Anda di halaman 1dari 15

"MENILAI KONTROVERSI RUU CIPTA KERJA/OMNIBUSLAW

DALAM KACAMATA SOSIOLOGI HUKUM”

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan


MATA KULIAH SOSIOLOGI HUKUM

DOSEN : P Handoko, S.Sos., S.H., M.M.

DISUSUN OLEH:

DHIMAS NUR MUHAMMAD RUATA


19071010201

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
rahmatNya sehingga saya bisa menyusun makalah ini dengan baik. Tak lupa sholawat serta
salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sosiologi Hukum. Walaupun, mempunyai banyak hambatan dalam
pengerjaan tugas makalah ini dan pada akhirnya saya bisa menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini dibuat agar pembaca bisa mengerti tentang “Menilai Kontroversi Ruu
Cipta Kerja/Omnibuslaw Dalam Kacamata Sosiologi Hukum” agar tidak salah kaprah dalam
pelaksanaan dan penerapannya di kemudian hari. Saya membuat makalah ini dengan
mencermati kejadian-kejadian yang terjadi di dalam prakteknya pembuatan RUU hingga
Pengesahannya.

Saya menyadari bahwa membuat makalah ini tidaklah mudah dan perlu melihat data
dan kejadian sesungguhnya di lapangan, juga mendengarkan pendapat dari masyarakat . Dan
saya berharap makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi pembaca dan diri saya sendiri
dikemudian hari.

Tarakan, 14 oktober 2020

Dhimas Nur Muhammad Ruata

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................3
1.1 Rumusan Masalah............................................................................5
1.2 Tujuan..............................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................6
2.1 Apa yang menjadi alasan adanya penolakan hebat dari masyarakat
terhadap RUU Cipta Kerja Ini ?......................................................6
2.2 Apa Efek Yang Terjadi Di Masyarakat Apabila RUU Ini Disahkan
.........................................................................................................9
2.3 Apa Urgensi Disahkannya RUU Cipta Kerja Ini ...........................10

BAB III PENUTUP.........................................................................................11


3.1 Kesimpulan....................................................................................11
3.2 Saran..............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Omnibus law adalah suatu metode atau konsep pembuatan regulasi yang
menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda,
menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Regulasi yang dibuat
senantiasa dilakukan untuk membuat undang-undang yang baru dengan
membatalkan atau mencabut juga mengamandemen beberapa peraturan
perundang-undangan sekaligus. Menurut Bryan A. Garner dalam Black’s
Law Dictionary Ninth Edition menggunakan istilah omnibus bill yang berarti
(hal. 186):

"A single bill containing various distinct matters, usu. drafted in this way
to force the executive either to accept all the unrelated minor provisions or
to veto the major provision."

"A bill that deals with all proposals relating to a particular subject, such
as an "omnibus judgeship bill" covering all proposals for new judgeships or
an "omnibus crime bill" dealing with different subjects such as new crimes
and grants to states for crime control."

Apabila diterjemahkan secara bebas, omnibus bill berarti sebuah undang-


undang yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang
berbeda-beda atau mengatur dan mencakup semua hal mengenai suatu jenis
materi muatan. Saat ini Parlemen Indonesia sedang mengeluarkan produk
hukum baru yang berbasis dalam konsep Omnibus Law/Omnibus Bill.

3

Omnibus Law dalam Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Tinjauan atas kedudukan omnibus law dalam sistem peraturan perundang-
undangan Indonesia dapat didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(“UU 12/2011”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
UU 12/2011 dan perubahannya tidak mengenal istilah omnibus law. Namun,
menurut hemat saya, ketentuan omnibus law sebagai suatu undang-undang
tunduk pada pengaturan UU 12/2011 dan perubahannya mengenai undang-
undang, baik terkait kedudukan dan materi muatannya. Kedudukan/Hierarki
Omnibus Law didalam Undang-Undang No.12 Tahu 2011 Tentang
Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah sama/sejajar dengan
Undang-Undang. Apabila dilihat dari ketentuan ini, Omnibus Law sebagai
sebuah Undang-Undang tetap berkedudukan dibawah undang-undang dasar
, namun lebih tinggi dibandingkan dengan jenis peraturan perundang-
undangan lainnya.
Dalam konteks Omnibus Law RUU Cipta Kerja, maka dapat diartikan
sebagai bentuk "satu undang-undang yang mengatur banyak hal", yang mana
ada 1.244 pasal yang akan dirampingkan ke dalam 15 bab dan menyasar 11
klaster di undang-undang yang baru.

