Anda di halaman 1dari 15

ADAT ISTIADAT LAMPUNG DALAM SISTEM HUKUM MASYARAKAT

PENDATANG BARU
(makalah)

oleh
INDAH MAULIDIYAH MSK
142-2011-181

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

DAFTAR ISI

JUDUL
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup.......................................
a.
Rumusan Masalah.....................................................................
b.
Ruang Lingkup..........................................................................

3
5
5
5

PEMBAHASAN
A.
B.

Tradisi Masyarakat Lampung......................................................


Sistem Hukum Adat Terhadap Penduduk Pendatang..................

6
12

PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................
B. Saran............................................................................................

14
14

DAFTAR REFRENSI MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem adat atau disebut juga sistem hukum adat merupakan sistem hukum tertua
pada masyarakat Indonesia. Sistem hukum ini bersama-sama dengan sistem
kepercayaan masyarakat, agama, telah memainkan peranan yang sangat berarti
dalam pengendalian sosial1. Hukum adat sebagai hukum yang hidup (living law)
dikonsepsikan sebagai suatu sistem hukum yang terbentuk dan berasal dari
pengalaman empiris masyarakat pada masa lalu, yang dianggap adil dan telah
mendapatkan legitimasi dari penguasa adat sehingga mengikat atau wajib dipatuhi
(bersifat normatif). Proses kepatuhan terhadap hukum adat, mula-mula muncul
karena adanya asumsi bahwa setiap manusia, sejak lahir telah diliputi oleh normanorma yang mengatur tingkah laku personal untuk setiap perbuatan hukum dan
hubungan-hubungan hukum yang dilakukannya dalam suatu interaksi harmonis2.
Masyarakat hukum adat yang dijumpai di daerah Lampung memiliki adat istiadat
Lampung dapat dibedakan dalam dua golongan adat, yaitu adat istiadat Pepadun
dan adat istiadat Peminggir. Adat istiadat Pepadun dianut oleh orang-orang
Lampung yang tempat kediamannya dahulu meliputi daerah Abung, Way Kanan/

1 Otje Salman S. Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer. PT Alumni. Bandung:


2011. Hal.55.
2 Ibid. Hal. 27.

Sungkai, Tulang Bawang, dan Pubiyan. Sedangkan adat istiadat Peminggir dianut
oleh orang-orang Lampung yang tempat kediamannya dahulu meliputi daerah di
sepanjang pantai pesisir Teluk Lampung, Teluk semangka, Krui-Belalau, yang
disebut orang Melinting sebagai Meninting Rajabasa, Peminggir Teluk, Peminggir
Semangka, Peminggir Krui-Belalau. Orang-orang Ranau/ Muaradua, Komering/
Kayu Agung yang berdiam di daerah Sumatera Selatan juga menganut adat
istiadat Peminggir3.
Adat istiadat tersebut memiliki sistem hukum dan sosial. Hal ini merupakan
susunan daripada unsur-unsur yang berisikan dasar-dasar hakiki dari masyarakat,
yaitu nilai-nilai. Sistem tersebut pada hakikatnya merupakan pengaturan tindakan
manusia yang dibatasi lingkungan alam. Apabila interaksi sosial diulang-ulang
menurut pola yang sama, dan bertahan selama jangka waktu yang relatif lama,
maka terjadilah hubungan sosial. Hubungan-hubungan sosial tersebut dilakukan
secara sistematis dan menurut kaidah-kaidah tertentu, maka hubungan sosial tadi
berubah menjadi sistem sosial (social system)4.
Dari uraian-uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelaahan
tentang Adat Istiadat Lampung Dalam Sistem Sosial Kemasyarakatan.

3 Hilman Hadikusuma. Adat Istiadat Daerah Lampung. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya Proyek Penelitian Dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah: 1977-1978. Hal. 9.
4 Soerjono Soekanto. Hukum Adat Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta:2010. Hal. 7.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

a. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan
rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa kegiatan masyarakat yang mengandung sistem sosial dalam adat
istiadat masyarakat Lampung?
2. Apa yang menjadi relasi dalam sistem sosial adat di daerah Lampung?

b. Ruang Lingkup
Penelitian ini berada di dalam kajian Sosiologi Hukum pada umumnya, dan lebih
dikhususkan lagi pada lingkup Adat Istiadat Lampung dan Sistem Sosial
Kemasyarakatan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tradisi Masyarakat Lampung


