Anda di halaman 1dari 8

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Nama Mahasiswa : RUDI FAIZAL NASRULLOH, S.Pd.I


B. Judul Modul : PAI KONTEMPORER
C. Kegiatan Belajar : MODERASI BERAGAMA (KB 4)
D. Refleksi :
Setelah membaca dan mempelajari materi Kegiatan belajar (KB.4) pada modul PAI
Kontemporer ini banyak ilmu dan wawasan baru yang saya dapatkan. Pada
kegiatan belajar (KB.4) ini membahas tentang moderasi beragama serta
penerapannya dalam pembelajaran PAI. Materi ini sangat penting dimiliki oleh
seorang guru. Karena kita sebagai guru akan senantiasa berhadapan dengan
peserta didik yang beragam. Baik itu dari hal pengetahuan, sikap, psikomotor,
agama dan keyakinan, motivasi dan kreativitasnya. Dengan kita memahami
moderasi beragama ini kita mampu menghadapi keberagaman disertai dengan
keilmuan yang memadai.

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


1 Konsep (Beberapa istilah 1. Moderasi : pengurangan kekerasan,
dan definisi) di KB penghindaran keekstreman, yaitu sikap selalu
menghindarkan perilaku atau pengungkapan
yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah
jalan tengah
2. Wasathiyyah : ajaran Islam yang
mengarahkan umatnya agar adil, seimbang,
bermaslahat dan proporsional, atau sering
disebut dengan kata “moderat” dalam semua
dimensi kehidupan
3. Tawassuth : memilih jalan tengah di antara
dua kutub ideologi keagamaan ekstrim
fundamentalisme dan liberalisme
4. Al-I’tidal : sikap tegak lurus dan adil, suatu
tindakan yang dihasilkan dari suatu
pertimbangan
5. Toleransi : sikap menghargai dan
menghormati perbedaan antar sesama
manusia
6. Tasamuh : sikap baik dan berlapang dada
terhadap perbedaan-perbedaan dengan orang
lain yang tidak sesuai dengan pendirian dan
keyakinannya
7. Syura (musyawarah) : pembahasan bersama
dengan maksud mencapai keputusan atas
penyelesaian masalah bersama
8. Ishlah : upaya yang dilakukan untuk
menghilangkan terjadinya kerusakan, dan
perpecahan antara manusia dan melakukan
perbaikan dalam kehidupan manusia
9. Muwathanah : pemahaman dan sikap
penerimaan eksistensi negara-bangsa (nation-
state) dan pada akhirnya menciptakan cinta
tanah air (nasionalisme) di mana pun berada
10. Qudwah : identik dengan uswah atau
keteladanan
11. Al-La ‘Unf : menolak ekstremisme yang
mengajak pada perusakan dan kekerasan,
baik terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap tatanan sosial
12. I’tiraf al-‘Urf : suatu adat kebiasaan
masyarakat yang dipandang baik dan dapat
diterima akal sehat.
Pada modul terdapat beberapa kata dan kalimat
yang masih belum saya pahami diantaranya
seperti pada kata al-wasathiyah, Tawassuth,
Mulāzamatu al-Adli wa al-‘Itidal, ta’abbud,
Daftar materi pada KB yang
2 Afdhaliyyah/Khairiyyah, Istiqāmah ala al- Thorīq,
sulit dipahami
dengan banyaknya istilah kata ini yang membuat
saya harus berulang membaca karena belum
begitu paham makna nya. Apalagi jika
diimplementasikan dengan moderasi beragama.
Penerapan di lapangan terkait implikasi moderasi
beragama di tingkat Sekolah Dasar saya rasa
masih sangat kurang. Jika melihat teori moderasi
agama harus senantiasa ditanamkan dan disusun
Daftar materi yang sering oleh semua guru, bahkan untuk guru kelas
3 mengalami miskonsepsi sekalipun. Karena muatan dalam kurikulum pun
dalam pembelajaran sudah tertera di kompetensi spiritualnya. Tapi
pada kenyataannya antara teori dengan fakta
dilapangan masih jauh dari penerapan moderasi
itu. Apalagi dengan adanya sekolah daring
sangat sulit untuk menerapkannya.

