Anda di halaman 1dari 83

Hukum Islam

1. Hukum Perkawinan
2. Hukum Kewarisan

Hukum Pernikahan
Pernikahan merupakan salah satu tahap dari rangkaian
perjalanan hidup yang ditunggu oleh hampir setiap orang, baik
laki-laki maupun perempuan. Pernikahan adalah norma turun-
menurun yang ada di seluruh kebudayaan manusia sepanjang
sejarah. Terkhusus bagi masyarakat Indonesia, pernikahan ialah
proses pengikatan janji suci antara laki-laki dan perempuan.

Secara etimologi (bahasa), nikah berasal dari bahasa Arab al-


dhammu yang berarti “berkumpul.” Sedangkan menurut
terminologi fikih (istilah syariat), akad yang menyimpan makna
diperbolehkannya hubungan intim (antara suami-istri) dengan
menggunakan lafaz nikah atau sejenisnya. Dengan kata lain,
pernikahan adalah dasar hukum yang melegalkan hubungan
antara seorang laki-laki dan perempuan (Fathul Wahab, 2: 54).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa
pernikahan adalah penyatuan dua insan (laki-laki dan
perempuan) melalui akad yang menjadi dasar kebolehan

1
penyatuan. Menurut ulama mazhab Syafi’i, hukum asal menikah
adalah sunnah atau anjuran sebagaimana pernyataan Imam
Nawawi, “perintah menikah dalam Al-Qur’an bermakan anjuran,
bukan wajib. Pandangan ini disetujui oleh mayoritas ulama”
(Syarah Shahih Muslim, 9: 173).
Anjuran menikah banyak disebutkan dalam Al-Qur’an. Salah
satunya adalah Firman Allah swt dalam QS. An-Nur [24] ayat 32
yang berbunyi:

‫َو َاْن ِكُحوا اَاْلَي اٰم ى ِم ْنُك ْم َو الّٰص ِلِح ْي َن ِم ْن ِع َباِد ُك ْم َو ِاَم ۤا ِٕىُك ْۗم ِاْن َّي ُك ْو ُنْو ا ُفَقَر ۤا َء ُيْغ ِنِه ُم ُهّٰللا ِم ْن َفْض ِلٖۗه َو ُهّٰللا‬
‫َو اِس ٌع َع ِلْي ٌم‬

Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di


antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika
mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya),
Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur [24] ayat 32).
Berkenaan dengan ayat di atas, Ibnu Katsir menjelaskan dalam
kitabnya Tafsir Al-Qur’an al-Azhim (6: 51) bahwa QS. An-Nur [24]
ayat 32 berisi perintah untuk menikah. Perintah ini – menurut
sebagian ulama – bersifat wajib bagi orang yang telah mampu
melaksanakannya. Pandangan tersebut didasarkan pada hadis

2
nabi Muhammad saw yang menyeru para pemuda apabila telah
mampu hendaknya segera menikah.
Ibnu Katsir melanjutkan, “namun sebagian besar (mayoritas)
ulama menyatakan bahwa perintah menikah pada QS. An-Nur
[24] ayat 32 tidak bermakna wajib, melainkan sunnah atau
anjuran.” Pandangan yang sama disampaikan oleh Imam asy-
Syafi’i dalam qaul jadid-nya (pandangan terbaru) bahwa hukum
asal perintah menikah dalam Al-Qur’an bersifat anjuran, tidak
wajib (Tafsir Al-Qur’an al-Azhim (6: 52).
Hukum Menikah Tergantung Keadaan dan Niat Pelaku
Kendati hukum asal menikah menurut mayoritas pendapat ulama
adalah sunah atau anjuran, namun jika ditinjau berdasarkan
keadaan dan niat pelaku (calon pengantin), maka hukum nikah
terbagi kepada lima (5) macam, yaitu: wajib, sunah dilakukan,
lebih baik ditinggalkan, makruh, dan haram (Fath al-Mu’in: 44-46).
Penjelasan masing-masing hukum dapat dilihat dalam deskripsi
berikut:
1. Wajib menikah

Hukum nikah yang pertama adalah wajib. Kewajiban nikah


diperuntukkan bagi orang yang memiliki kemampuan untuk
menikah dan punya keinginan kuat untuk menyalurkan gairah
seksualnya (tidak bisa ditahan-tahan lagi) sehingga dikhawatirkan
akan terjerumus ke dalam kemaksiatan. Kemampuan menikah

3
maksudnya mampu untuk memberikan nafkah, yang terdiri dari
mahar, sandang, pangan dan papan. Jika seseorang berada
pada posisi ini, maka ia wajib menikah untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan.

 Sunah menikah

Hukum nikah yang kedua adalah sunah. Kesunahan nikah


diperuntukkan bagi orang yang memiliki kemampuan untuk
menikah, mau, dan punya keinginan untuk menyalurkan gairah
seksualitas, namun tidak sampai pada taraf dikhawatirkan akan
terjatuh ke dalam kemaksiatan. Jika seseorang berada pada
posisi ini, maka ia disunahkan untuk segera menikah.

 Lebih baik ditinggalkan

Hukum nikah yang ketiga adalah lebih baik ditinggalkan. Hukum


ini berlaku bagi orang yang berkeinginan untuk menyalurkan
gairah seksualitas namun tidak memiliki kemampuan untuk
menafkahi. Orang yang berada pada posisi ini sebaiknya
menunda keinginan menikah hingga ia mampu. Adapun gairah
seksualitasnya bisa dikurangi dengan berpuasa atau berolahraga
dengan rutin.

 Makruh menikah

4
Hukum menikah yang keempat adalah makruh. Hukum ini berlaku
bagi seseorang yang memang tidak menginginkan nikah, entah
karena perwatakannya demikian, ataupun karena suatu penyakit.
Pada saat yang sama, ia juga tidak memiliki kemampuan untuk
menafkahi istri dan keluarganya. Jika dipaksakan menikah,
dikhawatirkan ia tidak dapat menunaikan hak dan kewajibannya
dalam pernikahan atau bahkan malah dapat merugikan
pasangannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

 Haram menikah

Hukum menikah yang kelima adalah haram. Keharaman nikah


berlaku bagi orang yang menikah dengan tujuan menyakiti atau
tujuan-tujuan lain yang melanggar ketentuan agama. Misalnya,
jika ada orang yang berkeinginan kuat (berniat) untuk menyakiti
dan menyiksa pasangan dalam pernikahan, maka ia diharamkan
untuk menikah.

Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa hukum menikah


tergantung keadaan dan niat pelaku (calon pengantin). Keadaan
dan niat ini dapat ditinjau dan diresapi oleh masing-masing
individu. Dalam konteks Indonesia, kemampuan untuk menikah
ini biasanya dimiliki setelah menamatkan SMA dan mempunyai
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan harian (usia kisaran 19-25
tahun). Terakhir, berkenaan dengan ragam hukum menikah,

5
sebaiknya orang tua memperhatikan situasi dan kondisi anak-
anaknya yang hendak menikah, apakah sudah memenuhi syarat
atau belum? Pada hakikatnya menikah adalah sebuah ibadah
yang di dalamnya terhadap hak dan kewajiban. Oleh karena itu,
kemampuan diri, baik secara fisik maupun psikis, mutlak
diperlukan agar tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, wa
rahmah.

Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling


penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam,
pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan
seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun
kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas
beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.
1. Persyaratan Pernikahan

Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus


dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama,
keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini
berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup,
kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional
untuk menjalani kehidupan pernikahan.
Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan
wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup
dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam.
6
Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan
pria Muslim.
2. Proses Perkawinan

Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap


pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan
permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika
permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan
dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami
mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan
mengucapkan kata “qabul”.
Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan
dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan
menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah
ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-
saksi yang sah.

3. Tanggung Jawab Pernikahan

Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama
dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami
harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri,
sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam
memenuhi kebutuhan keluarga.

Pengesahan / Itsbat Nikah


7
Perkawinan yang dilangsungkan secara sah menurut hukum
agama dan negara, memberikan perlindungan hak serta
kepastian hukum bagi para pihak, khususnya pihak istri dan anak
yang dilahirkan dari pernikahan tersebut, misalnya untuk
pembagian warisan, mengurus akta kelahiran anak, antisipasi jika
terjadi perceraian, dan lain sebagainya.

Perkawinan tersebut harus dicatat menurut peraturan


perundang-undangan yang berlaku.[1] Bagi yang beragama
Islam, perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta
Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.[2]

Sebaliknya, perkawinan yang belum atau tidak dicatat sesuai


peraturan perundang-undangan akan merugikan pihak suami,
istri, anak, bahkan pihak lainnya.

Jika menikah secara siri atau tidak tercatat, Pegawai Pencatat


Nikah tidak dapat menerbitkan Akta Nikah atas pernikahan
tersebut, sehingga perkawinan tidak dapat dibuktikan dan tidak
mempunyai kekuatan hukum.

Meski demikian, pasangan yang menikah siri dapat mengajukan


itsbat nikah ke Pengadilan Agama.

8
Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami
atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah, dan pihak yang
berkepentingan dengan perkawinan itu.

Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, yang harus Anda


lakukan adalah mengajukan permohonan itsbat nikah ke
Pengadilan Agama.

4. Perceraian

Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci,


namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut
ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan
bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah
satu pihak.

Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan


bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk
memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk
memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang
terjadi di antara mereka.

5. Poligami

Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri,


asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada
semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam

9
tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan
semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.

Aspek Hukum Pernikahan

Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling


penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam,
pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan
seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun
kehidupan bersama. beberapa aspek hukum pernikahan dalam
Islam.
1. Persyaratan Pernikahan

Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus


dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama,
keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini
berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup,
kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional
untuk menjalani kehidupan pernikahan.
Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan
wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup
dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam.
Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan
pria Muslim.
2. Proses Perkawinan

10
Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap
pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan
permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika
permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan
dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami
mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan
mengucapkan kata “qabul”.
Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan
dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan
menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah
ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-
saksi yang sah.

3. Tanggung Jawab Pernikahan

Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama
dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami
harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri,
sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam
memenuhi kebutuhan keluarga.
4. Perceraian

Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci,


namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut
ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan

11
bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah
satu pihak.

Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan


bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk
memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk
memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang
terjadi di antara mereka.

5. Poligami

Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri,


asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada
semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam
tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan
semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.

Rukun & Syarat sah Pernikahan


Dalam Islam terdapat 5 rukun nikah yang telah disepakati para
ulama dan wajib dipenuhi agar pernikahan dinyatakan sah.
Berikut adalah 5 rukun nikah dalam Islam:

1. Terdapat calon pengantin laki-laki dan perempuan yang tidak


terhalang secara syar'i untuk menikah.
2. Calon pengantin perempuan harus memiliki wali nikah
3. Pernikahan dihadiri dua orang saksi laki-laki
12
4. Diucapkannya ijab dari pihak wali pengantin perempuan atau
yang mewakilinya
5. Diucapkannya kabul dari pengantin laki-laki atau yang
mewakilinya

Syarat Sah Pernikahan

1. Kedua Calon Pengantin Beragama Islam

Syarat pertama nikah adalah calon suami dan istri harus


memeluk agama Islam. Syarat ini bersifat mutlak karena akan
dianggap tidak sah jika seorang muslim menikahi non-muslim
dengan tata cara ijab kabul Islam.

2. Tidak Menikah dengan Mahram

Calon suami dan istri harus tidak memiliki hubungan darah, bukan
merupakan saudara sepersusuan atau mahram. Oleh karena itu,
sebelum menikah perlu menelusuri pasangan yang akan dinikahi.

Misalnya, sewaktu kecil dibesarkan dan disusui oleh ibu asuh


yang sama. Hal ini tergolong mahram sehingga haram untuk
dinikahi.

13
3. Wali Nikah Laki-Laki

Sebuah pernikahan wajib dihadiri oleh wali nikah laki-laki, tidak


boleh perempuan. Hal ini merujuk pada hadis:

“Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW:


'Perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap
perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya." (HR. ad-
Daruqutni dan Ibnu Majah).

Wali nikah mempelai perempuan yang utama adalah ayah


kandung. Namun jika ayah dari mempelai perempuan sudah
meninggal, maka bisa diwakilkan oleh lelaki dari jalur ayah,
seperti kakek, buyut, saudara laki-laki seayah seibu, paman, dan
seterusnya berdasarkan urutan nasab.

4. Dihadiri Saksi

Syarat nikah selanjutnya adalah terdapat minimal dua orang saksi


laki-laki yang menghadiri ijab kabul. Saksi bisa terdiri dari satu
orang dari wali mempelai perempuan dan satu orang dari wali
mempelai laki-laki. Selain itu, seorang saksi harus beragama
Islam, dewasa, dan dapat mengerti maksud akad.

14
5. Sedang Tidak Ihram atau Berhaji

Hal ini juga ditegaskan seorang ulama bermazhab Syafii dalam


kitab Fathul Qarib al-Mujib yang menyebut salah satu larangan
dalam haji adalah melakukan akad nikah maupun menjadi wali
dalam pernikahan:

"Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika


ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang
sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi
wali)"

6. Bukan Paksaan

Syarat nikah terakhir yang tak kalah penting adalah pernikahan


bukan merupakan paksaan, telah mendapatkan ridha dari
masing-masing pihak, dan murni merupakan keinginan kedua
mempelai. Hal Ini sesuai dengan hadis Abu Hurairah ra:

"Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak


musyawarah atau dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang
gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya." (HR Al Bukhari: 5136,
Muslim: 3458).

