Anda di halaman 1dari 10

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Nama : RISDAH SRI ANIK


B. Kelas : G1
C. JudulModul : FIQIH
D. Judul KB : PERNIKAHANMONOGAMI, POLIGAMI DAN
NIKAH MUTAH

1. Peta Konsep
(buat peta/bagantentang konsep yg ada dalam setiap KB dalam Modul. Tuliskan
penjelasan point –poin sangat penting (crucial points) yang merupakan refleksi dan intisari dari
modul maksimal 2 paragraf).
PERNIKAHAN MONOGAMI, POLIGAMI DAN NIKAH MUT’AH

A. KONSEP NIKAH DALAM ISLAM

Macam-macam MONOGAMI
NIKAH:

POLIGAMI

MUT’AH

1. Syariat Pernikahan
Kedudukan nikah dalam Islam merupakan syariat yang terkandung didalamnya nilai-nilai ibadah.
Kelayakan manusia untuk menerima syariat NIKAH paling tidak diperkuat oleh tiga argumen.

Pertama, manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya tersebut


manusia mampu menerima dan menjalankan syariat dengan baik. Di antara
syariat tersebut adalah pernikahan, yang pengertiannya menurut ulama
Syafi’iyah, sebagai::

Kedua, manusia diciptakan oleh Allah berpasangan, yaitu laki-laki dan


perempuan sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt:

Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik
dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui.” (QS. Yasin: 36)

Ketiga, pernikahan dalam Islam disebut sebagai prilaku para Nabi dan
memasukkannya sebagai salah satu fitrah yang dimiliki oleh manusia.
Rasulullah saw bersabda “empat fitrah yang dimiliki oleh manusia, yaitu
memakai pacar, wangi-wangian, bersiwak (gosok gigi), dan nikah”.

Untuk dijadikan sebuah perbandingan, Pada zaman Jahiliyahtelah dikenal bebarapa praktek
perkawinan yang merupakan warisan turun temurun dari perkawinan Romawi dan Persia.

1
Pertama, perkawinan pacaran (khidn), yaitu berupa pergaulan bebas pria
dan wanita sebelum perkawinan yang resmi dilangsungkan yang tujuannya
untuk mengetahui kepribadian masing-masing pasangan
Nikah
ZAMAN Kedua, nikah badl, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki lain untuk
JAHILIYAH saling menukar istrinya.

Ketiga, nikah istibdha, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki kaya,
bangsawan atau orang pandai agar bersedia mengumpuli istrinya yang
dalam keadaan suci sampai ia hamil. Setelah itu baru si suami
mengumpulinya.

Keempat, nikah Raht (urunan), seorang wanita dikumpuli oleh beberapa


pria sampai hamil. Ketika anaknya lahir, lalu wanita itu menunjuk salah satu
pria yang telah mengumpulinya untuk mengakui bayi yang telah
dilahirkannya sebagai anaknya. Nikah ini sama dengan nikah baghaaya
(nikah pelacur).
Kehadiran Islam menghapus semua bentuk pernikahan di atas karena dipandang tidak sejalan
dengan naluriah dan kehormatan manusia serta dapat dikatakan cara binatang yang tidak
mengenal aturan. Nikah dalam syariat Islam diartikan sebagai sebuah aqad yang
menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-
laki dan perempuan yang bukan mahromnya dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan. Al-
Qur’an menyebut nikah sebagai mitsaq (perjanjian) antara suami dan isteri sejak terjadinya
akad. Hal ini dipahami karena keduanya berjanji untuk menjalankan hak dan kewajiban
masing-masing dengan sebaik-baiknya.

Sepasang calon suami istri yang ingin melangsungkan ikatan pernikahan diharuskan untuk
memenuhi syarat dan rukun nikah. Ada 5:

calon suami istri Wali dari calon dua orang saksi


isteri

Mahar (mas kawin) Ijab-qabul

2. Hikmah Nikah
Setiap syariat yang diturunkan oleh Allah dipastikan terdapat hikmah untuk kehidupan manusia.
Sedikitnya terdapat lima point penting yang penulis kutip dari pendapat Sayyid
Sabiqdalam kitabnya Fiqh Sunah berkaitan dengan hikmah dari sebuah pernikahan.
1. Nafsu seks termasuk tuntutan terkuat dan selalu meliputi kehidupan manusia. Ketika
tidak ada jalan keluar untuk melampiaskan, maka manusia akan dirundung kegelisahan
dan dikhawatirkan melakukan prostitusi (perzinahan). Maka pernikahan merupakan
aturan yang paling baik dan jalan keluar yang menyejukkan untuk memuaskan seks
manusia. Dengan nikah jasad menjadi segar, jiwa menjadi tentram dan penglihatan akan
menutupi sesuatu yang diharamkan.

2. Pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak, memperbanyak kelahiran dan


melestarikan kehidupan dengan selalu menjaga keturunan.

3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang dalam menaungi anak

2
masa kanak-kanak serta tumbuhnya rasa kasih-sayang. Semua kelebihan itu tidak akan
sempurna tanpa adanya tali pernikahan.

4. Rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus anak dapat membangkitkan
semangat dan mencurahkan segala kemampuan dalam memperkuat potensi diri. Maka
bangkitlah untuk bekerja dengan segala kewajiban sehingga banyak kesibukan yang
dapat menambah harta dan kesuksesan. Dan tergugah semangat untuk mengeluarkan
kekayaan alam dan yang terpendam di dalamnya.

5. Membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung jawab pekerjaan kepada suami dan
isteri. Isteri mengurus rumah, hingga tertata dengan rapih, mendidik anak dan
mempersiapkan “udara” segar untuk suami agar dapat beristirahat yang dapat
menghilangkan kelelahannya dan menimbulkan semangat baru yang dapat
membangkitkan semangat kerja untuk memperoleh harta dan nafkah yang dibutuhkan.
Pembagian kerja yang adil terhadap suami istri sesuai dengan tugas alamiah mereka
masing-masing ini akan diridhai oleh Allah dan pujian manusia serta menghasilkan buah
yang diberkahi.

3. Hukum Pernikahan
Memperhatikan berbagai macam illat nikahmaka hukum nikah dapat ditetapkan sebagai
berikut:

1. Wajib, hukum ini layak dibebankan kepada orang yang telah mampu
memberi nafkah, jiwanya terpanggil untuk nikah dan jika tidak nikah khawatir
WAJIB terjerumus ke lembah perzinahan. Hal ini diperkuat oleh tuntunan agama bahwa
menjaga diri dari perbuatan haram adalah wajib. Sedangkan bagi yang hanya
memiliki keinginan yang kuat tapi belum mampu memberi nafkah, maka lebih
baik ia menahan diri.

Salah satu cara untuk menjaga diri ketika gejolak nafsu bilogis yang memuncak
bagi orang yang belum layak nikah karena belum mampu menafkahi seperti
tersebut di atas.

2. Sunah, hukum ini pantas bagi orang yang merindukan pernikahan dan
SUNAH
mampu memberi nafkah tapi sebenarnya ia masih mampu menahan dirinya
dari perbuatan zina. Maka bagi orang seperti ini hukum nikah menjadi sunah.
Akan tetapi jika demikian kondisinya, nikah lebih baik baginya dari pada
membujang karena dalam nikah terdapat ibadah yang banyak. Sedangkan
membujang (tidak nikah) itu seperti para pendeta Nasrani yang dilarang oleh
Rasulullah.

3. Haram, hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah
HARAM dan jika ia memaksakan diri utnuk menikah akan mengkhianati isterinya atau
suaminya, baik dalam pemberian nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga
dengan perkawinan itu hak-hak istri/suami tidak terpenuhi.

3
2. HUKUM PERNIKAHAN MONOGAMI DALAM AJARAN ISLAM

1. pengertian monogami

Dalam kamus bahasa Indonesia, monogami berarti sistem yang


memperbolehkanseorang laki-laki mempunyai satu isteri pada jangka waktu tertentu. Dari ta’rif
tersebut dapat dipahami bahwa seorang suami yang beristerikan satu isteri saja tidak dua atau
tiga maka suami itu menganut monogami.