Struktur masyarakat adat yang terdapat di daerah Lampung memberikan batasanbatasan atau pembagian tugas dalam segala hal sosial maupun adat. Kegiatan
masyarakat sejak zaman batu hingga sekarang yang dilakukan secara berulangulang dan kegiatan tersebut menjadi sebuah tradisi yang masih dianggap
sakralnya. Namun sudah ada beberapa tradisi yang sudah tidak dipakai karena
akan dianggap sirik. Tradisi-tradisi yang sudah ada sejak Sekala Brak pada zaman
batu, antara lain:
1. Tradisi Kelahiran
a. Kukhuk Limau, adalah suatu acara yang dilaksanakan setelah si Jabang
bayi berumur tujuh bulan dalam kandungan (nujuh bulan). Hal ini
keluarga melaksanakan sedekahan dengan maksud agar si jabang bayi
yang masih dalam kandungan dipelihara dan dilindungi oleh Yang Maha
Kuasa sehingga setelah lahir kelak ibu dan bayi dalam keadaan sehat.
b. Nyileh Dakhah merupakan istilah Nyileh Dakhah berasal dari kata:
Nyileh = mengganti
Dakhah = darah
Jadi nyileh dakhah mempunyai maksud dan tujuan agar darah yang
hilang (darah yang keluar dari tubuh sang ibu) sewaktu melahirkan dapat
berganti kembali dengan darah yang bersih. Tradisi Nyileh Dakhah
adalah suatu acara yang dilaksanakan setelah bayi berumur tujuh hari
dengan maksud dan tujuan agar bayi akan diberi oleh Yang Maha Kuasa
berupa umur panjang, murah rezeki dan kelak akan berguna bagi
masyarakat, bangsa dan agama.
c. Becukur/ Pemotongan rambut, adalah Tradisi becukur yaitu acara
pemotongan rambut si bayi yang dilakukan secarabergilir oleh orangorang tua yang dianggap teremuka baik dibidang agama maupun
6

pemerintahan dengan tujuan agar bayi di kemudian hari akan menjadi


orang yang sholeh dan sholehah.
2. Tradisi perkawinan
Tradisi Nunang (Melamar) dalam pernikahan Sai Batin terdiri dari dua cara,
yaitu:
a. Rasan Sanak, yaitu pertemuan dua sejoli dalam rangka membentuk
suatu rumah tangga yang baru. Hal ini apabila kedua sejoli tersebut
sebambangan dan keduanya menyerahkan diri kepada orang tua pihak
laki-laki sekaligus mohon untuk dinikahkan, maka ada dua alternatif
yang akan ditempuh.
Pertama, keluarga laki-laki mendatangi orang tua/ keluarga perempuan
sembari menyampaikan bahwa kedua calon suami istri tersebut saat ini
berada di kediaman calon suami. Hal ini pula kedua sejoli tersebut
mohon persetujuan dari pihak calon istri untuk segera dinikahkan. Dan
apabila keluarga perempuan menyetujui atau merestui maka ditentukan
kapan diadakan acara pelamaran5 dari pihak keluarga laki-laki.
Kedua, apabila keluarga laki-laki tidak juga datang untuk menyampaikan
bahwa si calon istri saat ini berada di kediaman calon suami, maka pihak
keluarga perempuanlah yang aan mendatangi keluarga calon suami,
dengan maksud dan tujuan untuk menanyakan apa betul anak
perempuan mereka saat ini berada di rumah calon suami?. Sekiranya
ya maka diadakan musyawarah tentang pelaksanaan pernikahan
keduanya. Cara seperti ini disebut dengan Ngukeh.
b. Rasan Sai Tuha, yaitu perundingan yang dilakukan oleh pihak orang tua
laki-laki dan perempuan untuk menjodohkan putra putri mereka. Setelah
mencapai suatu kesepakatan maka hal tersebut disampaikan kepada putra
putri kedua belah pihak. Apabila maksud dan tujuan dua keluarga
tersebut disetujui oleh perempuan dan laki-laki, maka akan diadakan
acara pelamaran sekaligus menentukan waktu pelaksanaan pernikahan
dan kedudukan keduanya secara adat.
Tatanan adat Lampung Sai Batin ada beberapa sistem pernikahan adat yang
saat ini masih berlaku, yaitu:
a. Metudaw/ Djujur, adalah dimana si perempuan diambil oleh laki-laki
untuk menjadi isterinya, maka laki-laki dan keluarganya harus
menyerahkan/ membayarkan uang adat kepada ahli perempuan
5 Pelamaran ini dalam bahasa Lampung Saibatin disebut Ngekhaduko Kician

b.