Itulah, Toppers syarat dan rukun yang harus ditaati demi


melangsungkan pernikahan yang sah. Selain persetujuan dari

15
kedua mempelai, semua keluarga atau wali juga harus
meridhakan agar pernikahan berjalan dengan lancar dan
harmonis.

2. HUKUM KEWARISAN
AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

Pendahuluan
Hukum waris dalam Islam adalah bagian dari Syariat Islam yang
sumbernya diambil dari al-Qur'an dan Hadist Rasulullah SAW,
kemudian para ahli hukum. Islam, khususnya para mujtahid dan
fuqoha mentranformasi melalui berbagai formulasi kewarisan
sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Yang sama
pengertiannya dengan dengan waris adalah faroid yang menurut
bahasa adalah kadar atau bagian, oleh karena itu hukum waris
sama dengan hukum faroid. Dalam tulisan ini, akan dibahas
"Azas-azas Hukum waris dalam Islam" yang bersumber dan
pendapat para ulama' dan pakar hukum Islam termasuk yang
diambil dari berbagai Undang-undang yang berlaku di Indonesia
yang berkaitan dengan hukum waris Islam seperti Hukum
Kewarisan yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (Inpres
No. I
tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991), adanya ketentuan hak opsi
yang dipergunakan dalam menyelesaikan pembagian warisan
sebagaimana kita jumpai dalam Penjelasan Umum
UndangUndang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

16
Agama
angka 2 alinea keenam,
“ sehubungan dengan hal tebut, para pihak yang berperkaradapat
mempertimbangakanuntuk memilih hukum apa
yang akan dipergunakan dalam pembagian warisan” dinyatakan
dihapus oleh UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU
No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Dalam penjelasan pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006


dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Waris adalah
penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris,penentuan
mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-
masing Ahli waris dan pelaksanaan pembagian harta
peninggalan tersebut serta penetapan pengadilan atas
permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi
ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris. Dari hal-
hal tersebut di atas maka dalam pelaksanaan pembagian waris
tidak dapat dipisahkan dengan azas-azas hukum waris Islam
yang meliputi :
1. Azas Integrity : Ketulusan
Integrity artinya : Ketulusan hati, kejujuran, keutuhan. Azas ini
mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan Hukum
Kewarisan dalam Islam diperlukan ketulusan hati untuk
mentaatinya karena terikat dengan aturan yang diyakini
kebenarannya. Hal ini juga dapat dilihat dari keimanan seseorang
untuk mentaati hukum Allan SWT, apalagi penjelasan umum

17
angka 2 alinea keenam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989
Tentang Peradilan Agama memberi hak opsi kepada para pihak
untuk bebas menentukan pilihan hukum waris mana yang akan
dipergunakan- dalam menyelesaikan pembagian waris, telah
dinyatakan dihapus oleh UU No. 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Penghapusan tersebut berarti telah membuka pintu bagi
orang Islam untuk melaksanakan hukum waris Islam dengan
kaffah yang pada ahirnya ketulusan hati untuk mentaati hukum
waris secara Islam adalah pilihan yang terbaik, landasan
kesadarannya adalah firman Allah SWT surat Ali Imran ayat 85 :
”Barang siapa menuntut agama selain Islam, maka tiadalah
diterima dari padanya, sedang dia di akhirat termasuk orang-
orang merugi”
2. Azas Ta' abbudi : Penghambaan diri
Yang dimaksud azas Ta'abbudi adalah melaksanakan pembagian
waris secara hokum Islam adalah merupakan bagian dari ibadah
kepada Allah SWT, yang akan berpahala bila ditaati seperti
layaknya mentaati pelaksanaan hukum-hukum Islam lainnya.
Ketentuan demikian dapat kita lihat, setelah Allah SWT
menjelaskan tentang hukum waris secara Islam sebagaimana
dijelaskan dalam surat an-Nisa' ayat 11 dan 12, kemudian dikunci
dengan ayat 13 dan 14 :
”Demikianlah Batas-Batas (peraturan) Allah. Barangsiapa
mengikut (perintah) Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah
memasukkan dia ke dalam surga yang mengalir air sungai di

18
bawahnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah
kemenangan yang besar" (an-Nisa'-13).
“Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melampaui
Batas-Batas (larangan)-Nya, niscaya Allah memasukkan dia ke
dalam neraka, serta kekal di dalamnya, dan untuknya siksaan
yang menghinakan" (an-Nisa'- 14).
3. Azas Hukukul Maliyah : Hak-hak Kebendaan
Yang dimaksud dengan Hukukul Maliyah adalah hak-hak
kebendaan, dalam arti bahwa hanya hak dan kewajiban terhadap
kebendaan saja yang dapat diwariskan kepada ahli waris,
sedangkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum
kekeluargaan atau hak-hak dan kewajiban yang bersifat pribadi
seperti suami atau istri, jabatan, keahlian dalam suatu ilmu dan
yang semacamnya tidak dapat diwariskan. Kewajiban ahli waris
terhadap pewaris diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 175
yang berbunyi :
a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah
sampai selesai;
b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan,
perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih
piutang;
c. Menyelesaikan wasiat pewaris;
d. Membagi harta warisan diantara anti waris yang berhak

4. Azas Hukukun Thabi’iyah : Hak-Hak Dasar

19
Pengertian hukukun thabi’iyah adalah hak-hak dasar dari ahli
waris sebagai manusia, artinya meskipun ahli waris itu seorang
bayi yang baru lahir atau seseorang yang sudah sakit enghadapi
kematian sedangkan ia masih hidup ketika pewaris meninggal
dunia, begitu juga suami istri yang belum bercerai walaupun
sudah pisah tempat tinggalnya, maka dipandang cakap untuk
mewarisi. Hak-hak dari kewarisan ini ada empat macam
penyebab seorang mendapat warisan, yakni : hubungan
keluarga, perkawinan, wala dan seagama.Hubungan keluarga
yaitu hubungan antar orang yang mempunyai hubungan darah
(genetik)baik dalam garis keturunan lurus ke bawah (anak cucu
dan seterusnya) maupun ke samping(saudara)..Kebalikan dari
ketentuan tersebut, hukum Islam menentukan beberapa macam
penghalang kewarisan yaitu Murtad, membunuh dan hamba
sahaya, sedangkan dalam Kompilasi Hukurn Islam penghalang
kewarisan kita jumpai pada pasal 173 yang berbunyi:
“Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
dihukum karena :
a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau
menganiaya berat pada pewaris;
b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan
bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam
dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih
berat”.

5. Azas Ijbari : Keharusan, kewajiban

20
Yang dimaksud Ijbari adalah bahwa dalam hukum kewarisan
Islam secara otomatis peralihan harta dari seseorang yang telah
meninggal dunia (pewaris) kepada ahli warisnya sesuai dengan
ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan kepada kehendak
seseorang baik pewaris maupun ahli waris. Unsur keharusannya
(ijbari/compulsory) terutama terlihat dari segi di mana ahli waris
(tidak boleh tidak) menerima berpindahnya harta pewaris
kepadanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan oleh
Allah. Oleh karena itu orang yang akan meninggal dunia pada
suatu ketika, tidak perlu merencanakan penggunaan hartanya
setelah ia meninggal dunia kelak, karena dengan kematiannya,
secara otomatis hartanya akan beralih kepada ahli warisnya
dengan bagian yang sudah dipastikan. Azas Ijbari ini dapat juga
dilihat dari segi yang lain yaitu
a. Peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal
dunia.
b. Jumlah harta sudah ditentukan untuk masing-masing ahli
waris.
c. Orang-orang yang akan menerima harta warisan itu sudah
ditentukan dengan pasti yakni mereka yang mempunyai
hubungan darah dan perkawinan.

6. Azas Bilateral
Azas ini mengandung makna bahwa seseorang menerima hak
kewarisan dari kedua belah pihak yaitu dari kerabat keturunan
laki-laki dan dari kerabat keturunan perempuan. Azas bilateral ini
dapat dilihat dalam al-Qur'an surat an-Nisa' ayat 7 :

21
”Untuk laki-laki ada bagian dari peninggalan ibu bapak dan karib
kerabat yang terdekat, dan untuk perempuan-perempuan ada
bagian pula dari peninggalan ibu bapak dan karib yang terdekat,
baik sedikit ataupun banyak, sebagai bagian yang telah
ditetapkan” (an-Nisa'-7).
Dalam surat an-Nisa' ayat 11 :
”Allah mewasiatkan kepadamu tentang (bagian) anak-anakmu,
untuk seorang laki-laki seumpama bagian dua orang perempuan.
Kalau anak-anak itu perempuan saja lebih dari dua orang, untuk
mereka dua pertiga dari peninggalan, dan kalau perempuan itu
seorang saja, maka untuknya seperdua. Untuk dua orang ibu
bapak, untuk musing-masingnya seperenam dari peninggalan,
jika ia (mayat) mempunyai anak. Kalau mayat tiada mempunyai
anak dan yang mempusakai hanya ibu bapak saja, maka untuk
ibunya sepertiga, tetapi jika mayat mempunyai beberapa orang
saudara, maka untuk ibunya seperenam, sesudah dikeluarkan
wasiat yang diwasiatkannya atau hutanghutangnya.
Bapak-bapakmu dan anak-anakmu tiadalah kamu ketahui,
siapakah di antara mereka yang terlebih dekat manfa'atnya
kepadamu. Inilah suatu ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (an-Nisa'-11 ).

Selanjutnya surat an-Nisa' ayat 12 :


”Untukmu seperdua dari peninggalan isterimu, jika ia tidak
beranak, tetapi jika ia beranak, maka untukmu seperempat dari
peninggalannya, sesudah dikeluarkan wasiat yang iwasiatkannya
atau hutangnya. (Kalau kamu meninggal) untuk mereka (isteri-
22
isterimu) seperempat dari peninggalanmu, jika kamu tiada
mempunyai anak, kalau kamu mempunyai anak, maka untuk
mereka seperdelapan dari peninggalanmu, sesudah dikeluarkan
wasiat yang kamu wasiatkan atau hutang-hutangmu. Kalau laki-
laki atau perempuan yang diwarisi tiada beranak atau berbapak
dan baginya ada seorang saudara seibu laki-laki atau
perempuan, maka untuk masing-masing seperenam. Kalau
mereka (saudara seibu) lebih dari seorang maka mereka
berserikat pada sepertiga, sesudah dikeluarkan wasiat yang
diwasiatkannya atau hutanghutangnya, tanpa memberi
mudharat(kepada ahli warisnya) sebagai wasiat
(perintah) dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun”(an-Nisa'12).
Dalam surat yang sama ayat 176 :
“Mereka itu minta fatwa kepada engkau (ya Muhammad)
katakanlah:Allah memfatwakan kepadamu tentang kalalah. Jika
seorang manusia meninggal tak ada baginya anak dan ada
baginya saudara perempuan, maka untuk saudara perempuan itu
seperdua dari pada peninggalannya. Saudara laki-laki juga
Mempusakai saudara perempuannya,
jika tak ada anak bagi saudara perempuan itu. Jika saudara
perempuan dua orang maka untuk keduanya dua pertiga dari
peninggalannya saudaranya. Jika mereka itu beberapa orang
saudara, laki-laki dan perempuan, maka untuk seorang laki-laki
seumpama bagian dua orang perempuan. Allah menerangkan
kepadamu, supaya kamu jangan tersesat.
Allah Maha mengetahui tiap-tiap sesuatu (an-Nisa'-176).
23
7. Azas Individual : Perorangan
Azas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi pada
masing masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan.
Dalam pelaksanaannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam
nilai tertentu yang kemudian dibagi-bagikan kepada ahli waris
yang berhak menerimanya menurut kadar bagian masing-masing.
Azas Individual ini dapat dilihat dalam al-Qur'an surat an-Nisa'
ayat 7 :
“Untuk laki-laki ada bagian dari peninggalan ibu bapak dan karib
kerabat yang terdekat, dan untuk perempuan-perempuan ada
bagian pula dari peninggalan ibu bapak dan karib yang terdekat,
baik sedikit ataupun banyak, sebagai bagian yang telah
ditetapkan” (an-Nisa'-7).
Dalam surat an-Nisa ayat 8 :
“Apabila datang waktu pembagian pusaka, karib kerabat (yang
tidak mendapat bagian), anak-anak yatim dan orang orang
miskin, berilah mereka itu sekedamya dan katakanlah kepada
mereka perkataan yang baik (an-Nisa'8) Kemudian surat an-Nisa'
ayat 33 :
“Untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) kami adakan
ahli waris dari peninggalan ibu dan bapak dan karib kerabat yang
terdekat dan orang-orang yang telah bersumpah setia kepada
kamu, maka hendaklah kamu berikan kepada mereka bagiannya
masing-masing. Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas tiatiap
sesuatu” (an-Nisa'-33).
Begitu juga surat an-Nisa' ayat 11 :

