Anda di halaman 1dari 181

Ikamadewi’s Doc.

PENOLOGI

Ikama Dewi Setia Triana


NIDN. 0603047602
trianadewi007@gmail.com
FH UNWIKU_Ganjil 2019/2020
1. Pengertian, obyek studi dan posisi penologi dalam
ilmu hukum pidana
2. Sanksi, sifat dan fungsi pidana
3. Teori pemidanaan
4. Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara
5. Perkembangan pidana penjara di Indonesia
6. Sistem kepenjaraan
7. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem
Peradilan Pidana
8. Gagasan Sistem Pemasyarakatan

Ikamadewis’s Doc
PENDAHULUAN

THE HOLY TRINITY


(Trinitas Yang Suci)

PERBUATAN ORANG PIDANA


(TINDAK PIDANA) (KESALAHAN/PJP) (SANKSI)
(Pelaku) (Pelaku) (Pelaku)

Dikaji lebih dalam,


Melalui Penologi
+ KORBAN
Dikaji lebih dalam,
melalui Viktimologi
Doc Ikamadewi
Sistem Peradilan Pidana Terpadu :
(Intergrated Criminal Justice System) :
 Suatu jaringan (network) sistem pengendalian
kejahatan yang menggunakan hukum pidana
sbg sarana utamanya, baik hk pidana materiil,
hk pidana formil maupun hukum pelaksanaan
pidana , yang melibatkan Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan, LAPAS maupun pihak terkait lain
(Penologi dalam arti luas)

Penologi  Sebagai Hk. Pelaksanaan Pidana


(Hukum Penitensier)
(Penologi dlm arti sempit)
John Howard : Manajemen & Rehabilitasi Kriminal
Hukum Pelaksnaan Pidana (Hukum Penitensier) :
 adalah keseluruhan ketentuan atau peraturan2
yg berisi ttg cara bgm melaksanakan putusan
hakim thd seseorang yang memiliki status
sbg terhukum.

 Sumber hukum penitensier ( pasal 10 KUHP, pidana


terdiri atas :
* Pid. pokok (pidana mati, penjara, kurungan, denda)
* Pid. tambahan (pencabutan hak2 trtentu, perampasan
barang2 tertentu, pengumuman putusan hakim

Masalah Pokok Hukum Penitensier :


1. Pemidanaan (fungsi hakim)
2. Proses Pemidanaan (tugas dan fungsi Lapas)
3. Terpidana (Siapa yg di proses)
Penologi  Sbg Ilmu Kebijakan Pidana
 Bahwa penerapan pidana yang bijak prosesnya
tidak boleh menderitakan pelaku dan tidak
boleh memanjakan pelaku, yang dikemas dalam
kebijakan pelaksanaan Pidana
 BUKAN BERARTI MELINDUNGI PELAKU

Menurut Marjono Reksodiputro, bahwa :


Salah satu tujuan sistem peradilan pidana adalah
mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan
tindak pidana tidak mengulangi lagi kejahatannya.
 Tujuan yang diharapkan oleh sistem peradilan pidana
tersebut adalah berkaitan dengan pemidanaan.

Pemidanaan dalam sistem peradilan pidana merupakan


proses paling kompleks karena melibatkan banyak orang
dan institusi yang berbeda yaitu Kepolisian, Kejaksaan,
 Hal yang harus diberikan oleh Penologi thd Hk. Pidana,
agar Hk. Pidana bisa menyelesaikan masalah adalah
bahwa Penerapan Sanksi harus memperhatikan 4 hal :

1. CIVILISASI, Nilai keberadaban


2. HUMANISASI, bahwa penerapan sangksi pidana harus
memperlakukan manusia secara manusiawi ,
mempertimbangkan nilai harkat dan martabat
3. DINAMISASI, bahwa penerapan sangksi pidana harus
sesuai dg kebutuhan masyarakat
4. UTILITY, bahwa penerapan sangksi pidana harus
membawa manfaat
Pengertian Penologi ?

Dalam Bahasa YUNANI

Penologi diambil dari asal kata “Poena”yang


artinya :
- pain (kesakitan), dan atau
- suffering (Penderitaan/hukuman), dan
“Logos” yang artinya Ilmu pengetahuan,
jadi :
Penologi berarti Ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang penghukuman.
Ikamadewis’s Doc
Pengertian Penologi ?
Dalam Bahasa
Penologi diambil dari asal kata PERANCIS
“Penal”yang artinya Hukuman/pidana
dan “Logos” yang artinya Ilmu
pengetahuan, jadi Penologi berarti Ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang
perkembangan pidana/pemidanaan atau
penghukuman.
Sutherland

memperluas pengertian penology ini mencakup


juga tentang kebijakan penalisasi serta usaha-
usaha pengendalian kejahatan baik represif
maupun prefentif.
Ikamadewis’s Doc
Francais Lieber (1829-1832) dianggap sebagai
orang pertama yang menggunakan istilah penology :

“Penology that part if the science of criminology which


studies the principles of punishment and the
management of prisons, reformatories, and other
confinement units”

Penologi merupakan bidang studi dari kriminologi yang


mempelajari prinsip-prinsi dari penghukuman dan
manajemen penjara, reformatori (asrama) dan unit-unit
pengekang lainnya.

Ikamadewis’s Doc
 W.E. Noach, menyebutkan “Penologi sebagai
ilmu pengetahuan tentang pidana sarana-
sarananya, atau ilmu pengetahuan tentang cara
perlakuan / pemidanaan terhadap pelaku
pidana dan sarana-sarana yang
dipergunakannya
 Thomas Sunaryo menyimpulkan bahwa kajian
penologi meliputi bentuk-bentuk pemidanaan;
dasar-dasar pembenaran (justifikasi)
pemidanaan; sejarah perkembangan
pemidanaan; penjara dan permasalahannya;
serta gagasan dengan institusionalisasi dan
pidana alternatif sebagai pengganti pidana
penjara

Ikamadewis’s Doc
Obyek studi Penologi meliputi:
 Jenis pidana; (peraturan/kebijakan)
 Tujuan pemidanaan; (pelaku)
 Efektifitas pemidanaan; (masyarakat)
 Dampak pemidanaan;(pelaku)
Posisi Penologi dalam Hukum
Pidana.

