Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

DOSEN PEMBIMBING

Drs. Abd. Rahman L

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 8

Rifa Shandhika (19027082)

Dyah Ayu Sekar Kinasih (19030096)

Refa Ramadhani (19042172)

MATA KULIAH UMUM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019

i
Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah


swt., berkat rahmat dan hidayah-Nya,kami dapat menyelesaikan tugas makalah
kami mengenai Pernikahan dalam Islam.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal, dimana sumbernya kami
proleh dari berbagai buku dan internet yang telah kami telusuri, sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami berharap semoga makalah
yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk
pembaca.

Kami menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini,


maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempuraan makalah ini.

Padang, 20 Oktober 2019

(Kelompok 8)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………….....................……………………………………..…1

1.2 Rumusan Masalah.....…….……………………………………………………1

1.3 Tujuan Makalah.............. ……………………………………………………..1

1.4 Manfaat Makalah…..………........…………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Hukum Pernikahan………….………………………….………...2

2.2 Tujuan dan Hikmah Pernikahan………….…………………………………....4

2.3 Pemutus Hubungan Pernikahan…………………………………………….....5

2.4 Kewarisan dalam Islam……..…………………...………………………….9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................................12
3.2 Saran.................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan


didalam dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri dari seorang
manusia. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya
yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-
aturan Allah Swt.
Pernikahan dalam Islam merupakan sebuah proses yang sacral, mempunyai
adab-adab tertentu dan tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Jika pernikahan
tidak dilaksanakan berdasarkan syariat Islam maka pernikahan tersebut bisa
menjadi sebuah perbuatan zina. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam haus
mengetahui kita-kiat pernikahan yang sesuai dengan kaidah agama Islam agar
pernikahan kita dinilai ibadah oleh Allah swt.

1.2 RUMUSAN MASALAH


2. Apa konsep dan hukum pernikahan dalam Islam?
3. Apa tujuan dan hikmah pernikahan?
4. Apa bentuk-bentuk permutusan hubungan pernikahan dalam Islam?
5. Bagaimana pewarisan dalam Islam?

1.3 TUJUAN MAKALAH


2. Menjelaskan konsep dan hukum pernikahan dalam Islam?
3. Menjelaskan tujuan dan hikmah pernikahan?
4. Menjelaskan bentuk-bentuk pemutusan hubungan pernikahan dalam
Islam?
5. Menjelaskan pewarisan dalam Islam?

1.4 MANFAAT MAKALAH


2. Untuk mengetahui konsep dan hukum pernikahan dalam Islam?
3. Untuk mengetahui yujuan dan hikmah pernikahan?

1
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pemutusan hubungan pernikahan dalam
Islan?
5. Untuk mengetahui pewarisan dalam Islam?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DAN HUKUM PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Nikah menurut bahasa berarti menghimpun atau mengumpulkan.


Pengertian nikah menurut istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan
tujuan membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah
Swt. Pengertian pernikahan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974
tentang Perkawinan, perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria
dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

1. Hukum Pernikahan
Dalam agama islam pernikahan memiliki hukum yang disesuaikan dengan
kondisi atau situasi orang yang akan menikah. Berikut hukum pernikahan
menurut islam :
 Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk meinkah
dan jika tidak menikah ia bisa tergelincir perbuatan zina
 Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk
menikah namun jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir
perbuatan zina
 Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu
menahan diri dari zina tapi ia tidak memiliki keinginan yang kuat
untuk menikah. Ditakutkan akan menimbulkan mudarat salah
satunya akan menelantarkan istri dan anaknya

2
 Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki
kemampuan untuk menikah dan mampu menghindarkan diri dari
zina, ia hanya menikah untuk kesenangan semata
 Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah
dan dikhawatirkan jika menikah ia akan menelantarkan istrinya
atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan
sebaliknya istri tidak dapat memenuhi kewajiban istri terhadap
suaminya. Pernikahan juga haram hukumnya apabila menikahi
mahram atau pernikahan sedarah.
2. Rukun Nikah
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi agar pernikahan
menjadi sah. Rukun nikah dalam islam itu ada 5, yaitu sebagai berikut:

 Ada mempelai yang  Ada dua saksi


akan menikah pernikahan tersebut.
 Ada wali yang  Kerelaan kedua belah
menikahkan. pihak atau tanpa
 Ada ijab dan kabul paksaan.
dari wali dan
mempelai laki-laki.
3. Syarat Nikah
Syarat syarat nikah yaitu sebagai berikut:
 Calon suami telah dan berakal), minimal
balig dan berakal. dua orang, laki-laki,
 Calon istri yang halal merdeka, orang yang
dinikahi. adil, muslim, dapat
 Lafal ijab dan kabul melihat (menurut
harus bersifat ulama mazhab Syafii).
selamanya.  Adanya wali : laki-
 Dua orang saksi : laki, balig dan berakal
Cakap bertindak sehat, beragama
secara hukum (balig islam, merdeka,
memiliki hak

3
perwalian, tidak ada menjadi wali, adil.
halangan untuk

2.2 TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN


1. Tujuan Pernikahan

Kompilasi Hukum Islam merumuskan tujuan pernikahan adalah untuk


mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan
warahmah. Maksudnya rumah tangga yang tentram, penuh kasih saying, serta
bahagia lahir dan batin. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-
Ruum (30) ayat 21 yang artinya:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia yang menciptakan


untukmu istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa dan kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.”

Tujuan pernikahan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat


biologis, tetapi lebih luas lagi meliputi segala aspek kehidupan baik lahiriah
maupun batiniah. Sesungguhnya pernikahan itu ikatan yang mulia dan penuh
berkah. Dan yang terpenting tujuan pernikahan ada 2, yaitu:

 Mendapatkan keturunan atau anak

Dianjurkan untuk pernikahan tujuan pertamanya adalah untuk


mendapatkan keturunan yang sholeh, yang taat kepada Allah, dan
mendoakan pada orang tuanya.

 Menjaga diri dari yang haram

Tidak diragukan lagi tujuan terpenting dari pernikahan adalah memelihara


dari perbuatan zina dan semua perbuatan-perbuatan keji, serta tidak
semata-maata memenuhi syahwat saja. Oleh karena itu, maka harus ada
bagi laki-laki dan perempuan tujuan mulia dari perbuatan bersenang-
bersenang yang mereka lakukan itu, yaitu dengan cara memenuhi syahwat

4
dengan cara yang halal agar hajat mereka terpenuhi, dan memelihara diri,
dan berpaling dari yang haram.

 Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Jika kalian bersetubuh


dengan istri-istri kalian termasuk sedekah! Mendengar sabda Rasulullah
para sahabat keheranan dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah, seorang suami
yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istri akan mendapat pahala?’
Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian
jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah
mereka berdosa?’ Jawab para sahabat: ‘Ya, benar’. Beliau bersabda lagi;
‘Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang
halal), mereka akan memperoleh pahala!’”

2. Hikmah Pernikahan
 Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan brkembang
biak dan keturanan.
 Mampu menjaga suami istri agar tidak terjurumus dalam perbuatan nista
dan mampu mengekang syahwat serta menjaga pandangan dari yang
haram.
 Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa.
 Mampu membuat wanita menjalankan tugasnya sesuai tabiat kewanitaan
diciptakan.
 Pernikahan dapat menjaga ketinggian martabat seorang perempuan.
 Dengan pernikahan, agama dapat terpelihara.

2.3 PEMUTUS HUBUNGAN PERNIKAHAN


1. Talak

Talak dalam islam halal tapi dibenci. Apabila si istri ditalak suami, maka
si istri wajib manunggu, tidak boleh menikah lagi selama 3 kali suci (3 bulan)
atau si istri sudah monopause. Saat menunggu, si suami juga berkewajiban
menafkahi istrinya. Begitu pula jika pada saat menunggu, si suami atau si istri

5
meninggal, maka masih terdapat harta waris. Khulu’ talak tebus, perceraian
yang inisiatifnya dari istri dengan kesediaan istri membayar sejumlah uang
tertentu. Masa iddahnya 4 bulan. Karena islam memandang pernikahan adalah
untuk beribadah kepada Allah, saling membahagiakan. Talak boleh terjadi
rujuk (Talak Raj’i). Khulu’ tidak boleh, tapi harus kawin lagi (ba’in).

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq


(perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas
Allah, sebagaimana firman Allah Q.S Al-Baqarah ayat 229:

“Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah,
maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”

2. Iddah

Secara bahasa berasal dari kata “adda” yang artinya menghitung.