Azas monogami telah ditetapkan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu sebagai
salah satu asas perkawinan dalam Islam. Tujuannya untuk memberikan landasan dan modal
utama dalam pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Oleh
karena itu hukum asal perkawinan dalam Islam adalah monogami. Hukum ini sangatlah
beralasan karena dengan monogami tujuan pernikahan untuk menghantarkan keluarga bahagia
akan lebih mudah karena tidak terlalu banyak beban. Selain dengan bermonogami juga akan
lebih mudah untuk menetralisir dan meredam sifat cemburu, iri hati dan perasaan mengeluh
dalam kehidupan isteri sehari-hari. Islam memerintahkan kepada laki-laki untuk nikah dengan
seorang perempuan yang dicintainya. Bagi laki-laki, selayaknya sikap monogami ini jika tidak
ada alasan yang dapat dibenarkan untuk beristeri lebih dari satu, seperti si isteri ternyata
mandul.

2. Dalil dan hukum asal pernikahan monogami

Pada asalnya hukum Islam menetapkan kepada laki-laki untuk beristeri satu saja. Isyarat
al-Qur’an untuk bermonogami bagi laki-laki dapat kita pahami dari berbagai ayat alQur’an yang
memerintahkan kepada laki-laki untuk menikah jika sudah mampu, sikap membujang
berkepanjangan tanpa alasan adalah sikap yang tidak dibenarkan karena dalam nikah banyak
terdapat kebaikan.

Adapun dasar hukum monogami dalam Islam adalah al-Quran yang menjelaskan
tentang kewajiban berperilaku adil terhadap seorang istri, dan jika khawatir tidak mampu
berperilaku adil maka wajib monogami. Bahkan secara tegas bahwa Allah menyatakan bahwa
para suami tidak akan mampu berbuat adil kepada istri mereka.

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu
senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berbuat adil, maka
(kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya [Q.S. an-Nisa: 3).

Menurut Yusuf Qardhawi, Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah manusia; mengakui
fakta yang dapat membimbing dan menjauhkan manusia dari perbuatan bodoh. Sebelum Islam
datang, agama-agama terdahulu telah membolehkan praktek poligami sampai seratus isteri
tanpa terikat oleh syarat dan aturan. Itulah kultur yang terjadi di masyarakat dahulu. Islam
datang tidak menghapus secara serta merta sistem poligami “Jahiliyah”, yang sudah mendarah
daging namun membangun aturan poligami; penerapan pembatasan jumlah istri tidak boleh
lebih dari empat di samping adanya syarat-syarat lain yang berhubungan dengan keadilan.

Islam turun di tengah-tengah masyarakat jahiliyah dalam kondisi poligami yang berlebihan dan
agar Islam diterima oleh mereka pada saat itu, maka Islam membolehkan praktik menikah
dengan batasan empat orang istri. Dengan demikian, hukum asal pernikahan dalam Islam
adalah monogami. Sebab syarat keadilan menjadi syarat berat bagi setiap suami yang akan
melaksanakan pernikahan lebih dari seorang istri.

4
3. POLIGAMI DALAM AJARAN ISLAM

1. Pengertian dan Hukum Poligami

Secara kebahasaan yang lebih tepat adalah poligini yang dalam kamus bahasa Indonesia
diartikan sebagai “Sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa
wanita sebagai isterinya di waktu yang bersamaan”. Namun dalam tulisan ini, selanjutnya
penulis cenderung untuk menggunakan istilah poligami untuk pembahasan dimaksud, yaitu
poligami yang bermakna pologini (suami beristeri lebih dari satu) karena selain bisa dibenarkan
secara kebahasaan juga istilah tersebut sudah populer penyebutannya di masyarakat untuk laki-
laki yang beristeri lebih dari satu.

menurut Mahmud Syaltut, bahwa pada asalnya Islam memerintahkan laki-laki untuk beristeri
satu, boleh beristeri lebih dari satu jika dipandang darurat. Apa yang dimaksud dengan darurat
tersebut?

Menurut Yusuf Qardhawi,kondisi daruratyang dengannya seorang laki-laki dibolehkan


berpoligami adalah sebagai berikut:
1. Ditemukan seorang suami yang menginginkan keturunan, akan tetapi ternyata isterinya
tidak dapat melahirkan anak disebabkan karena mandul atau penyakit.
2. Di antara suami ada yang memiliki overseks, akan tetapi isterinya memiliki kelemahan
seks, memiliki penyakit atau masa haidhnya terlalu panjang sedangkan suaminya
tidak sabar menghadapi kelemahan isterinya tersebut.
3. Jumlah wanita lebih banyak dibanding jumlah laki-laki, khususnya setelah terjadi
peperangan. Di situ terdapat kemashlahatan yang harus didapat oleh sebuah
masyarakat dan para wanita yang tidak menginginkan hidup tanpa suami dan keinginan
hidup tenang, cinta dan terlindungi serta menikmati sifat keibuan.