c.

d.

e.

berdasarkan permintaan dari ahli keluarga perempuan. Sedangkan


permintaan perempuan kepada laki-laki disebut Kiluan yang juga harus
dibayar atau dipenuhi oleh laki-laki, kemudian kiluan menjadi hak
perempuan.
Dalam perkawinan Djujur ini dikenal juga istilah perempuan Metudaw
dan bila ini terjadi berarti perempuan akan meninggalkan keluarganya
dan tidak akan mendapat warisan dari keluarga perempuan berupa
gelar/adok dan harta.
Perempuan akan diantar oleh sanak keluarganya menuju rumah suaminya
dan sepenuhnya akan menegakkan rumah tangga dan keluarga pihak
suami. Biasanya perempuan yang mentudaw ini akan berangkat ke rumah
suaminya dengan membawa keperluan rumah tangga yang cukup dimana
barang-barang bawaan isteri ini dinamakan Benatok terhadap barang
Benatok hak dan kekuasaannya tetap pada isteri, sang suami tidak berhak
atas barang-barang bawaan isterinya (Benatok).
Semanda Lepas, adalah calon suami ikut menetap bersama keluarga
calon istri dan semua hak dan kewajiban di tempat keluarga asalnya
menjadi luruh, tidak berhak menerima harta dari keluarganya. suami
tidak boleh membawa isterinya untuk tinggal selamanya di tempat
keluarga laki-laki walaupun ada persetujuan dari istri sebab sudah
teradatkan suami sudah lepas dari ahli atau keluarganya dan hidup mati
sang suami adalah menunggu dari menegakkan jurai isterinya di rumah
orang tua isterinya.Dalam kedudukan semanda tidak ditentukan tentang
adanya uang jujur atau daw.
Semanda Raja-raja, yaitu setelah pernikahan laki-laki harus tinggal
terlebih dahulu di temapt si perempuan/istri dengan tidak ditentukan
masa waktunya artinya si laki-laki/suami boleh menunggu isterinya di
rumah mertuanya sampai mati dan boleh juga untuk beberapa bulan atau
beberapa tahun saja.
Tetapi bisa juga bila keduanya sepakat dan menginginkan tinggal di
tempat lain yang menurut perkiraan mereka akan dapat/ada kehidupan
yang lebih baik maka keluarga kedua belah pihak tidak boleh
menahannya.
Tanjar, adalah Dalam hal perkawinan dengan status Tanjar berarti lakilaki tidak semanda dan perempuan tidak mentudau, setelah perkawinan
sepenuhnya diserahkan kepada bujang dan gadis (suami-istri) untuk
tinggal dimana menurut kehendak mereka berdua terhadap keluarga istri
dan suami keduanya mempunyai tugas dan kewajiban yang sama dan
adil. Dalam perkembangan akhir ini pasangan bujang gadis banyak
memiliki status perkawinan Tanjar.
Nayuh, adalah suatu acara adat yang diangkat oleh keluarga besar
seperti; sunat, mendirikan rumah, dan pernikahan. Zaman masa lalu
sebelum Nayuh/ Pangan didahului dengan adanya rapat keluarga atau