Maksudnya adalah masa menunggu atau menanti yang dilakukan wanita yang
baru diceraikan oleh suaminya, dimana ia tidak boleh menikah atau kawin
dengan orang lain sebelum habis waktu menunggu tersebut. Macam - macam
Iddah :

 Iddah wanita yang ditalak, sedang dia dalam keadaan hamil, maka
waktunya adalah sampai dia melahirkan sesuai firman Allah Swt.
 Iddah wanita yang ditalak sedang dia tidak hamil, waktunya adalah 3
kali haid atau suci.
 Iddah wanita yang ditinggal oleh suaminya sedang dia tidak dalam
keadaan hamil masanya adalah 4 bulan 10 hari. mereka berbuat
terhadap diri mereka menurut yang patut.

6
 Iddah wanita yang dtimggal mati oleh suaminya sedangkan dia dalam
keadaan hamil. Tentang hal ini terdapat dua pendapat, yaitu : Pertama,
para sahabat dan ulama yang mengikuti pendapat Abdullahm bin Abbas
r.a., mereka berpendapat bahwa masa iddahnya adalah masa yang
terpanjang antara menunggu sampai melahirkan atau ketentuan 4 bulan
10 hari. Kedua, para sahabat dan ulama yang mengikuti pendapat
Abdullah bin Mas’ud yang menyatakan bahwa masa iddahnya adalah 4
bulan 10 hari.
 Iddah Wanita Mustahadhah
Bagi wanita mustahadhah (penderitaan keputihan), maka masa
iddahnya berdasarkan pengalamannya haidnya, yaitu memerhatikan
masa haidnya dan berapa lama masa sucinya.
 Iddah Wanita yang Belum Sempat Disetubuhi
Bagi wanita yang diceraikan oleh suaminya, dan belum sempat
disetubuhi (jima’), maka baginya tidak ada masa iddah walau sehari
pun.

3. Rujuk

Secara bahasa berarti kembali atau menahan. Secara istilah adalah


keinginan kembali suami untuk kembali bersatu dengan istrinya, selama masa
iddah dalam kasus talak raj’i. Para ulama sepakat bahwa seorang suami boleh
rujuk kembali dengan istrinya selama kasus cerainya bukan dengan talak tiga
(talak bain kubra’).

a) Jenis Rujuk :
 Rujuk talak raf’i: cukup dengan ucapan atau langsung menggauli
istrinya dan tidak diwajibkan atas suami memberikan mahar, ada wali,
dan tidak perlu izin dari istrinya, selama masa iddahnya belum berakhir.
 Rujuk talak ba’in: rujuk yang dilakukan seorang suami kepada istrinya
setelah masa iddahnya habis, wajib baginya melakukan akad, mahar,
wali, dan hal lainnya sebagaimana lazimnya dalam sebuah pernikahan.

7
b) Syarat Sahnya Rujuk
 Suami yang hendak rujuk haruslah mempunyai syarat-syarat
sebagaimana orang yang hendak menikah sperti baligh, berakal, tidak
murtad dari agama, tidak gila, tidak keadaan mabuk, dan tidak sedang
menunaikan ibadah haji atau umrah, serta bukan rujuknya nikah anak.
Demikian pendapat madzhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali. Sedang
Hanafi berpendapat, rujuknya anak kecil sah dengan walinya.
 Talak raj’i bukan talak ba’in atau iwadh.
 Rujuk yang dilakukan saat masa iddah, bukan setelahnya.
 Istri yang dirujuk adalah istri yang dari pernikahan yang sah dan sudah
digauli (jima’).
 Rujuk untuk seterusnya bukan sementara dan tidak disertai dengan
syarat – syarat tertentu, atau untuk waktu yang tertentu.

2.4 KEWARISAN DALAM ISLAM

Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang


peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta
akibatnya bagi para ahli warisnya dan juga berbagai aturan tentang
perpindahan hak milik.