Nafkah itu ada yang bersifat lahiriyah, yaitu nafkah yang bersifat materi dan immateri
(batiniyah). Sehubungan dengan pembagian nafkah tersebut maka keadilanpun terbagi mejadi
dua yaitu keadilan dalam memberikan nafkah lahiriyah dan keadilan dalam memberikan nafkah
batiniyah. Pada keadilan bentuk pertama, seorang suami dituntut untuk berlaku adil terhadap
isteri-isterinya dalam memberikan makan, minum, pakaian, rumah, serta waktu giliran.
Pemenuhan rasa keadilan bentuk pertama ini sangat mungkin dapat dilakukan oleh seorang
suami terhadap isteri-isterinya. Maka jika seorang suami tidak dapat berlaku adil dalam nafkah
lahir ini yang mengakibatkan isteri-isteri terzalimi, maka haram bagi laki-laki untuk berpoligami.
Allah swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nisa : 3

Artinya: “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”

Contoh praktik poligami ideal adalah Baginda Rasulullah saw yang selalu berusaha untuk
berlaku adil sampai kepada masalah bepergian dan untuk memenuhi rasa keadilan tersebut,
Rasulullah mengundi di antara isteri-isterinya. Bagi yang keluar undiannya, maka dialah yang
menjadi teman pergi Rasulullah, hal ini dilakukan oleh Rasulullah supaya tidak melukai
perasaan dan meminta kerelaan dari isteri-isteri yang tidak pergi bersama Rosul.

Bukan hanya itu, Beliau berpoligami hanya semata untuk kepentingan dakwah sebab istri-istri
yang dinikahi oleh beliau adalah wanita-wanita yang sangat memerlukan bantuan, lihatlah sosok
wanita yang beliau nikahi semuanya adalah janda kecuali Sayidatuna ‘Aisyah r.a.

5
2. Hikmah dari Poligami

Alasan kebolehan berpoligami bagi sang suami dikarenakan terdapat kondisi darurat dan
syarat beraku adil terdapat hikmah di dalamnya yang Menurut Rasyid Ridha sedikitya
terdapat empat hikmah.
1) Untuk mendapatkan anak bagi suami yang subur dan isteri yang mandul.
2) Menjaga keutuhan keluarga tanpa harus mencerai isteri pertama meski ia
tidak berfungsi semestinya sebagai isteri karena cacat fisik dan sebagainya.
3) Untuk menyelamatkan suami yang hiperseks dari perbuatan free sex.
HIKMAH Tercatat di beberapa negara Barat yang melarang poligami mengakibatkan
POLIGAMI merajalelanya praktek prostitusi dan free sex (kumpul kebo) dan lahirnya
anak-zina yang mencapai jumlah cukup tinggi.
4) Menyelamatkan harkat dan martabat wanita dari krisis akhlak (melacur),
terutama bagi mereka yang tinggal di negara yang jumlah wanitanya lebih
banyak dibanding laki-laki akibat peperangan misalnya.

Sedangkan hikmah kebolehan Rasulullah beristeri lebih dari empat bukanlah karena dorongan
hawa nafsu sebagaimana yang dituduhkan oleh kaum orientalis, tapi mengandung hikmah yang
besar, yaitu kepentingan dakwah Islam sebagaimana dikemukakan oleh Abbas Mahmud al-
Aqqad sebagai berikut:

1) Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran agama. Semua isteri Nabi yang
berjumlah sembilan dapat dijadikan sumber informasi bagi umat Islam yang hendak
mengetahui ajaran-ajaran Nabi dan praktek kehidupan beliau dalam berkeluarga,
bermasyarakat, terutama masalah rumah tangga.
2) Untuk kepentingan politik, yaitu mempersatukan suku-suku bangsa Arab dan
sekaligus menarik mereka masuk Islam. Seperti perkawinan Nabi dengan
Juwairiyah putri al-Harist kepala suku bani al-Musthaliq dan Shafiyah, seorang tokoh
dari Bani Quiraizhah dan Bani al-Nadhir.
3) Untuk kepentingan sosial dan kamanusiaan. Seperti perkawinan beliau dengan
janda dermawan bernama Khadijah dan janda pahlawan Islam seperti Saudah binti
Zuma’ah (suaminya meninggal setelah kembali dari hijrah ke Abesenia), Hafsah binti
Umar (suaminya gugur pada perang badar), Hindun Ummu Salamah (suaminya
gugur di perang Uhud).