Peta Konsep Moderasi Beragama


1. Pengertian Moderasi Beragama
Moderasi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia online adalah pengurangan
kekerasan, penghindaran keekstreman. Moderasi dalam bahasa arab disebut dengan al-
Wasathiyyah al-Islamiyyah. Secara etimologi, kata wasatiyyah berasal dari bahasa Arab.
Kata wasatiyyah tersebut mengandung beberapa pengertian, yaitu adalah (keadilan) dan
khiyar (pilihan terbaik) dan pertengahan.
Kata al-wasathiyah atau moderat mempunyai lebih dari satu makna, yaitu (1)
Tawassuth, berada pada posisi tengah antara dua sisi yang berseberangan. Dimana
kedua titik itu tidak dipertentangkan atau dibenturkan tetapi dipertemukan pada posisi
tengah. (2) Mulāzamatu al-Adli wa al-‘Itidal, mempertahankan keseimbangan dan sikap
yang proporsional, sehingga permasalahan yang ada disikapi dengan wajar. Dengan
memberi porsi yang wajar kepada ta’aqqul dan ta’abbud (rasionalitas) dan ta’abbud
(kepatuhan) yang tanpa reserve. (3) Afdhaliyyah/Khairiyyah, memiliki sikap dan posisi
yang afdhal, tidak menegasikan sama sekali pendapat-pendapat yang berlawanan, (4)
Istiqāmah ala al- Thorīq, konsisten di jalan yang lurus, karena posisi tengah memberikan
kestabilan dan kemantapan.
Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrim dan tidak berlebih-lebihan saat
menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya disebut moderat.

2. NIlai-Nilai Moderasi Beragama


Moderasi merupakan prinsip dalam beragama yang perlu diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Ada beberapa nilai moderasi yang dapat diimplementasikan dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat. Nilai-nilai moderasi ini dipandang relevan
dengan ajaran agama Islam. Sementara itu, dua nilai tambahan berasal dari sumbang
saran para ahli kepada Kementerian Agama.
Kesembilan nilai moderasi tersebut adalah tengah-tengah , tegak lurus , toleransi ,
musyawarah, reformasi, kepeloporan, kewargaan/cinta tanah air, anti kekerasan dan
ramah budaya.
Secara ringkas dapat dilihat melalui peta konsep berikut ini

(a) Tawassuth
Tawassuth atau wasathiyyah adalah memilih jalan tengah di antara dua kutub ideologi
keagamaan ekstrim fundamentalisme dan liberalisme. Istilah wasathiyyah berasal dari
bahasa Arab yang berarti kelas menengah, bukan ekstrem kanan atau ekstrem kiri.
Wasathiyyah memberikan perhatian yang besar pada kesalehan ritual seperti pada
kesalehan sosial. Wasathiyyah menekankan hidup sejahtera di dunia, dan keamanan di
akhirat, tidak mengejar kehidupan duniawi sedangkan kehidupan ukhrawi diabaikan,
begitu pula sebaliknya.
Ada sejumlah harapan yang dapat disemaikan melalui pengetahuan nilai wasathiyyah,
diantaranya: a) Terus menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa dengan
berbagai suku bangsa yang mendiami sejumlah pulau, dari Sabang hingga Merauke,
dengan perbedaan agama, ras, Bahasa, dan adat budaya. Keberagaman ini dibingkai
dalam konsep pemahaman moderasi, cara pandang bangsa Indonesia terhadap dirinya
sendiri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, b)
Terus menumbuhkan rasa memiliki dan patriotisme untuk menjamin kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara, c) Terus meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab
sebagai warga negara Indonesia yang menghormati umat beragama di tanah air, antar
umat beragama, dan antar umat beragama dengan pemerintah, serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(b) I’tidal (adil tegak lurus)