Penologi Masuk Rumpun


Hukum Pidana

Hukum Pidana

Rumpun
Penologi Kriminologi
Hukum Pidana

Victimologi
Hukum Pidana

Apa ? Perbuatan Apa yang dikatakan


Tindak pidana

Hukum Pidana
Materiil
Siapa ? Siapa Yang dapat
dikatakan sebagai Pelaku

Bagaimana ? Bagaimana Cara


Memproses Hukum Pidana
pelaku jika Formil
terjadi tindak
pidana
Kriminologi

Mengapa ? Mengapa manusia


Melakukan
Kejahatan/Tindak pidana

Bagaimana ? Bagaimana Cara


Menanggulanginya
Melalui Kebijakan
Kriminal (Criminal
Policy)

Kriminologi IP yang mempelajari tentang


seluk beluk kejahatan dan
upaya penanggulangannya
Viktimologi

Siapa Mengapa Korban


korban? Perlu di Lindungi

Bagaimana Caranya
Melindungi Korban

Victimologi => IP yg mempelajari


tentang korban
Penologi

Apa Tindakan yang tepat


Untuk memperlakukan
pelaku

Bagaimana Tindakan perlakuan


terhadap korban itu dapat berlaku
Efektif

IP Tentang
Perkembangan
Pemidanaan dan
kebijakan
pemidanaan
Sanksi , pada dasarnya
dibedakan menjadi 2 yaitu:
Sanksi Pidana
Sanksi Tindakan

masing-masing memiliki prinsip dan


tujuan sesuai dg teori serta filosofis yang
dipahaminya. shg ditingkat ide dasar
keduanya memiliki perbedaan yang
fundamental. Yg bersumber pada ide
dasar yang berbeda.
Sanksi pidana : ide dasar “mengapa
diadakan pemidanaan?”
Sanksi tindakan : ide dasar: “ Untuk apa
 Sanksi pidana memiliki pertanyaan filosofis yang
harus dijawab yang tentunya akan melihat
persoalan mundur kebelakang.
 Sedangkan sanksi tindakan memiliki pertanyaan
praktis yang harus dijawab dengan melihat kedepan
apa yang harus dilakukan.
Perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan
SANKSI PIDANA SANKSI TINDAKAN
Filsafat yang mendasarinya adalah Filsafat Filsafat yang mendasarinya adalah Filsafat
indeterminisme yaitu sejatinya manusia itu Determinisme yaitu mengatakan bahwa keadaan
memiliki kehendak bebas. hidup dan perilaku manusia, baik perorangan
maupun sebagai kelompok masyarakat
ditentukan oleh factor-faktor fisik, geografis,
biologis, psikologis, sosiologis, ekonomis dan
keagamaan yang ada.
Teori yang mendasari adalah teori absolute. Teori yang mendasari adalah teori Teleleologis
atau Relatif
Bersifat reaktif terhadap suatu kejahatan Bersifat antisipatif terhadap pelaku kajahatan

Fokus sanksi pidana tertuju pada perbuatan Focus sanksi tindakan terarah pada upaya
salah seorang lewat pengenaan penderitaan memberi pertolongan pada pelaku agar dia
(agar yang bersangkutan menjadi jera) berubah
Lebih dititik beratkan pada upaya pembalasan Menitikberatkan pada upaya memulihkan
kehidupan sosial
Tujuannya memberi penderitaan atau Tujuannya untuk memberi
pencelaan pendidikan/mendidik
Bentuknya adalah hukuman badan (penjara, Bentuknya adalah Rehabilitasi, Pengawasan,
mati dll) pencabutan hak tertentu dll.
Dari table di atas dapat disimpulkan bahwa sanksi pidana berorientasi pada pengenaan
penderitaan pada pelaku sedangkan sanksi tindakan berorientasi pada perlindungan
masyarakat.
Kedudukan Sanksi Pidana dan
Sanksi Tindakan dalam Sistem
Pemidanaan Menurut Undang-
Undang
Pada bagian ini secara khusus akan
mengkaji dua hal yaitu:

kecenderungan sanksi pidana dijadikan sebagai “Sanksi


Primadona”
sanksi tindakan sebagai kebijakan penal yang terabaikan.
Sanksi pidana sebagai sanksi Primadona.
Sanksi Tindakan sebagai kebijakan penal yang
terabaikan.
Kebijakan legislasi yang tercermin kedalam produk
perundang-undangan selama ini banyak memberikan
kesan lebih mengutamakan sanksi pidana dalam
sistem pemidanaan.

Bentuk-bentuk sanksi pidana yang banyak


diterapkan adalah pidana penjara, kurungan dan
denda, sedangkan pidana mati hanya terdapat pada
beberapa perundang-undangan saja seperti Undang-
undang Narkotika, Dll
Perkembangan
Ada kecenderungan bahwa sanksi tindakan
tidak hanya dikenakan pada orang (person)
tetapi juga kepada koorporasi (rechtperson)
sebagai subyek hukum pidana.

Bukti

Minimnya perundang-undangan yang memakai sanksi


tindakan sebagai sistem pemidanaan maka hal ini
mengindikasikan bahwa sanksi tindakan sebagai
kebijakan penal yang terabaikan.
Pidana adalah reaksi atas delik yang berupa
nestapa yang dijatuhkan oleh negara kepada
pembuat delik.

Pidana adalah perasaan tidak enak yang


dijatuhkan oleh hakim kepada orang yang
melanggar Undang-Undang Hukum Pidana

Pidana merupakan alat untuk mencapai


tujuan dari pemidanaan yaitu perlindungan
masyarakata dari kejahatan dan
perlindungan atau pembinaan terhadap
pelaku kejahatan.
SIFAT PIDANA :
 Umum
 Paksaan Istimewa
 Relatif Statis
 Relatif Dinamis
 Relatif Platis

 Bersifatumum artinya hukum pidana tersebut


berlaku untuk seluruhnya atau bagi masyarakat
seluruhnya dan untuk semua jenis tindak pidana.
 Bersifat paksaan istimewa artinya dalam
hukum pidana apabila ada suatu
pelanggaran terhadap hukum pidana maka
akan ada sanksi yang dapat dipaksakan.
 Bersifat relatif statis artinya pidana yang
dirumuskan dalam kaidah hukum yang
dituangkan dalam undang-undang haruslah
menjaga tatanan hidup bermasyarakat yaitu
menjaga keajegan hidup bermasyarakat
yang tertib.
 Bersifat relatif dinamis artinya hukum
pidana dalam perkembangannya tumbuh
berorientasi pada kenyataan kehidupan
masyarakat yang berkaitan dengan realitas
sosial masyarakat.
 Bersifat platis artinya hukum pidana dalam
penerapannya terhadap peristiwa-peristiwa
yang terjadi atau yang mempunyai masalah
hukum yang sama, namun oleh penerap
hukum di ambil sikap penyelesaian yang
berbeda.
Sifat-sifat Hukum Pidana tersebut melekat dan
menjadi sifat pidana.