24
”Allah mewasiatkan kepadamu tentang (bagian) anak-
anakmu,untuk seorang laki-laki seumpama bagian dua orang
perempuan. Kalau anak-anak itu perempuan saja lebih dari dua
orang, untuk mereka dua pertiga dari peninggalan, dan kalau
perempuan itu seorang saja, maka untuknya seperdua. Untuk
dua orang ibu bapak, untuk masing-masingnya Seperenam dari
peninggalan, jika ia (mayat) mempunyai anak. Kalau mayat tiada
Mempunyai anak dan yang mempusakai hanya ibu bapak saja,
maka untuk ibunya sepertiga, tetapi jika mayat mempunyai
beberapa orang saudara, maka untuk ibunya seperenam,
sesudah dikeluarkan wasiat yang diwasiatkannya atau hutang-
hutangnya. Bapak-bapakmu dan anak-anakmu tiadalah kamu
ketahui, siapakah di antara mereka yang terlebih dekat
manfa'atnya kepadamu. Inilah suatu ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Menngetahui lagi Maha
Bijaksana (an-Nisa'-11 ).
Surat an-Nisa' ayat 12 :
“Untukmu seperdua dari peninggalan isterimu, jika ia tidak
beranak, tetapi jika ia beranak, maka untukmu seperempat dari
peninggalannya, sesudah dikeluarkan wasiat yang
diwasiatkannya atau hutangnya. (Kalau kamu meninggal) untuk
mereka (isteri-isterimu) seperempat dari peninggalanmu, jika
kamu tiada mempunyai anak, kalau kamu mempunyai anak,
maka untuk mereke seperdelapan dari peninggalanmu, sesudah
dikeluarkan wasiat yang kamu wasiatkan atau hutang-hutangmu.
Kalau laki-laki atau perempuan yang diwarisi tiada beranak atau
berbapak dan baginya ada seorang saudara seibu laki-laki atau
perempuan, maka untuk masing-masing seperenam. Kalau
25
mereka (saudara seibu) lebih dari seorang maka mereka
berserikat pada sepertiga, sesudah dikeluarkan wasiat yang
diwasiatkannya atau hutanghutangnya, tanpa memberi mudharat
(kepada ahli warisnya) sebagai wasiat (perintah) dari Allah. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun (an-Nisa'- 12).
Surat An-Nisa ayat 176 :
”Mereka itu minta fatwa kepada engkau (ya Muhammad)
katakanlah : Allah memfatwakan kepadamu tentang kalalah. Jika
seorang manusia meninggal tak ada baginya anak dan ada
baginya saudara perempuan, maka untuk saudara perempuan itu
seperdua dari pada peninggalannya. Saudara laki-laki
juga mempusakai saudara perempuannya, jika tak ada anak bagi
saudara perempuan itu. Jika saudara perempuan dua orang
maka untuk keduanya dua pertiga dari peninggalannya
saudaranya. Jika mereka itu beberapa orang saudara, laki-laki
dan perempuan, maka untuk seorang laki-laki seumpama
bagian dua orang perempuan. Allah menerangkan kepadamu,
supaya kamu
jangan tersesat. Allah Maha Mengetahui tiap-tiap sesuatu (an-
Nisa'-1.76).
8. Azas Keadilan yang Berimbang
Azas ini mengandung pengertian bahwa harus ada
keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang dari harta
warisan dengan kewajiban atau beban biaya kehidupan yang

26
harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya,
mendapat bagian yang sebanding dengan kewajiban yang
dipikulnya masing-masing (kelak) dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat. Seorang laki-laki menjadi penanggung jawab dalam
kehidupan keluarga, mencukupi keperluan hidup anak dan
isterinya sesuai (QS.2:233) dengan kemampuannya.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 233 :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah
seorang itu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak
ada
dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan” (Qs. 2:233)
Begitu juga pada surat At-Talaaq ayat 7 :
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar)

27
apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan. (Qs. 65:7)
Tanggung jawab tersebut merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan, terlepas dari persoalan apakah isterinya mampu
atau tidak, anak-anaknya memerlukan bantuan atau tidak.
Berdasarkan keseimbangan antara hak yang diperoleh dan
kewajiban yang harus ditunaikan, sesungguhnya apa yang
diperoleh seseorang laki-laki dan seorang perempuan dari harta
warisan manfaatnya akan sama mereka rasakan.
9. Azas Kematian
Makna azas ini adalah bahwa kewarisan baru muncul bila ada
yang meninggal dunia. Ini berarti kewarisan semata-mata sebagai
akibat dari kematian seseorang. Menurut ketentuan hukum
Kewarisan Islam, peralihan harta seseorang kepada orang lain
yang disebut kewarisan terjadi setelah orang yang mempunyai
harta itu meninggal dunia, artinya harta seseorang tidak dapat
beralih kepada orang lain (melalui pembagian harta warisan)
selama orang yang mempunyai harta itu masih hidup, dan segala
bentuk peralihan harta-harta seseorang yang masih hidup kepada
orang lain, baik langsung maupun yang akan dilaksanakan
kemudian sesudah kematiannya, tidak termasuk ke dalam
kategori kewarisan menurut hukum Islam.
Dengan demikian, kewarisan Islam adalah kewarisan yang
menurut Kitab Undangundang Hukum Perdata (BW) disebut
kewarisan ab intestate dan tidak mengenal kewarisan atas dasar
wasiat yang disebut testamen.
10. Azas Membagi Habis Harta Warisan

28
Membagi habis semua harta peninggalan sehingga tidak tersisa
adalah azas dari penyelesaian pembagian harta warisan. Dari
menghitung dan menyelesaikan pembagian dengan cara :
Menentukan siapa yang menjadi Ahli waris dengan bagiannya
masingmasing, membersihkan/memurnikan harta warisan seperti
hutang dan Wasiat, sampai dengan melaksanakan pembagian
hingga tuntas. Begitu juga apabila terjadi suatu keadaan dimana
jumlah bagian dari semua ahli waris lebih besar dari masalah
yang ditetapkan, atau sebaliknya terjadi suatu keadaan dimana
jumlah bagian dari semua ahli waris yang ada lebih kecil dari asal
masalah yang ditetapkan,telah diatur hingga harta warisan habis
terbagi sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Kompilasi Hukum Islam tentang Aul dan Rad pasal 192 berbunyi :
Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris
Dzawil Furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar
dari pada angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka
pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan dibagi secara aul
menurut angka pembilang.
Pada pasal 193 berbunyi : Apabila dalam pembagian harta
warisan diantara para ahli
waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang
lebih.kecil dari pada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli
waris asabah, maka angka pembagian harta warisan tersebut
dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing
ahli waris sedangkan sisanya dibagi secara berimbang diantara
mereka.

29
Dari sepuluh azas Hukum Kewarisan dalam Islam tidak terdapat
yang berkaitan dengan azas perdamaian, walaupun memang
Hukum Kewarisan Islam pada dasarnya bersifat mengatur
(regelen), tidak bersifat mutlak (dewingend) dalam arti para pihak
dimungkinkan untuk membagi warisan di luar ketentuan itu,
tentunya sepanjang kesepakatan dan kehendak masingmasing.
Akan tetapi karena ketentuan hukum waris dalam Islam dalam
Pelaksanaannya merupakan pengabdian kepada Allah SWT dan
sebagai salah satu bentuk ibadah, maka penyimpangan terhadap
ketentuan waris secara Islam semestinya tidak terjadi, sebab bila
terjadi, maka termasuk orang yang merugi.
Jalan keluarnya agar kita tidak merugi adalah : selesaikan dahulu
pembagian waris secara Islam, kemudian setelah kita terima
bagiannya atau sekurang-kurangnya sudah tahu bagian kita,
barulah kita serahkan kepada pihak lain bagian itu baik kepada
orang tua, saudara atau lainnya dalam bentuk shadaqoh, hibah
atau hadiah. Dengan demikian kita sudah melakukan dua macam
ibadah kepada Allah SWT dalam objek yang sama; yaitu dengan
cara membagi waris secara Islam dan memberi shadaqoh kepada
orang lain. Keduanya merupakan bagian dari ibadah kepada
Allah SWT.
Demikian, semoga Allah SWT selalu membimbing kepada kita
semua. Amin.

Ahli Waris Dzawil Furudh dan Pembagiannya Sesuai Dalil Al-


Qur'an

30
Ilustrasi ahli waris dzawil furudh dan pembagiannya menurut Al-
Qur'an. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Thitiphat Khuankaew)
Jakarta - Dzawil furudh merupakan satu dari dua macam ahli
waris dalam Islam. Kata furudh merupakan jamak dari fardh yang
secara bahasa diartikan al qath (ketetapan yang pasti), at taqdir
(ketentuan), atau al-bayan (penjelasan).
Dijelaskan dalam buku Hukum Waris: Panduan Dasar untuk
Keluarga Muslim tulisan Asman, fardh adalah bagian dari warisan
yang telah ditentukan atau bagian yang ditentukan secara syariat
untuk ahli waris tertentu. Sementara itu, kata furudh muqaddarah
dalam Al-Qur'an berarti pembagian ahli waris secara fardh yang
telah ditentukan jumlahnya.

Adapun, pengertian ahli waris secara umum ialah orang yang


mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris seperti dikutip dari buku Hukum Waris Islam
oleh Dr Iman Jauhari Sh M Hum dan Dr T Muhammad Ali Bahar
SH MKn.

Ketentuan mengenai pembagian warisan tersemat dalam Al-


Qur'an surat An Nisa ayat 11, Allah SWT berfirman:

ۖ ‫ُيوِص يُك ُم ٱُهَّلل ِفٓى َأْو َٰل ِد ُك ْم ۖ ِللَّذ َك ِر ِم ْث ُل َح ِّظ ٱُأْلنَث َي ْي ِن ۚ َفِإن ُك َّن ِنَس ٓاًء َفْو َق ٱْث َنَت ْي ِن َفَلُهَّن ُثُلَث ا َم ا َت َر َك‬
‫َو ِإن َك اَنْت َٰو ِحَد ًة َفَلَه ا ٱلِّن ْص ُف ۚ َو َأِلَبَو ْي ِه ِلُك ِّل َٰو ِحٍد ِّم ْن ُهَم ا ٱلُّس ُد ُس ِمَّما َت َر َك ِإن َك اَن َلُهۥ َو َلٌد ۚ َفِإن َّلْم‬
‫َي ُك ن َّلُهۥ َو َلٌد َو َو ِر َث ُهٓۥ َأَبَو اُه َفُأِلِّمِه ٱلُّث ُلُث ۚ َفِإن َك اَن َلُهٓۥ ِإْخ َو ٌة َفُأِلِّمِه ٱلُّس ُد ُس ۚ ِم ۢن َب ْع ِد َو ِص َّيٍة ُيوِص ى‬
‫ِبَه ٓا َأْو َدْي ٍن ۗ َء اَب ٓاُؤ ُك ْم َو َأْب َن ٓاُؤ ُك ْم اَل َت ْد ُروَن َأُّيُهْم َأْق َر ُب َلُك ْم َن ْف ًعاۚ َفِر يَض ًة ِّم َن ٱِهَّللۗ ِإَّن ٱَهَّلل َك اَن َع ِليًما‬
‫َح ِكيًما‬

Artinya: "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian


pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki
sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
31
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,"

Apa yang Dimaksud dengan Dzawil Furudh?


Dzawil furudh adalah para ahli waris yang menurut syariat telah
ditetapkan bagian-bagian tertentunya bagi mereka mengenai
'tirkah', yakni harta atau manfaat yang ditinggal mati seseorang,
atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah
yang ditentukan oleh syar'i.

Sementara itu, mazhab Syafi'i mengartikan dzawi furudh sebagai


ahli waris yang bagiannya telah ditentukan dalam Al-Qur'an.
Bagian-bagian tersebut ditetapkan dalam nash Al-Qur'an, yaitu
setengah (½), seperempat (¼), seperdelapan (⅛), dua pertiga
(⅔), sepertiga (⅓), dan seperenam (⅙).

Dzawil furudh sababiyah yaitu ahli waris yang memperoleh harta


warisan karena hubungan pernikahan, terdiri dari suami dan istri.
Lain halnya dengan dzawil furudh nasabiyah yang artinya ahli
waris menerima harta warisan karena faktor nasab atau
keturunan.
Adapun, terdapat 10 pihak yang terhitung sebagai sebab nasab,
antara lain sebagai berikut:
1.Ayah
2.Ibu
32
3.Anak perempuan
4.Cucu perempuan dari anak laki-laki
5.Saudara perempuan sekandung
6.Saudara perempuan seayah
7.Saudara laki-laki seibu
8.Saudara perempuan seibu
9.Kakek
10.Nenek
Pembagian Dzawil Furudh Berdasarkan Dalil Al-Qur'an
Merujuk pada beberapa potongan ayat surat An Nisa, berikut
merupakan pembagian harta waris bagi dzawil furudh.