Omnibus Law yang diusulkan pemerintah kepada DPR RI yakni, RUU


Cipta Kerja, Omnibus Law Perpajakan, Omnibus Law Kota Baru, dan
Omnibus Law Kefarmasian. Omnibus Law Cipta Kerja mencakup 11 klaster
yang diantaranya adalah
1. Penyederhanaan perizinan,

4

2. Persyaratan investasi,
3. Kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM,
4. Dukungan riset dan inovasi,
5. Ketenagakerjaan
6. Pengenaan sanksi,
7. Kawasan ekonomi,
8. Kemudahan berusaha
9. Pengadaan lahan,
10. Investasi dan proyek pemerintah,
11. Administrasi Pemerintahan

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang menjadi alasan adanya penolakan hebat dari masyarakat
terhadap RUU Cipta Kerja Ini ?
2. Apa efek yang terjadi di dalam masyarakat apabila RUU ini disahkan ?
3. Apa Urgensi dari disahkan nya RUU Cipta Kerja Ini ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui substansi dari RUU cipta kerja dan alasan penolakan RUU
tersebut oleh masyarakat.
2. Mengetahui efek yang terjadi didalam masyarakat apabila RUU ini
disahkan.
3. Mengetahui urgensi dibentuknya RUU Cipta Kerja Ini.

5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Apa yang menjadi alasan adanya penolakan hebat dari masyarakat
terhadap RUU Cipta Kerja Ini ?
Yang menjadi menolak dari RUU ini antara lain, masyarakat menilai bahwa
RUU ini lebih banyak menimbulkan kesengsaraan bagi buruh daripada
menimbulkan keuntungan. Maksud dari adanya suatu RUU Cipta Kerja ini
agar mempermudah suatu anggaran dan memperingkas suatu aturan, yang
dimana dengan adanya Omnibus Law maka yang mulanya terdiri dari 11
klaster RUU yang begitu banyak diringkas menjadi satu peraturan yang ada.
Ada beberapa pasal yang diniliai oleh masyarakat menimbulkan kerugian
bagi masyarakat Indonesia terutama pada pihak buruh. Pasal-pasal tersebut
yaitu :

Pasal 59 UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu


perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Pasal 81 angka
15 UU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja yang
mengubah Pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengatur, ketentuan lebih
lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan
batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan
peraturan pemerintah. Sementara UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT
dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu
kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Ketentuan baru ini
berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk
mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

6

Pasal 79 Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan
yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas. Ketentuan
ini diatur dalam Pasal 81 angka 23 RUU Cipta Kerja yang mengubah Pasal
79 UU Ketenagakerjaan. Pasal 79 ayat (2) huruf (b) RUU Cipta Kerja
mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk
enam hari kerja dalam satu pekan. Selain itu, Pasal 79 RUU Cipta Kerja juga
menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan
bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku
tiap kelipatan masa kerja enam tahun. Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur
pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh
bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus. Pasal 79 Ayat (4)
menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Kemudian, Pasal 79
ayat (5) menyebutkan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat
panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.

Pasal 88 RUU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan


pekerja. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 81 angka 24 RUU Cipta Kerja yang
mengubah Pasal 88 RUU Ketenagakerjaan. Pasal 88 Ayat (3) yang
tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja hanya
menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU
Ketenagakerjaan. Tujuh kebijakan itu,
• yakni upah minimum;
• struktur dan skala upah;
• upah kerja lembur;

7

• upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena
alasan tertentu;
• bentuk dan cara pembayaran upah;
• hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
• upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban
lainnya.
Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui RUU
Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu
istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk
perhitungan pajak penghasilan. Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan,
"Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan
Peraturan Pemerintah".