4. NIKAH MUT’AH

Semarak nikah mut’ah atau sering disebut dengan nikah kontrak nampaknya masih
menghiasi kehidupan sebagian kecil masyarakat. Keprihatinan dan kehwatiran pun muncul dari
orang tua, tokoh masyarakat, pendidik bahkan ulama terhadap pernikahan yang terkesan “main-
main” ini. Praktek nikah mut’ah seperti tersebut terjadi selain karena terdapat legitimasi dari
kelompok yang membolehkan, juga ditemukan alasan untuk terhindar dari perzinahan demi
memenuhi tuntutan sex sesaat. Untuk dapat menguji keabsahan nikah mut’ah yang banyak
dilakukan oleh orang yang tinggal jauh dari isterinya karena memenuhi tugas kerja misalnya,
bahkan tak luput pelakunya adalah pemuda dan mahasiswa, berikut ini akan dijelaskan duduk
masalahnya.

1. Pengertian dan dasar nikah Mut’ah

Kata mut’ahberasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti antara lain bekal yang
sedikit dan barang yang menyenangkan. Pengertian ini sejalan dengan kata mut’ah yang
terdapat dalam al-Quran yang berarti bercampur (bersenang-senang bersama istri dengan
bersenggama) dan pemberian yang menyenangkan oleh suami kepada isterinya yang dicerai.

6
Firman Allah swt:

Artinya: “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-
isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.
Dan hendaklah kamu berikan suatu mut`ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu
menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu
pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang
berbuat kebajikan.” (QS. Al-Baqarah: 236)

Yusuf Qardhawi memberikan pengertian nikah mut’ah secara terminologi, yaitu seorang
laki-laki mengikat (menikahi) seorang perempuan untuk waktu yang ditentukan dengan imbalan
uang yang tertentu pula. Di Indonesia, kawin mut’ah ini popular dengan sebutan kawin
kontrak.
Uraian di atas memberikan gambaran cukup jelas tentang nikah mut’ah. Bahwa tidaklah
nikah mut’ah itu dilakukan, kecuali kecenderungan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
seksual, berakhir tanpa talak (cerai) karena secara otomatis jika sudah habis waktu kontrak
yang telah ditentukan maka berakhir lah riwayat pernikahan itu. Dilihat dari penetapan
pembatasan waktu (ta’qit) tersebut, pernikahan semacam itu bertentangan dengan syariat Islam
yang menghendaki pernikahan itu tidak terbatas oleh waktu

2. Hukum nikah mut’ah

nikah mut’ah pada zaman Nabi diperbolehkan namun tidak berlaku untuk semua
orang hanya untuk orang tertentu dikarenakan terdapat suatu kondisi yang sangat mendesak.

Menurut Yusuf Qardhawi, rahasia diperbolehkan nikah mut’ah pertama kali


pada zaman Nabi, karena umat ketika itu berada pada “masa transisi” dari dunia Jahiliyah ke
dunia Islam. Di mana pada zaman Jahiliyah, perzinahan merupakan budaya yang sudah
menyebar luas. Ketika Islam mewajibkan kepada kaum untuk pergi berjihad, mereka merasakan
sangat berat tinggal jauh dengan isteri-isteri mereka. Di antara kaum yang ikut berijihad dengan
Rosulullah itu ada yang memiliki iman yang kuat dan ada yang lemah. Mereka yang lemah
imannya sangat takut terjerumus ke jurang perzinahan. Sedangkan mereka yang kuat imannya
bersikeras untuk menghilangkan nafsu seksnya dengan cara mengebiri, sebagaimana informasi
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu mas’ud

Berdasarkan keterangan di atas, maka jelaslah bahwa kebolehan hukum nikah mut’ah pada
zaman Nabi itu memiliki alasan sebagai berikut:
a. Merupakan keringanan hukum (rukhsah) untuk memberikan jalan keluar dari
problematika yang dihadapi oleh dua kelompok orang yang imannya kuat dan imannya
lemah.
b. Sebagai langkah perjalanan hukum Islam menuju ditetapkannya kehidupan rumah
tangga yang sempurna untuk mewujudkan semua tujuan pernikahan yaitu melestarikan
keturunan, cinta kasih sayang dan memperluas pergaulan melalui perbesanan.