1. Dzawil Furudh dengan Bagian Setengah (½) Harta Waris


Surat An-Nisa ayat 12

‫ۚ َو َلُك ْم ِنْص ُف َم ا َت َر َك َاْز َو اُج ُك ْم ِاْن َّلْم َي ُك ْن َّلُهَّن َو َلٌد‬

Artinya: "Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang


ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak,"

Surat An-Nisa ayat 176

‫َي ْس َت ْفُتْو َن َۗك ُقِل ُهّٰللا ُيْف ِتْي ُك ْم ِفى اْلَك ٰل َلِةۗ ِاِن اْمُرٌؤ ا َه َلَك َلْي َس َلٗه َو َلٌد َّو َلٓٗه ُاْخ ٌت َفَلَه ا ِنْص ُف َم ا َت َر َۚك‬

Artinya: "Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalālah).


Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalālah,
(yaitu) jika seseorang meninggal dan dia tidak mempunyai anak,
tetapi mempunyai seorang saudara perempuan, bagiannya
(saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang
ditinggalkannya,"

2. Dzawil Furudh dengan Bagian Seperempat (¼) Harta Waris


Surat An-Nisa ayat 12

‫َفِاْن َك اَن َلُهَّن َو َلٌد َفَلُك ُم الُّر ُبُع ِمَّما َت َر ْك َن‬


33
Artinya: "Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya,"

Surat An-Nisa ayat 12

‫ۚ َو َلُهَّن الُّر ُبُع ِمَّما َت َر ْكُتْم ِاْن َّلْم َي ُك ْن َّلُك ْم َو َلٌد‬

Artinya: "Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu


tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak,"

3. Dzawil Furudh dengan Bagian Seperdelapan (⅛) Harta Waris


Surat An-Nisa ayat 12

‫َفِاْن َك اَن َلُك ْم َو َلٌد َفَلُهَّن الُّث ُمُن ِمَّما َت َر ْكُتْم‬

Artinya: "Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri)


seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan,"

4. Dzawil Furudh dengan Bagian Dua Pertiga (⅔) Harta Waris


Surat An-Nisa ayat 176

‫ۗ َفِاْن َك اَنَت ا اْث َنَت ْي ِن َفَلُهَم ا الُّث ُلٰث ِن ِمَّما َت َر َك‬

Artinya: "Akan tetapi, jika saudara perempuan itu dua orang, bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan,"

Surat An-Nisa ayat 11

‫ۚ َفِاْن ُك َّن ِنَس ۤا ًء َفْو َق اْث َنَت ْي ِن َفَلُهَّن ُثُلَث ا َم ا َت َر َك‬

Artinya: "Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya


lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan,"

34
4. Dzawil Furudh dengan Bagian Sepertiga (⅓) Harta Waris
Surat An-Nisa ayat 11

‫ۚ َفِاْن َّلْم َي ُك ْن َّلٗه َو َلٌد َّو َو ِر َثٓٗه َاَب ٰو ُه َفُاِلِّمِه الُّث ُلُث‬

Artinya: "Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan


dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat
sepertiga,"

Surat An-Nisa ayat 12

‫َفِاْن َك اُنْٓو ا َاْك َث َر ِم ْن ٰذ ِلَك َفُهْم ُشَر َك ۤا ُء ِفى الُّث ُلِث‬

Artinya: "Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu)


lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang
sepertiga itu,"

5. Dzawil Furudh dengan Bagian Seperenam (⅙) Harta Waris


Surat An-Nisa ayat 11

‫ۚ َو َاِلَبَو ْي ِه ِلُك ِّل َو اِحٍد ِّم ْن ُهَم ا الُّس ُد ُس ِمَّما َت َر َك ِاْن َك اَن َلٗه َو َلٌد‬

Artinya: "Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing


seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal)
mempunyai anak,"

Surat An-Nisa ayat 12


‫َو ِاْن َك اَن َر ُجٌل ُّيْو َر ُث َك ٰل َلًة َا اْم َر َاٌة َّو َلٓٗه َاٌخ َاْو ُاْخ ٌت َفِلُك ِّل َو اِحٍد ِّم ْن ُهَم ا الُّس ُد ُۚس‬
‫ِو‬

Artinya: "Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan,


meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang
saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta,"
35
(aeb/erd)
dzawil furudh ahli waris hikmah pembagian waris ilmu waris
warisan Suka Bikin Konten? Yuk Daftar Emeron Hijab Hunt 2023
dan Dapatkan Hadiah Total Ratusan Juta Rupiah serta Umrah
Rekomendasi untuk Anda Rekomendasi Lainnya detikInet
Amerika Perintahkan Ikan Gabus Dibunuh, Kenapa?

hukum waris Islam ialah aturan yg dirancang buat mengatur


dalam hal pengalihan atau perpindahan harta seseorang yg
sudah meninggal kepada orang atau keluarganya yang masih
hidup yg diklaim menjadi ahli waris. Sedangkan pada Kompilasi
hukum Islam di pasal 171 yang mengungkapkan tentang waris,
memiliki pengertian “hukum waris islam sepenuhnya ialah aturan
yg dirancang untuk mengatur terkait pemindahan hak kepemilikan
harta peninggalan pewaris, serta memilih siapa saja yang berhak
menerima serta menjadi ahli warisnya, dan jua jumlah bagian tiap
ahli waris”. oleh sebab itulah, di dalam hukum waris Islam jua
tertera hukum pada memilih siapa yang akan sebagai ahli waris,
jumlah bagian berasal masing-masing para ahli waris, hingga
jenis harta waris atau peninggalan apa yang diberikan sang
pewaris kepada pakar warisnya.

sebagai akibatnya banyak makalah hukum waris Islam yg berkata


bahwa Al-Qur’an memang menjadi landasan utama menjadi
dasar hukum pada penentuan pembagian waris. karena seperti
yang diketahui bahwa masih sangat sedikit ayat-ayat di Al-Qur’an
yg merincikan suatu hukum dengan detail, kecuali dilema ihwal
aturan waris. Sedangkan buat masalah ketetapan pada hal-hal
pewarisan, umumnya bersumber asal hadis yg dikeluarkan sang
Rasulullah SAW.

36
Undang-undang yg Mengatur Wasiat dan hukum Waris Islam
pada Indonesia

sumber Foto: Jirapong Manustrong via. Shutterstock


pada hukum waris Islam, tidak hanya membahas perihal
pembagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris. tetapi pula ada
hukum terkait peralihan harta yang ditinggalkan oleh pewaris
karena meninggal dunia. pada peralihan harta asal pewaris ke
ahli warisnya, ternyata ada rapikan caranya yaitu melalui cara
wasiat.

Berbicara ihwal hukum waris Islam yang memang berlandaskan


pada ayat-ayat Al-Qur’an, hal-hal wacana wasiat pula ada dalam
Al-Qur’an serta jua hukum Islam Indonesia. Berikut beberapa di
antaranya:

pada surah Al-Baqarah pada ayat 180, dijelaskan bahwa wasiat


merupakan sebuah kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa
kepada Allah SWT. Melihat dari ilustrasi tersebut, pengertian asal
wasiat itu sendiri adalah sebuah pernyataan cita-cita wacana
harta kekayaan milik pewaris sesudah mati nanti, yg mana hal ini
dilakukan sebelum terjadinya kematian.
tidak hanya dalam surah Al-Baqarah saja, hal-hal wacana wasiat
juga tertera pada surah An-Nisa di ayat 11-12. pada ayat surah
An-Nisa tadi, menyatakan bahwa dalam aturan waris Islam
kedudukan wasiat sangat krusial sehingga wajib didahulukan
sebelum dilakukannya pembagian harta yg ditinggalkan oleh
pewaris pada para ahli warisnya.
hukum waris Islam PDF di Indonesia juga diatur dalam KHI
(Kompilasi hukum Islam) sesuai dalam Instruksi Presiden nomor
1 Tahun 1991. Dimana KHI ialah sebuah Peraturan Perundang-
undangan yg menyangkut hal-hal Perwakafan, Perkawinan,
termasuk juga hal-hal Pewarisan. KHI sendiri berlandaskan di Al-
Qur’an serta hadis Rasulullah, yang mana akan digunakan secara

37
khusus sang Pengadilan kepercayaan buat menjalankan
tugasnya pada menangani konflik famili rakyat Islam pada
Indonesia.

KHI berisi tiga buku yg masing-masing nya dibagi menjadi


beberapa Bab dan Pasal. buat bidang aturan waris Islam, ada
pada buku II KHI berjudul “hukum Kewarisan”. buku KHI bidang
aturan waris Islam ini terdiri atas 6 Bab dan 44 Pasal. Rincian dari
buku II KHI menjadi berikut:

Bab 1 : Ketentuan umum (Pasal 171)

Bab dua : ahli Waris (Pasal 172 – Pasal 175)

Bab tiga : Besarnya Bagian (Pasal 176 – Pasal 191)

Bab 4 : Aul dan Rad (Pasal 192 – Pasal 193)

Bab lima : Wasiat (Pasal 194 – Pasal 209)

Bab 6 : bantuan gratis (Pasal 210 – Pasal


214)

buat hal-hal yg mengatur wacana wasiat dalam KHI, ada di Bab V


tepatnya pada pasal 194 hingga pasal 209. Isinya lebih kurang
seperti ini:

Pasal 194 hingga pasal 208 pada hukum waris Islam KHI,
mengatur terkait dengan wasiat biasa. Sedangkan di pasal 209,
lebih mengatur terkait wasiat khusus yang diberikan buat orang
tua angkat atau anak angkat.
Pasal 195 dalam aturan waris Islam KHI, menjelaskan bahwa ada
2 bentuk wasiat yaitu ekspresi serta tertulis (baik berupa akta
pada bawah tangan ataupun akta notaris). kedua bentuk wasiat
38
ini diklaim sah bila disaksikan sang setidaknya dua orang menjadi
saksi.
KHI menjadi aturan waris Islam sepenuhnya brainly, pula
mengatur tentang hadiah wasiat. Dimana hukum ini menyebutkan
bahwa pemberian harta waris dibatasi dengan ketentuan
aporisma 1/3 berasal harta waris milik pewaris, atau bisa lebih
Bila para pakar waris menyetujuinya. Tujuan dari adanya hukum
batasan wasiat ini merupakan buat melindungi para pakar waris
dan mencegah terjadinya praktik wasiat yg bisa merugikan para
ahli waris.
Penggolongan grup pakar Waris pada aturan Waris Islam
berdasarkan Kompilasi hukum Islam
Melihat asal rincian Bab dan Pasal pada kitab II aturan waris
Islam KHI, hal-hal tentang ahli waris diatur pada Bab dua yang
terdiri asal Pasal 172 sampai Pasal 175. dalam Bab ini, ahli waris
diartikan sebagai orang yang memiliki korelasi perkawinan atau
hubungan darah dengan pewaris yang mangkat dunia. Tentunya
orang tersebut juga beragama Islam serta tidak terhalang aturan
buat saat akan menjadi pakar waris.

pada aturan waris Islam, ada penggolongan gerombolan pakar


waris yg langsung diatur sang KHI. Penggolongan gerombolan
ahli waris tadi diatur di Pasal 174, berbunyii:

Penggolongan gerombolan dari korelasi Darah


Golongan laki-laki pria, yaitu ayah, anak lakipria, saudara laki-laki
pria, paman, dan juga kakek.
Golongan perempuan , yaitu bunda, anak perempuan , saudara
wanita, serta pula nenek.
Penggolongan grup berdasarkan korelasi Perkawinan
grup ini terdiri dari janda ataupun duda.
namun Bila para ahli waris terdapat, yang paling berhak
mendapatkan waris artinya anak, bunda, ayah, dan pula duda
atau janda. buat urutan ahli waris, menjadi berikut:

39
Anak laki-laki -lakipria
Anak perempuan
Ayah
ibu
Paman
Kakek
Nenek
Saudara laki-laki
Saudara perempuan
Janda
Duda
terdapat jua penggolongan kelompok pakar waris asal segi
pembagian dalam hukum waris Islam KHI, yg dibagi menjadi tiga
kategori yaitu:

kelompok ahli waris Dzawil Furudh, yg mendapat pembagian


absolut. Terdiri dari, anak perempuan , ayah, ibu, istri (janda),
suami (duda), saudara lakipria atau saudari perempuan seibu,
dan saudara perempuan kandung (seayah).
kelompok pakar waris yg tidak dipengaruhi pembagiannya, terdiri
asal :
Anak pria dan keturunannya
Anak wanita dan keturunannya (Jika beserta anak laki-laki -
lakipria)
Saudara lakipria beserta saudara wanita (Bila pewaris tidak
mempunyai keturunan serta ayah)
Kakek dan nenek
Paman dan bibi (baik asal pihak ayah maupun bunda, serta
keturunannya)
kelompok ahli waris pengganti di atur pada Pasal 185 dalam
hukum waris Islam KHI, yang mana berbunyi: pakar waris
mengalami peristiwa kematian lebih dahulu asal pewaris nya,
maka kedudukannya bisa digantikan oleh:
Anak berasal pakar waris tersebut (kecuali orang yg terhalang

40
hukum sesuai Pasal 173).
Keturunan berasal saudara lakipria/wanita sekandung
Nenek serta kakek asal pihak ayah
Nenek serta kakek berasal pihak bunda
Bibi dan paman beserta keturunannya, dari pihak ayah (Bila tidak
terdapat nenek dan kakek asal pihak ayah).
Rukun Warisan
Sama dengan persoalan-problem lainnya, waris juga memiliki
beberapa rukun yang wajib dipenuhi. karena Bila tidak dipenuhi
keliru satu rukun tadi, harta waris tidak bisa dibagikan kepada
para pakar waris. buat menghindari hal tadi, berikut beberapa
rukun warisan berdasarkan aturan waris yang dilansir asal
rumaysho.

Orang yang mewariskan atau secara Islam diklaim Al-Muwarrits,


dalam hal ini orang yang sudah tewas global (mayit) yang berhak
mewariskan harta bendanya.
Orang yg mewarisi atau Al-Warits, yaitu orang yang mempunyai
ikatan kekeluargaan dengan mayit berdasarkan karena-sebab yg
menjadikannya sebagai orang yg mampu mewarisi.
Harta warisan atau Al-Mauruts, artinya mal yang ingin diwariskan
sebab ditinggalkan sang mayit selesainya peristiwa kematiannya.
Besaran Bagian ahli Waris
Setiap pakar waris memiliki besaran bagian masing-masing pada
hukum waris Islam. buat mengetahui hal tersebut, kamu bisa
melihat tabel pembagian harta warisan dari Islam di bawah ini.

pakar Waris Besaran Bagian informasi


1 anak perempuan 1/2 seseorang diri
dua atau lebih anak perempuan dua/3 bersama-sama
Anak wanita bersamaan dengan anak lakipria 2 : 1 dua buat laki-
laki pria, serta 1 buat perempuan
Ayah sepertiga atau 1/6 Bila tidak terdapat keturunan / Bila ada
keturunan

41
bunda 1/6 atau sepertiga Bila ada keturunan atau saudara
dengan jumlah dua atau lebih / Bila tidak ada keduanya
bunda 1/3 sisa berasal duda atau janda Jika beserta dengan ayah
Duda setengah atau seperempat Jika tak terdapat keturunan/ Jika
terdapat keturunan
Janda 1/4 atau 1/8 Bila tidak ada keturunan/ Jika terdapat
keturunan
Saudara lakipria dan wanita Seibu 1/6 atau sepertiga *tidak
terdapat keturunan dan ayah
Masing-masing / Bila jumlah dua atau lebih bersamaan

Saudara Kandung Seayah 1/2 atau dua/tiga Bila sendiri / Jika


jumlah dua atau lebih bersama-sama
Saudara laki-laki pria Seayah 2 : 1 dengan Saudara perempuan
Pengganti tidak melebihi berasal ahli waris yang digantikan

Pembagian Warisan ke Anak wanita


Pembagian harta warisan menurut Islam buat anak wanita bisa
dilihat dari kedudukan anak perempuan tersebut. Bila anak wanita
itu ialah anak tunggal, maka warisan yang didapatkan nya
merupakan setengah bagian. namun bila memiliki dua atau lebih
anak perempuan , maka secara beserta mendapatkan 2/tiga
bagian.

berdasarkan aturan waris Islam, apabila pewaris mempunyai


anak perempuan serta juga anak pria. Maka anak laki-laki pria
dua : 1 anak perempuan bagian yang dihasilkan nya.

Pembagian Warisan ke Istri atau Janda


Pembagian harta warisan Jika suami meninggal menurut Islam
buat istri atau janda merupakan istri atau janda tersebut akan
menerima setengah bagian dari harta beserta menggunakan
suaminya. 1/2 lebih harta beserta (milik suami) akan dibagikan ke
istri atau janda dan anak-anaknya, dengan besaran bagian sama
42
besar buat masing-masing. tetapi sinkron menggunakan hukum
waris Islam ketika suami mangkat , bila suami tidak mempunyai
anak, maka istri atau janda akan menerima seperempat bagian.
tetapi Jika suami memiliki anak, maka istri atau janda menerima
seperdelapan bagian.

Pembagian Warisan ke Ayah


hukum waris Islam mengatur pembagian warisan ke Ayah
mempunyai besaran bagian yang relatif akbar. Dimana ayah
berasal pewaris akan mendapatkan 1/3 bagian asal jumlah
warisan yang ditinggalkan oleh pewaris (anaknya). namun syarat
tadi berlaku selama pembagian warisan Jika tidak punya anak
604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27. apabila pewaris
mempunyai keturunan, maka besaran bagian ayah lebih kecil
lebih kurang seperenam bagian.

Pembagian Warisan ke bunda


bunda pewaris jua berhak menerima warisan. pada aturan waris
Islam, ibu akan menerima sepertiga bagian asal jumlah warisan
yang ditinggalkan oleh pewaris (anaknya) apabila tidak memiliki
keturunan. Jika terdapat keturunan, maka bunda hanya menerima
seperenam bagian. tetapi ini berlaku Jika ibu sudah tidak
bersama ayah. Bila masih bersama, maka ibu hanya menerima
1/3 bagian asal hak istri atau janda.

Pembagian Warisan ke Anak


604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27
pada aturan waris Islam, anak
604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27 memiliki bagian lebih
akbar dibandingkan dengan anak wanita asal pewaris. sekitar dua
kali lipat lebih akbar bagiannya. namun Bila anak
604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27 itu anak tunggal, maka
bagiannya sebagai 1/2 berasal jumlah warisan pewaris
(ayahnya).

43
Warisan Properti di hukum Waris Islam
Warisan properti di hukum waris Islam, tidak hanya berupa uang,
perhiasan, ataupun benda berharga lainnya. Melainkan mampu
jua warisan properti seperti tanah, sawah/ladang, serta juga
rumah. buat pembagiannya sendiri permanen berdasarkan pada
besaran bagian yang sudah di atur pada hukum.

prosedur Pelaporan Peralihan Hak Properti selesainya Waris


Warisan properti yang diberikan biasanya memakai nama
pewaris, sehingga tidak heran Jika pakar waris ingin melakukan
peralihan agar memakai namanya. Berikut prosedur yang perlu
dilakukan:

Isi formulir permohonan serta pemohon wajib menandatangani


nya pada atas materai.
gunakan surat kuasa, Bila pemohon dikuasakan.
Fotocopy KTP serta KK para pakar waris (pemohon), surat kuasa
(Jika dikuasakan), SPPT dan PBB sesuai tahun berjalan. untuk
dicocokkan menggunakan yg asli oleh petugas Kementerian
Agraria dan tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada loket.
Membawa sertifikat asli warisan properti.
SK waris sinkron dengan peraturan perundang-undangan.
Akta wasiat notaris.
Penyerahan bukti BPHTB (SSB) untuk perolehan properti lebih
asal Rp 60.000.000;
Penyerahan bukti pembayaran uang pemasukan (saat registrasi
hak)
Proses tersebut membutuhkan saat lebih kurang lima hari jam
kerja buat proses peralihan hak properti. buat jumlah biaya ,
disesuaikan menggunakan nilai properti yang dikeluarkan oleh
pihak berwenang.

44
kondisi pakar Waris Berhak bisa Warisan dari aturan Waris Islam
kondisi bagi ahli waris yang berhak mendapatkan warisan dari
aturan waris Islam antara lain:

Pewaris dinyatakan meninggal dunia atau mangkat secara hukum


(dinyatakan oleh hakim).
Para pakar waris masih hidup saat akan diwarisi.
korelasi ahli waris menggunakan pewaris artinya pernikahan,
relasi, ataupun memerdekakan budak.
Menganut kepercayaan yang sama, yaitu Islam.
Dokumen Waris yang Perlu Dimiliki pakar Waris untuk menerima
Haknya
Para ahli waris yg ingin mendapatkan hak warisnya, perlu
memiliki dokumen-dokumen waris yg sesuai menggunakan
aturan waris Islam. Beberapa dokumen tadi ialah:

Akta waris dan SK waris yg disahkan sang lurah, dan ditetapkan


oleh camat (WNI).
membuat akta waris atau notaris (WNI keturunan Eropa, Arab,
Tionghoa, dan India).
Cara Pembuatan Dokumen Waris
Cara pembuatan dokumen waris sesuai hukum waris Islam
adalah menggunakan mempersiapkan berkas-berkas seperti:
Fotocopy KTP serta KK ahli waris, surat pengantar berasal RT
dan RW (menjadi saksi) yang sudah ditanda tangani, surat nikah
pewaris, akta kelahiran milik pakar waris. Nantinya kamu perlu
mengajukan kepada kelurahan dan dikukuhkan oleh camat.

hukum Waris Perdata


hukum waris perdata belum terkodifikasi secara baik, karena
warga Indonesia majemuk. salah satu hukum waris Islam yg
berlaku pada Perdata adalah hukum waris Barat (KUHPerdata
BW). hukum waris diatur bersama hukum benda, karena disebut

45
menjadi hak kebendaan (Pasal 528), dan adalah cara limitative
oleh undang-undang buat memperoleh hak waris (Pasal 584).

contoh Perhitungan
berdasarkan aturan waris Islam, contoh perhitungan atau
kalkulator waris Islam merupakan menjadi berikut.

Jika suami tewas dengan ahli waris ayah, bunda, istri, dan 3 anak
(1 laki-laki pria, dua perempuan ). Maka 1/6 bagian milik ayah dan
mak , 1/8 bagian milik istri, serta sisanya buat anak dengan
bagian laki-laki pria dua : 1 perempuan .
Bila ayah meninggal menggunakan ahli waris tiga anak laki-laki
pria, maka sepertiga bagian buat tiap anak, atau mampu pribadi
dibagi menjadi tiga.
Bila ibu mangkat menggunakan ahli waris suami, ibunya, serta
anak pria, maka seperempat bagian milik suami, 1/6 bagian milik
ibunya, dan sisanya buat anak laki-laki pria pewaris.
Jadi itulah ilustrasi model perhitungan waris berdasarkan aturan
waris Islam yang mungkin akan membantu kamu kedepannya
pada hal pembagian waris.

dari artikel Qoala ini, dapat diketahui bahwa berbagai hal-hal


terkait aturan waris Islam pada Indonesia. Mulai berasal undang-
undang yang mengatur, penggolongan grup ahli waris
berdasarkan hukum waris Islam, bagaimana pembagiannya yg
adil serta legal sinkron aturan waris Islam, sampai rukun atau
kondisi lainnya yang berkaitan menggunakan waris.

Perlu kamu ingat bahwa waris adalah hal sensitif pada


kekeluargaan. sebagai akibatnya usahakan dalam hal pembagian
perlu diperhatikan dengan baik, serta sebisa mungkin mengacu
pada aturan waris Islam. sebab masyarakat Indonesia sangat
yakin serta taat di apa yg telah diatur pada aturan waris Islam.
Selain itu, buat memberi perlindungan yang lebih optimal di diri
46
dan keluargamu, sebaiknya pakai asuransi jiwa yang tepat.
sekarang kamu bisa membeli premi jiwa terbaik yg sinkron
dengan budget di Qoala App. tidak hanya itu, kamu pula bisa
membaca aneka macam isu menarik tentang premi, keuangan,
serta gaya hidup di Qoala Blog. mari, cek iuran pertanggungan
terbaik untuk engkau dan keluarga di Qoala App sekarang

Ahli Waris Zawil Furud


Dalam Islam, ahli waris digolongkan menjadi tiga, yaitu ahli waris
zawil furud, ahli waris asabah, dan ahli waris zawil arham. Lalu apa itu
ahli waris zawil furud?

Ahli Waris Zawil Furud


Mengutip buku Modernisasi Hukum Keluarga Islam (Studi
Komparasi KHI) - Rajawali Pers Oleh M. Ulil Abshar, ahli waris zawil
furudh adalah kelompok ahli waris yang menerima bagian tertentu.
Besarnya bagian yang diterima ditentukan dalam Alquran dan hadist.

1. Ayah mendapat 1/6 bagian bila pewaris meninggalkan anak


keturunan, mendapat 1/3 bagian bila pewaris tidak meninggalkan
anak atau keturunan (eks Pasal 177 KHI jo. SEMARI No. 2 Tahun
1994).
2. Ibu mendapat 1/6 bagian bila pewaris mempunyai anak atau
keturunan atau pewaris mempunyai dua orang atau lebih saudara
(sekandung, seayah, seibu), mendapat 1/3 jika pewaris tidak
meningalkan anak/keturunan atau pewaris meninggalkan satu orang
saudara (sekandung, seayah, seibu).
47
3. Duda mendapat 1/4 bagian bila pewaris meninggalkan
anak/keturunan, mendapat 1/2 bagian bila pewaris tidak
meninggalkan anak/keturunan.
4. Janda mendapat 1/8 bagian bila pewaris mempunai anak/
keturunan, mendapat 4 bila pewaris tidak meninggalkan anak atau
keturunan.
5. Seorang anak perempuan mendapat ½ bagian, dua orang atau
lebih anak perempuan mendapat 2/3 bagian, bila tidak ada anak laki-
laki atau keturunan dari anak laki-laki.
6. Seorang saudara perempuan atau laki-laki (baik sekan- dung,
seayah, dan seibu) mendapat 1/6 bagian, apabila terdapat dua orang
atau lebih saudara (sekandung, seayah, dan seibu) mendapat 1/3
bagian, jika saudara (sekandung, seayah dan seibu) mewaris bersama
ibu pewaris.
7. Seorang saudara perempuan (sekandung, seayah dan seibu)
mendapat ½ bagian, dua orang atau lebih saudara perempuan
sekandung atau seayah mendapat 2/3 bagian, jika saudara perempuan
tersebut mewaris tidak bersama ayah dan tidak ada saudara laki-laki
atau keturunan laki-laki dari saudara laki-laki.

Ahli Waris Dzawil Ashabah


Ashabah adalah bentuk jamak dari kata ”ashib” yang berarti mengikat
dan menguatkan hubungan. Secara istilah, ashabah adalah ahli waris
yang bagiannya tidak ditetapkan, tetapi bisa mendapat semua harta
atau sisa harta, setelah harta tersebut dibagi kepada ahli waris dzawil
furudh.
ADVERTISEMENT

Ada tiga kemungkinan seseorang menjadi ahli waris ashabah, yaitu


sebagai berikut:

 Pertama, mendapat seluruh harta waris saat ahli waris dzawil furudh
tidak ada.
 Kedua, mendapat sisa harta waris bersama ahli waris dzawil furudh
saat ahli waris dzawil furudh ada.

48
 Ketiga, tidak mendapatkan sisa harta warisan karena telah habis
dibagikan kepada ahli waris dzawil furud

ada tiga macam ahli waris dzawil ashabah yang dikenal dalam Islam,
yaitu ashabah binafsihi, ashabah bilghair, dan ashabah ma'alghair.
Berikut penjelasan lengkapnya:

1. Ashabah Binafsihi
Ashabah binafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa harta warisan
dengan sendirinya, tanpa disebabkan orang lain. Ahli waris yang
masuk dalam kategori ini yaitu:

 Anak laki-laki
 Cucu laki-laki
 Ayah
 Kakek
 Saudara kandung laki-laki
 Sudara seayah laki-laki
 Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
 Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
 Paman kandung
 Paman seayah
 Anak laki-laki paman kandung
 Anak laki-laki paman seayah
 Laki-laki yang memerdekakan budak

Apabila semua ahli waris dzwil ashabah ada, maka tidak semuanya
mendapat bagian. Akan tetapi, harus didahulukan orang-orang yang
lebih dekat pertaliannya dengan pewaris. Jadi, penentuannya diatur
berdasarkan nomor urut di atas.
Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak
perempuan, maka mereka mengambil semua harta ataupun semua
sisa. Cara pembagiannya ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali
lipat dari bagian anak perempuan.

49
2. Ashabah Bilghair
, ashabah bilghair yaitu anak perempuan, cucu perempuan, saudara
perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-
laki mereka.
Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
ashabah.

Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang
perempuan menjadi ashabah.

Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang


perempuan menjadi ashabah.

Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang


perempuan menjadi ashabah

3. Ashabah Ma’al Ghair


Ashabah Ma'al Ghair Adalah Saudara perempuan sekandung
menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan (seorang atau
lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki. 2. Saudara
perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak
perempuan atau cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak
laki-laki.

‘Ashabah Ma’a Al Ghairi, Ayat 176 dari Surat An Nisa, Hadits


Ibnu Mas’ud Hak waris bagi ‘ashabah ma’a al ghair merupakan
bagian warisan yang tidak disebutkan dalam Al Quran secara
langsung, sebagaimana Allah ta’ala telah menyebutkan bagian
hak waris kepada ahli waris yang lain dalam surat An Nisa,
seperti bagian ½ , ¼, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6, bagian ‘ashabah bin
nafsi dan ‘ashabah bi al ghair.

‘Ashabah ma’a al ghair, mereka adalah ahli waris berupa


saudara perempuan mendapatkan hak waris secara ‘ashobah
bersama dengan kehadiran ahli waris berupa anak perempuan.

50
Hak waris ini hanya disebutkan dalam hadis. Sedangkan dalam
surat An Nisa, hanya disebutkan syarat waris bagi saudara
perempuan, yaitu dalam keadaan kalalah. Padahal, kalalah
adalah keadaan warisan tanda kehadiran bapak dan anak
perempuan. Oleh karena itu, terjadilah perbedaan pendapat di
antara para ulama tentang hak waris ‘ashabah ma’a al ghair.

Artikel ini bertujuan untuk membahas perbedaan pendapat ini,


yang dikaji dengan cara mengumpulkan segala dalil dan
argumen yang dipakai oleh pihak yang menetapkan hak waris
tersebut beserta pihak yang menafikannya. Pembahasan akan
berfokus pada bentuk argumen dari ayat 176 dalam surat al
Nisa dan dari hadis Ibnu Mas’ud yang menyatakan secara jelas
bahwa saudari perempuan tetap punya hak waris walaupun
ada anak perempuan di antara ahli waris. Perbandingan
argumentasi antara kedua dalil itu akan ditinjau berdasarkan
metode para ulama ushul dalam menyingkapi perbedaan dan
pertentangan antara dalil-dalil syariat. Hasil analisa yang
diperoleh menunjukkan bahwa memang benar secara lahiriah
terdapat pertentangan antara dua dalil ini. Akan tetapi, setelah
diselami lebih dalam ternyata pertentangan ini bukanlah
pertentangan yang sangat berseberangan, dia masih bisa
untuk dikomparasikan dan digabungkan dengan metode yang
dibahas oleh para ulama ushul. Sehinggadidapatkan ternyata
argumentasi dari hadis Ibnu Mas’ud menunjukkan ke sebuah
hukum baru yang sebelumnya didiamkan oleh ayat Al Quran.
Atau, bisa dikatakan bahwa argumentasi dalam hadis tersebut
menkhususkan sebuah hukum global yang disebutkan dalam
surat An Nisa. Dapat dipetik pula hikmah dari perbedaan sudut
pandang ulama terhadap dua dalil yang bertentangan. Serta
hikmah lain tentang penetapan hak perempuan dibandingkan
hak laki-laki dalam warisan.

Sebagaimana diketahui bahwa di dalam mendapatkan harta


warisan seorang ahli waris bisa melalui salah satu dari dua

51
cara, yakni dengan menjadi dzawil furudl yang mendapatkan
bagian pasti sebagaimana yang telah ditentukan di dalam Al-
Qur’an dan dengan menjadi ashabah untuk mendapatkan
bagian sisa. Di dalam ilmu faraidl (warisan) definisi ashabah
sebagaimana disampaikan oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili di
dalam kitab al-Mu’tamad adalah: ‫كل وارث ليس له سهم مقدر ويأخذ كل‬
‫ المال اذا انفرد ويأخذ الباقي بعد أصحاب الفروض‬Artinya: “Setiap ahli waris
yang tidak memiliki bagian yang telah ditentukan, ia mengambil
semua harta waris bila ia seorang diri dan mengambil sisa
harta waris setelah sebelumnya diambil oleh orang-orang yang
memiliki bagian pasti.” (Wahbah Az-Zuhaili, al-Mu’tamad fil
Fiqhis Syâfi’i, Damaskus, Darul Qalam, 2011, juz IV, halaman
383) Disyari’atkannya pengambilan harta waris dengan
ashabah didasarkan pada banyak ayat, hadis dan ijma’ para
ulama. Di antaranya dalam surat An-Nisa ayat 11 Allah
berfirman: ‫َو َأِلَبَو ْي ِه ِلُك ِّل َو اِحٍد ِم ْن ُهَم ا الُّس ُد ُس ِمَّما َت َر َك ِإْن َك اَن َلُه َو َلٌد َفِإْن َلْم َي ُك ْن َلُه‬
‫ َو َلٌد َو َو ِر َث ُه َأَبَو اُه َفُأِلِّمِه الُّث ُلُث‬Artinya: “Bagi kedua orang tua masing-
masing mendapatkan bagian seperenam dari harta yang
ditinggalkan orang yang meningal apabila ia memiliki anak.
Apabila orang yang meninggal tidak memiliki anak dan kedua
orang tuanya mewarisinya maka bagi ibunya bagian
seperttiga.” Dari ayat di atas bisa dipahami bahwa bila si
mayit memiliki anak maka bapak dan ibu masing-masing
mendapat bagian 1/6 sebagaimana dinyatakan ayat tersebut.
Namun bila si mayit tidak memiliki anak sementara yang
mewarisi adalah kedua orang tua, maka—sesuai kalimat ayat
tersebut—sang ibu mendapatkan bagian 1/3. Lalu berapa
bagian untuk sang bapak? Ayat tersebut tak menyebutkannya.
Lalu untuk siapa sisa harta setelah diambil 1/3 oleh ibu? Dari
sini para ulama memahami bahwa sisa harta waris tersebut
adalah bagian sang bapak. Dari sinilah adanya bagian
ashabah.

52
Macam-macam Ashabah Ada 2 (dua) macam ashabah di
dalam ilmu faraidl, yakni ashabah sababiyah dan ashabah
nasabiyah.

Ashabah sababiyah adalah ashabah karena adanya sebab,


yaitu sebab memerdekakan budak. Ketika seorang budak yang
telah dimerdekakan meninggal dunia dan tak memiliki kerabat
secara nasab maka sang tuan yang memerdekakannya bisa
mewarisi harta peninggalannya secara ashabah, sebagai
balasan atas kebaikannya yang telah memerdekakan sang
budak (Wahbah Az-Zuhaili, 2011: 385).

Sedangkan ashabah nasabiyah adalah ashabah karena


adanya hubungan nasab dengan si mayit. Mereka yang masuk
dalam kategori ini adalah semua orang laki-laki yang telah
disebutkan dalam pembahasan para penerima waris dari pihak
laki-laki selain suami dan saudara laki-laki seibu, keduanya
hanya menerima dari bagian pasti saja (Musthafa Al-Khin, al-
Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II, halaman
298). Dengan demikian maka yang termasuk dalam ashabah
nasabiyah adalah bapak, kakek, anak laki-laki, cucu laki-laki
dari anak laki-laki, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-
laki sebapak, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung,
anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak, paman
sekandung, paman sebapak, anak laki-lakinya paman
sekandung, dan anak laki-lakinya paman sebapak. Mereka
semua adalah para ahli waris yang bisa mendapatkan warisan
secara ashabah. Meskipun bapak dan kakek terkadang bisa
mengambil warisan melalui bagian pasti. Macam-macam
Ashabah Nasabiyah Para ulama membagi Ashabah
Nasabiyah menjadi 3 (tiga) macam, yakni:

1. Ashabah bin nafsi

2. Ashabah bil ghair

53
3. Ashabah ma’al ghair

Adapun penjelasan ketiga macam ashabah tersebut adalah


sebagai berikut:

Ashabah bin Nafsi

Ashabah bin nafsi adalah mereka yang memiliki nasab dengan


si mayit tanpa ada unsur perempuan (Musthafa Al-Khin,
2013:299). Yang termasuk dalam kategori ashabah ini adalah
semua ahli waris laki-laki sebagaimana telah disebut di atas.
Sesuai dengan namanya mereka bisa mendapatkan bagian
ashabah dengan sendirinya, bukan karena dijadikan ashabah
oleh ahli waris lain dan juga bukan karena bersamaan dengan
ahli waris yang lain. Kerabat-kerabat sang mayit dari golongan
perempuan (ibu, anak perempuan, cucu perempuan dan
sebagainya) dan siapa saja yang memiliki hubungan nasab
dengan si mayit dengan adanya unsur perempuan (seperti
cucu laki-laki dari anak perempuan, anak laki-laki dari saudara
perempuan dan sebagainya) tidak masuk dalam kategori
ashabah bin nafsi, mereka tidak bisa mendapatkan sisa harta
waris dengan sendirinya. Berikutnya dilihat dari sisi nasab
mereka yang masuk dalam ashabah bin nafsi diklasifikasi
dalam 4 (empat) sisi: 1. Sisi kemenakan (jihhatul bunuwwah),
terdiri dari anak keturunannya si mayit, seperti

anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, terus


kebawah.

2. Sisi kebapakan (jihhatul ubuwwah), terdiri dari orang tuanya


si mayit, seperti bapak dan kakek dari bapak.

3. Sisi kesaudaraan (jihhatul ukhuwwah), terdiri dari anak


keturunan bapaknya si mayit yang hubungan nasabnya
dengan si mayit tidak ada unsur perempuannya, seperti
saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, anak

54
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, dan anak laki-laki
dari saudara laki-laki sebapak.