rapat adat yang membahas tentang perkawinan yang dinamakan


Himpun6, tetapi sekarang ini sudah jarang dilaksanakan.
Saat Nayuh ini baru dipertunjukkan penggunaan perangkat serta alat-alat
adat berupa pakaian adat di atas (di Lamban) maupun pakaian adat di bah
(arak-arakan) yang pemakaiannya disesuaikan dengan ketentuan adat
yang ada dimana satu dengan yang lain tidak sama tergantung dengan
status Adok/ Gelar yang disandang oleh keduanya tersebut.
Persiapan Nayuh juga biasanya keluarga besar memikul bersama (Si
Nayuh) menyiapkan peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan, seperti :
Tandang Bulung, Kecambi, Nyami Buek, Nyekhallai Siwok, Khambah
Babukha Sappai di Begalai.
Selain itu keluarga besar juga memberikan bantuan berupa bahan-bahan
mentah yang disebut juga setukhuk atau berupa bahan makanan yang
sudah dimasak dan sudah siap hidang disebut juga Ngejappang.
3. Tradisi Pertanian/ Perkebunan
a. Tradisi Ngebebali, yatu upacara yang dilakukan pada saat pembukaan
lahan pertanian yang baru dengan tujuan agar tidak diganggu oleh
makhluk halus, sehingga segala bentuk kegiatan yang berhubungan
dengan pengolahan tanah tersebut akan lancar dan menuai hasil sesuai
dengan harapan pemiliknya.
b. Tradisi Ngumbay, yaitu upacara yang dilakukan dilahan perkebunan
dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang memuaskan.
4. Tradisi Kematian
Adat dan upacara kematian di daerah Lampung menurut adat dan ajaran
islam, yang disebut tahlil, niga hari, nujuh hari, ngempak puluh, nyeghatus,
nyeribu, semua itu dilaksanakan dengan acara pengajian agama. Namun
masih menggunakan cara-cara lama seperti berikut7:
6 Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak kini masih tetap menjalankan tradisinya dalam
menjalankan permufakatan, berupaya tetap meneruskan tradisi nenek moyang terdahulu,
adapun Permufakatan Sidang Adat atau yang disebut HIMPUNadalah Himpun
Keluarga, Himpun Belambanan, Himpun Bahmekonan, Himpun Paksi/ Marga. Di dalam
himpun biasanya digunakan tata bahasa yang tinggi atau halus, disampaikan untuk
menerangkan maksud hajat ataupun penyelesaian masalah, percakapan ini biasa disebut
"betetangguh".
7 Op.Cit. Hilman Hadikusuma dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Hal. 183-185.

a. Kematian Bayi, yaitu acara yang dilakukan dengan menguburkan


tembuni8, di atas tembuni diletakkan bak pasir yang dilapisi batu dan abu.
Dikatakan keesokan harinya akan nampak telapak bayi di atas abu itu,
karena ia pulang mencari temannya (salaini/sangkarnya). Agar diketahui
bahwa di tempat itu ditanamkan tembuni bayi, maka di atasnya juga
diletakkan lampu pelita minyak tanah atau obor kecil pada malam
harinya. Mengubur tembuni bayi dapat dilakukan di sekitar pekarangan
rumah atau di bawah pohon rindang dekat rumah.
b. Kematian Anak, yaitu anak yang telah berumur kira-kira 5-10 tahun,
maka untuk mencegah agar ibu dan ayahnya tidak begitu merindukan si
anak, di bawah tangga rumah dilakukan pemecahan buah kelapa muda.
c. Kematian Remaja, adalah seseorang yang telah mulai meningkat remaja
menjadi bujang atau gadis, maka dalam waktu tiga hari semua pakaian
harus sudah habis dibagi-bagikan kepada anggota kerabat dan atau
teman-temannya. Maksudnya adalah agar roh si remaja tidak lagi datang
mengganggu. Jika ia masih datang mengganggu, maka kuburannya harus
disiram dengan air atau air laut.
d. Kematian Orang Tua, yaitu setelah almarhum dikuburkan, maka agar
anak-anaknya tidak menangis mencari orang tuanya yang sudah
meninngal itu, pada tubuh anak dipasang Inggu (dari India). Bagi suami
yang kematian isteri atau sebaliknya, maka duda atau janda itu
diharuskan berdiam di dalam kamar pada siang hari, ditemani oleh
seorang kakek bagi si laki-laki, atau nenek bagi perempuan, maka roh
yang baru meninggal itu dianggap tidak akan datang mengganggunya.
e. Nganuukkeh Curing, yaitu tradisi menghanyutkan coreng (kejahatan/
dosa) yang berlaku selama 40 hari. Caranya ialah, semua bekas rokok,
tembakau, dan sirih lengkap serta beberapa macam bumbu dapur
ditempatkan pada Takung Enau (pelepah pinang), selama 40 hari takung
digarisin setiap hari satu kali, sehingga sampai 40 kali. Pada waktu
subuh, takung yang berisi bahan-bahan tersebut dihanyutkan ke sungai
yang mengalir dengan iringan mantera yang artinya menyuruh pergi
segala kejahatan yang dibuat ketika hidupnya, agar pergi jauh mengikuti
arwahnya.
5. Tradisi Upacara Adat
a. Tradisi Kepercayaan, yaitu acara yang dilakukan masyarakat daerah
Lampung sejak lama sebelum masuknyaajaran agama, hingga kini
8 Tembuni disebut dengan nama lain yaitu plasenta atau ari-ari adalah organ yang
berbentuk vascular yang berkembang didalam uterus selama kehamilan. Merupakan
penghubung antara kebutuhan janin calon bayi dengan ibunya.