Dalam hal ini suatu undang-undang yang mempunyai suatu pasal-pasal


yang dimana merugikan masyarakat Indonesia yang dalam hal ini buruh
kerja, yang seharusnya mempunyai keseimbangan antara peraturan dan
masyarakat. Menurut Konstitusi Indonesia saat ini yaitu Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada pasal 27 ayat (2) yang
berbunyi : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.” Negara menjamin suatu kesejahteraan
masyarakatnya yang diatur didalam pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, tetapi pada prakteknya adanya suatu
RUU Cipta Kerja yang pasalnya tidak sesuai dengan bunyi pada pasal 27
ayat 2 tentang negara menjamin kesejahteraan masyrakatnya dalam memiliki
suatu pekerjaan.

8

2.2. Apa Efek Yang Terjadi Di Masyarakat Apabila RUU Ini Disahkan
Efek nya adalah ketidakadilan bagi buruh pekerja, banyak hak daripada
buruh pekerja yang di pangkas di RUU Cipta Kerja ini, Sebelumnya di dalam
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Didalam
Sosiologi Hukum ada yang namanya Teori Perubahan Hukum, yang
didalamnya menjelaskan bahwa ;
1. Hukum berubah seperti keinginan masyarakat (full compilance).
2. Hukum dianggap membawa perubahan besar bagi masyarakat.
3. Hukum melakukan ratifikasi atau pengesahan atas sesuatu yang sudah
benar-benar terjadi didalam masyarakat.
4. Hukum berubah tetapi tidak seperti yang diinginkan oleh masyarakat
dikarenakan ada pendapat yang lebih kuat daripada masyarakat.
Faktanya dilapangan, bahwa RUU Cipta Kerja ini tidak memenuhi Poin-
poin dari apa yang telah dijabarkan didalam teori Sosiologi Hukum tersebut.
Adanya suatu Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ini seharusnya tidak
ada yang diuntungkan salah satu pihak dan seharusnya harus saling
menguntungkan antara negara, masyarakat dan pengusaha. Dalam
prakteknya, yang bisa disimpulkan yang memiliki suatu keuntungan dengan
adanya RUU Cipta Kerja ini yaitu pengusaha . Hal ini telah ada didalam
suatu ideologi pancasila pada sila kelima yang berbunyi : “Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.” Didalam pancasila telah berbunyi seperti itu
tetapi pada penerapan didalam RUU Cipta Kerja ada pasal-pasal yang
menguntungkan salah satu pihak yaitu pengusaha yang seharusnya tidak
boleh menguntungkan salah satu pihak harus dua belah pihak
menguntungkan dan bisa menerapakan nilai-nilai pancasila pada sila kelima.
Dengan adanya salah satu pihak diuntungkan maka negara Indonesia harus
menjamin kesejahteraan masyarakatnya yang dimana telah diatur pada

9

Undang-Undang Nomer 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Negara
telah menjamin hal-hal ini tetapi mengapa pada penerapannya RUU Cipta
Kerja menguntungkan pengusaha.

2.3. Apa Urgensi Disahkannya RUU Cipta Kerja Ini ?


Menurut pendapat masyarakat yang saya kutip dari media sosoal, mereka
berpendapat bahwa RUU Cipta Kerja dipercepat untuk disahkan pada
kondisi covid-19 seperti ini yang masih melanda negara Indonesia Karena
agar para pengusaha dapat menanamkan usahanya dinegara Indonesia dan
agar RUU Cipta Kerja yang diinginkan oleh negara Indonesia ini segera
terlaksana. Namun, pada sampai saat ini ada banyak masyarakat Indonesia
tidak menerima RUU Cipta Kerja yang dinilai merugikan para buruh dan
tidak mensejahterakan masyarakat Indonesia. RUU Cipta Kerja sendiri
merupakan suatu pembahasan yang sangat dibicarakan di DPR dalam tahun
ini dan termasuk dari Program Legislasi Nasional. Namun, mengapa pada
kondisi seperti ini masih saja disahkan dan tidak mementingkan apa saja
prioritas lain yang lebih memberi keuntungan dari RUU Cipta Kerja ini.
Sebagai contoh RUU PKS / Penghapusan Kejahatan Seksual yang menurut
hemat saya lebih dibutuhkan oleh masyarakat dalam hal melindungi hak
masyarakat dari kejahatan seksual, RUU tersebut lebih memiliki urgensi
terhadap masyarakat, dibandingkan dengan RUU Cipta Kerja ini.