4. Sisi kepamanan (jihhatul ‘umûmah), terdiri dari keturunan


kakeknya si mayit yang berupa orang laki-laki yang hubungan
antaranya dengan si mayit tidak diperantarai unsur perempuan,
seperti paman sekandung, paman sebapak, anak laki-lakinya
paman sekandung, dan anak laki-lakinya paman sebapak.
Dari sekian banyak pihak laki-laki yang masuk dalam kategori
ashabah bin nafsi tentunya tidak semuanya bisa mendapatkan
bagian waris. Sebagaimana pernah disinggung pada
pembahasan sebelumnya bahwa apabila semua ahli waris
berkumpul maka hanya orang-orang tertentu saja yang bisa
menerima warisan, selainnya terhalang. Begitu pula dengan
mereka yang mendapatkan bagian ashabah, bila semua
berkumpul maka sebagiannya terhalang oleh sebagian yang
lain. Para ulama faraidl membuat beberapa kaidah untuk
menentukan siapa saja para penerima ashabah yang bisa
tetap menerima warisan dan siapa saja yang terhalang
menerima warisan bila semua berkumpul. Dalam kaidah-
kaidah tersebut para ulama menjelaskan: 1. Ahli waris
ashabah yang masuk pada kategori yang lebih akhir tidak bisa
mendapat warisan bila ia bersamaan dengan ahli waris
ashabah yang masuk pada kategori sebelumnya. Sebagai
contoh, seorang bapak tidak bisa menerima warisan secara
ashabah bila ia bersamaan dengan seorang anak laki-laki atau
cucu laki-laki dari anak laki-laki. Ia hanya akan menerima
bagian 1/6, bukan ashabah. Saudara laki-laki sekandung tidak
bisa menerima warisan (mahjûb) bila ia bersamaan dengan
bapaknya si mayit. Demikian pula seorang paman terhalang
mendapat warisan (mahjûb) bila ia bersamaan dengan saudara
laki-laki. 2. Bila ahli waris ashabah dengan kategori yang
sama berkumpul maka ahli waris yang lebih jauh dari mayit
tidak bisa menerima warisan karena terhalang oleh ahli waris
yang lebih dekat ke mayit. Sebagai contoh kakek terhalang
55
mendapat warisan bila bersama dengan bapak, cucu laki-laki
terhalang bila bersama dengan anak laki-laki, dan seterusnya.
Dengan kata lain ahli waris yang bernasab ke mayit melalui
perantara tidak bisa menerima warisan bila bersamaan dengan
si perantara tersebut. Pada contoh di atas, seorang cucu laki-
laki itu berhubungan nasab dengan si mayit melalui perantara
anak laki-lakinya si mayit, maka sang cucu terhalang mendapat
waris karena bersamaan dengan anak laki-lakinya si mayit.
Seorang kakek berhubungan nasab dengan si mayit melalui
perantara bapaknya si mayit yang juga merupakan anaknya si
kakek. Maka ia terhalang mendapat warisan bila bersamaan
dengan bapaknya si mayit yang merupakan perantara antara
dirinya dengan si mayit. 3. Bila ada kesamaan sisi
kekerabatan dan setara pula derajat para ashabah namun
berbeda kekuatan kekerabatannya dengan si mayit, maka ahli
waris yang lebih kuat kekerabatannya dengan si mayit lebih
didahulukan dari pada ahli waris yang lebih lemah
kekerabatannya dengan si mayit. Sebagai contoh, saudara
laki-laki sekandung lebih kuat kekerabatannya dengan si mayit
dibanding saudara laki-laki sebapak. Karenanya saudara
sekandung lebih didahulukan dari pada saudara laki-laki
sebapak. Demikian pula paman sekandung lebih didahulukan
dari pada paman sebapak, dan seterusnya. 4. Bila ada
kesamaan para ahli waris dalam sisi kekerabatan, derajat, dan
kekuatan maka semuanya berhak untuk mendapatkan harta
warisan. Harta waris yang ada dibagi sama rata di antara
mereka. Seperti ahli waris yang terdiri dari tiga orang anak laki-
laki, atau terdiri dari empat orang saudara laki-laki sekandung,
dan seterusnya.

Ashabah bil Ghair

Ashabah bil ghair adalah setiap ahli waris perempuan yang


memiliki bagian pasti bila berbarengan dengan saudara laki-
lakinya maka ahli waris perempuan tersebut menjadi ahli waris

56
ashabah karena adanya saudara laki-laki tersebut. Dalam hal
ini seorang anak perempuan menjadi ashabah bila bersamaan
dengan anak laki-laki, cucu perempuan menjadi ashabah bila
bersamaan dengan cucu laki-laki, saudara perempuan
sekandung menjadi ashabah bila bersamaan dengan saudara
laki-laki sekandung, dan saudara perempuan sebapak menjadi
ashabah bila besamaan dengan sauadara laki-laki sebapak.
Dengan demikian maka bisa disimpulkan ada 4 (empat) ahli
waris yang masuk dalam kategori ashabah bil ghair di mana
keempatnya adalah ahli waris perempuan yang terdiri dari
anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara
perempuan sekandung, dan saudara perempuan sebapak bila
masing-masing bersamaan dengan orang yang
mengashabahkan (mu’ashshib)-nya. Bisa dipahami pula
keempat ahli waris tersebut adalah orang-orang perempuan
yang mendapatkan bagian pasti 1/2 dan 2/3 bila bersamaan
dengan mu’ashshib-nya. Hanya saja dalam hal ini ada
pengecualiaan bagi waladul umm. Bahwa saudara perempuan
seibu bila bersamaan dengan saudara laki-laki seibu maka
saudara laki-laki seibu tidak bisa menjadikan saudara
perempuan seibu sebagai ashabah. Karena saudara laki-laki
seibu bukanlah termasuk ashabah bin nafsi maka ia tidak bisa
mengashabahkan saudara perempuan seibu. Mesti diingat
pula bahwa dalam ilmu faraidl saudara laki-laki seibu dan
saudara perempuan seibu derajatnya adalah sama. Bila
keduanya berkumpul tidak berlaku ketentuan laki-laki
mendapat dua bagian perempuan. Karenanya pula dalam ilmu
faraidl kedua ahli waris ini sering disebut dalam satu istilah
waladul umm (anaknya ibu) tanpa membedakan jenis kelamin.
Tentang ashabah bil ghair ini Imam Muhammad bin Ali Ar-
Rahabi menulis: ‫ يعصبانهن في الميراث‬... ‫واألبن واألخ مع اإلناث‬
Artinya: Anak laki-laki dan saudara laki-laki bersama para
perempuan Keduanya mengashabahkan mereka dalam
warisan (Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, Matnur Rahabiyyah
dalam ar-Rabahiyyatud Dîniyyah, Semarang, Toha Putra,
57
tanpa tahun, halaman 38) Penjelasan dari para ulama faraidl
di atas didasarkan pada firman Allah dalam surat An-Nisa ayat
11: ‫ ُيوِص يُك ُم ُهَّللا ِفي َأْو اَل ِد ُك ْم ِللَّذ َك ِر ِم ْث ُل َح ِّظ اُأْلْن َث َي ْي ِن‬Artinya: “Allah
berwasiat kepada kalian di dalam anak-anak kalian bagi anak
laki-laki dua bagian anak perempuan.” Juga firman Allah
dalam surat An-Nisa ayat 176: ‫َو ِإْن َك اُنوا ِإْخ َو ًة ِر َج ااًل َو ِنَس اًء َفِللَّذ َك ِر ِم ْث ُل‬
‫ُأْل‬
‫ َح ِّظ ا ْن َث َي ْي ِن‬Artinya: “Apabila para saudara terdiri dari laki-laki
dan perempuan maka bagi saudara laki-laki dua bagian
saudara perempuan.” Para ulama menyamakan cucu
perempuan dari anak laki-laki dengan anak perempuan,
sedangkan saudara laki-laki dan perempuan termasuk di
dalamnya adalah saudara sekandung dan saudara sebapak.

Ashabah ma’al Ghair

Ashabah ma’al ghair adalah bagian ashabahnya saudara


perempuan sekandung dan saudara perempuan sebapak bila
bersamaan dengan anak perempuan atau cucu perempuan
dari anak laki-laki.

Untuk contoh sebagai berikut:

Contoh 1 Bila seorang meninggal dunia dengan ahli waris


terdiri dari seorang anak perempuan dan seorang saudara
perempuan sekandung atau sebapak, maka pembagian harta
warisnya adalah: a. Anak perempuan mendapatkan bagian
1/2 karena ia sendirian, tidak lebih dari satu orang dan tidak
ada mu’ashshib-nya. b. Saudara perempuan sekandung atau
sebapak menjadi ashabah, mendapat sisa harta setelah
diambil lebih dulu oleh anak perempuan. Bila saudara
perempuan ini lebih dari satu maka harta sisa tersebut dibagi
rata kepada semua saudara perempuan yang ada. Contoh 2
Bila seorang meninggal dunia dengan ahli waris 2 orang cucu
perempuan dan 3 orang saudara perempuan sekandung atau
sebapak, maka pembagian harta warisnya adalah: a. 2 orang
cucu perempuan mendapat bagian 2/3 karena lebih dari satu
58
orang dan tidak ada mu’ashshib-nya. b. 3 orang saudara
perempuan sekandung atau sebapak menjadi ashabah,
mendapat sisa harta setelah diambil lebih dulu oleh cucu
perempuan di atas. Sisa harta tersebut kemudian dibagi rata
kepada 3 orang saudara perempuan yang ada. Demikian
Musthafa Al-Khin menjelaskan. Tentang ashabah ma’al ghair
ini Imam Muhammad bin Ali menyatakan: ... ‫واألخوات إن تكن بنات‬
‫ فهن معهن معصبات‬Artinya: Saudara-saudara perempuan bila ada
anak-anak perempuan Mereka bersama anak-anak perempuan
menjadi ashabah Wallâhu a’lam. (Yazid Muttaqin) Tags
Terpopuler 01 Terkait Seruan MUI Boikot Produk yang Dukung
Israel, Prof Quraish Shihab: Harus Berpikir dan Teliti! 02 PBNU
Keluarkan Surat Ketentuan bagi Pengurus NU yang Terlibat
Kepesertaan Pemilu 2024 03 Prof Quraish Shihab Tidak Setuju
Cara Pengajaran Tafsir Menjelaskan Kandungan Ayat Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman

59
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-

60
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:

61
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman

62
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-

63
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:

64
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS) Sumber:
https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-definisi-
dan-macamnya-UyLm7 ___ Download NU Online Super App, aplikasi keislaman
terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)

Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-
definisi-dan-macamnya-UyLm7

___

65
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap!
https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)

Ahli Waris Dzawil Arham

orang-orang yang termasuk dalam dzawil arham adalah:


ADVERTISEMENT

1. Anak turunnya anak-anak si pewaris (cucu) yang tidak termasuk


ashabul furud dan asabah.
2. Kakek ghairu shahih dan nenek ghairu shahih. Ghairu shahih
artinya leluhur yang punya hubungan kekerabatan dengan pewaris
melalui garis perempuan.
3. Anak turunnya saudara-saudari yang tidak termasuk ashabul
furud dan asabah.
4. Anak turunnya kakek dan nenek. Turunan ini dibagi ke dalam
enam kelompok, yaitu:

a. 'Am-'am seibu, 'ammah-'ammah, khal-khal, dan khalah-khalah baik


sekandung maupun seayah bagi si pewaris.
b. Anak-anak turunan mereka, anak-anak perempuan 'am sekandung
atau seayah, anak-anak perempuan dari anak laki-laki mereka dan
anak-anak orang yang terakhir ini.
c. Orang-orang seperti tersebut dalam kelompok pertama bagi ayah
atau ibunya si pewaris.
d. Anak-anak turun sebagaimana tersebut nomor dua bagi kelompok
ketiga.
ADVERTISEMENT

e. Orang-orang seperti tersebut dalam kelompok ke satu bagi ayahnya


ayah si pewaris.
f. Anak-anak turun sebagaimana tersebut bagi kelompok kelima.

66
Syarat Dzawil Arham Menerima Harta Warisan dan
Bagiannya
Perbesar

yaitu tidak ada ashabul furud atau asabah sama sekali. Artinya, saat
ada satu ashabul furud atau asabah, mereka tidak mendapatkan
bagian.
Sementara menurut jumhur fuqaha, apabila dzawil arham mendapat
bagian, maka bisa menerima seluruh harta warisan atau sisa yang
sudah diambil apabila hanya seorang diri. Aturan ini berbeda saat ada
dzawil arham lebih dari satu orang.
Ketika dzawil arham lebih dari satu orang, mereka yang ada di waktu
meninggalnya pewaris akan menerima bagian yang sama tanpa
memandang dekat atau jauhnya derajat. Artinya dzawil arham
mendapat bagian sama rata.

cara pembagian harta warisan menurut Agama Islam.


cara pembagian harta warisan berdasarkan Al-Quran surat An-
Nisa, persentasenya terdiri dari setengah (1/2), seperempat (1/4),
seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan
seperenam (1/6).

1. Setengah (1/2)

Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan setengah (1/2)


adalah satu kelompok laki-laki dan empat perempuan. Di
antaranya
1.suami,
2.anak perempuan,
3.cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki,
4.saudara kandung perempuan, dan

67
5.saudara perempuan sebapak.

2. Seperempat (1/4)

Ahli waris yang berhak mendapatkan seperempat dari harta


pewaris hanyalah dua orang, yaitu
1.suami
2.istri.

3. Seperdelapan (1/8)

Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian warisan


seperdelapan adalah
1. istri.
Istri yang mendapatkan waris dari peninggalan suaminya, baik itu
memiliki anak atau cucu dari rahimnya atau rahim istri yang lain.

4. Duapertiga (2/3)

Ahli waris yang berhak mendapatkan dua pertiga warisan terdiri


dari empat perempuan. Ahli waris ini, antara lain
1.anak perempuan kandung,
2.cucu perempuan dari anak laki-laki,
3.saudara perempuan kandung, dan
4.saudara perempuan sebapak.