10

beberapa masyarakat masih melakukannya walaupun masyarakat


Lampung saat ini adalah pemeluk agama Islam9.
1) Pagar Tiyuh, yaitu kegiatan para dukun sebelum acara nayuh seperti
memasang pagar tiyuh (kampung) dengan tangkal-tangkal. Apabila
pagar tiyuh tidak dipasang, maka Saikelom10 akan masuk ke dalam
kampung, hal ini aka terjadi:
Terjadi keributan dan perkelahian di dalam pesta, dan semua
orang menjadi beringasan;
Makanan akan cepat basi, atau makanan tidak matang sama sekali
meskipun sudah diberi bahan-bahan secukupnya;
Ada orang yang tersesat ke dalam hutan;
Ada para tamu tidak dikenal dengan ciri bibir atas tidak bersiring
(setentang ujung hidung) maka mereka adalah Saikelom;
Pada zaman dahulu Saikelom ikut serta menari dan berpantun.
Seluruh Lampung mengenal pantun Saikelom yang berbunyi,
Sardidit-sardidit berak duit, pusorni bebai ngandung.
2) Saihalus11 dan Sakedi12 merupakan makhluk halus yang menurut
kepercayaan masyarakat Lampung. Hal ini tidak dilakukan dengan
tradisi adat, melainkan hanya kepercayaan bahwa makhluk halus
tersebut ada.
b. Tradisi Kesusastraan Suci, yaitu mantera-mantera lama yang saat ini
sudah tidak diketahui lagi, karena telah berganti dengan doa agama Islam.
Mantera-mantera yang dibacakan harus disertai dengan perlengkapan
syaratnya. Seperti Bulimau Tegi, yaitu upacara adat yang dilakukan untuk
menenangkan bayi menangis di tengah malam. Syarat-syarat yang
diperlukan adalah bulu burung merak, bekas telur burung yang telah
menetas (karumpag ni telui ni burung), bekas kulit ular yang habis
9 Op.Cit. Hilman Hadikusuma dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Hal. 149-152.
10 Saikelom adalah salah satu nama makhluk halus yang katagorikan sebagai yang selalu
membawa petaka, bahaya dan penyakit. Biasanya kehadirannya pada saat ada keramaian
atau pesta perkawinan. Kejadiannya diawali dengan adanya orang yang kesurupan
(kekuruhan), di mana diigaukannya bahwa rombongan saikelom akan ikut menonton
penayuhan.
11 Saihalus adalah makhluk halus yang dikenal tidak mengganggu. Mereka hidup seperti
manusia, berkampung, berdagang, bertani dan sebagainya. Di kalangan masyarakat
Lampung saihalus dikenal sebagai jin Islam.
12 Sakedi merupakan makhluk halus yang biasa disebut masyarakat Lampung adalah
peri. Sakedi dikenal penghuni hutan, gua rawa-rawa yang airnya sedikit payau dan matamata air.

11

berganti (pulu ni ulai), jeruk purut dan jeruk mandi (limau kunci), buah
limau hutan (kambang diang), kakambang (kembang tali). Bahan-bahan
syarat ini dimasukkan ke dalam wadah berisi air panas suam-suam kuku,
kemudian sang bayi dimandikan dengan air tersebut tiga kali pada siang
hari secara berturut-turut pada pukul sebelas siang13.
c. Tradisi Gotong Royong, yaitu upacara adat yang bersifat sosial dan
kekerabatan. Seperti upacara adat Nyecung, yaitu tradisi mendirikan
rumah. Pada acara Nyecung atau disebut memasang kerangka atap,
kerangka tersebut digantungi tebu, sasuang, gelita kelapa, padi, ketupat,
pisang setandan, dan alat dapur. Ketika akan menaikkan bahan sajian
tersebut ke atas kerangka bubungan tersebut, maka tua-tua adat atau dukun
pada setiap gerakan untuk membawa, menaikkan dan mengikat sajian pada
gantungannya,membacakan doa atau mantera. Setelah upacara adat
Nyecung usai, para hadirin bersantap makan bersama, terutama para
tukang dan anggota kerabat tetangga14.