10

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Masyarakat pada umumnya mengharapkan sebuah manfaat dalam
pelaksanaan hukum. Hukum hadir di masyarakat harus mampu memberikan
sebuah manfaat atau kegunaan. Jangan sampai hukum dilaksanakan malah
menimbulkan sebuah keresahan dan ketidaknyamanan di dalam masyarakat
itu sendiri. Bentham berpendapat yang dikutip oleh Mohammad Ainurrohim,
bahwa hukum baru dapat diakui sebagai hukum jika ia memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya terhadap sebanyak-banyaknya orang. Senada dengan
hal itu, John Stuart Mill berpendapat bahwa sebuah tindakan atau kebijakan
dianggap benar ketika mengutamakan kebahagiaan, dan keliru jika
cenderung menghasilkan berkurangnya kebahagiaan.

Ini lah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam
membuat RUU Cipta Kerja. Karena jika semakin melemahkan posisi buruh
dimata perusahaan maka sudah pasti eksploitasi yang dilakukan oleh
perusahaan terhadap buruh akan semakin nyata adanya. Meskipun telah
diatur UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, namun kenyatannya para
buruh yang masih sering menderita dengan adanya tindakan sewenang
wenang yang dilakukan oleh perusahaan. Adanya RUU Cipta Kerja ini
seharusnya menjadi jalan penengah dan harapan buruh pekerja diantara
kepentingan para pengusaha. Ketika sudah terjadi hubungan yang harmonis
dan asri antara buruh dan pengusaha, maka situasi dan kondisi disuatu
perusahaan akan stabil dan secara otomatis akan berdampak pada
produktifnya sebuah perusahaan yang berimplikasi kepada naiknya profit

11

saham, kemudian menarik minat investor untuk menanmkan sahamnya di
Indonesia.

3.2. Saran
Saran saya sebaiknya Pemerintah lebih peka terhadap apa-apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Saat ini adalah masa-masa yang sulit,
perekonomian indonesia sedang jatuh dan terancam resesi begitu juga
dengan perekonomian negara lain. Namun, berkaca dari negara lain
indonesia masih sangat beruntung memiliki ketahanan pangan yang aman
dan kondisi perekonomian tidak seburuk negara lain. Bahwa RUU Cipta
Kerja saat ini memang lebih diprioritaskan oleh DPR dan Pemerintah untuk
dapat menyelamatkan kondisi perekonomian negara yang sedang tidak
stabil. Namun untuk saat ini terlalu dini untuk di sahkan RUU tersebut dan
berakibat adanya kecacatan hukum didalamnya dan ditolak oleh masyarakat
luas.
Dikarenakan telah disahkan RUU tersebut maka, salah satu upaya yang
dapat dilakukan oleh masyarakat yang merasa dirugikan oleh UU ini,
memiliki 3 opsi ;
1. Melakukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.
2. Melakukan Legislative Review di DPR.
3. Mendesak Presiden untuk mengeluarkan PERPPU / Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Opsi yang terbaik adalah Judicial Review, karena masyarakat yang merasa
dirugikan dapat langsung berbicara didepan Hakim dengan didukung oleh
bukti-bukti, Maka selanjutnya Hakim akan menguji materi Undang-
Undang tersebut apakah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau
tidak. Jika melakukan Opsi 2 dan 3, lumrahnya para anggota DPR dan

12

Presiden akan mempertimbangkan melalui pertimbangan politik dan bukan
tidak mungkin dapat bertentangan dengan kepentingan politik satu dengan
lainnya yang pada akhirnya kemungkinan untuk dikabulkan dalam
Legislative Review atau PERPPU tersebut akan sangat kecil.

13

DAFTAR PUSTAKA
Dasar Hukum:;
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.
2. Undang-Undang Kesejahteraan sosial Nomer 11 tahun 2009

Referensi:
3. Bryan A. Garner, et. al. (Eds.). Black’s Law Dictionary Ninth
Edition. St. Paul: West Publishing Co., 2009;
4. Muhammad Bakri. Pengantar Hukum Indonesia Jilid I: Sistem
Hukum Indonesia Pada Era Reformasi. Malang: UB Press, 2013.
5. https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/omnibus-law
6. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5dc8ee10284a
e/mengenal-iomnibus-law-i-dan-manfaatnya-dalam-hukum-
indonesia
7. http://etheses.iainponorogo.ac.id/2319/3/BAB%20II.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai