Anda di halaman 1dari 14

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Sejarah kebudayaan Islam


B. Kegiatan Belajar : Perkembangan Islam Di Indonesia (KB 3)

C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


A. Masuknya Islam di Indonesia
Ada beberapa teori yang mengungkap sejarah
masuknya Islam di Indonesia, yaitu: teori Gujarat
(India), teori Arab/ Makkah, teori Persia, dan teori
China.

1. Teori Gujarat (India)


Teori ini menyatakan Islam datang ke Indonesia bukan
langsung dari Arab melainkan melalui India pada abad
ke-13. Dalam teori ini menyebutkan lima tempat asal
Islam di India yaitu Gujarat, Cambay, Malabar,
Coromandel, dan Bengal. Pijnappel, seorang Profesor
Bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Dia
mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia bukan
berasal dari Arab, tetapi berasal dari India, terutama
dari pantai barat, yaitu daerah Gujarat dan Malabar.
Sebelum Islam sampai ke Indonesia, banyak orang
Konsep (Beberapa istilah
1
dan definisi) di KB
Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap
di wilayah India. Dari sana, selanjutnya Islam
menyebar ke Indonesia.

Teori tersebut kemudian direvisi oleh Christian


Snouck Hurgronje, menurutnya Islam yang tersebar di
Indonesia berasal dari wilayah Malabar dan
Coromandel, dua kota yang berada di India selatan,
setelah Islam berpijak kuat di wilayah tersebut.
Penduduk yang berasal Daccan bertindak sebagai
perantara dagang antara negeri-negeri Islam dengan
penduduk Indonesia. Alasan Snouck Hurgronje bahwa
Islam di Indonesia berasal dari Daccan adalah adanya
kesamaan tentang paham Syafi’iyah yang kini masih
berlaku di Pantai Coromandel. Demikian pula
pengaruh Syiah yang masih meninggalkan sedikit
jejaknya di Jawa dan Sumatera, yang dulunya
mempunyai pengaruh kuat sebagaimana kini berlaku
di India.

2. Teori Arab/ Makkah


Teori Arab/ Makkah merupakan salah satu teori yang
biasa dijelaskan dalam penulisan sejarah. Teori ini
disebut juga dengan teori Timur Tengah yang
dipeloporioleh beberapa sejarawan, di antaranya
adalah Crawfurd, Keijzer, Naimann, de Hollander, dan
juga ada beberapa sejarawan Indonesia seperti Hasjmi,
Al-Attas, Buya Hamka, Hoesein Djajadiningrat, dan
Mukti Ali. Penting diketahui, bahwa Coromandel dan
Malabar, menurut Arnold bukanlah satu-satunya
tempat Islam dibawa ke Nusantara. Islam di Indonesia
juga dibawa oleh para pedagang dari Arab.

Para pedagang Arab ini terlibat aktif dalam


penyebaran Islam ketika mereka dominan dalam
perdagangan Barat-Timur sejak awal abad ke-7 dan
ke- 8 M. Asumsi ini didasarkan pada sumber-sumber
China yang menyebutkan bahwa menjelang
perempatan ketiga abad ke-7, seorang pedagang Arab
menjadi pemimpin pemukiman Arab Muslim di pesisir
barat Sumatera. Bahkan, beberapa orang Arab ini telah
melakukan perkawinan campur dengan penduduk
pribumi yang kemudian membentuk inti sebuah
komunitas Muslim yang para anggotanya telah
memeluk agama Islam. Teori ini semula dikemukakan
oleh Crawfurd yang mengatakan bahwa Islam
dikenalkan pada masyarakat Indonesia langsung dari
Tanah Arab, meskipun hubungan bangsa Melayu-
Indonesia dengan umat Islam di pesisir Timur India
juga merupakan faktor penting.