Al-I’tidal adalah sikap tegak lurus dan adil, suatu tindakan yang dihasilkan dari suatu
pertimbangan. Sementara keadilan diartikan sebagai suatu sifat atau perbuatan atau
perlakuan yang adil. Setelah kata "Allah" dan "Pengetahuan" keadilan dengan berbagai
terminologinya merupakan kata yang paling sering disebutkan dalam Alquran. Secara
garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat
kesamaan perlakuan dimata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak,
hak menikmati pembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta adanya
keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.
Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam berbagai golongan. Golongan yang
satu akan mendzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas
manusia. Murtadha Muthahhari memaknai keadilan sebagai suatu keadaan yang
seimbang. Dalam suatu masyarakat terdapat bagian-bagian yang beragam yang menuju
satu tujuan tertentu, maka di situ terdapat banyak syarat.
I’tidal bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban secara proporsional. I’tidal merupakan bagian dari penerapan
keadilan dan etika bagi setiap muslim.

(c) Tasamuh (toleransi)


❖ Pengertian Toleransi
Kata toleransi berasal dari toleran dalam KBBI diartikan menenggang atau
menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Dalam bahasa Arab, toleran adalah “tasāmuh”, yang berarti sikap baik dan berlapang
dada terhadap perbedaan-perbedaan dengan orang lain yang tidak sesuai dengan
pendirian dan keyakinannya.
Toleransi dianjurkan dalam masalah muamalah dan hubungan kemasyarakatan
bukan menyangkut masalah akidah dan ibadah. Toleransi dalam masalah ibadah dan
akidah tertolak sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saat empat pemuka kafir
Quraisy datang menemui beliau. Kemudian Allah menurunkan surat Al-Kafirun ayat 1-
6, terutama dalam ayat 6 yang menegaskan bahwa tidak ada toleransi dalam hal yang
menyangkut akidah. Allah Swt berfirman:

“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (Q.S. al-Kafirun [109]: 6)

Sedangkan sikap toleransi dalam masalah muamalah dan kemasyarakatan


dijelaskan oleh Allah dalam Q.S. al-Mumtahanah [60] ayat 8-9:
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari
kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari
kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa
menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang yang zalim.” (QS. al-
Mumtahanah [60]: 8-9)

Inilah toleransi yang diajarkan di dalam Islam. Allah telah memerintahkan kepada
hamba-Nya untuk bertoleransi pada orang-orang di luar Islam. Namun demikian, sikap
toleransi tidak boleh dipraktikkan dalam hal yang menyangkut akidah. Inilah ketentuan
syariat yang berhubungan dengan toleransi.

❖ Bentuk-bentuk Toleransi dalam Islam


Ada beberapa bentuk toleransi dalam Islam, diantaranya:
1) Islam mengajarkan menolong siapapun, baik orang miskin maupun orang yang
sakit, muslim atau non-muslim, bahkan terhadap binatang sekalipun.
2) Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non muslim.
3) Boleh memberi hadiah pada non-muslim. Islam memperbolehkan umat Islam
memberi hadiah kepada non-muslim, agar membuat mereka tertarik pada Islam,
atau ingin berdakwah dan atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin

❖ Toleransi Antar umat Beragama


Sebagai makhluk sosial manusia diwajibkan mampu berinteraksi dengan
individu/manusia lain dalam rangka memenuhi kebutuhan. Dalam rangka menjaga
persatuan dan kesatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghargai
dan menghormati, sehingga tidak terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan
pertikaian. Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 telah disebutkan bahwa
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
sendiri-sendiri dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya".
Sehingga kita sebagai warga Negara sudah sewajarnya saling menghormati antar hak
dan kewajiban yang ada diantara kita demi menjaga keutuhan Negara dan
menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama.
Misalnya toleransi beragama di mana penganut agama mayoritas dalam sebuah
masyarakat mengizinkan keberadaan agama minoritas lainnya. Jadi toleransi antar
umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan
mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama
lain.

