Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Tentang
PERSPEKTIF DISAHKANNYA UU CIPTA KERJA
OLEH DPR KAITANNYA DENGAN
NILAI-NILAI PANCASILA
Memenuhi Tugas Matakuliah Pancasila

Dosen Pembimbing:
AFIFAH JALAL S.H .M.H

Disusun Oleh:
ASYAH RAHMINI (2013030061)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (HTN)


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
1442 H/ 2020 M

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang melimpahkan rahmat,hidayahdan
inayahnya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesikan makalah tentang Teori Dalam Hukum.
Kami sangat bersyukur telah meyelesaikan makalah yang sederhana inidan kami
berharap makalah
ini dapat menambah pengetahuan tentang teori dan Aliran-aliran hukum. Makalah ini
diselesaikan
dengan baik,taklepas dari sumber-sumber terkait dengan makalah ini. Kamipun
menyadari makalah
ini masih jauh dari kata sempurna.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang
membacanyadan makalah kami
ini dapat memberikan imformasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan
dan peningktan ilmu agama bagi kita semua. Sebelumnya kami memohon maaf
apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, oleh sebab itu kami berharap adanya
kritik saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat untuk kedepannya.

Solok Selatan , 5 Oktober 2020

Asyah Rahmini
(2013030061)

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Undang-Undang Cipta Kerja adalah rancangan undang-undang (RUU)
di Indonesia yang telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan
meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan
peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Karena memiliki panjang 905
halaman dan mencakup banyak sektor, UU ini juga disebut sebagai undang-undang
sapu jagat Undang-Undang Cipta Kerja menuai kritik karena dikhawatirkan akan
merugikan hak-hak pekerja serta meningkatkan deforestasi di Indonesia dengan
mengurangi perlindungan lingkungan.[1] Rangkaian unjuk rasa yang menolak
undang-undang ini masih berlangsung dan menuntut agar undang-undang ini
dicabut..
.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Omnibus Law


Omnibus Law adalah Undang-Undang yang dibuat untuk menyasar satu isu besar
yang dapat mencabut serta mengubah beberapa UU sekaligus agar menjadi lebih
sederhana. Definisi daripada Omnibus Law dimulai dari kata Omnibus yang berasal
dari bahasa Latin dan berarti untuk semuanya. Omnibus ini berkaitan dengan
berbagai objek atau tujuan, bila disandingkan dengan kata Law maka dapat
didefinisikan sebagai hukum untuk semua. Jadi konsep Omnibus Law merupakan
aturan yang bersifat menyeluruh serta komprehensif dan tidak mengikat kepada satu
rezim pengaturan.
Omnibus Law pada dasarnya berasal dari Omnibus Bill, yaitu sebuah Undang-
undang yang mencakup akan berbagai macam isu. Menurut Pakar Hukum Tata
Negara Bivitri Savitri, Omnibus Law diartikan sebagai sebuah undang-undang (UU)
yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. Menurut Pakar
Hukum Tata Negara Fahri Bachmid di dalam dunia ilmu hukum, konsep “omnibus
law” merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi untuk mengkonsolidir
berbagai tema, materi, subjek dan peraturan perundang-undangan pada setiap
sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk hukum besar dan holistik.
2. Konsep Omnibus Law
Menteri agraria dan tata ruang / kepala badan pertahanan nasional Sofyan Djalil
pernah melontarkan tentang konsep omnibus law. Konsep ini juga dikenal dengan
omnibus bill yang sering digunakan di Negara yang menganut sistem common law
sseperti Amerika Serikat , Filifna , Australia , dan Inggris dalam membuat regulasi.
Regulasi dalam konsep ini adalah membuat suatu UU baru untuk mengamandemen
beberapa UU sekligus.
Secara sederhana, perbedaan antara civil law dengan common law terletak pada
bentuk dari peraturan perundang-undangannya. Civil law merupakan hukum yang
dibuat berdasarkan kodikasi hukum yang dilakukan oleh lembaga legislatif. Berbeda
dengan common law yang pada mulanya tidak memiliki hukum tertulis, namun lebih
bertitik berat pada hukum yang dibuat berdasarkan keputusan hakim (judge made
the law).
3. Omnibus Law di Indonesia
Sesuai dengan pidato yang telah disampaikan oleh Joko Widodo pada pelantikan
Presiden periode 2019/2024 yang didalamnya termuat 5 poin utama pembahasan.
Hal tersebut yang kemudian menjadi awal dari pembahasan Omnibus Law, dimana
saat ini menjadi pro kontra dalam kalangan masyarakat. Peningkatan investasi
Indonesia merupakan tujuan utama diadakannya Omnibus Law, mengingat bahwa
Indonesia berada pada peringkat 73 dunia dalam investasi. Oleh sebab itulah untuk
menuju tujuan tersebut diperlukan regulasi yang singkat dan tidak saling tumpeng
tindih dengan berbagai macam kebijakan maupun aturan yang ada. Kita saksikan
pada contoh yang dikemukakan oleh Sofyan Djalil pada regulasi di bidang
kehutanan yang harus direvisi yaitu UU No. 41/1999 tentang Kehutanan.
Pakar Hukum Tata Negara, Jimmy Z Usfunan, memberikan pendapat bahwa pada
dasarnya ada persoalan konflik antara penyelenggara pemerintahan, saat ingin
melakukan inovasi atau kebijakan yang kemudian berbenturan dengan peraturan
perundang-undangan. Maka dari itu Omnibus Law dikatakan sebagai jalan keluar
yang harus dilaksanakan oleh pihak pemerintah. Kemudian Jimly Asshiddiqie dalam
bukunya Perihal Undang-Undang (hal. 147) telah menguraikan materi yang bersifat
khusus, hanya dapat dituangkan dalam bentuk undang-undang.

Beberapa hal yang bersifat khusus tersebut diantaranya :


Pendelegasian kewenangan regulasi atau kewenangan untuk mengatur
Tindakan pencabutan undang-undang yang ada sebelumnya
Perubahan ketentuan undang-undang
Penetapan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang
Pengesahan suatu perjanjian internasional
Penentuan mengenai pembebanan sanksi pidana

4. Dampak Omnibus Law Cipta Kerja


Masalah Pengupahan
Pasal 89 RUU Cipker telah mengubah Pasal 88 yang menyatakan bahwa ketentuan
lebih lanjut kebijakan pengupahan nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah,
padahal Pasal 88 ayat (3) UU Ketenagakerjaan telah mengatur ketentuan-ketentuan
dasar dalam kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja dan buruh yang isinya
sebagai berikut: “(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)” meliputi: a. upah minimum; b. upah kerja
lembur; c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. upah tidak masuk kerja
karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. upah karena menjalankan
hak waktu istirahat kerjanya; f. bentuk dan cara pembayaran upah; g. denda dan
potongan upah; h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. struktur dan
skala pengupahan yang proporsional; j. upah untuk pembayaran pesangon; dan k.
upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Selanjutnya terkait dengan permasalahan outsourcing yang bersumber dari
RUU Cipker. Outsourcing atau Alih Daya adalah bentuk hubungan kerja yang
pekerja/buruhnya tidak berada dibawah tanggung jawab perusahaan yang
berkepentingan langsung sebagai pihak pertama namun diperoleh melalui kontrak
dari suatu perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Kemudian terdapat perluasan pengecualian pemberi kerja yang harus mendapatkan
pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari pemerintah pusat Pada
pasal 42 ayat (3) sebagai berikut:
anggota direksi atau anggota dewan komisaris dengan kepemilikan saham sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh Pemberi Kerja pada jenis kegiatan
pemeliharaan mesin produksi untuk keadaan darurat, vokasi, startup, kunjungan
bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
2). Menghabisi hak cuti buruh
Cuti merupakan hak setiap pekerja dalam setiap tahun kerja, biasanya hak cuti itu
adala selama dua belas hari kerja dan dalam kurun waktu tersebut pegawai yang
bersangkutan mendapat gaji penuh dan waktu cuti diperhitungkan sebagai bagian
masa aktif untuk perhitungan pensiun kelak (Siagian, 1987). Menurut centerstone,
sebuah komunitas non-profit di Amerika, cuti dapat meringankan stress dan gelisah,
cuti juga bisa meningkatkan kesehetan mental dan fisik bagi karyawan. Hal ini
menjdi bukti bahwa peranan cuti dalam pekerjaan sangat penting, karena akan
berpengaruh pada produktivitas perusahaan. Pekerja/buruh merupakan asset
perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya. Karyawan yang telah menggunakan
hak cutinya untk berlibur atau beristirahat sejenak dari perusahaan disinyalir akan
menjadi lebih produktif ketika bekerja kembali. (bplawyers, 2018)
Pada pasal 93 UU 13/2003, seorang pekerja/buruh berhak mendapatkan
cuti/izin untuk hal-hal yang bersifat khusus seperti menikah, menikahkan,
mengkhitankan, istri melahirkan, hingga bila ada anggota keluarga yang meninggal.
Hal yang sebelumnnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan diubah menjadi
kesepakatan atau persetujuan Antara burh dan pengusaha. Bukan hanya itu,
pekerja/buruh pun berhak cuti untuk keperlluan menjalankan kewajban bagi Negara,
atau menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya. Namun, hal-hal yang
trsebut malah dihapuskan di RUU Ciipta Kerja.
3). UMR jadi tidak jelas
Hadirnya penyederhanaan peraturan yang dikemas dalam Omnibuslaw ini
menyederhanakan system upah yang mau tidak mau harus dijalani oleh pemerintah
daerah masing-masing. Pada pasal 88 tentang pengupahan memberikan wewenang
kepada pemerintah pusat untuk menetapkan kebijakan pengupahan nasional. Hal ini
menunjukkan dua hal yang krusial; pertama, peraturan ini akan menyebabkan
banyak intervensi dari pemerintah pusat ketika upah minimum nasional tidak sesuai
dengan pemerintah daerah. Kedua, tidak seimbangnya wewenang Antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengaturan upah bagi
buruh/pekerja ini dapat memicu ketimpangan wewenang dan pembatasan bagi
pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri sejalan dengan otonomi
daerah. Perubahan ini jelas merupakan salah saatu bentuk daerah pemusatan
wewenang kepada pemerintah pusat, apabilla peraturan ini disahkan, perubahan
besar mengenai hak pemerintah daerah untuk memperhatikan, menimbang, dan
merealisasikan upah yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya akan dibatasi.
5. FRAKSI-FRAKSI DPR ATAS RUU CIPTA KERJA

1. Fraksi PDI Perjuangan

- Menyetujui untuk dibahas pada tingkat selanjutnya.


- Fraksi PDI Perjuangan berharap adanya RUU Cipta Kerja menjadi
perangkat pemerintah untuk dapat memenangkan persaingan
menghadapi masalah pandemi dan ekonomi.
- Meminta pemerintah segera menyelesaikan peraturan pemerintah dan
NSPK yang menjadi operasionalisasi RUU Cipta Kerja.
- Berharap Indonesia menjadi pemenang terutama di dalam pemulihan
ekonomi menghadapi Covid-19 yang dihadapi semua negara.

2. Fraksi Golkar

- Merespons positif dan mendukung usulan pemerintah menyelesaikan


berbagai permasalahan dalam beragam Undang-undang yang
menghambat investasi dan penciptaan lapangan kerja melalui RUU Cipta
Kerja.
- Meminta RUU Cipta Kerja dibawa dalam rapat paripurna terdekat untuk
disahkan menjadi undang-undang.

3. Fraksi Gerindra

- Menyetujui RUU Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan


sesuai dengan mekanisme.
- Berharap pengesahan RUU Cipta Kerja bisa mendorong investasi,
mempermudah regulasi, dan membuat fleksibilitas tenaga kerja dapat
dilaksanakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

4. Fraksi NasDem
- Meminta pemerintah membangun komunikasi dan dialog dengan
kalangan buruh terkait perubahan ketentuan pesangon.
- Meminta pemerintah menjaga keseimbangan kepentingan
para buruh dan pengusaha.
- Terkait persoalan perburuhan, meminta pemerintah menjaga nilai-nilai
konstitusi dengan menjamin kepastian hukum yang adil terpenuhi.
- Meminta pemerintah menjamin agar adanya kebijakan pesangon terbaru
tidak menyebabkan PHK massal.
- Siap mengawal implementasi RUU Cipta Kerja setelah disahkan menjadi
Undang-undang.
- Menyetujui untuk dibawa ke rapat paripurna.
5. Fraksi PKB

- Menyetujui RUU Cipta Kerja dibawa ke pembahasan selanjutnya di rapat


paripurna.

6. Fraksi Demokrat

- Menilai RUU Cipta Kerja tak mendesak dibahas di tengah krisis pandemi
- Menilai pembahasan RUU Cipta Kerja terburu-buru sehingga berpotensi
menghasilkan aturan yang serampangan, tumpang tindih, dan melawan
logika akal sehat.
- Menilai RUU Cipta Kerja berpotensi mengesampingkan hak dan
kepentingan kaum pekerja.
- Menyebut RUU Cipta Kerja mencerminkan bergesernya semangat
Pancasila ke arah ekonomi yang cenderung kapitalis dan neoliberalis.
- Menyebut RUU Cipta Kerja cacat prosedur karena pembahasannya
kurang transparan dan akuntabel, kurang melibatkan elemen masyarakat
sipil.
- Menolak RUU Cipta Kerja dibawa ke tingkat paripurna.

7. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

- PKS menilai pembahasan di tengah pandemi menyebabkan terbatasnya


akses dan partisipasi masyarakat.
- Menilai RUU Cipta Kerja tak tepat dalam membaca situasi,
mendiagnosis, dan menyusun resep permasalahan ekonomi Indonesia. 
- Menilai sejumlah ketentuan terkait ketenagakerjaan masih bertentangan
dengan politik hukum kebangsaan dan konstitusi. 
- Menilai RUU Cipta Kerja berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan
hidup.
- Menolak RUU Cipta Kerja dibawa ke tingkat paripurna.

8. Fraksi Partai Amanat Nasional

- Fraksi PAN menilai aturan ketenagakerjaan berpotensi menimbulkan


persoalan baru dan ketidakadilan bagi buruh.
- Berpendapat skema pembayaran pesangon harus kembali ke UU
eksisting.
- Meminta agar hak-hak masyarakat pencari keadilan dan kelompok
miskin diakomodasi.
- Berharap RUU Cipta Kerja memberikan pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum bagi para pekerja agar dapat hidup
layak.
-Mendukung RUU Cipta Kerja dibawa ke tingkat paripurna.

9. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan


- Berharap RUU Cipta Kerja bisa membuat Indonesia mencapai kemajuan
melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kapasitas pencari
kerja.
- Berharap pemberdayaan UMKM dan koperasi bisa berjalan sehingga
mampu mendatangkan kontribusi terhadap PDB.
- Meminta pemerintah terus memberikan skala prioritas bagi Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi para pekerja.
- Menyetujui dengan catatan bahwa RUU Cipta Kerja harus tetap
memberikan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia

Anda mungkin juga menyukai