Hamka memberikan argumentasi bahwa Gujarat


hanya sebagai tempat singgah, sedangkan Makkah atau
Mesir adalah sebagai tempat pengambilan ajaran
Islam. Adapun masuknya Islam ke Indonesia melalui
dua jalur, yaitu:
a. Jalur Utara, dengan rute : Arab (Makkah dan
Madinah) Damaskus Baghdad Gujarat
(pantai Barat India) Sri Lanka Indonesia.
b. Jalur Selatan, dengan rute: Arab (Makkah dan
Madinah) Yaman Gujarat (pantai barat India)
Sri Lanka Indonesia.

Hubungan antara timur tengah dengan nusantara


terbagi ke dalam beberapa fase. Pada fase pertama,
sejak akhir abad ke-8 sampai abad ke-12 hubungan
Timur Tengah dengan Nusantara yaitu berkenaan
dengan perdagangan. Kemudian fase berikutnya
sampai akhir abad ke-15 hubungan antara keduanya
terlihat lebih luas. Barulah sejak abad ke-16 sampai
abad ke-17 hubungan Timur Tengah dengan
Nusantara terjalin lebih bersifat politik di samping
kegiatan keagamaan.

3. Teori Persia
Di antara pendukung teori ini adalah P.A. Hoesein
Djajadiningrat. Ini merupakan alasan pertama dari
teori ini. Berdasarkan analisis sosio-kultural, terdapat
titik-titik kesamaan antara yang berlaku dan
berkembang di kalangan masyarakat Islam Indonesia
dengan di Persia. Misalnya, perayaan Tabut di
beberapa tempat di Indonesia, dan berkembangnya
ajaran Syekh Siti Jenar, ada kesamaan dengan ajaran
Sufi al-Hallaj dari Iran Persia. Dia mendasarkan
analisisnya pada pengaruh sufisme Persia terhadap
beberapa ajaran mistik Islam (sufisme) Indonesia.
Ajaran manunggaling kawula gusti Syekh Siti Jenar
merupakan pengaruh dari ajaran wahdat al-wujud al-
Hallaj dari Persia.

Alasan kedua, penggunaan istilah bahasa Persia dalam


sistem mengeja huruf Arab, terutama untuk tanda-
tanda bunyi harakat dalam pengajaran Al-Qur’an.
Alasan ketiga, peringatan Asyura atau 10 Muharram
sebagai salah satu hari yang diperingati oleh kaum
Syi’ah, yakni hari wafatnya Husain bin Abi Thalib di
Padang Karbala.

3. Teori China
Banyaknya unsur kebudayaan China dalam beberapa
unsur kebudayaan Islam di Indonesia perlu
mempertimbangkan peran orang-orang China dalam
Islamisasi di Indonesia, karenanya ”teori China” dalam
Islamisasi tidak bisa diabaikan. H.J. de Graaf, misalnya,
telah menyunting beberapa literature Jawa klasik yang
memperlihatkan peranan orang-orang China dalam
pengembangan Islam di Indonesia.

Teori ini menjelaskan bahwa etnis China Muslim


sangat berperan dalam proses penyebaran agama
Islam di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya pada teori Arab, hubungan Arab Muslim
dan China sudah terjadi pada Abad pertamaHijriah.
Dengan demikian, Islam datang dari arah barat ke
Indonesia dan ke China bersamaan dalam satu jalur
perdagangan. Islam datang ke China di Canton
(Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung
(627-650) dari Dinasti Tang, dan datang ke Nusantara
di Sumatera pada masa kekuasaan Sriwijaya, dan
datang ke pulau Jawa tahun 674 M berdasarkan
kedatangan utusan raja Arab bernama Ta cheh/ Ta shi
ke kerajaan Kalingga yang di perintah oleh Ratu Sima.

Agama Islam masuk ke Indonesia berjalan dengan cara


damai tanpa paksaan. Pada umumnya agama Islam
masuk ke Indonesia dilakukan melalui berbagai cara
(jalur), di antaranya adalah:
1. Perdagangan
2. Perkawinan
3. Pendidikan
4. Tasawuf
5. Kesenian
6. Politik

B. Strategi Dakwah Islam Walisongo


Datangnya Islam mengikis keadaan masyarakat yang
berkasta, merubah kehidupan masyarakat menjadi
lebih baik tanpa adanya penindasan atas perbedaan
kasta. Perubahan ini tidak terlepas atas peran para
wali. Penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad
ke-15-16 dikenal dengan istilah Walisongo. Era
Walisongo menandai berakhirnya dominasi Hindu
Budha dalam budaya di Indonesia dan dirubah
menjadi kebudayaan Islam. Peranan mereka sangat
besar dalam mendirikan kerajaan Islam dan
penyebaran ajaran agama Islam di Jawa.

Penyebaran Islam terutama di Jawa banyak dilakukan


oleh para wali. Wali dalam hal ini Wali Allah atau
Waliyullah adalah orang saleh yang mula-mula
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Jadi, wali
adalah orang yang mengabdikan diri kepada Allah
dengan menyerahkan upaya lahiriah dan rohaniah
untuk kepentingan agama Islam dengan disertai
kelebihan karomah, dimana orang biasa tidak
mungkin melakukannya.

Sekilas tentang sembilan nama yang dikenal sebagai


anggota Walisongo, diantaranya adalah:

1. Maulana Malik Ibrahim


Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-
Samarkandy atau lebih dikenal dengan Sunan Gresik
lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad
14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya
Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa
terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi
Asmarakandi.

Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah


berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu
menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah.
Selain itu secara khusus Maulana Malik Ibrahim juga
mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib,
kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri
raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan
permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Kakek
Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok
tanam. Ia merangkul masyarakat bawah-kasta yang
disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi
pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat
sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi
dan perang saudara. Selesai membangun dan menata
pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M
Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat
di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Giri
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya,
Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar.
Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah
merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah
perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam
bahasa Jawa, bukit adalah "Giri". Maka ia dijuluki Sunan
Giri.

3. Sunan Bonang
Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang terkenal
dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan
ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasulullah SAW,
kemudian beliau kombinasi dengan kesimbangan
pernapasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim
‫ ( م ل ا‬yang artinya hanya Allah SWT yang tahu. Sunan
Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau
jurus yang beliau ambil dari seni bentuk huruf
Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf
Alif dan diakhiri huruf Ya'. Ia menciptakan Gerakan
fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah
dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh
dengan makna, secara awam penulis artikan yaitu
mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-
huruf hijaiyyah dan nantinya setelah mencapai
tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-
Qur'an. Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan
Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk
melakukan Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga
sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang
masih dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan
diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud
Tenaga dalam Silat Tauhid Indonesia.

4. Sunan Ampel Raden Rahmat (Sunan Ampel) menganut


fikih mahzab Hanafi. Namun, kepada para santrinya, ia
hanya memberikan pengajaran yang menekankan pada
penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang
mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh
ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni
seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman
keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan
tidak berzina."
5. Sunan Drajat
Syarifuddin (Sunan Drajat) mendapat tugas dari
ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui
laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelok-pesisir
Banjarwati atau Lamongan sekarang. Dalam
pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil
cara ayahnya, yakni langsung dan tidak banyak
mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara
penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang
dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia
menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk.
petuah "berilah tongkat pada si buta, beri makan pada
yang lapar, beri pakaian pada yang telanjang'
6. Sunan Muria
Raden Umar Said (Sunan Muria) seringkali dijadikan
pula sebagai penengah dalam konflik internal di
Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai
pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah
betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya
pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang
berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu,
Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil
dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
7. Sunan Gunung Djati
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) adalah satu-
satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan.
Sunan Gunung Djati memanfaatkan pengaruhnya
sebagai cucu Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam
dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau
Priangan.
8. Sunan Kudus
Ja’far Sadiq (Sunan Kudus) banyak berguru pada Sunan
Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah
tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga
Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru
pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih
halus. Itu sebabnya para wali yang kesulitan mencari
pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya
pemeluk teguh-menunjuknya. Cara Sunan Kudus
mendekati masyarakat Kudus adalah dengan
memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu
terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara,
gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang
melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud
kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Ia juga
memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana
untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal.
Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika
diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati
secara bertahap.

Strategi yang dilakukan Sunan Kudus tampak unik


dengan mengumpulkan masyarakat untuk melihat
lembu yang dihias sedemikian rupa sehingga tampil
bagai pengantin itu kemudian diikat di halaman masjid,
sehingga masyarakat yang ketika itu masih memeluk
agama Hindu datang berduyun-duyun menyaksikan
lembu yang diperlakukan secara istimewa dan aneh itu.
Sesudah mereka datang dan berkumpul di sekitar
masjid, Sunan Kudus lalu menyampaikan dakwahnya.
Cara ini praktis dan strategis untuk menarik minat
masyarakat yang masih banyak menganut agama
Hindu. Seperti diketahui, lembu merupakan binatang
keramat Hindu. Sebagai contoh yang lain Sunan Kudus
dan Sunan Ampel yang berkuasa di daerah-daerah di
sekitar kediaman mereka, dengan demikian kekuatan
diplomasi dan kemampuan dalam berhujjah atas
kekuatan pemerintahan Majapahit.

9. Sunan Kalijaga
Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga) ajarannya terkesan
sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan
seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk
sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta baju takwa,
perayaan sekatenan, grebeg maulud, layang
kalimasada, lakon wayang Petruk jadi Raja. Taman
pusat kota berupa Keraton, alun-alun dengan dua
beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan
Kalijaga. Metode dakwah tersebut sangat efektif.
Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui
Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran,
Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang
(sekarang Kotagede-Yogyakarta). Sunan Kalijaga
dimakamkan di Kadilangu, selatan Demak.
Strategi dakwah yang digunakan Walisongo adalah
penerapan strategi yang dikembangkan para sufi
Sunni dalam menanamkan ajaran Islam melalui
keteladanan yang baik. Jejak yang ditinggalkan
Walisongo itu terlihat dalam kumpulan nasihat agama
yang termuat dalam tulisan-tulisan para murid dan
ahli waris Wali Songo.

C. Perkembangan Islam di Indonesia

1. Perkembangan Islam Sebelum Kemerdekaan

Sebelum kedatangan Snouck di Indonesia, kebijakan-


kebijakan Kolonial Belanda terhadap Islam di Indonesia
tidaklah memiliki arah yang jelas. Hal ini disebabkan
miskinnya pengetahuan Kolonial Belanda tentang Islam dan
Indonesia, atau mungkin “buta” sama sekali. Pada masa itu
kebijakan Kolonial Belanda terhadap Islam di Indonesia,
secara tradisional dibentuk oleh kombinasi yang
kontradiktif antara ketakutan dan pengharapan yang
berlebihan.

Di satu pihak pemerintah Kolonial Belanda sangat takut


terhadap muslim fanatik yang mempunyai hubungan
dengan dunia internasional, termasuk bahaya permintaan
bantuan kepada negara Islam di luar negeri. Rezim Belanda
di Indonesia sangat takut terhadap sesuatu yang berbau Pan
Islamisme. Islam dibayangkannya sebagai sebuah agama
yang diorganisir secara rapi; di dalam banyak hal dianggap
serupa dengan agama Katolik Roma yang memiliki susunan
kebiaraan hirarkis yang bersekutu dengan Sultan Turki.
Akibatnya, Islam di mata penjajah Belanda nampak sebagai
musuh yang menakutkan, maka tidak mengherankan
apabila pemerintah Kolonial Belanda pada waktu itu
bertindak sangat membatasi ruang gerak umat Islam di
Indonesia; terutama dalam hal pergi haji ke Makkah yang
dianggapnya sebagai biang keladi yang menimbulkan
agitasi dan pemberontakan di Indonesia.

Kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh kombinasi yang


kontradiktif tersebut, tidak membawa hasil yang
menggembirakan bagi Kolonial Belanda. Tindakan
pembatasannya terhadap ruang gerak umat Islam, tidak
membawa hasil yang produktif. Meskipun pemberontakan-
pemberontakan besar di bawah panji Islam dapat
dihentikan, akan tetapi frekuensi pemberontakan petani di
bawah komando pemimpin Islam setempat meningkat.
Walaupun missionaris-missionaris Kristen mendapat
dukungan dana dan kemudahan dari pemerintah, agama
Kristen hanya mampu meluaskan dirinya secara lambat,
itupun hanyalah di kalangan orang-orang Indonesia yang
tinggal di daerah-daerah yang belum tersentuh agama
Islam.

2. Perkembangan Islam Setelah Kemerdakaan


Dalam sidang PPKI, M. Hatta berhasil meyakinkan bahwa
tujuh kata dalam anak kalimat yang tercantum dalam sila
pertama Pancasila “Ketuhanan yang maha Esa dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” dengan segala konsekuensinya dihapuskan
dari konstitusi. Namun hal yang sedikit melegakan hati para
nasionalis Islam adalah keputusan tentang diadakannya
Kementerian Agama yang akan menangani masalah
keagamaan.

Setelah dikeluarkannya maklumat tentang


diperkenankannya mendirikan partai partai politik, tiga
kekuatan yang sebelumnya bertikai muncul kembali, yaitu;
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) 7 November
1945 lahir sebagai wadah aspirasi umat Islam, Partai
Sosialis yang mengkristalkan falsafah hidup Marxis berdiri
17 Desember 1945, dan Partai Nasional Indonesia yang
mewadahi cara hidup nasionalis “sekuler” muncul pada 29
Januari 1946. Partai-partai yang berdiri pada saat itu dapat
dikategorikan dalam tiga aliran utama ideologi yang ada
tersebut.

Sejak tahun 1950 sampai 1955 PNI dan Masyumi terlibat


perselisihan mengenai peran Islam dan peran komunis.
Tetapi kalangan muslim sendiri saling berseberangan.
Misalnya pada tahun 1952 Nahdlatul Ulama (NU) menarik
diri dari Masyumi dan menjadi partai politik yang mandiri.
Terjadi pula perselisihan antara 108 kaum tua dan kaum
muda dan antara Muhammadiyah dan NU mengenai
orientasi keagamaan.

Pemilihan umum tahun 1955 tersebut mengkonsolidasikan


bentuk baru ideologi Indonesia dan organisasi sosial,
bahkan mengembangkan sebuah kelanjutan dari masa lalu
yang nyata Indonesia. Sejak masa itu sampai sekarang,
beberapa partai muslim telah berjuang untuk menyadari
bahwa meskipun Indonesia secara mayoritas adalah sebuah
masyarakat muslim, namun partai muslim merupakan
sebuah minoritas politik.

Perdebatan mengenai hasil perundangan terakhir Piagam


Jakarta terus berlanjut hingga periode pasca kemerdekaan
dan menjadi argumen bagi gerakangerakan separatis,
seperti Darul Islam di Jawa Barat dari 1948 hingga 1962 dan
juga di Sulawesi Selatan dan Aceh. Dalam Majelis
Konstituante, sejak berakhirnya pemilu 1955 yang
dilaksanakan berdasarkan UUDS 1950, kalangan islamis
melahirkan tantangan lain bagi negara model Pancasila ini.
Karena tidak ada satu pihak pun yang memenuhi 2/3 suara
yang dibutuhkan untuk pengesahan, Soekarno akhirnya
membubarkan Majelis Konstituante dengan mengeluarkan
Dekrit Presiden pada 5 Mei 1959.

Perkembangan Islam pada masa orde lama, (masa


berlakunya UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950)
berada pada tingkat pengaktualisasian ajaran agama untuk
dijadikan sebuah dasar dalam bernegara. Sehingga
pergolakan ideologi antara golongan muslim dan golongan
nasionalis saling tarik ulur untuk memperjuangkan
berlakunya rumusan ideologi masing-masing. Sedangkan
pada masa demokrasi terpimpin (1959 - 1966) golongan
Islam mendapat tekanan melalui dominasi peranan
golongan komunis yang membonceng kepada pemerintah.

Perkembangan Islam setelah kemerdekaan pada masa orde


baru Inilah era dimana kepemimpinan Soeharto sangat kuat
dan militeristik. Seperti lazimnya kepemimpinan gaya itu,
masyarakat sipil dimandulkan suara dan perannya. Tiga
tulisan tentang Pan-Islamisme di Hindia-Belanda Timur
pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, parpol-parpol
menjadi tiga partai besar yaitu PPP, Golkar dan PDIpada
tahun 1970-an. Bahkan Secara konvensional kelompok
tertentu wajib memberikan suaranya ke golongan karya
yang berafiliasi dengan pemerintah. Dengan kewajiban ini,
tak pelak dalam empat kali pemilu, perolehan suaranya
terbanyak dan terus memimpin.

Dalam perkembangannya, untuk semua itu pemerintah


menghadiahi umat Islam atau mengakomodir kepentingan
umat Islam dalam berbagai bentuknya, misalnya dalam
bentuk akomodasi struktural, diberlakukannya Undang-
undang Perkawinan tahun 1974, Undang-undang Peradilan
Agama tahun 1989, Kompilasi Hukum Islam tahun 1991,
diubahnya peraturan tentang seragam sekolah dalam hal ini
penggunaan tentang jilbab tahun 1991, keputusan bersama
di tingkat menteri tentang amil zakat, infak dan sedekah
juga tahun 1991, dan lain-lain.

Sejalan dengan itu, kelahiran ICMI pada tahun 1990-an, juga


bisa dianggap sebagai bibit munculnya kembali cita-cita
Islam yang mewarnai kehidupan bernegara. Meski kita
tidak bisa menyuarakan bahwa mereka menyuarakan
tegaknya Syari’at Islam, namun ICMI yang dimotori oleh
intelektual beragama Islam, Dr. Ir. B.J. Habibie, waktu itu
menjabat menristek sebagai lampu hijau kebangunan Islam
yang selama ini seolah-olah terlelap dan tercengkeram.
Fenomena lainnya adalah persetujuan pemerintah
terhadap lahirnya Bank Muamalah, bank yang mendasarkan
pada sistem syari’ah dan menghindari sistem konvensional
yang menyerempet riba, selain itu pula masuknya sejumlah
tokoh mereka ke senayan, oleh Hefner, seorangantropolog
dan indonesianis dibahasakan dengan greening atau
penghijauan senayan, hijau selalu berkonotasi dengan
Islam.

Perkembangan Islam pada masa reformasi dalam soal


harmoni politik, munculnya berbagai kebijakan yang
berbau masa lalu setidaknya menjadi bukti yang cukup
bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan paradigma
keberlanjutan. RUU KUB yang dikhawatirkan banyak pihak
akan membuat kemunduran yang berarti, ternyata gagal
disahkan. Namun, munculnya Peraturan Bersama Menteri
Agama nomor 9 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 8 Tahun 2006 yang merevisi Keppres nomor 1 tahun
1979, tampaknya sudah menjadi masa lalu di tengah
reformasi. Pada awal reformasi, perubahannya cukup
menggembirakan, terutama pada masa pemerintahan
Abdurrahman Wahid (1999-2001). Gus Dur melakukan
gerakan yang signifikan untuk mencabut Keppres No. 14
Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat China
melalui Keppres No. 6 Tahun 2000 tanggal 17 Januari 2000.
Sejak saat itu, budaya Tionghoa berkembang pesat,
termasuk kegiatan keagamaan. Pada masa pemerintahan
Gus Dur, KH. Tolhah Hasan menjabat sebagai Menteri
Agama, setelah ada usulan agar pemerintah (dalam hal ini
Kementerian Agama) mengesahkan Deklarasi PBB tentang
penghapusan berbagai bentuk intoleransi atau disharmoni
dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan
(disetujui 25 Nopember 1981). Ini adalah inisiatif yang
dikembangkan dari Kementerian Agama untuk menjamin
prinsip bahwa tidak seorangpun boleh menjadi sasaran
diskriminasi oleh negara, lembaga, sekelompok orang, atau
orang atas dasar agama atau kepercayaan lain.

D. Tokoh-tokoh Islam di Indonesia


1. Hasyim Asyari
Ada tiga dimensi yang hendak dicapai dalam
konsep pendidikan KH. Hasyim Asy’ari,
diantaranya dimensi keilmuan, pengamalan dan
religius. Dimensi keilmuan, berarti peserta didik
diarahkan untuk selalu mengembangkan
keilmuannya, tidaksaja keilmuan agama melainkan
pengetahuan umum. Peserta didik dituntut
bersikap kritis dan peka terhadap lingkungan.
Dimensi pengamalan peserta didik bisa
mengaktualisasikan keilmuannya untuk kebaikan
bersama dan bertanggung jawab terhadap
anugerah keilmuan dari Allah. Adapun dimensi
religius, adalah hubungan antara Tuhannya tidak
sekedar ritual keagamaan melainkan
menyandarkan segalanya untuk mencari Ridha
Allah. Sehingga, bila dicermati bahwa tujuan
pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’ari adalah
menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Insan purna yang bertujuan
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh
karenanya belajar harus diniatkan untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai
Islam, bukan hanya sekedar menghilangkan
kebodohan.

2. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh pendidikan
yang tidak meninggalkan karya berupa tulisan.
Ahmad Dahlan bukanlah seorang penulis
sebagaimana pemikir lainnya. Gagasan-gagasan
pemikirannya ia sampaikan secara lisan dan karya
nyata. Untuk itu ia lebih dikenal sebagai pelaku
dibanding pemikir. Atau kita kenal dengan sebutan
“Man of Action”. Amal usahanya yang begitu
banyak diantaranya dalam bidang pendidikan,
kesehatan, dakwah dan panti sosial.

Menurut Ahmad Dahlan, tujuan pendidikan Islam


diarahkan pada usaha untuk membentuk manusia
yang beriman, berakhlak, memahami ajaran agama
Islam, memiliki pengetahuan yang luas dan
kapasitas intelektual yang dapat diperlukan di
dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai
tujuan tersebut, Ahmad Dahlan berpendapat
bahwa pendidikan Islam harus disertai dengan
integrasi ilmu dan amal, integrasi ilmu
pengetahuan umum maupun agama, kebebasan
berpikir dan pembentukan karakter, agar peserta
didik dapat berkembang secara intelektualitas dan
spiritualitas. Sepatutnya mengajarkan peserta
didik untuk selalu beragama, mendekatkan diri
kepada Allah dan melakukan tindakan yang sesuai
dengan yang dianjurkan agama. Serta senantiasa
berani mengorbankan hartanya untuk Allah
dantidak sekedar pada tataran pengetahuan saja,
tetapi dibarengi dengan praktik keagamaan, yakni
beramal.

Sejauh ini pendidikan agama hanya dianggap


relevan untuk menanamkan karakter yang baik
terhadap peserta didik, karena pada hakikatnya
karakter terbentuk dari tindakan yang dilakukan
secara rutin dan terus-menerus. Perlu disadari
bahwa ilmu dan beramal merupakan suatu
kesatuan. Artinya, peserta didik tidak hanya duduk
di kelas dan diam memperhatikan gurunya, tetapi
dengan ilmu yang dimilikinya harus dipraktikkan
di dalam kehidupan sehari-hari. Praktik
merupakan aplikasi ilmu pengetahuan yang
dimiliki dengan menghasilkan karya (berkarya). Di
dalam ajaran Islam, pemeluknya wajib mencari
ilmu setinggi mungkin dan dengan ilmu yang
dicapainya agar diamalkan dalam bentuk karya
nyata. Konsep inilah yang diberikan oleh Ahmad
Dahlan di dalam pendidikan Muhammadiyah.

3. Haji Abdul Malik Amrullah


Pandangan Hamka tentang pendidikan adalah
bahwa pendidikan sebagai sarana yang dapat
menunjang dan menimbulkan serta menjadi dasar
bagi kemajuan dan kejayaan hidup manusia dalam
berbagai keilmuan. Melalui pendidikan, eksistensi
fitrah manusia dapat dikembangkan sehingga
tercapai tujuan budi. Hamka menilai bahwa proses
pengajaran tidak akan berarti bila tidak dibarengi
dengan proses pendidikan, begitu juga sebaliknya.
Tujuan pendidikan akan tercapai melalui proses
pengajaran. Dengan terjalinnya kedua proses ini,
manusia akan memperoleh kemuliaan hidup, baik
di dunia maupun di akhirat. Pendidikan menurut
Hamka bukan hanya soal materi, karena yang
demikian tidaklah membawa pada kepuasaan
batin. Pendidikan harus didasarkan kepada
kepercayaan, bahwa di atas dari kuasa manusia ada
lagi kekuasaan Maha Besar, yaitu Tuhan. Sebab
pendidikan modern tidak bisa meninggalkan
agama begitu saja. Kecerdasan otak tidaklah
menjamin keselamatan kalau nilai rohani
keagamaan tidak dijadikan dasarnya.

Tujuan yang hendak dicapai dalam proses


pendidikan, tidak terlepas dari ilmu, amal dan
akhlak, serta keadilan. Menurut Hamka ilmu yang
dimiliki seseorang memberi pengaruh keimanan
sebab ilmu tanpa didasari iman, maka akan rusak
hidupnya dan membahayakan orang lain, oleh
karena itu manusia semakin berilmu semakin
bertambah ketakwaannya kepada Allah. Dalam
pandangan Hamka, tujuan pendidikan adalah
mengenal dan mencari keridhaan Allah,
membangun budi pekerti yang luhur agar
terciptanya akhlak mulia serta mempersiapkan
peserta didik dalam pengembangan kehidupan
secara layak dan berguna di tengah lingkungan
sosialnya.

4. Nurcholis Madjid
Beliau seorang intelektual Muslim garda depan,
dan juga seorang guru bangsa yang mampu
mengemas Islam dalam denyut humanisme serta
humanitas, sehingga benihbenih pemikirannya
banyak dijadikan solusi oleh sebagian masyarakat
Indonesia atas masalah-masalah kemanusiaan
maupun keagamaan.

5. Abdurrahman Wahid
Gus Dur dinilai memiliki semangat, visi, dan
komitmen dalam memperjuangkan kebebasan
berekspresi, persamaan hak, semangat
keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Gus Dur
memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang
berkantor di Los Angeles karena ia dinilai memiliki
keberanian membela kaum minoritas. Dia juga
memperoleh penghargaan dari Universitas Temple
dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok
studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

1. Teori Gujarat (India), teori Arab/ Makkah, teori


Daftar materi pada KB
2
yang sulit dipahami
Persia, dan teori China.
2. Perkembangan Islam Sebelum Kemerdekaan

penggunaan istilah bahasa Persia dalam sistem


mengeja huruf Arab, terutama untuk tanda-tanda
bunyi harakat dalam pengajaran Al-Qur’an. Alasan
Daftar materi yang sering
3 mengalami miskonsepsi
ketiga, peringatan Asyura atau 10 Muharram sebagai
dalam pembelajaran salah satu hari yang diperingati oleh kaum Syi’ah,
yakni hari wafatnya Husain bin Abi Thalib di Padang
Karbala.

Anda mungkin juga menyukai