(d) Syura (Musyawarah)


Istilah musyawarah berasal dari kata ‫ مشاوزة‬. Struktur akar kata tersebut bermakna
pokok "menampakkan dan menawarkan sesuatu" Dari makna terakhir ini muncul
ungkapan syawartu fulanan fi amri. Pendapat senada mengemukakan bahwa
musyawarah pada mulanya bermakna "mengeluarkan madu dari sarang lebah".
Karenanya, kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang
baik, sejalan dengan makna dasarnya. Selain itu dipakai juga kata musyawarah yang
berarti berunding dan berembuk.
Hal ini semakna dengan pengertian yang mengeluarkan madu yang berguna bagi
manusia. Dengan demikian, keputusan yang diambil berdasarkan Syura merupakan
sesuatu yang baik dan berguna bagi kepentingan kehidupan manusia. Musyawarah
merupakan esensi ajaran Islam yang wajib ditetapkan dalam kehidupan sosial umat Islam.
Syura memang merupakan tradisi Arab Pra Islam yang sudah turun-temurun. Oleh
Islam tradisi ini dipertahankan karena syura merupakan tuntutan abadi dari kodrat
manusia sebagai makhluk sosial.
Syura berarti mekanisme pengambilan keputusan yang berlandaskan pada dialog,
komunikasi, saling bertukar pendapat mengenai sesuatu perkara. Mekanisme
musyawarah adalah salah satu ciri masyarakat beradab dan demokratis, sehingga hak
bersuara setiap warga dijamin dan dilindungi secara sah.

(e) Ishlah (Kreatif Inovatif)


Ishlah juga dapat difahami sebagai suatu tindakan atau gerakan yang bertujuan untuk
merubah keadaan masyarakat yang rusak akhlak dan akidah, menyebar ilmu
pengetahuan dan memerangi kejahilan. Ishlah juga menghapus bid’ah dan khurafat yang
memasuki agama dan mengukuhkan akidah tauhid. Dengan ini manusia akan benar-
benar menjadi hamba Allah Swt yang menyembah-Nya. Masyarakat Islam juga menjadi
masyarakat yang memandu ke arah keadilan dan persamaan.
Menurut syariat Islam, tujuan Ishlah adalah untuk mengakhiri konflik dan perselisihan
sehingga mereka dapat menciptakan hubungan dalam kedamaian dan penuh
persahabatan. Dalam hukum Islam, Ishlah adalah bentuk kontrak yang secara legal
mengikat pada tingkat individu dan komunitas. Secara terminologis, istilah Ishlah
digunakan dengan dua pengertian, yakni proses keadilan restoratif dan penciptaan
perdamaian serta hasil atau kondisi aktual yang dilahirkan oleh proses tersebut.
Ishlah bermakna mengutamakan prinsip kreatif inovatif untuk mencapai keadaan lebih
baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada
kemaslahatan umum dengan tetap berpegang pada prinsip: al-muhafazah ‘ala al-qadimi
al-salih wa alakhdzu bi al-jadid al-aslah.

(f) Qudwah (teladan)


Dalam Islam sering digunakan istilah Qudwah hasanah untuk menggambarkan
keteladanan yang baik, atau dima’rifatkan dengan al menjadi al-qudwah. Hal ini juga
ditegaskan oleh Zamakhsyari dalam tafsir Al-Kasyaf bahwa qudwah adalah uswah ,
artinya menjadi contoh dan mengikuti. Qudwah atau Uswah dalam konteks ini adalah
Rasulullah SAW dan orang-orang saleh. Keteladanan ini disertai penjelasan atau perintah
agar diikuti. Keteladanan yang tidak disengaja ialah keteladanan dalam keilmuan,
kepemimpinan, sifat keikhlasan, dan sebagainya.
Keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam
proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru. Dengan
menggunakan metode praktek secara langsung akan memberikan hasil yang efektif dan
maksimal. Qudwah berarti melakukan kepeloporan dalam prakarsa-prakarsa kebaikan
demi kemaslahatan hidup manusia dan dengan demikian umat Islam yang mengamalkan
wasathiyyah bisa memberikan kesaksian

(g) Muwathanah (menghargai negara-bangsa dan warga negara)