1. Sumber-Sumber Hukum kewarisan Islam


 Al-Qur’an
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah:
"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara
perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka
(ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan,

8
maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua
orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini)
kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.(Q.s an-Nisa ;176)
 Hadist
Dari Ibnu Abbas ra. Nabi Muhammad Saw bersabda” berikanlah
harta pusaka kepada orang-orang yang berhak sesudah itu sisanya
untuk laki-laki yang lebih utama. (HR.Muslim)

2. Sebab- Sebab Adanya Hak Kewarisan Dalam Islam


 Hubungan Kekerabatan.
Hubungan kekerabatan atau biasa disebut hubungan nasab
ditentukan oleh adanya hubungan darah, dan adanya hubungan
darah dapat diketahui pada saat adanya kelahiran, seorang ibu
mempunyai hubungan kerabat dengan anak yang dilahirkannya dan
si anak mempunyai hubungan kekerabatan dengan kedua orang
tuanya.
 Hubungan Perkawinan.
Kaitan hubungan perkawinan dengan hukum kewarisan Islam,
berarti hubungan perkawinan yang sah menurut Islam. Apabila
seorang suami meninggalkan harta warisan dan janda, maka istri
yang dinggalkan itu termasuk ahli warisnya demikian pula
sebaliknya .
 Al-Wala
Adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan
hamba sahaya.

3. Sebab –Sebab Hilangnya Hak Kewarisan Dalam Islam.


 Perbudakan
Seorang yang berstatus sebagai budak tidaklah mempunyai hak
untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu
yang dimiliki budak menjadi milik tuannya juga.

9
 Perbedaan Agama.
Adapun yang dimaksud perbedaan agama ialah keyakinan yang
dianut antara ahli waris dan muaris (orang yang mewarisi) ini
menjadi penyebab hilangnya hak kewarisan.
 Pembunuhan
Pembunuhan menghalangi seseorang untuk mendapatkan warisan
dari pewaris yang dibunuhnya.
 Murtad
Adapun yang dimaksud Murtad ialah orang yang keluar dari agama
Islam, dan tidak dapat menerima harta pusaka dari keluarganya
yang muslim. Begitu pula sebaliknya.

4. Rukun Kewarisan
 Pewaris baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap telah
meninggal) maupun secara taqdiri.
 Adanya ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai
atau menerima harta penenggalan pewaris dikarenakan adanya
ikatan kekerabatan (nasab),atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
 Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang
ditinggalankan pewaris baik berupa uang, tanah.
5. Syarat Kewarisan
 Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau
orang, yang mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris
benar-benar telah meninggal dunia.
 Waris (ahli waris)
Yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan
baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau
perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya
adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui
benar-benar dalam keadaan hidup.

10
 Al –Mauruts
Adalah segala sesuatu harta benda yang menjadi warisan. Baik
berupa harta atau hak yang termasuk dalam kategori warisan.
6. Golongan Waris
a) Dari kalangan laki-laki
 Anak laki-laki  Saudara laki-laki dari
 Cucu laki-laki dari ayah
anak laki-laki  Paman
 Ayah  Anak laki-laki
 Kakek dan terus ke  Suami
atas  Tuan laki-laki yang
 Saudara laki-laki memerdekakan
sekandung budak.

b) Dari kalangan perempuan


 Anak perempuan  Saudara perempuan
 Anak perempuan dari  Istri
anak laki-laki  Tuan wanita yang
 Ibu memerdekakan budak
 Nenek

c) Ahli waris yang yang tidak pernah gugur mendapatkan


mendapatkan hak waris
 Suami  Ayah
 Istri  Anak yang langsung
 Ibu dari pewaris.

d) Ashabah yang paling dekat :


 Anak laki-laki  Kakek dari pihak ayah
 Cucu dari anak laki-  Saudara laki-laki
laki seayah dan seibu
 Ayah

11
 Saudara laki-laki  Paman
seayah  Anak laki-laki paman
 Anak laki-laki dari  Jika Ashabah tidak
saudara laki seayah ada, maka tuan yang
dan seibu memerdekakan
 Anak laki-laki dari budaklah yang
saudara laki-laki mendapatkannya.
seayah

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan
yang bukan muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban
dan hak di antara keduanya melalui kata-kata secara lisan,
sesuai dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam. Pernikahan
merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Rasulullah: “Nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia
bukanlah ummatku”.
Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan
yang mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun
cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya Rukun
Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan. Islam sangat
membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada
hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga. Islam secara
terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan
dalam Islam pun dijelaskan mengenai talak, rujuk, dan masa iddah bagi kaum
perempuan.

12
3.2 Saran
Demikianlah maklaah tentang nikah yang dapat kelompok kami
sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan banyak kesalahan. Untuk itu mohon maaf dan kritikannya yang membangun
untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat.
Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.materikelas.com/nikah-pengertian-hukum-rukun-dan-syarat-nikah/

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan

13

Anda mungkin juga menyukai