FUNGSI PIDANA :
 Alat Balas Dendam
 Alat Perlindungan Masyarakat dari kejahatan
 Alat Perlindungan Masyarakat dan pelaku
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/(Wvs)
telah menetapkan jenis-jenis pidana
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 10
KUHP yang mana didalam pasal tersebut
diatur dua jenis pidana yaitu: Pidana Pokok
dan Pidana tambahan.
PIDANA
(Straf/Punishment)
Pasal 10 KUHP
Pidana POKOK :
 Pidana mati - kurungan
 Penjara - Denda

PENAL

Pidana TAMBAHAN :
- Pencabutan hak-hak tertentu
- Perampasan barang tertentu
- Pengumuman keputusan hakim
Ayat (1). Pidana Pokok adalah:
Ke-1. Pidana Pemasyarakatan;
Ke-2. Pidana Tutupan;
Ke-3. Pidana Pengawasan;
Ke-4. Pidana Denda.
Ayat (2) Urutan pidana pokok diatas menentukan berat
ringannya pidana.
Ayat (3) Pidana tambahan adalah:
Ke-1.Pencabutan hak-hak tertentu;
Ke-2. Perampasan barang-barang tertentu dan tagihan;
Ke-3. Pengumuman Putusan hakim;
Ke-4. Pembayaran Ganti kerugian;
K-5. Pemenuhan kewajiban Adat.
Ayat (4). Pidana Mati merupakan pidana pokok yang bersifat
khusus.
Pidana pokok terdiri dari:
Pidana Penjara;
Pidana tertutup;
Pidana Pengawasan;
Pidana Denda;
Pidana kerja social.
Urutan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menentukan
berat ringannya pidana.
Pasal 69
Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus.
Pasal 70
Pidana tambahan Pemenuhan kewajiban adaptterdiri atas:
Pencabutan hak tertentu;
Perampasan barang-barang tertentu dan atau tagihan;
Pengumuman putusan hakim
Pembayaran ganti kerugian;
Dalam RUU KUHP 2014, Paragraf 1

Jenis Pidana
Pasal 66
(1) Pidana pokok terdiri atas:
pidana penjara;
pidana tutupan;
pidana pengawasan;
pidana denda; dan
pidana kerja sosial.
(2) Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menentukan berat ringannya pidana.

Pasal 67
Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat
khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.
Dalam RUU KUHP 2014

Pasal 68
(1) Pidana tambahan terdiri atas:
a. pencabutan hak tertentu;
b. perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;
c. pengumuman putusan hakim;
d. pembayaran ganti kerugian; dan
e. pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban
menurut hukum yang hidup dalam masyarakat.
(2) Pidana tambahan dapat dijatuhkan bersama-
sama dengan pidana pokok, sebagai pidana yang berdiri
sendiri atau dapat dijatuhkan bersama-sama dengan
pidana tambahan yang lain.
Paragraf 3
Pidana Tutupan
Pasal 78
(1) Orang yang melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara,
mengingat keadaan pribadi dan perbuatannya
dapat dijatuhi pidana tutupan.
(2) Pidana tutupan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dijatuhkan kepada terdakwa
yang melakukan tindak pidana karena terdorong
oleh maksud yang patut dihormati.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berlaku, jika cara melakukan atau
akibat dari perbuatan tersebut sedemikian rupa
sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi
pidana penjara.
Yang menarik untuk dipahami adalah pidana mati
bahwa yang dalam RUU disebut sebagai pidana
pokok yang bersifat khusus. Penerapan pidana
mati dalam praktek sering menimbulkan
kontroversi diantara yang setuju dengan yang
tidak.
 Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembak dengan
menembak terpidana sampai mati; Pelaksanaan pidana
mati tidak dilakukan di muka umum;

 Pidana mati tidak dapat dijatuhkan kepada anak dibawah


umur delapan belas tahun;

 Pelaksanaan pidana mati pada wanita hamil atau orang


sakit jiwa, ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau
orang yang sakit jiwa tersebut.

 Pidana mati baru dapat dilaksanakan setelah ada


persetujuan dari presiden (grasi ditolak);
Pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan
masa percobaan selama sepuluh tahun, jika:
 Reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak
terlalu besar;
 Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan
ada harapan untuk memperbaiki,
 Kedudukan terpidana dalam penyertaan
tindak pidana tidak terlalu penting;
 Ada alasan yang meringankan.
 Jika terpidana selama percobaan
menunjukkan sikap dan perbuatan yang
terpuji, maka pidana mati dapat diubah
menjadi pidana seumur hidup atau pidana
penjara paling lama dua puluh tahun dengan
keputusan menteri hukum dan ham.
Jika terpidana selama percobaan tidak
menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji
serta tidak ada harapan untuk memperbaiki
maka, pidana mati dapat dilakukan atas
perintah jaksa agung;

