Anda di halaman 1dari 11

RANGKUMAN MATERI

Pengertian Dalil Dan Hukum Nikah,Membentuk keluarga yang sakinah yang boleh dan haram
dinikahi,Pengertian hukum warisan ahli waris dan masing-masing cara pembagiannya,pengertian dalil
dan hukum memilih pemimpin,bentuk-bentuk dan perintah dinegara islam

DISUSUN OLEH :

NAMA : MAHMUDIN ABA HASAN

PRODI : PGSD (B)

NIM : 211530281037

MK : KEMUHAMMADIYAHAN (3)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

MUHAMMADIYAH KALABAHI

2023/2024

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Daftar Isi

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Dalil Dan Hukum Nikah


2. Membentuk keluarga yang sakinah yang boleh dan haram dinikahi
3. Pengertian hukum Kewarisan ahli waris dan masing-masing cara pembagiannya
4. pengertian dalil dan hukum memilih pemimpin,bentuk-bentuk dan perintah dinegara islam

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

BAB II

2
PEMBAHASAN

1. Pengertian Dalil Dan Hukum Nikah

a. Pengertian dalil

Dalil berasal dari bahasa arab al-dalil, jamaknya al-adilah, secara etimologi
berarti Petunjuk kepada sesuatu baik yang bersifat material maupun non material.

Secara terminologi, dalil mengandung pengertian yaitu Suatu petunjuk yang


dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang
bersifat praktis, baik yang statusnya qath’i (pasti) maupun zhanni (relatif).

b. Hukum Nikah

Perkawinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur.


Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan
persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang
menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Adapun nikah
menurut syari’at nikah juga berarti akad.

 Wajib
Menikah hukumnya wajib bagi orang yang khawatir berbuat zina jika tidak
melakukannya. Sebagaimana kita ketahui menikah adalah satu cara untuk
menjaga kesucian diri.
 Sunnah
Pernikahan tidak menjadi wajib, namun sangat dianjurkan bagi siapa saja
yang memiliki hasrat atau dorongan seksual untuk menikah dan memiliki
kemampuan untuk melakukannya,walaupun merasa yakin akan
kemampuannya mengendalikan dirinya sendiri, sehingga tidak khawatir akan
terjerumus dalam perbuatan yang diharamkan Allah.
 Makruh
Jika seseorang laki-laki yang tidak mempunyai syahwat untuk menikahi
seseorang perempuan, atau sebaliknya, sehingga tujuan pernikahan yang
sebenarnya tidak akan tercapai, maka yang demikian itu hukumnya makruh.
 Haram
Pernikahan menjadi haram bila bertujuan untuk menyakiti salah satu pihak,
bukan demi menjalankan sunnah rasulallah Saw.
 Mubah
Pernikahan menjadi mubah (yakni bersifat netral, boleh dikerjakan dan boleh
juga ditinggalkan) apabila tidak ada dorongan atau hambatan untuk
melakukannya ataupun meninggalkannya.

c. Hak Dan Kewajiban Suami Dan Istri

3
 Pengertian Hak Dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu sedangkan kewajiban
sesuatu yang harus di kerjakan. Hak isteri adalah sesuatu yang harus di terima isteri
dari suaminya. Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan
upaya untuk memenuhi hak isteri.
 Hak-hak dalam perkawinan itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Hak bersama
 Halal bergaul antara suami isteri dan masing masing dapat bersenang-senang
antara satu sama lain.
 Terjadi mahram semenda isteri menjadi mahram ayah suami, kakeknya, dan
seterunya ke atas, demikian pula suami menjadi mahram ibu isteri, neneknya,
dan seterusnya ke atas.
 Terjadi hubungan waris-mewaris antara suami dan isteri sejak akad nikah di
laksanakan. Isteri berhak menerima waris atas peninggalan suami. Demikian
pula, suami berhak waris atas peninggalan isteri, meskipun mereka belum
pernah melakukan pergaulan suami isteri.
b. Hak-hak isteri
Hak- hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat di bagi menjadi dua,
yaitu hak- hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin) serta nafkah, dan hak-hak
bukan bendaan, misalnya berbuat adil di antara para isteri (dalam perkawanan
poligami), tidak berbuat hal-hal yang merugikan isteri dan sebagianya.
c. Hak-hak suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi isteri hanya merupakan hak-hak bukan
kebendaan sebab menurut hukum Islam isteri tidak dibebani kewajiban
kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.

2. Membentuk Keluarga Yang Sakinah

4
A. Pengertian Keluarga Sakinah

Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak
yang merupakan satuan dari kekerabatan yang mendasar di masyarakat. Islam mendorong
manusia untuk membentuk dan mengajak manusia untuk hidup dalam naungan keluarga,
karena keluarga ibarat gambaran kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhan
keinginan manusia tanpa menghilangkan kebutuhannya.

Keluarga juga merupakan tempat fitrah yang sesuai dengan keinginan Allah bagi kehidupan
manusia sejak keberadaan khalifah.

Sakinah adalah tenteram dan damai yang sepanjang hidupnya selalu diliputi kebahagiaan
dan kesejahteraan. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina atas dasar pernikahan yang
sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang yang diliputi
dengan kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya secara selaras, serasi, serta
mampu mengamalkan, menghayati, dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan
akhlaq yang mulia.

B. Upaya Pembentukan Keluarga Sakinah


Dalam membangun rumah tangga untuk menuju keluarga sakinah, mawaddah, dan
warahmah yang harus dipersiapkan antara lain:

1. Meluruskan niat untuk menikah Pernikahan memiliki arti yang beranekaragam ada
pendapat yang mengartikan sebagai akad yang menghalalkan antara suami-istri
untuk saling menikmati satu sama lain.
Motivasi menikah bukan untuk memuaskan kebutuhan biologis atau fisik, akan
tetapi menikah merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT sebagai mana
yang diungkap dalam QS. Ar-Rum ayat 21.
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia yang yang
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan jadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir.

2. Mencari dan memilih pasangan hidup Pada dasarnya manusia telah memiliki
pasangan masing-masing, untuk mencari dan memilih pasangan yang sesuai
dengan hati nurani maka manusia harus berusaha, tanpa adanya usaha maka kita
akan sulit untuk mendapatkan pasangan hidup. Memilih pasangan hidup itu sulit,
apalagi memilih yang sesuai dengan hati nurani dan sesuai keadaan pribadi kita
sendiri.

C. Wanita Yang Terlarang Untuk Dinikahi

5
Wanita yang terlarang untuk dinikahi ada banyak sebab dan faktornya. Di antara faktor-
faktor itu adalah :
1. Perbedaan Agama Faktor yang paling utama kenapa seorang wanita haram untuk
dinikahi adalah faktor agama yang dipeluknya. Pada prinsipnya syariat Islam
mengharamkan seorang laki-laki menikahi wanita yang bukan muslim.
2. Akhlaq dan Perilaku Yang Buruk Faktor keharaman pernikahan yang kedua adalah
faktor akhlaq atau perilaku yang buruk dari seorang wanita.
3. Mahram Jenis larangan yang ketiga adalah karena faktor mahram, yaitu hubungan
kemahraman secara syar'i yang telah ditetapkan Allah SWT antara laki-laki dan
perempuan, dimana mereka diharamkan untuk menikah.
D. Mahram Yang Bersifat Abadi
1. Pengertian Mahram yang bersifat abadi
maksudnya adalah pernikahan yang haram terjadi antara laki-laki dan perempuan
untuk selamanya meski apapun yang terjadi antara keduanya. Seperti seorang ibu
haram menikah dengan anak kandungnya sendiri. Seorang wanita haram menikah
dengan ayahnya.
2. Dalil
Al-Quran Al-Kariem telah menyebutkan sebagian dari wanita yang haram untuk
dinikahi, antara lain : Diharamkan atas kamu ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudarasaudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibuibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu , maka
tidak berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu ; dan
menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada
masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-
Nisa : 23)

6
3. PENGERTIAN DAN HUKUM KEWARISAN AHLI WARIS DAN MASING-MASING
CARA MENGHITUNG PEMBAGIANNYA.

a. Pengertian dan hukum waris


Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan
dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Kata ‫ ورث‬adalah kata
kewarisan pertama yang digunakan dalam al-Qur’an. Kata waris dalam berbagai bentuk
makna tersebut dapat kita temukan dalam al-Qur’an, yang antara lain:
Mengandung makna “mengganti kedudukan” (QS. an-Naml, 27:16).