Al-Muwathanah adalah pemahaman dan sikap penerimaan eksistensi negara-bangsa
dan pada akhirnya menciptakan cinta tanah air di mana pun berada. Al-Muwathanah ini
mengedepankan orientasi kewarganegaraan atau mengakui negara-bangsa dan
menghormati kewarganegaraan. Secara tekstual, Al-Qur’an tidak menyebutkan cinta
tanah air atau nasionalisme ada di dalamnya.
Dalam konteks al-muwathanah, Islam dan negara memiliki keterkaitan dengan
moderasi beragama, menolak pengertian yang beranggapan bahwa agama hanya
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan tidak berkaitan dengan sistem
ketatanegaraan. Agama dalam pembangunan cinta tanah air memiliki peranan yang
sangat penting. Hal ini juga tidak lepas dari faktor sejarah. Ikrar tersebut menunjukkan
tingginya keberagaman bangsa Indonesia, khususnya dalam memperjuangkan dan
mensyukuri kemerdekaan. Akibatnya, agama pun mendapatkan tempat dan perhatian
yang sangat tinggi dalam undang-undang.

(h) Al-La ‘Unf (Anti- Kekerasan)


Anti kekerasan artinya menolak ekstremisme yang mengajak pada perusakan dan
kekerasan, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap tatanan sosial. Ekstremisme
dalam konteks moderasi beragama ini dipahami sebagai suatu ideologi tertutup yang
bertujuan untuk perubahan pada sistem sosial dan politik. Ini merupakan upaya untuk
memaksakan kehendak yang seringkali menabrak norma atau kesepakatan yang ada di
suatu masyarakat.
Ciri-ciri dari anti kekerasan pada moderasi beragama ini adalah mengutamakan cara
damai dalam mengatasi perselisihan, tidak main hakim sendiri, menyerahkan urusan
kepada yang berwajib dan mengakui wilayah negaranya sebagai satu kesatuan.

(i) I’tiraf al-‘Urf (Ramah Budaya)