Jika setelah permohonan grasi ditolak,


pelaksanaan pidana mati tidak dilaksanakan
selama sepuluh tahun bukan karena terpidana
melarikan diri maka pidana mati tersebut dapat
diubah menjadi pidana seumur hidup dengan
keputusan menteri hukum dan ham.
Pidana penjara merupakan jenis
pidana yang dalam undang-undang
ditentukan maksimal umum dan
minimal umum, maksimal umum
seperti yang diatur dalam KUHP
adalah 15 tahun dan minimal umum
adalah 1 hari.
 Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk
waktu tertentu. Waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15
tahun dan paling singkat 1 hari , kecuali ditentukan
minimum khusus;
 Jika dapat dipilih antara pidana mati dan pidana penjara
seumur hidup; atau jika ada pemberatan pidana yang dijatuhi
pidana penjara lima belas tahun berturut-turut,maka pidana
penjara dapat dijatuhkan untuk waktu dua puluh tahun
berturut-turu;
 Jika terpidana seumur hidup telah menjalani pidana kurang
sepuluh tahun pertama dengan berkelakuan baik, menteri
hukum dan ham dapat mengubah sisa pidana tersebut
menjadi pidana penjara l paling lama lima belas tahun.
 Pelepasan bersyarat;
 Sistem Pensylvania
 Sistem Anborn/silent system
 Sistem Irlandia
 Sistem Elmira
 sistem Osborne
Dalam sistem ini orang yang dijatuhi
hukuman penjara, menjalani hukuman
secara terasing dalam sel. Terhukum
tidak boleh berkontak dengan orang lain
kecuali dengan penjaga sel.
Dalam sistem ini terhukum hanya waktu
malam saja ditutup sendirian dalam sel,
sedangkan pada siang hari boleh bekerja
dengan bersama-sama tetapi dilarang
bicara, oleh karena itu dikenal juga
dengan silent system
Sistem ini termasuk sistem yang progresif,
mula-mula dijalankan secara keras
setelah terhukum berlaku baik
hukumannya berangsur-angsur
dikurangi.
 Tingkat Probation.
Ditingkat ini terhukum diasingkan dalam sel siang
dan malam hari selama waktu tergantung pada
kelakuan terhukum.
 Tingkat Publik work preson.
Ditingkat ini terhukum dipindahkan ketempat lain
dan diwajibkan bekerja bersama-sama dengan yang
lain.
Dibagi dalam 4 kelas mulai kelas terendah
berangsur-angsur naik setelah mendapatkan
sertifikat.
 Tingkat Ticket of live (tiket meninggalkan penjara)
Terhukum dibebaskan dengan perjanjian, dan diberi
tiket. Yaitu suatu tiket yang menerangkan bahw ia
boleh meninggalkan penjara dengan perjanjian.
Didirikan bagi terhukum yang berumur dibawah
30 tahun diberi nama Reformatuwri,
maksudnya sebagai tempat memperbaiki
terhukum menjadi anggota masyarakat yang
berguna.
Dalam sistem ini hukuman dilalui beberapa
tingkatan. Titik beratnya pada usaha
perbaikan terhukum. Kepada terhukum
diberikan pendidikan dan pekerjaan yang
bermanfaat sedangkan lamanya hukuman
tidak ditetapkan hakim, jadi ditentukan
tergantung kelakuan terhukum dalam
penjara.
Disebut Osborne karena ditemukan oleh
Thomas Moot osborne. Sistem ini
memakai dasar self government
artinya atas, bagi dan dari para
terhukum dalam penjara.
Ini merupakan hukuman yang lebih ringan dari
hukuman penjara, hal ini diatur dalam pasal 18
sampai 29 KUHP. Minimal umum untuk
hukuman kurungan adalah 1 hari (pasal 18
ayat(1)) dan maksimal umum adalah 1 tahun
tetapi kurungan dapat ditambah menjadi 1
tahun 4 bulan jika:
 terjadi perbarengan perbuatan pidana;
 pengulangan perbuatan pidana;
 sebagaimana diatur dalam pasal 52
(pekerjaan istimewa bagi pegawai negeri) dan
52a.(kejahatan menggunakan bendera
Indonesia)
Apa bedanya Pidana
Kurungan dengan
Pidana Penjara ?
 Hukuman penjara dapat dijalankan dalam
penjara dimana saja, sedangkan hukuman
kurungan hanya boleh dilaksanakan di dalam
penjara dimana dia diputuskan oleh hakim;
 orang yang dihukum penjara bekerja lebih
berat disbanding dengan orang yang
menjalani hukuman kurungan;
 orang yang dihukum kurungan memiliki hak
pestol yaitu hak untuk memperbaiki
keadaanya dengan biaya sendiri sedangkan
kalau penjara tidak.
Pidana tutupan ada beberapa bentuk dalam
undang-undang diluar KUHP, misalnya penutupan
seluruh atau sebagian perusahaan milik
terpidana, pidana tata tertib yang bisa meliputi
penempatan perusahaan siterhukum, kewajiban
pembayaran uang jaminan. Dan lain –lain hal ini
seperti diatur dalam UUTPE (undang-undang
tindak pidana Ekonomi)
Pidana pengawasan merupakan jenis
pidana baru yang belum diatur dalam
KUHP sekarang, namun dalam RUU KUHP
sudah mulai dimasukkan. Pidana
pengawasan tidak dapat begitu saja
dilakukan , namun harus memenuhi
beberapa persyaratan.
Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada
terdakwa yang melakukan tindak pidana yang
dinacam dengan pidana penjara tujuh tahun;
 dapat dijatuhkan kepada terdakwa mengingat
keadaan pribadi dan perbuatannya, dengan
syarat-syarat:
 terpidana tidak akan melakukan tindak pidana;
dan
 terpidana dalam waktu tertentu yang lebih
pendek dari masa pidana pengawasan, harus
mengganti seluruh atau sebagaian kerugian yang
timbul oleh tindak pidana yang dilakukan, serta
 terpidana harus melakukan perbuatanatau tidak
melakukan perbuatan tertentu, tanpa
mengurangi kemerdekaan beragama dan
kemerdekaan berpolitik.
 Pengawasan dapat dilakukan oleh
pejabat Pembina dari departemen hukm
dan ham yang dapat dimintakan
bantuan kepada pemerintah daerah,
lembaga social atau orang lain;
 pejabat Pembina dapat mengusulkan
kepada hakim pengawas untuk
memperpanjang pengawasanapabila
terpidana melanggar hukum. Namun
jika terpidana berkelakuan baik maka
dapat diperpendek masa
pengawasannya.
Pidana tambahan yang diatur dalam KUHP
sekarang masih sangat sempit sehingga dalam
RUU pidana tambahan ini menjadi luas sekali
Pidana Perampasan barang-barang tertentu
dan atau tagihan
Pidana tambahan ini dapat dijatuhkan tanpa
dijatuhkannya pidana pokok , artinya dapat
berdiri sendiri, dalam hal ancaman pidana
penjara tidak lebih dari tujuh tahun atau
karena terpidana hanya dikenakan hukuman
tindakan.
Jenis pidana tambahan ini juga termasuk jenis
pidana baru yang mana diperintahkan
supaya putusan hakim dapat diumumkan
maka ditetapkan cara-cara melaksanakan
perintah tersebut dalam jumlah biaya
pengumuan yang ditanggung oleh terpidana.
Beberapa hal dapat dikemukakan berkaitan
dengan pidana tambahan ini, dalam putusan
dapat ditetapkan pemenuhan adat setempat,
utamanya jika tindak pidana yang dilakukan
menurut adapt setempat seseorang patut dipidana
walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam
undang-undang.
1. SEBELUM MASA PENJAJAHAN
 Belum Mengenal Pidana Penjara
 Pidana mati
 Pidana Siksaan badan
 Pidana Denda
 Pidana Peringatan
 Pidana Pembuangan
 Dikeluarkan dari masyarakat Adat
 Penistaan Barang
 Penghinaan Penghormatan
 Dijadikan Budak/ Kerja Paksa
 Pidana mati
 Kerja Paksa dengan Belenggu Rantai atau
dikolong lehernya dengan besi selama 5 tahun
sampai dengan 20 Tahun
 Kerja Paksa dengan belenggu Rantai atau Kolong
lehernya dengan Besi selama 5 tahun sampai
dengan 15 tahun
 Kerja Paksa dengan belenggu Rantai atau Kolong
lehernya dengan Besi selama 5 tahun sampai
dengan 10 tahun
 Kerja Paksa Paling tinggi 5 Tahun
 Dipekerjakan pada pekerjaan Umum paling tinggi
3 bulan
 Penjara tertinggi 8 hari
 Denda
Rumah Bui sebagai tempat pembuangan bagi
orang pribumi yang melakukan pembrontakan
terhadap Pemerintah Hindia Belanda.

Kontruksi rumah Bui dibuat dari besi mulai dari


atap tiang penyangga , dinding, daun pintu dan
pagar halaman.
Lantai dan balai-balai untuk tidur dibuat dari
batu dan semen beralas tikar dan parit
pembuangan kotoran dalam bentuk saluran
terbuka.