‫َوَو ِرَث ُس َلْيٰم ُن َداٗو َد َو َقاَل ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ُع ِّلْم َنا َم ْنِط َق الَّطْيِر َو ُاْو ِتْيَنا ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍۗء ِاَّن ٰهَذ ا َلُهَو اْلَفْض ُل اْلُم ِبْيُن‬

“ARTINYA”Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud, dan dia (Sulaiman) berkata, “Wahai
manusia! Kami telah diajari bahasa burung dan kami diberi segala sesuatu. Sungguh,
(semua) ini benar-benar karunia yang nyata.”Mengandung makna “memberi atau
menganugerahkan” (QS. az-Zumar,39:74).

‫َو َقاُلوا اْلَح ْم ُد ِهّٰلِل اَّلِذ ْي َصَد َقَنا َو ْع َدٗه َو َاْو َر َثَنا اَاْلْر َض َنَتَبَّو ُا ِم َن اْلَج َّنِة َح ْيُث َنَش ۤا ُء ۚ َفِنْع َم َاْج ُر اْلٰع ِمِلْين‬

. "ARTINYA" Dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya
kepada kami dan telah memberikan tempat ini kepada kami sedang kami (diperkenankan)
menempati surga di mana saja yang kami kehendaki.” Maka (surga itulah) sebaik-baik
balasan bagi orang-orang yang beramal.

‫َّيِرُثِنْي َو َيِرُث ِم ْن ٰا ِل َيْع ُقْو َب َو اْج َع ْلُه َر ِّب َرِض ًّيا‬

."ARTINYA" yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah
dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”Mengandung makna “mewarisi atau menerima
warisan” (QS. al-Maryam, 19: 6).

Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai hukum yang
mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris, mengetahui
bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak
menerimanya. Sedangkan menurut para fuqoha, pengertian ilmu waris adalah sebagai
berikut:

b. SYARAT DAN RUKUN WARIS


Terdapat tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga syarat tersebut
adalah:
a) Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap
telah meninggal) maupun secara taqdiri.
b) Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal dunia.
c) Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing.

7
c. Golongan Ahli Waris

Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang meninggal sebanyak 25
orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.

 Golongaan ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu :


4. Anak laki-laki.
5. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak laki-laki, terus kebawah, asal
pertaliannya masih terus laki-laki.
6. Bapak.
7. Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak
bapak.
8. Saudara laki-laki seibu sebapak.
9. Saudara laki-laki sebapak saja.
10. Saudara laki-laki seibu saja.
11. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
12. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.
13. Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.
14. Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.
15. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
16. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.
17. Suami.
18. Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).
 Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan
hanya 3 orang saja, yaitu :
A. Bapak.
B. Anak laki-laki.
C. Suami.
 Golongan dari pihak perempuan, yaitu :
a. Anak perempuan.
b. Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannnya
dengan yang meninggal masih terus laki-laki.
c. Ibu.
d. Ibu dari bapak.
e. Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.
f. Saudara perempuan seibu sebapak.
g. Saudara perempuan yang sebapak.
h. Saudara perempuan seibu.
i. Istri.
j. Perempuan yang memerdekakan si mayat.