Terkait dengan hukumnya, dilihat dari prosesnya nampaknya langkah pengharaman


nikah mut’ah yang ditempuh oleh Islam dilakukan secara priodik seperti proses pengharaman
khamar. Rosulullah memperbolehkan nikah mut’ah dalam kondisi tertentu (darurat), kemudian
Rosulullah saw mengharamkan nikah mut’ah sebagai bentuk pernikahan. Sebagaimana Hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Syibrah al-Juhani “bahwasanya ia
berperang bersama Rosulullah saw pada waktu fathu Makkah, maka Rosulullah mengizinkan
mereka untuk melakukan nikah mut’ah. Ia berkata: “Maka kaum tetap melakukan nikah mut’ah
itu sampai Rosulullah mengharamkan nikah mut’ah. Dan dalam redaksi yang lain, terdapat
Hadits yang berbunyi”

7
Artinya: Wahai manusia, aku pernah membolehkan untuk mu melakukan nikah mut’ah dengan
wanita kemudian Allah mengharamkan nikah mut’ah itu. Oleh karena itu jika masih terdapat
memiliki wanita yang diperoleh dengan cara nikah mut’ah maka hendaknya ia melepaskannya
dan janganlah kamu mengambil sedikitpun dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka
(HR Muslim)

Dari penjelasan hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kebolehan hukum
nikah mut’ah itu telah dinasakh (dihapus hukumnya) oleh keharamnnya. Dengan demikian
hukum yang berlaku sejak terjadinya penghapusan sampai sekarang dan seterusnya adalah
keharaman nikah mut’ah.

Di kalangan sahabat orang yang secara tegas mengharamkan nikah mut’ah adalah Umar bin
Khattab, dengan lantang beliau melarang nikah mut’ah serta mengancam hukuman bagi
pelakunya.

3. Nikah mut’ah masa kini

Masa Kini Seperti telah dikemukakan di awal, nikah mut’ah saat ini masih banyak
dilakukan oleh sebagaian masyarakat meski mendapat protes yang cukup keras juga.
Kecenderungan itu muncul karena dirasakan mudah untuk dilakukan pada zaman di mana
orang banyak berfikir pragmatis. Selain jika dilihat dari tabiatnya bahwa salah satu kesamaan
manusia masa lampau dengan masa kini di antaranya adalah masalah nafsu seks. Ternyata
dengan dalih yang sama, di masa sekarang ini praktek nikah mut’ah ini terjadi lagi dan bahkan
ada yang melegalkan kembali seperti yang ditetapakan oleh kelompok syiah.
Dengan demikian penghalalan nikah mut’ah pada masa sekarang ini dapat dikatakan
bathil dan sangat mudah untuk ditolak baik secara aqli maupun naqli:
1. Islam menetapkan pernikahan sebagai ikatan perjanjian yang kuat. Yang dibangun atas
landasan motivasi untuk hubungan yang kekal yang akan menumbuhkan cinta, kasih
sayang dan ketentraman batin serta menciptakan keturunan yang langgeng. Sedangkan
dalam nikah mut’ah (kontrak) perkawinan tidak bersifat kekal, tapi dibatasi oleh waktu
yang telah disepakati. Dan perceraian kedua pasangan itu secara otomatis dikarenakan
habisnya masa kontrak. Jelas nikah mut’ah ini bertentangan dengan prinsip dan tujuan
nikah dalam Islam.
2. Menghalalkan kembali nikah mut’ah berarti langkah mundur dari sesuatu yang telah
ditetapkan secara sempurna oleh Islam. Salah satu sebab diperbolehkannya nikah pada
zaman Nabi karena kondisi “transisi” dari Jahiliyah kepada Islam. Di mana perzinahan
pada zaman Jahiliyah merupakan budaya yang sudah menyebar. Diperboehkannya
nikah mut’ah ketika itu sebagai langkah proses menuju pernikahan yang sempurna. Jadi
nikah mut’ah sekarang ini tidak dapat dibenarkan karena sudah disyariatkannya nikah
yang sempurna.
3. Alasan darurat untuk menghalalkan kembali nikah mut’ah merupakan alasan yang
terlalu dibuat-buat. Sebab alasan darurat diperbolehkannya nikah mut’ah pada zaman
Nabi itu dalam keadaan berperang di mana isteri mereka tinggal berjauhan, sulit mereka
untuk bertemu. Apakah relevan kalau hanya alasan nafsu seks itu dijadikan dalih untuk
membolehkan nikah mut’ah sekarang ini? Tentu tidak relevan karena itu qiyas fariq
yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Dampak negatif yang diakibatkan dari nikah mut’ah sangat merusak dimensi sosial. Sebab
akibat nikah mut’ah akan bermunculan perempuan-perempuan yang kehilangan suaminya,
seakan-akan wanita dijadikan pemuas nafsu laki-laki sesaat dan akan muncul anak-anak yang
tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya. Hal ini akan menggangu pertumbuhan psikologis
anak.