Rumah Bui Williem I di Ambon 1887


Rumah Bui di Medan 1889
 Tahun 1915 Pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan Koninklijk Besluit (KB) No.33
tanggal 15 Oktober 1915 (IS. 1915 No.732)
Dan Koninklijk Besluit (KB) No. 46 tanggal 4
Maret 1917 ( IS.1917 No.497) dan Tanggal 1
Januari 1917 WvS berlaku UMUM dan pidana
penjara sebagai salah satu jenis pidana
pokok selain pidana mati dan pidana
kurungan dan denda. (Pasal 10 KUHP)
 Pidana Penjara merupakan pidana hilang
kemerdekaan dimana pelaksanaannya
dilakukan dalam penjara.
 Penjara (LP) sebagai tempat pelaksanaan
pidana penjara dan diatur dalam Reglemen
Penjara dengan sistem Kepenjaraan
 Setelah Indonesia Merdeka pidana penjara
pada azasnya tidak ada perubahan.
 UU No. 1 Tahun 1946 merubah WvS
menjadi KUHP serta mencabut beberapa
pasal dan mengganti beberapa pasal yang
sesuai dengan kondisi Indonesia yang
merdeka.
 Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1946
KUHP diberlakukan juga untuk Sumatra
 UU No. 73 Tahun 1958 menyatakan UU No.
1 tahun 1946 berlaku untuk seluruh
wilayah Indonesia.
 Tahun 1964 muncul sistem pemasyarakatan pengganti
sistem kepenjaraan
 Tanggal 27 April 1964 konferensi direktorat
pemasyarakatan I di Lembang menghasilkan rumusan
sebagai berikut :
1. Orang tersesat harus diayomi dengan memberikan
bekal hidup kepadanya.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam dari
negara
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan penyiksaan
melainkan dengan bimbingan
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk
atau lebih jahat dari sebelum ia masuk dalam
lembaga
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak narapidana
harus dikenalkan pada masyarakat dan tidak boleh
diasingkan dari masyarakat
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak
boleh bersifat mengisi waktu atau hanya
diperuntukan bagi kepentingan lembaga atau negara
7. Bimbingan dan pendidikan harus berdasartkan azas
Pancasila
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan
sebagai manusia meskipun tersesat tidak boleh
ditunjukan pada masyarakat bahwa ia penjahat
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang
kemerdekaan serta sarana fisik bangunan lembaga
dewasa ini merupakan salah satu hambatan
pelaksanaan sistem Pemasyarakatan

Dampak negatif Pelaksanaan pidana penjara


 Bangunan Penjara
 Pegawai penjara
 Peraturan penjara
 Masyarakat diluar Penjara
1. Teori Absolut (Teori Pembalasan),
2. Teori Relatif (Teori Tujuan)
3. Teori Gabungan.
Prof.
dalam
bukunya
“Lembaga
Pidana
bersyarat”
MULADI
terbitan
Alumni
Bandung

memberikan nama yang berbeda yaitu:


Teori Retributif,
Teori Teleologis,
dan Retributif-teleologis.
Pada subtansinya sama dengan teori
diatas.
 Teori ini dianggap teori tertua dalam teori tujuan
pemidanaan.
 Teori Retributif memandang bahwa pemidanaan
merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah
dilakukan. Jadi teori ini berorientasi pada perbuatan
dan terjadinya perbuatan itu sendiri
 Teori retributive mencari dasar pemidanaan dengan
memandang masa lampau ( melihat apa yang telah
dilakukan oleh pelaku)
 Menurut teori ini pemidanaan diberikan karena
dianggap sipelaku pantas menerimanya demi
kesalahanya sehingga pemidanaan menjadi retribusi
yang adil dari kerugian yang telah diakibatkan.
 Oleh karena itu teori ini dibenarkan secara moral.
 Tujuan pemidanaan hanyalah sebagai pembalasan
 Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya
tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan
lain seperti kesejahteraan masyarakat
 Kesalahan moral sebagai satu-satunya syarat
untuk pemidanaan
 Pidana harus sesuai dengan kesalahan pelaku
 Pidana melihat kebelakang, sebagai pencelaan
yang murni dan bertujuan tidak untuk
memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi
pelaku
Nigel Walker.

Menjelaskan bahwa ada dua


golongan penganut teori
retributive yaitu:
Teori retributif Murni: yang
memandang bahwa pidana harus
sepadan dengan kesalahan.

Teori retributif Tidak Murni


 Penganut Teori Retributif terbatas (The Limiting
Retribution) berpandangan bahwa pidana tidak harus
sepadan dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah
keadaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan
oleh sanksi dalam hukum pidana itu harus tidak melebihi
batas-batas yang tepat untuk penetapan kesalahan
pelanggaran.
 Penganut teori retributive distribusi (retribution in
distribution). Penganut teori ini tidak hanya melepaskan
gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus
dirancang dengan pandangan pada pembalasan, namun
juga gagasan bahwa harus ada batas yang tepat dalam
retribusi pada beratnya sanksi
 Bahwa dengan pidana tersebut akan memuaskan
perasaan balas dendam korban, baik perasaan adil
bagi dirinya sendiri, temannya dan keluarganya.
 pidana dimaksudkan untuk memberikan peringatan
kepada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat,
bahwa setiap ancaman yang merugikan akan diberi
imbalan yang setimpal.
 Pidana dimaksudkan untuk menunjukkan adanya
kesebandingan antara kejahatan dengan ancaman
pidananya.
2.Teori Relatif (Tujuan)

Teori ini berporos pada tiga


tujuan utama pemidanaan yaitu:

1 3

Preventif, Reformatif.
Deterrence,
 Tujuan pemidanaan adalah pencegahan
 Pencegahan bukan sebagai tujuan akhir tapi hanya
sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih
tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat
 Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat
dipersalahkan kepada pelaku saja, misalnya
kesengajaan atau kelalaian yang memenuhi sayarat
untuk adanya pidana
 Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuan sebagai
alat pencegahan kejahatan
 Pidana melihat kedepan, atau bersifat prospektif
 Teori Relatif ini dasar
pemikirannya adalah terletak
pada tujuan pidana itu sendiri,
karena pidana mempunyai tujuan
tertentu. Tujuan pokok pidana
adalah mempertahankan
ketertiban masyarakat, untuk
mencapai tujuan tersebut dalam
teori ini ada beberapa aliran
antara lain :
1. Aliran Prevensi Umum (General Peventie)
Dalam aliran ini tujuan pokok pidana yang akan
dicapai adalah pencegahan yang ditujukan kepada
kalayak ramai atau masyarakat agar supaya tidak
melakukan pelanggaran terhadap ketertiban
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
wujud pidana ini bersifat menjerakan atau
menakutkan dan pelaksanaannya di depan umum
yang mengharapkan ada sugesti terhadap anggota
masyarakat lainnya tidak berani melakukan
kejahatan.
2. Aliran Prevensi Khusus (Speciale Preventie)
Aliran ini mempunyai tujuan agar pidana itu
mencegah si penjahat tidak mengulangi kejahatan.
Jadi aliran ini tujuan pidana selain untuk
mempertahankan ketertiban juga sebagai alat untuk
menakuti masyarakat dan memperbaiki si pelaku
dan untuk kejahatan-kejahatan tertentu tetap harus
membinasakan.
3. Aliran Perbaikan Si Pelaku (Verbentaring Van
Dader)
 Tujuan pemidanaan dalam aliran ini adalah untuk
memperbaiki si pelaku / si penjahat agar
menjadi manusia yang baik dengan reklasering.
Jadi penjatuhan pidana harus disertai pendidikan
selama menjalani pidana. Pendidikan yang
diberikan terutama adalah pendidikan
kedisiplinan dan pendidikan ketrampilan /
keahlian. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
bekal kepada narapidana setelah selesai
menjalani pidana.
4. Aliran Pejahat Yang Sudah Tidak Bisa Diperbaiki
(Onschadelijk maken van de misdediger)
 Aliran ini untuk penjahat-penjahat tertentu yang
sudah tidak dapat diperbaiki lagi karena tidak
mungkin menerima tujuan pidana yang pertama,
ke dua. dan ke tiga , ………
……maka pidana yang dijatuhkan dalam aliran
ini adalah menyingkirkan dari masyarakat yaitu
dengan menjatuhkan pidana seumur hidup atau
pidana mati. Pidana ini biasanya untuk para
residivis.
5. Aliran Memperbaiki Masyarakat Dari Kerugian
Masa Lampau (Herstel van geleden
maatchappelijk Nadeel)
Tujuan pokok pidana dalam aliran ini
berdasarkan kejahatan yang menimbulkan
kerugiaan ideel didalam masyarakat, oleh
karena itu pidana diadakan untuk memperbaiki
kerugian yang terjadi pada masa lalu.
3.Teori Integratif (Gabungan)
Pemidanaan
mengandung karakter relatif
karakter terletak pada
retributivis tujuan kritik
Teori ini moral tersebut
sejauh bercorak ganda: adalah suatu
pemidanaan
reformasi atau
dilihat sebagai perubahan
suatu kritik perilaku
moral siterpidana
terhadap dikemudian hari.
tindakan yang
salah,
Ilmu penologi juga mengenal beberapa teori
tujuan pemidanaan antara lain :
1. Teori pembalasan.
 Dalam teori ini tujuan pokok pemidanaan adalah
untuk balas dendam terhadap orang yang telah
melakukan kejahatan, oleh karena itu
kejahatan harus dianggap sebagai musuh
masyarakat dan pidana yang paling efektif
adalah penyiksaan fisik supaya menderita
selama-lamanya, sehingga tidak dapat
melakukan kejahatan lagi. Pelaksanaan
pidananya adalah sangat kejam bahkan pihak
yang dirugikan atau pihak korban dapat
membalasnya apabila ia mampu.
2. Teori Penjeraan
 Dalam teori ini tujuan pokok pidana adalah
penjeraan akan tetapi sifat kekerasan
penjeraan dalam penjatuhan pidana harus
dibatasi sesuai dengan kebutuhan dalam
pencegahan terhadap terjadinya atau
terulangnya kembali kejahatan, sehingga
dalam teori ini sangat sulit untuk
menentukan batas penderitaan karena
dalam pelaksanaannya tidak berbeda
dengan teori pembalasan.
3. Teori Pengasingan.
 Dalam teori ini menyatakan bahwa tindakan-
tindakan berupa karantina sangat diperlukan
dalam pelaksanaan pidana guna mencegah
pengulangan kejahatan. Sistem perlakuan ini di
kenal dengan Dual Track System yaitu pertama-
tama narapidana menjalani pidananya yang
sebenarnya dalam suatu pengasingan kemudian
masa ini diikuti atau dilanjutkan dengan masa
preventive detention yaitu suatu masa yang
harus dijalani oleh narapidana apabila
narapidana yang bersangkutan ternyata belum
menjadi baik dengan masa pidana yang
sebenarnya.
4. Teori Rehabilitasi.
 Dalam teori ini tujuan pidana tidak semata-
mata pembalasan atau penjeraan dan
pengasingan akan tetapi membina dan
mendidik atau memperbaiki narapidana agar
kelak menjadi orang yang baik dan berguna
bagi masyarakat namun sifatnya masih
individual centered atau individual oriented
artinya pembinaan itu tertuju kepada
individu narapidana yang bersangkutan.
5.Teori Pembinaan di Tengah-tengah
Masyarakat.
 Dalam teori ini pembinaan terhadap
narapidana tidak hanya bersifat individual
centered atau individual oriented akan
tetapi pembinaan ini memasukkan unsur
masyarakat sebagai pusat tempat pembinaan
(community oriented treatment). Jadi
pembinaan ini menjadi tujuan pidana.
 Teori ini merupakan pembinaan narapidana
secara wajar dengan nilai-nilai positif
masyarakat.
 Teori ini sebenarnya merupakan landasan
teoritis pembinaan narapidana di Indonesia
sejak tahun 1964.
 Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie
(KUHP) Stbl 1915 No. 732 Jo 1917 No.497 Jo UU
No. 1 Th. 1946 Jo UU No. 73 Th. 1958 dan
berdasarkan pasal II Aturan peralihan UUD 1945
(sekarang Pasal I Aturan Peralihan) serta Pasal I
Peraturan Presiden No.2 Th 1945 tanggal 10
Oktober 1945
 Gestichten Reglemen (Reglemen Penjara )Stbl . 1917
No 708;
 Dwangopvoeding Regeling (DOR) Stbl. 1917 No. 741;
 Voorwaardelijke Invrerijheidstelling (V.I) Stbl. 1917
No. 749;
 Regeling Voorwaardelijke Veroordeling Stbl. 1926
No. 487.
 merupakan pelaksanaan dari pasal 29 KUHP.
SISTEM KEPENJARAAN

Tujuannya
Memperlakukan Nara
Pidana Sedemikian
rupa
Siterhukum Dengan cara yang
menjadi jera tidak
dan dapat manusiawi(berupa Pada tempat
bertobat penyiksaan dan
hukuman-hukuman
tertentu yang
menyadari badan lainnya) dinamakan
kesalahannya bangunan
Sistem yang
dipakai adalah penjara
sistem
Harapannya perlakuan
tujuannya adalah untuk “Melindungi
masyarakat dari segala bentuk
kejahatan”
 apakah memang demikian kenyataannya ?
 apakah masyarakat sudah terlindungi dari
kejahatan?
 dan apakah mantan nara pidana yang sudah
kembali kemasyarakat tidak akan melakukan
kejahatan lagi?
 Singkatnya apakah mereka dapat dijamin untuk
tidak menjadi residivist ?
Kegagalan Sistem Kepenjaraan
Penyebabnya ?

Sistem Itu sendiri Mengapa ?