8
D. PENGERTIAN DALIL DAN HUKUM MEMILIH PEMIMPI BENTUK BENTUK
DAN PRINTA DI NEGARA ISLAM

1. Penggertian Dalil Dan Hukum Memilih Pimpinan


 Pengertian dalil menurut bahasa artinya adalah petunjuk, sedangkan menurut istilah
artinya yaitu bukti yang bisa dijadikan sebagai sebuah petujuk untuk
mengungkapkan apakah permasalahan tersebut benar atau salah. Ada juga
pengertian lain yang menyatakan bahwa, dalil ini merupakan sebuah keterangan
yang dapat dijadikan suatu bukti atau alasan kebenaran, terutama yang didasarkan
pada Al-Qur’an.
 ucap Ustaz Hamzah Yunus Makapedua SHI.pertama yakni pemimpin yang amanah,
kedua pemimpin yang adil maka hukumnya wajib dipilih.untuk menjadi seorang
pemimpin "Jadi memilih pemimpin itu yang pertama amanah dan yang kedua
adalah adil. Kalau mendapati pemimpin yang amanah dan adil maka otomatis kita
wajib memilih pemimpin yang adil dan amanah tersebut.
2. Definisi Pemimpin
Banyak definisi pemimpin yang sering dipakai di dalam kehidupan sehari-hari. Jika
merujuk pada ayat-ayat yang berbicara tentang larangan memilih pemimpin
kafir/non Muslim, kata pemimpin yang digunakan dalam ayat-ayat tersebut merujuk
pada pengertian seseorang yang memegang dan menguasai suatu wilayah kaum
Muslimin.
Hadits Nabi berikut ini sebagai salah satu bukti begitu seriusnya Islam memandang
persoalan kepemimpinan ini. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di
antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
3. Formasi dan Struktur Negara dalam Islam
Imam Hasan Al-Banna menilai bahwa Ne¬gara Islam harus berlandaskan pada tiga
landasan kaidah pokok yang merupakan Struktur Dasar Sistem Pemerintahan Islam,
tiga landasan pokok tersebut adalah:

• Pertanggung jawaban pemimpin terhadap Allah SUBHANAHU WATA’ALA dan


terha¬dap rakyat.
• Kesatuan umat Islam yang berlandaskan pada aqidah Islamiyah.
• Menghormati keinginan rakyat dengan melibatkan mereka dalam musyawarah,
menerima usulan-usulan dan keputusan-keputusan mereka baik yang bersifat perintah
(ma’ruf) maupun maupun larangan (munkar).

9
Jika semua ketentuan dan syarat di atas telah terpenuhi dalam sebuah negara, di
manapun dan apapun bentuk negara itu, maka negara tersebut telah sah dinamakan
dengan negara Islam, karena yang jadi pertimbangan bukanlah sebutan (formalitas) dan
bentuk negara.
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

A. Pengertian dalil dan hukum nilkah.


“ Dalil berasal dari bahasa arab al-dalil, jamaknya al-adilah, secara etimologi
berarti Petunjuk kepada sesuatu baik yang bersifat material maupun non material.
Secara terminologi, dalil mengandung pengertian yaitu Suatu petunjuk yang
dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang
bersifat praktis, baik yang statusnya qath’i (pasti) maupun zhanni (relatif).
Hukum Nikah ada lima yaitu wajib, sunnah, makru, haram, dan mubah.
Haka dan kewajiban suami dan istei di bagi atas tiga yaitu hak bersama, hak istri,
dan hak suami.
B. Membentuk keluarga yang sakinah yang boleh dan haram dinikahi
1. Pengertian Keluarga Sakinah
Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-
anak yang merupakan satuan dari kekerabatan yang mendasar di masyarakat.
C. Pengertian Dan Hukum Kewarisan Ahli Waris Dan Masing-Masing Cara
Menghitung Pembagiannya.
a. Pengertian dan hukum waris
Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan
dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Kata ‫ ورث‬adalah
kata kewarisan pertama yang digunakan dalam al-Qur’an. Kata waris dalam berbagai
bentuk makna tersebut dapat kita temukan dalam al-Qur’an, yang antara lain:
Mengandung makna “mengganti kedudukan” (QS. an-Naml, 27:16).
b. Syarat Dan Rukun Waris
Terdapat tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga syarat tersebut
adalah:
a) Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap
telah meninggal) maupun secara taqdiri.
b) Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal dunia.
c) Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing.

D. PENGERTIAN DALIL DAN HUKUM MEMILIH PEMIMPI BENTUK BENTUK


DAN PRINTA DI NEGARA ISLAM
1. Penggertian Dalil Dan Hukum Memilih Pimpinan
 Pengertian dalil menurut bahasa artinya adalah petunjuk, sedangkan menurut istilah
artinya yaitu bukti yang bisa dijadikan sebagai sebuah petujuk untuk
mengungkapkan apakah permasalahan tersebut benar atau salah. Ada juga
pengertian lain yang menyatakan bahwa, dalil ini merupakan sebuah keterangan

10
yang dapat dijadikan suatu bukti atau alasan kebenaran, terutama yang didasarkan
pada Al-Qur’an.

11

Anda mungkin juga menyukai