B. Sistem Hukum Adat Terhadap Penduduk Pendatang


Abad ke-15, orang-orang Abung meninggalkan Sekala Brak dan memasuki daerah
Way Abung, kemudian terus mendesak orang-orang Pubiyan ke arah selatan.
Sebaliknya, sebagian orang-orang Pubiyan pindah dan bergabung dengan orangorang Abung, atau seperti halnya orang-orang Way Kanan dan lainnya yang
memasuki daerah perairan Tulang Bawang. Beberapa masyarakat pribumi
memasukin daerah keratuan Darah Putih di Kalianda. Kemudian orang-orang
Peminggir dari daerah asal mereka di Putih-Doh, memasuki daerah Pubiyan Way
Semah yang menjadi Kecamatan Kedondong dan ke daerah lainnya15.
Tahun 1856, di samping terjadinya perpindahan di antara orang-orang Lampung
dalam daerah sendiri, pada tahun 1987 masuk orang-orang Semende yang berasal
13 Op.Cit. Hilman Hadikusuma dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Hal. 158-160.
14 Op.Cit. Hilman Hadikusuma dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Hal. 162.
15 Op.Cit. Hilman Hadikusuma dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Hal. 27.

12

dari Ulu-Lunas dan Makakau (Sumatera Selatan) ke daerah lingkungan marga


Buway Bahuga, Way Kanan. Tahun 1905 pemerintah Hindia Belanda
memasukkan orang-orang Jawa Tengah yang ditempatkan di daerah Way Semah
Gedongtataan dan Wonosobo yang mencapai lima belas ribu penduduk pendatang
dari Jawa di tahun 1932. Zaman kemerdekaan di tahun 1945 sampai tahun 1950,
terjadi kembali perpindahan penduduk pendatang dari daerah Sumatera Selatan16.
Pada masa sekarang di daerah Provinsi Lampung, selain di daerah Bukit Barisan,
hampir seluruhnya di huni oleh penduduk transmigran. Daerah transmigrasi Metro
yang demikian luasnya terpisah dengan daerah transmigrasi Jawa yang letaknya
berdekatan dengan desa orang Lampung. Dengan terpisahnya desa-desa orang
Lampung dan desa-desa asal transmigran, maka tidak mudah terjadi sifat saling
mempengaruhi dalam hal adat istiadat mereka. Oleh karena itu, orang-orang
Lampung tetap melaksanakan adat istiadatnya begitu juga sebaliknya.
Orang-orang Lampung berbahasa Lampung dan sebagian daripada mereka
mengerti bahasa Jawa. Bahkan adapula orang Lampug yang menjadi lurah di
daerah transmigran, yang mengatur jalannya pemerintahan desa sehari-hari
dengan berbahasa Jawa. Sebaliknya sebagian besar orang Jawa tidak mengerti dan
berbicara dalam bahasa Lampung17.

16 Op.Cit. Hilman Hadikusuma dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Hal. 28.
17 Op.Cit. Hilman Hadikusuma dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Hal. 32.

13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat adat yang terdapat di daerah Lampung memberikan batasan-batasan
atau pembagian tugas dalam segala hal sosial maupun adat. Kegiatan masyarakat
sejak zaman batu hingga sekarang yang dilakukan secara berulang-ulang dan
kegiatan tersebut menjadi sebuah tradisi yang masih dianggap sakralnya. Namun
karena adanya perpindahan penduduk yang terjadi di Provinsi Lampung
mengakibatkan adanya relasi antara masyarakat pribumi dan masyarakat
transmigran namun tidak saling mempengaruhi dalam hal adat istiadat mereka.

B. Saran
Pancasila merupakan asas yang berdasarkan kekeluargaan yang merupakan sendi
hukum adat bangsa Indonesia sejak zaman leluhurnya.dengan demikian maka
menjadi kewajiban kita semua untuk menggali dan mengangkat kembali, menilai

14

dan memperhatikan hukum adat guna pembinaan dan pembangunan bangsa


Indonesia yang berkepribagian sendiri.

DAFTAR REFRENSI MAKALAH

Hadikusuma, Hilman. dkk. 1977-1978. Adat Istiadat Daerah Lampung.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Penelitian Sejarah
Dan Budaya Proyek Penelitian Dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.
__________________. 1981. Hukum Ketatanegaraan Adat. Bandung: P.T.
Alumni.
Soekanto, Soerjono. 2010. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Suwondo, Bambang. dkk. 1997-1998. Sejarah Daerah Lampung. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Provinsi Lampung.
Bandar Lampung: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilainilai Budaya Lampung.

15

Anda mungkin juga menyukai