam Islam yakni perbuatan zina yang dosa
dan dilarang Allah manakala tidak melakukan pernikahan.
Untuk menghindari perbuatan zina, maka melakukan
pernikahan menjadi wajib bagi individu yang seperti ini.
Bentuk – Bentuk Perkawinan

2. Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab


Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab adalah pernikahan yang dianjurkan kepada
individu yang mampu untuk melakukan pernikahan dan memiliki nafsu
biologis untuk menghindarkan pribadinya dari kemungkinan melakukan zina
yang dosa. Seorang muslim yang memiliki kemampuan dalam bidang
ekonomi, serta sehat jasmani dalam artian memiliki nafsu syahwat, maka dia
tetap dianjurkan supaya melakukan pernikahan meskipun individu yang
bersangkutan merasa mampu untuk memelihara kehormatan pribadinya.
Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:
"Dari Abdillah berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada kami, "hai para
pemuda barang siapa pribadi kalian mampu untuk melakukan pernikahan
maka melakukan pernikahanlah, sesungguhnya pernikahan itu menundukkan
pandangan dan menjaga farji (kehormatan). Dan barang siapa tidak mampu
maka berpuasalah, sesungguhnya puasa itu baginya sebagai penahan.
(pribadiwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Pernikahan)"."
Bentuk – Bentuk Perkawinan

3. Pernikahan Az Zawaj Al Makruh


Pernikahan Az Zawaj Al Makruh merupakan pernikahan yang kurang atau tidak
disukai oleh Allah. Pernikahan ini bisa terjadi karena seorang muslim tidak
memiliki kemampuan biaya hidup meskipun memiliki kemampuan biologis,
atau tidak memiliki nafsu biologis meskipun memiliki kemampuan ekonomi,
tetapi ketidakmampuan biologis atau ekonomi itu tidak sampai membahayakan
salah satu pihak khususnya istri. Hal itu terjadi apabila seorang muslim akan
menikah tetapi tidak berniat memiliki anak, juga ia mampu menahan diri dari
berbuat zina. Padahal, apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan terlantar.
4. Pernikahan Az Zawaj Al Mubah
Pernikahan Az Zawaj Al Mubah adalah pernikahan yang diperbolehkan untuk
dilakukan tanpa ada faktor-faktor pendorong atau penghalang. Seseorang yang
hendak menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari berbuat zina, maka
hukum nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum berniat memiliki anak
dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar.
Bentuk – Bentuk Perkawinan

5. Pernikahan Haram


Pernikahan Haram adalah pernikahan yang berdasarkan hukum Islam
haram apabila seorang muslim menikah justru akan merugikan
istrinya, karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin. Atau
jika menikah, ia akan mencari mata pencaharian yang diharamkan
oleh Allah padahal sebenarnya ia sudah berniat menikah dan mampu
menahan nafsu dari zina.
Keharaman pernikahan ini sebab pernikahan dijadikan alat untuk
mencapai yang haram secara pasti, sesuatu yang menyampaikan
kepada yang haram secara pasti, maka ia haram juga. Jika seorang
muslim melakukan pernikahan tersebut, wanita pasti akan mengalami
penganiayaan dan menyakiti sebab kenakalan laki laki itu, seperti
melarang hak hak istri, berkelahi dan menahannya untuk disakiti, yang
kemudian pernikahan tersebut menjadi haram untuknya.
Bentuk – Bentuk Perkawinan
6. Pernikahan Badal
Pernikahan badal adalah pernikahan tukar menukar istri. Hal ini terjadi karena seorang laki-
laki mengadakan perjanjian untuk menyarahkan istrinya kepada orang lain dan mengambil
istri orang lain tersebut sebagai istrinya dengan memberi sejumlah uang tambahan.
7. Pernikahan Mut'ah
Pernikahan ini terjadi karena seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan
memberikan sejumlah harta dalam waktu tertentu, dan pernikahan ini akan berakhir sesuai
dengan batas waktu yang telah di tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi
nafkah atau tempat tinggal. Pernikahan Mut'ah berasal dari kata tamattu' yang berarti
bersenang senang atau menikmati.
Jika pernikahan tersebut ditetapkan syarat hanya sampai waktu tertentu, maka disebut
pernikahan mut'ah. Pernikahan sejenis ini disepakati haramnya oleh empat imam madzhab.
Adapun jika si pria berniat pernikahan sampai waktu tertentu dan tidak diberitahukan di
awal pada si wanita (pernikahan dengan niatan cerai), status pernikahan sejenis ini masih
diperselisihkan oleh para ulama.
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i memberikan keringanan pada pernikahan sejenis ini.
Sedangkan Imam Malik, Imam Ahmad dan selainnya melarang atau memakruhkannya.
Berdasarkan suatu hadits, Rasulullah bersabda:
"Dari Ali bin Abi Tholib, Ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah melarang pernikahan mut'ah
dengan perempuan perempuan pada waktu perang khaibar"."
Bentuk – Bentuk Perkawinan

8. Pernikahan Syighar


Suatu pernikahan dianggap sebagai pernikahan
syighar apabila seorang laki-laki berkata kepada laki-
laki lain, "Pernikahankanlah aku dengan puterimu,
maka aku akan pernikahankan puteriku dengan
pribadimu". Atau berkata, "Pernikahankanlah aku
dengan saudara perempuanmu, maka aku akan
pernikahankan saudara perempuanku dengan
pribadimu".

Anda mungkin juga menyukai