8
2. Daftarmateriyangsulit dipahami
(Tuliskan minimal 3 soal level HOTS, dengan menuliskan indikator soal sesuai kisi-kisi UP PPG 2021
dan menuliskan level soal [C4 atau C5 atau C6], betuk soal pilihan ganda dengan lima option (a.b,c,d,
dan e) dankunci jawabannya).
Soal 1:
Indikator soal : Siswa dapat memahami dan memaknai suatu informasi
fakta dan konsep
Level taksonomi: C1
Soal:
1. Jupri seorang pemuda yang sudah bekerja,dia mempunyai cita-cita ingin menjadi orang
sukses, keluarganya menginginkan Jupri untuk segera menikah tetapi Jupri tidak mau, maka
hukum nikah berdasarkan ilat tersebut adalah…
A. Haram
B. Sunnah
C. Mubah
D. Wajib
E. Makruh

Jawaban : B.Sunnah

Soal 2
Indikator soal: Siswa dapat mengingat suatu fakta dan konsep, rumus teori dan
dalil
Level taksonomi: C1
Soal:
Berikut ini adalah Tujuan dari perkawinan monogamy kecuali….
A. Naluri kebapakan dan keibuan berkembang dalam menaungi anak dimasa
kanakkanak sertatumbuhnya rasa kasih sayang.
B. Untuk menghantarkan keluarga bahagia akan lebih mudah karena tidak terlalu banyak
beban
C. Untuk memberikan landasan dan modal utama dalam pembinaan kehidupan rumah
tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
D. Akan lebih mudah untuk menetralisir dan meredam sifat cemburu, iri hati dan
perasaan mengeluh dalam kehidupan isteri sehari-hari.
E. .Membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung jawab pekerjaan kepada suami dan isteri

Jawaban : A

Soal 3
Indikator soal: Siswa dapat mengingat suatu fakta dan konsep, rumus teori dan
dalil
Level taksonomi: C1
Soal:
3. Bagi orang yang telah mampu memberi nafkah, jiwanya terpanggil untuk nikah dan jika tidak
nikah, khawatir terjerumus ke lembah perzinahan, maka nikah baginya dihukumi …
A. Wajib
B. Makruh
C. Sunah
D. Haram
E. Mubah

Jawaban : A.

9
4. Daftarmateriyangsering mengalami miskonsepsi dalam Pembelajaran
(Tuliskan materi yang sering saudara salah pahami secara konseptual (misconception).

1. NIKAH MUT’AH
Karena perlu dikaji secara detail pengertian nikah mut’ah, karena kebolehannya zaman nabi
seperti hamr yang sudah di Mansukh secara periodic. Sehingga saat ini sering
terjadimiskonsepsi nikah mut’ah ini. Karena dalam hukum islam pasti ada hikmah di haramkan,
dalam hal ini tentunya pihak wanita lah yang sangat dirugikan.

10

Anda mungkin juga menyukai