Kata ‘Urf secara etimologi berarti "sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal
sehat". Istilah ‘urf dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian istilah al-‘adah .
Kata al-‘adah itu sendiri, disebut demikian karena ia dilakukan secara berulang-ulang,
sehingga menjadi kebiasaan masyarakat.
Seperti yang dijelaskan oleh Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf bahwa makna
kaidah secara bahasa " Aladatu" ‫ادة‬SS‫ الع‬terambil dari kata " al audu" ‫ود‬SS‫ الع‬dan " al
muaawadatu " ‫ الموادة‬yang berarti "pengulangan". Oleh karena itu, secara bahasa al-’adah
berarti perbuatan atau ucapan serta lainnya yang dilakukan berulang-ulang sehingga
mudah untuk dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan. Menurut jumhur ulama, batasan
minimal sesuatu itu bisa dikatakan sebagai sebuah ‘adah’ adalah kalau dilakukan selama
tiga kali secara berurutan.
Sedangkan "Mukhakkamatun" secara bahasa adalah isim maf’uI dari "takhkiimun"
yang berarti "menghukumi dan memutuskan perkara manusia." Jadi arti kaidah ini secara
bahasa adalah sebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan sandaran untuk memutuskan
perkara perselisihan antara manusia.
Adat adalah hukum-hukum yang ditetapkan untuk menyusun dan mengatur hubungan
perorangan dan hubungan masyarakat, atau untuk mewujudkan kemaslahatan dunia.
Tujuan dari Al-‘adat itu sendiri adalah mewujudkan kemaslahatan dan kemudahan
terhadap kehidupan manusia umumnya. Al-‘adat tersebut tidak akan pernah terlepas dari
kebiasaan sekitar dan kepentingan hidupnya. Adat istiadat ini tentu saja berkenaan
dengan soal muamalah.
‘Urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal oleh manusia yang telah menjadi
tradisinya, baik berupa ucapan atau perbuatannya dan atau hal yang meninggalkan
sesuatu juga disebut adat. Karena menurut istilah ahli syara’ tidak ada perbedaan di
antara ‘urf dan adat. Dalam ilmu ushul fiqih, yang dimaksud dengan ‘urf itu adalah sesuatu
yang telah terbiasa manusia atau pada sebagian mereka dalam hal muamalat dan telah
melihat / tetap dalam diri-diri mereka dalam beberapa hal secara terus menerus yang
diterima oleh akal yang sehat.
3. Implementasi Moderasi Beragama
Penyesuaian dapat berupa tata urutan nilai yang penyajiannya didahulukan atau
dikemudiankan, sesuai kebutuhan. Misalnya, untuk anak usia dini, dapat saja nilai yang
didahulukan penguatannya adalah toleransi . Sedangkan untuk remaja, nilai yang
didahulukan adalah ramah budaya . Sebagaimana terdapat pada guru agama lain, kondisi
tersebut sangat dilematis. Begitu juga dengan ajaran Islam, karena secara umum orientasi
Pendidikan Agama Islam adalah untuk memperkuat pondasi keimanan.
Guru harus banyak melakukan inovasi dalam mengembangkan pembelajaran,
mendesain kurikulum, serta menciptakan suasana pembelajaran yang komunikatif dan
penuh inspirasi. Untuk keberhasilan penguatan moderasi di kalangan siswa, semua pihak
diharapkan memberikan kontribusinya, terutama keluarga, lingkungan, dan pemerintah.
Guru Pendidikan Agama Islam melakukan penanaman nilai-nilai moderasi beragama
secara langsung kepada para siswa melalui berbagai pintu yang tersedia, seperti
pengembangan kurikulum, pengembangan bahan ajar, dan strategi pembelajaran.
Namun, rincian materi pelajaran PAI kemudian dikembangkan dalam aspek keilmuan
Islam yang lebih luas meliputi bidang Akidah-Akhlak, Al-Qur’an-Hadits, Fiqih, dan Sejarah
Peradaban Islam.
Implementasi nilai-nilai moderasi di sekolah bisa dilakukan dalam beberapa hal,
yaitu:
1) Pengembangan PAI Berbasis Nilai-Nilai Moderasi Beragama Melalui Budaya Sekolah.
Strategi penguatan school culture dilakukan melalui penguatan sasaran strategis,
program dan kegiatan, indikator yang bisa dicapai, dan waktu pelaksanaan.
2) Penguatan Nilai Moderasi Beragama melalui Budaya Kelas. classroom culture
mengukuhkan sikap toleran dan anti ekstremisme. Pengelolaan kelas mata pelajaran
PAI yang lebih variatif serta mendorong suasana kelas yang dapat menunjukkan
penguatan isu-isu perdamaian dan penghargaan terhadap perbedaan. Inisiatif untuk
membuat quote damai di kelas, pengelolaan kerja kelompok yang heterogen,
perjumpaan dengan orang yang berbeda keyakinan maupun berbeda daerah dapat
ditempuh.
3) Peran Guru PAI dalam Penguatan Moderasi Beragama di Sekolah. Peran penting guru
PAI dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama tidak bisa dipisahkan dari faktor
penguasaan materi agama Islam, keteladanan, sikap, dan perilaku keseharian dalam
mengimplementasikan nilai moderasi beragama. Faktor-faktor tersebut menjadi bagian
tak terpisahkan dari kompetensi yang harus dimiliki oleh guru agama Islam, yaitu
profesionalitas dan kepribadian. Upaya guru PAI dalam membangun keluasan dan
kedalaman materi PAI tersebut dapat dilaksanakan melalui berbagai pengayaan
sumber bacaan dan referensi yang dimilikinya. Isu-isu multikulturalisme, toleransi,
kebangsaan, dan keragaman secara konseptual harus dikuasai oleh guru PAI.
4) Integrasi Moderasi Beragama dalam Materi PAI di Sekolah. Adapun aspek yang ingin
dimunculkan dalam capaian materi pembelajaran PAI adalah berkaitan dengan
kerangka kompetensi dan standar isi yang diintegrasikan dengan nilai-nilai moderasi
beragama.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperoleh
seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik termasuk perilaku kognitif, afektif
dan psikomotorik. Sementara standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi
dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
Secara spesifik penguatan nilai moderasi yang dikembangkan menekankan pada
etika menggunakan media sosial, kemauan menaati aturan produk kesepakatan, peduli
sosial, tanggung jawab, cinta kepada sesama, santun, saling menghormati, semangat
kebangsaan, jujur, inovatif, dan rendah hati.

Anda mungkin juga menyukai