No Komponen Deskripsi
1. Identifikasi Masalah
(berbasis masalah yang Kecendrungan radikalisme dapat dianalisis menggunakan
ditemukan di lapangan) Teori Reasoned Action (TRA) yang dikemukakan oleh
Fishbein dan Ajzen (1975). TRA dirumuskan pada tahun
1967 untuk memberikan konsistensi dalam studi
hubungan antara perilaku dan sikap, (Fishbein dan Ajzen
1975; Werner 2004). Teori ini disusun menggunakan
asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara
yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi
yang tersedia. Model ini menggunakan pendekatan
kognitif, dan didasari ide bahwa “…humans are
reasonable animals who, in deciding what action to make,
systematically process and utilize the information
available to them…”. TRA merupakan teori perilaku
manusia secara umum, aslinya teori ini dipergunakan di
dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya
yang berkaitan dengan permasalahan sosial-psikologis.
TRA menjelaskan bahwa niat seseorang untuk
melakukan sesuatu perilaku menentukan akan dilakukan
atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut,
Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak
melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua
penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap
(attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan
dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective
norms). Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs),
sikap (attitude), kehendak/intensi (intention), dan
perilaku (behavior). Untuk mengetahui apa yang akan
dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya
adalah mengetahui intensi orang tersebut dan pengaruh
norma subjektif yang berlaku. Dari dua kasus disertai
jawaban peserta FGD yang telah dibahas pada dua sub
bab sebelumnya, kita dapat melaihat bahwa
kencendrungan radikalisme sudah mulai tampak. Hal ini
terlihat dari jawaban 2 orang peserta yang menganggap
bahwa melakukan tindakan kekerasan untuk
mempertahankan ideology bukanlah tindakan yang
negative. Jawaban ini diteruskan dengan diskusi melalui
kasus kedua dimana organisasi ekstra kampus yang
mereka ikuti tidak menunjukkan penghargaan terhadap
nilai-nilai humanis. Untuk memperkuat analisis, maka
fasilitator FGD kembali melemparkan kasus ketiga yang
secara spesifik menjurus kepada fenomena radikalisme di
propinsi Aceh. Kasus yang dilemparkan yaitu mengenai
adanya aksi teror (teroris) dalam bentuk pelatihan militer
di desa Jalin kecamatan Jantho Aceh Besar pada tahun
2010. Pelatihan terorisme di Jalin itu ditaksir sebagai
pelatihan militer terbesar para jihadis di Asia Tenggara.
Pelatihan itu juga melibatkan putra-putra terbaik asal
Aceh. Putra Aceh yang terlibat pelatihan di Jalin
memiliki latar belakang yang beragam, seperti
wiraswasta sebanyak 5 orang, petani 5 orang, eks
kombatan GAM 1 orang, PNS 2 orang, guru pesantren 3
orang, dan nelayan 1 orang. Atas kasus ini, fasilitator
memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan Beliefs,
attitude, intention, dan behaviour peserta.
3. Solusi
a. Dikaitkan dengan Berdasarkan pembahasan diatas, dapat dipahami bahwa
teori/dalil yang relevan radikalisme merupakan ancaman serius yang mulai
b. Sesuaikan dengan membidik kalangan mahasiswa. Dalam hal ini diperlukan
langkah/prosedur yang upaya-upaya pencegahan yang dapat menangkal
sesuai dengan masalah masuknya radikalisme. Penelitian ini merekomendasikan
yang akan dipecahkan dua program deradikalisasi yang harus menjadi perhatian
bagi stakeholder kampus. Dua program tersebut yaitu
monitoring organisasi ekstra kampus dan pembentukan
karakter kebangsaan melalui kurikulum yang dapat
dijelaskan sebagai berikut: Program monitoring
organisasi ekstra kampus dalam skala kecil dapat
dilakukan melalui program studi yang berkoordinasi
dengan pihak fakultas. Monitoring dapat dilakukan
dengan melakukan observasi organisasi ekstra kampus
dengan meninjau program organisasi, kegiatan
organisasi, dan interaksi organisasi dengan pihak-pihak
tertentu. Organisasi yang baik akan memperlihatkan
program dan kegiatan yang mengarah kepada
peningkatan pemahaman, pengamalan, serta
pengembangan nilainilai moral keagamaan yang benar
dan humanis. Apabila ditemukan nilai-nilai serta kegiatan
organisasi yang mengarah kepada radikalisme maka
organisasi tersebut wajib di tinjau ulang untuk segera
dihentikan. Ini merupakan langkah preemtive agar
pengaruh radikalisme tidak semakin menyebar. Selain
program monitoring organisasi ekstra kampus, program
pembentukan karakter mahasiswa juga perlu dilakukan
melalui kurikulum khusus. Dalam hal ini, setiap fakultas
memiliki wewenang untuk merevisi kurikulum dan
menambahkan matakuliah yang berkaitan dengan
pembentukan karakter bernegara. Dalam setiap
matakuliah pun, dosen dapat menyelipkan pembahasan
nilai-nilai etika kebangsaan ketika menyampaikan materi.
Peneliti meyakini bahwa setiap rumpun ilmu pada
dasarnya memiliki nilai-nilai universal yaitu humanis,
toleransi, perdamaian, saling membutuhkan dan saling
ketergantungan satu sama lain. Namun, seringkali nilai-
nilai universal tersebut tidak disampaikan secara efektif
dan terintegrasi sehingga radikalisme dapat muncul di
kalangan mahasiswa. Pembentukan karakter
menempatkan dosen sebagai pemegang peran penting.
Dimana seorang dosen hendaknya memiliki wawasan
keilmuan tentang bernegara dan menjauhkan diri dari
sifat arogansi keilmuan. Tidak hanya dosen dan
mahasiswa, seluruh civitas akademika hendaknya
bersikap proaktif dalam mendukung program
deradikalisasi ini.
. Allah berfirman dalam QS. AlBaqarah: 256; َ اس َ ت آل
َ ب َ الطن اغو و َت َ ي َ ؤ َ م َ ن َ ب َ اللنو َ ف َق َد
نَّي الر َشد ََ م َ َ ن َ ال غ َي ََ ف َم َ ن َ ي َ َكف َر
َ َس َ إ َك َ َكر َ اه َ ق َن ََدي ال ََف ت َد َ َ ب
و ا َ اللنو ََس َ يع َ ع َ ل َ يم َ َ ﴿ ب الع َ ر َ و َ ة َ م
َ ﴾ الو َ ق ث ان ََل َى َف َص َ ام َ ََل٢۵٦ Tidak ada
paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan
jalan yang sesat.Barang siapa yang ingkar kepada Thagut
dan beriman kepada Allah, maka sungguh,dia telah
berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak
akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”.
Dalam ayat ini Dia menegaskan tentang larangan
melakukan kekerasan dan paksaan bagi umat Islam
terhadap orang yang bukan muslim untuk memaksa
masuk agama Islam. Tidak dibenarkan adanya paksaan
untuk menganut agama Islam. Kewajiban kita hanyalah
menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara
yang baik dan penuh kebijaksanaan, serta dengan
nasihatnasihat yang wajar, sehingga mereka masuk
agama Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri (an-
Nahl/16: 125). Apabila kita sudah menyampaikan kepada
mereka dengan cara yang demikian, tetapi mereka tidak
juga mau beriman, itu bukanlah urusan kita, melainkan
urusan Allah. Kita tidak boleh memaksa mereka.