5. Sepertiga (1/3)

Ahli waris yang berhak mendapatkan sepertiga warisan hanya


dua, yaitu

68
1.ibu dan
2.dua saudara baik laki-laki atau perempuan dari satu ibu.

6. Seperenam (1/6)

Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian seperenam warisan


ada 7 orang, yakni
1. bapak,
2. kakek,
3. ibu,
4. cucu perempuan, keturunan anak laki-laki,
5.saudara perempuan sebapak,
6.nenek, dan
7.saudara laki-laki dan perempuan satu ibu.

Dalam hukum Islam, ada beberapa hal yang menyebabkan hak


waris seseorang menjadi gugur. Di antaranya:

- Budak

Seseorang yang berstatus budak tidak mempunyai hak untuk


mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab, segala sesuatu yang
dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya.

- Pembunuhan

Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya:


seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak
mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW:

69
"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang
dibunuhnya."

- Perbedaan Agama

Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang


nonmuslim, apapun agamanya. Hal ini telah diterangkan
Rasulullah SAW dalam sabdanya:

"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak


pula orang kafir mewarisi muslim." (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian penjelasan mengenai hukum dan tata cara pembagian


harta warisan menurut Islam ke ahli waris.

Cara Pembagian Warisan Menurut Islam, Aturan dan


Ketentuannya
Tim detikFinance - detikJabar
Kamis, 30 Jun 2022 16:15 WIB

Ilustrasi keluarga muslim (Foto: Getty Images/Zuraisham Salleh)


Bandung - Agama Islam telah mengatur sedemikian rupa
bagaimana proses pembagian harta warisan dilakukan. Hukum-
hukum dalam Islam juga telah memuat proses pembagian harta
warisan tersebut supaya tak menimbulkan konflik di keluarga.
Mengutip detikFinance, hukum waris dalam Islam adalah aturan
mengenai perpindahan hak kebendaan atau harta dari orang
yang meninggal dunia (pewaris) kepada ahli waris. Ahli waris atau
ashabul furudh adalah orang-orang yang mempunyai bagian pasti
dan terperinci, dari warisan yang ditinggalkan oleh pewaris.

Harta warisan bisa berupa benda maupun bukan wujud benda,


70
misalnya gelar kebangsawanan. Cara pembagian harta warisan
telah diatur hukumnya dalam Al-Quran, dengan prinsip yang
paling adil.

Hukum pembagian harta warisan dalam islam akan diatur kepada


ahli warisnya dengan bagian masing-masing yang tidak sama.
Pembagian harta warisan tergantung kepada status kedekatan
hubungan antara pewaris dengan ahli warisnya.

Baca juga:
5 Doa Rezeki Lancar dan Berkah, Amalkan Setiap Hari
detikJabar telah merangkum bagaimana hukum dan tata cara
pembagian harta warisan menurut Agama Islam. Berikut ini
ketentuannya:

Dikutip dari buku bertajuk 'Pembagian Warisan Menurut Islam'


karya Muhammad Ali Ash-Shabuni, cara pembagian harta
warisan berdasarkan Al-Quran surat An-Nisa, persentasenya
terdiri dari setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8),
dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).

1. Setengah (1/2)

Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan setengah (1/2)


adalah satu kelompok laki-laki dan empat perempuan. Di
antaranya suami, anak perempuan, cucu perempuan dari
keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan
saudara perempuan sebapak.

2. Seperempat (1/4)

Ahli waris yang berhak mendapatkan seperempat dari harta


pewaris hanyalah dua orang, yaitu suami atau istri.

71
3. Seperdelapan (1/8)

Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian warisan


seperdelapan adalah istri. Istri yang mendapatkan waris dari
peninggalan suaminya, baik itu memiliki anak atau cucu dari
rahimnya atau rahim istri yang lain.

4. Duapertiga (2/3)

Ahli waris yang berhak mendapatkan dua pertiga warisan terdiri


dari empat perempuan. Ahli waris ini, antara lain anak perempuan
kandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara
perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak.

5. Sepertiga (1/3)

Ahli waris yang berhak mendapatkan sepertiga warisan hanya


dua, yaitu ibu dan dua saudara baik laki-laki atau perempuan dari
satu ibu.

6. Seperenam (1/6)

Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian seperenam warisan


ada 7 orang, yakni bapak, kakek, ibu, cucu perempuan,
keturunan anak laki-laki, saudara perempuan sebapak, nenek,
dan saudara laki-laki dan perempuan satu ibu.

Dalam hukum Islam, ada beberapa hal yang menyebabkan hak


waris seseorang menjadi gugur. Di antaranya:

- Budak

Seseorang yang berstatus budak tidak mempunyai hak untuk


mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab, segala sesuatu yang
dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya.
72
- Pembunuhan

Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya:


seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak
mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW:

"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang


dibunuhnya."

- Perbedaan Agama

Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang


nonmuslim, apapun agamanya. Hal ini telah diterangkan
Rasulullah SAW dalam sabdanya:

"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak


pula orang kafir mewarisi muslim." (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian penjelasan mengenai hukum dan tata cara pembagian


harta warisan menurut Islam ke ahli waris.

Bagaimana bentuk Aul dan Radd hukum kewarisan Islam yang


diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia?
Ulasan Lengkap

Intisari:

Apabila harta pewaris tidak habis dibagi (kelebihan) atau terdapat

73
kekurangan dalam pembagian, maka masalah tersebut
dipecahkan dengan cara aul dan rad. Aul untuk penyelesaian
kekurangan dalam pembagian harta warisan pewaris,
sedangkan rad merupakan metode untuk menyelesaian kelebihan
dalam pembagian harta pewaris.

Pengaturan mengenai aul dan rad ini terdapat dalam Pasal 192
dan Pasal 193 Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana
pemecahan secara aul dengan membebankan kekurangan harta
yang akan dibagi kepada seluruh ahli waris yang berhak menurut
kadar bagian masing-masing dengan menaikkan angka penyebut
sesuai atau sama dengan angka pembilangnya.
Sedangkan rad yaitu dengan mengembalikan sisa kelebihan
harta kepada ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagian
masing-masing secara berimbang di antara mereka.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah


ini.

Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

74
Aul dan Rad merupakan istilah yang dikenal dalam Hukum Waris
Islam. Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hal
ini diatur menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi
Hukum Islam.
Ahli Waris dalam Hukum Waris Islam
Merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), ahli
waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi
ahli waris.[1] Ahli waris dipandang beragama Islam apabila
diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau
kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang
belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.
[2]
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan
Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
dihukum karena:[3]
a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh
atau menganiaya berat pada pewaris;
b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan
pengaduan bahwa pewaris melakukan kejahatan yang
diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang
lebih berat.

Kelompok-kelompok ahli waris menurut KHI terdiri dari:[4]


a. Menurut hubungan darah:

75
1. golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki,
saudara laki-laki, paman dan kakek
2. golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan,
saudara perempuan dan nenek
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat


warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.[5]

Besaran Bagian Ahli Waris


Besaran bagian masing-masing ahli waris adalah:
a. Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh
bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama
mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan
bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-
laki dua berbanding satu dengan anak perempuan.[6]
b. Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak
meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam
bagian.[7]
c. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua
saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang
saudara atau lebih, maka ia mendapat seperenam bagian.[8]
d. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil
oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.[9]
e. Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak
meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak,
maka duda mendapat seperempat bagian.[10]

76
f. Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak
meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak,
maka janda mendapat seperdelapan bagian.[11]
g. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak, maka
saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-
masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua
orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat
sepertiga bagian.[12]
h. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak,
sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau
seayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila saudara
perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka
mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila
saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki
adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.[13]

Aul dan Rad dalam KHI

Aul
Mohammad Daud Ali dalam bukunya Hukum Islam: Pengantar
Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (hal. 324)
berpendapat bahwa dalam hukum waris Islam dikenal asas
keadilan berimbang. Asas ini dalam kompilasi hukum Islam
terdapat, terutama, dalam pasal-pasal mengenai besarnya bagian
masing-masing ahli waris yang disebut dalam Pasal 176 dan
Pasal 180 KHI. Juga dikembangkan dalam penyesuaian

77
perolehan yang dilakukan pada waktu penyelesaian pembagian
warisan melalui pemecahan secara aul dengan membebankan
kekurangan harta yang akan dibagi kepada semua ahli waris
yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. Hal ini
disebutkan dalam Pasal 192 KHI yang berbunyi:

Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli


waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang
lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut
dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru
sesudah itu harta warisan secara aul menurut angka
pembilang.

Rad
Agar asas keadilan berimbang dapat diwujudkan waktu
penyelesaian pembagian warisan, penyesuaian dapat dilakukan
melalui rad yakni mengembalikan sisa (kelebihan) harta kepada
ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagian masing-masing.
[14]

Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan


pendapat mengenai siapa yng berhak menerima pengembalian
itu. Namun, pada umumnya ulama mengatakan bahwa yang
berhak menerima pengembalian sisa harta itu hanyalah ahli waris
karena hubungan darah, bukan ahli waris karena hubungan
perkawinan.[15] Dalam KHI soal rad ini dirumuskan dalam Pasal
193 KHI yang berbunyi:
78
Apabila dalam pembagian harta warisan di antara ahli waris
Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih
kecil daripada angka penyebut sedangkan tidak ada ahli
waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut
dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-
masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang
di antara mereka.

Dalam rumusan tersebut tidak dibedakan antara ahli waris karena


hubungan darah dengan ahli waris karena hubungan perkawinan.
Penyelesaian pembagian warisan dapat dilakukan dengan damai
berdasarkan kesepakatan bersama.[16] Di dalam KHI hal
tersebut dirumuskan dalam Pasal 183 KHI yang berbunyi:

Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian


dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing
menyadari bagiannya.

Contoh Aul
Sebagai contoh, kami merujuk pada penjelasan Sayuti
Thalib dalam bukunya Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (hal.
124-125), dimana Aul merupakan (penyelesaian kerugian).
Kerugian ini berupa hasil pembagian pertama lebih dari satu.
Sebagaimana yang telah dijelaskan hal ini diselesaikan dengan

79
pengurangan bagian masing-masing ahli waris secara berimbang.
Berikut contoh perhitungannya:

Pewaris meninggalkan:
1. janda (a)
2. dua orang anak perempuan (b dan c)
3. ibu (d)
4. bapak (e)

Maka pembagian warisannya akan seperti:


a = 1/8
b dan c = 2/3
d = 1/6
e = 1/6
Jumlah perolehan semua ahli waris (a+b+c+d+e) = 3/24
+16/24+4/24+4/24 = 27/24.

Kemudian, bagian tersebut di aul-kan (dikurangi secara


berimbang) berbanding dengan cara menyamakan penyebutnya
dengan pembilangnya sehingga sekarang menjadi 27/27.
Selanjutnya dibagikan menurut penyebutnya semula sehingga
menjadi:

a = 3/24 menjadi 3/27

80
b dan c = 16/24 menjadi 16/27
d = 4/24 menjadi 4/27
e = 4/24 menjadi 4/27

Jumlah = 27/27 =1

Contoh Rad
Sayuti (hal. 120) mencontohkan harta peninggalan yang tidak
habis dibagi pada pembagian pertama. Misalnya pewaris
meninggalkan:
1. ibu (a)
2. seorang anak perempuan (b)
3. janda ( c)

Maka pembagian warisannya akan seperti:


a = 1/6
b = 1/2
c = 1/8

Jumlah = 4/24 + 12/24 + 3/24 = 19/24

Jadi, masih tersisa 24/24 – 19/24 = 5/24. Sisa ini namanya sisa
bagi. Sisa bagi ini dirad-kan (dikembalikan secara berimbang)
81
kepada a, b dan c, sehingga a, b dan c masing-masing akan
mendapat tambahan dari sisa bagi yang 5/24 itu berimbang
dengan berapa bagian yang telah diperolehnya masing-masing
dalam pembagian pertama tadi.

Perbandingan perolehan mereka dalam pembagian pertama


adalah 4:12:3 diambil dari perolehan mereka di atas tadi, yaitu
4/24 : 12/24 : 3/24. Jumlah angka 4+12+3= 19 dijadikan angka
pembagi tadi.

Dengan demikian,
1. a mendapat tambahan 4/19 x 5/24 = 20/456
2. b mendapat tambahan 12/19 x 5/24 = 60/456
3. c mendapat tambahan 3/19x 5/24 = 15/456

Jadi pembagian terakhir adalah :


a = 1/6 +20/456 = 76/456 + 20/456 = 96/456
b = ½ +60/456 = 228/456 + 60/456 = 288/ 456
c = 1/8 +15/456 = 57/456 + 15/456 = 72/456

Pengujian perhitungan:
96/456 + 288/456 +72/456 =1

82
Jadi dapat disimpulkan bahwa apabila harta pewaris tidak habis
dibagi (kelebihan) atau terdapat kekurangan dalam pembagian,
maka masalah tersebut dipecahkan dengan cara aul dan rad. Aul
untuk penyelesaian kekurangan dalam pembagian harta warisan
pewaris, sedangkan rad merupakan metode untuk menyelesaikan
kelebihan dalam pembagian harta pewaris.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

83

Anda mungkin juga menyukai