Tujuan dari sistem Karena secara
kepenjaraan (sistem konseptual sistem
perlakuan) terhadap kepenjaraan justru
narapidana atau anak didiknya
adalah menghendaki agar para
bertentangan dengan
nara pidana menyadari bahwa tujuan yang dianutnya.
perbuatan yang pernah
dilakukan itu adalah salah dan
Dengan sistem perlakuan
bertentangan dengan hukum yang tidak manusiawai
yang berlaku serta dilarang
agama yang dianutnya. Dan
justru akan menimbulkan
apabila mereka sudah mau dampak buruk
menyadari maka mereka akan
merasa tobat.
Petugas Penjara Masyarakat karena stigma

Balas dendam
Nara Pidana
Lingkaran setan

Kembali
Residivis Apa dampak buruknya ?
melakukan
Tindak pidana

Stigma baru
Diproses dalam
SPP menjadi Nara
pidana Kembali
 sistem kepenjaraan diterapkan tanpa disertai dengan
proses-proses kepenjaraan (tidak adanya pentahapan
perlakuan terhadap nara pidana yang sudah benar-
benar menunjukkan rasa tobatnya) walaupun pada saat
itu sudah dikenal adanya lembaga Pelepasan Bersyarat
namun cara pemberiannya dilakukan dengan cara tidak
konsisten.
 sistem perlakuan yang diterapkan sifatnya kurang
mendidik para nara pidana, tapi hanya untuk mengisi
waktu belaka;
 sikap apriori dan prejudice masyarakat
terhadap nara pidana lebih menambah
kegagalan dari sistem kepenjaraan dengan
memberikan cap bahwa penjara itu adalah
“sekolah tinggi kejahatan”;
 dalam penerapan sistem kepenjaraan
tidak memperhitungkan atau tidak
mengikut sertakan partisipasi masyarakat
dalam sistem perlakuannya (terlalu
bersifat individual);
 Re educatie dan resosialisasi sebagai jiwa
dari sistem kepenjaraan di dalam
penerapannya justru sama sekali tidak
mencerminkan jiwa dari sistem
kepenjaraan itu sendiri.
Secara sederhana sistem peradilan pidana atau
yang sering disebut dengan (Criminal
justice system) dapat dipahami suatu usaha
untuk memehami serta menjawab
pertanyaan apa tugas hukum pidana didalam
masyarakat dan bukan sekedar bagaimana
hukum pidana didalam undang-undang dan
bagaimana hakim menerapkannya.
 Sub sistem kepolisian
 Sub sistem kejaksaan
 Sub sistem pengadilan
 Dan sub sistem pemasyarakatan.
 Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak
dicapai resosialisasi dan rehabilitasi pelaku
tindak pidana;
 dikategorikan sebagai tujuan jangka menengah,
apabila yang hendak dituju lebih luas yakni
pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam
konteks politik criminal (Criminal policy)
 Tujuan jangka panjang , apabila yang hendak
dicapai adalah kesejahteraan masyarakat (Social
Welfare)
Sistem ini mulai bekerja sejak adanya laporan/atau
aduan dari masyarakat tentang terjadinya
tindak pidana dari masyarakat. Setelah itu
polisi melakukan proses selanjutnya
(penagkapan dan penyelidikan dan penydsidikan)
selanjutnya pelaku diteruskan ke lembaga
kejaksaan, pemngadilan lalu dijatuhi putusan
dan terakhir pada pemasyarakatan.
SISTEM PERADILAN PIDANA

SUB SISTEM
SPP

I Kasus Polisi JPU PN LP


n
P
u
t

Ou Penyelidikan Penuntutan Pemeriksaan Eksekusi


t dan Membuat perkara dan
Pu SP3 pidana pembinaan
t
Penyidikan

MASYARAKAT
Dalam bukunya yang berjudul The limits of
the Criminal Sanction, Herbert L. Packer.
Menyebutkan ada dua model dalam proses
peradilan pidana (Two models of the
criminal process) yaitu : Crime Control
Model dan Due Process Model.
Karateristik dari CCM adalah efisiensi yang
mana proses criminal itu bekerja yaitu cepat
tangkap dan cepat adili (Asas Presumption of
Guilt) sedangkan DPM memiliki karateristik
adalah perlindungan hak-hak tersangka, untuk
menentukan kesalahan harus melalui suatu
persidangan (Asas Presumption of Innocence).
Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga pembinaan,
posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan
akhir dari SPP, yaitu Rehabilitasi dan resosialisasi
pelanggar hukum, bahkan sampai pada penanggulangan
kejahatan (Supresion of crime). Keberhasilan dan
kegagalan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga
pemasyarakatan akan memberikan kemungkinan-
kemungkinan penilaian yang dapat bersifat positif
maupun negative.
Penilaian itu positif manakala pembinaan nara pidana
mencapai hasil maksimal, yaitu bekas nara pidana
menjadi warga masyarakat yang taat pada hukum.
Sedangkan penilaian itu negative manakala, bekas nara
pidana yang pernah dibina itu menjadi penjahat
kembali (Residivis)
Dengan dasar membela dan
mempertahankan “hak asasi manusia”
pada suatu Negara hukum (sipelanggar
hukum harus juga mendapat
perlindungan hukum), maka oleh
SAHARDJO S.H. (Menteri kehakiman
pada saat itu) pada tanggal 5 juli 1963
telah dikemukakan suatu gagasan
“SISTEM PEMASYARAKATAN”
sebagai tujuan dari pidana penjara
Dalam pidatonya beliau memberikan
rumusan dari tujuan pidana penjara
adalah sebagai berikut :
 “Di samping menimbulkan rasa derita
pada terpidana karena hilangnya
kemerdekaan bergerak, juga
membimbing terpidana agar
bertaubat, mendidik supaya ia
menjadi seorang anggota masyarakat
sosialis Indonesia yang berguna atau
dengan perkataan lain bahwa tujuan
pidana adalah pemasyarakatan.”
Dasar gagasan pemasyarakatan sebagai berikut
:
1. Tujuan pidana penjara adalah untuk
melindungi masyarakat dari segala
kejahatan.
2. Bertobat itu timbul bukan karena paksaan
atau penyiksaan akan tetapi karena
bimbingan atau pembinaan.
3. Pidana bukan merupakan balas dendam dari
negara.
4. Negara berkewajiban untuk mengembalikan
terpidana ke dalam lingkungan masyarakat
menjadi anggota masyarakat yang berguna.
5. Tiap orang adalah manusia dan harus
diperlakukan sebagaimana manusia
meskipun ia telah tersesat tidak boleh
ditujukan pada narapidana bahwa ia adalah
penjahat sebaliknya ia harus dipandang dan
diperlakukan sebagai manusia.
6. Tiap orang adalah makluk kemasyarakatan,
tidak ada orang hidup diluar masyarakat,
narapidana harus kembali kemasyarakat
sebagai warga masyarakat yang berguna.
7. Narapidana hanya dijatuhi pidana
kehilangan kemerdekaan bergerak artinya
hak-hak asasi tetap harus diperhatikan.
8. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan
Pancasila.
Adapun alasan menggantikan sistem
kepenjaraan ke dalam sistem pemasyarakatan
adalah :

1. Sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai


dengan kepribadian bangsa Indonesia.
2. Sistem kepenjaraan merupakan produk
kolonial yang berdasarkan pada
individualisme.
3. Sistem kepenjaraan memperlakukan
terpidana tidak sebagai anggota
masyarakat.
4. Sistem kepenjaraan lebih mengutamakan
pelaksanaan pencabutan kebebasan
narapidana dan pemeliharaan ketertiban
dalam lembaga dari pada pembinaan.
Undang-undang nomor 12 tahun 1995
tersebut lahir atas pertimbangan bahwa:

 perlakuanterhadap warga binaan


Pemasyarakatan berdasarkan sistem
kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem
pemasyarakatan berdasarkan pancasila dan
UUD 1945 yang merupakan bagian akhir
dari sistem pemidanaan;
 sistem pemasyarakatan merupakan
rangkaian penegakan hukum yang
bertujuan agar warga binaan
pemasyarakatan menyadari kesalahannya,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana lagi sehingga dapat diterima
kembali di masyarakat, aktif dalam
pembangunan dan sebagainya.
 dasar-hukum yang dipakai dalam rangka
proses pemasyarakatan pada sistem
kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem
pemasyarakatn berdasarkan pancasila dan
UUD 1945.
1. Sistem Pemasyarakatan
 Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan pembinaan Warga Binaan
pemasyarakatan berdasarkan sistem
kelembagaan dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dari sistem
pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
 SistemPemasyarakatan adalah suatu proses
pembinaan narapidana yang didasarkan
pada Pancasila sebagai falsafah bangsa
Indonesia dan memandang narapidana
sebagai makluk Tuhan, individu dan anggota
masyarakat.

 Pemasyarakatan merupakan satu sistem


perlakuan terhadap narapidana selama ia
menjalani masa pidananya, dimana
perlakuan itu didapat sejak ia mulai masuk
dalam LAPAS sampai ia bebas
TIGA UNSUR
SISTEM PEMASYARAKATAN yaitu :

Narapidana
PetugasLAPAS
Masyarakat
Tujuan sistem pemasyarakatan adalah :

 Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar


menjadi manusia seutuhnya.
 Menyadari kesalahannya.
 Memperbaiki diri.
 Tidak mengulangi kejahatan lagi.
 Dapat di terima kembali oleh masyarakat.
 Dapat aktif dalam pembangunan.
 Dapat menjadi warga yang baik dan
bertanggungjawab.
2.Pelaksanaan sistem pemasyarakatan

Pelaksanaan sistem pemasyarakatan ini


dilakukan oleh dua lembaga yaitu Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) dan Balai
Pemasyarakatan (BAPAS).
Lapas dan Bapas didirikan disetiap Ibukota
Kabupaten atau kotamadya. Dan jika dipandang
perlu dapat didirikan pula cabang ditingkat
kecamatan dan kota administrative.

 Lihat Pasal 6 UU no. 12 Tahun 1995


 Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan narapidana
dan anak didk pemasyarakatan dan juga
sebagai lembaga intramural yang
melaksanakan pembinaan terhadap warga
binaan pemasyarakatan.

 Lihat pasal 1 ayat 3 jo Pasal 6 ayat 3 UU. No.


12 Tahun 1995
 Balai pemasyarakatan adalah pranata untuk
melaksanakan bimbingan klien
pemasyarakatan dan juga melaksanakan
pembinaan secara ektramural terhadap
warga binaan pemasyarakatan.

 Lihatpasal 1 ayat 4 jo pasal 6 ayat 3 UU. No.


12 Tahun 1995
Pelaksanaan sistem pemasyarakatan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.02-
PK.04.10 Tahun 1990 jo Undang Undang Nomor 12
tahun 1995 dibedakan menjadi beberapa tahap
antara lain :

1. Tahap Identifikasi atau observasi narapidana.


 Tahapan ini juga disebut tahap admisi dan
orientasi atau penerimaan dan pengenalan yaitu
dengan pengumpulan identitas dan biodata
narapidana, sebab-sebab melakukan tindak
pidana, sikap dan keadaan narapidana.
 Tahapan ini dilakukan untuk menentukan rencana
pembinaan yang sesuai dengan narapidana,
penempatan untuk tinggal dan sebagainya.
 Pada tahapan ini masih dilakukan pengawasan
maksimum (maxsimum security)
2.Tahap pembinaan narapidana setelah
berlangsung Sepertiga dari masa pidananya.
 Dalam tahapan ini akan dilihat oleh Dewan
Pemasyarakatan atau Tim Pengamat
Pemasyarakatan (TPP) apakah selama
sepertiga dari masa pidananya yang dijalani
narapidana menunjukan adanya kemajuan
atau tidak dalam pembinaan.
 Misalnya tentang kedisiplinan, keinsafan,
kemajuan sikap dan perilaku dan sebagainya.
Dalam tahapan ini apabila menunjukkan
adanya kemajuan maka narapidana akan
diberikan kebebasan lebih banyak (medium
security) dan diberi tanggungjawab yang
lebih besar.
3.Tahapan Pembinaan Narapidana setelah menjalani
setengah dari masa Pidananya.
 Dalam tahapan ini, jika menurut pendapat Dewan
Pemasyarakatan atau tim Pengawas
pemasyarakatan (TPP) bahwa narapidana
menunjukan kemajuan baik secara fisik atau mental
dan ketrampilan, maka wadah pembinaan kepada
narapidana yang bersangkutan diperluas dengan
diperbolehkan mengadakan asimilasi dengan
masyarakat atau berada di luar lembaga / tembok
 misalnya beribadah, bekerja, sekolah atau
mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat
dan pada sore harinya kembali ke LAPAS.
 Pada tahap ini pengawasan narapidana sudah relatif
berkurang ( minimum security).
 Asimilasi meliputi beberapa program pembinaan
antara lain pemberian latihan kerja dan produksi
narapidana.
 Diberikan latihan kerja dan produksi yang bertujuan
agar narapidana agar dapat melakukan kegiatan kerja
yang produktif dan berguna baik dalam rangka
memenuhi kebutuhannya sendiri di dalam lapas
melalui mekanisme yang ada (swakelola lapas)
minimal untuk kebutuhan makan dan kesehatan
maupun untuk keluarga narapidana.
 Negara tidak begitu besar mengeluarkan biaya
pembinaan
 Hubungan narapidana dengan keluarga tidak terputus
dan setelah bebas dari LAPAS narapidana mempunyai
keahlian dan ketrampilan kerja yang cukup guna
bekal hidup normal di dalam masyarakat.
4.Tahap Pembinaan narapidana setelah
menjalani dua pertiga dari masa pidananya
atau sekurang-kurangnya sembilan bulan.
 Pada tahapan ini jika menurut Dewan
Pemasyarakatan atau Tim Pengawas
pemasyarakatan narapidana di nilai telah
siap untuk diterjunkan kembali ke
masyarakat, maka narapidana dapat
diusulkan Pembebasan Bersyarat (PB) atau
Cuti Menjelang Bebas (CMB).
 Tahapan ini merupakan proses pembinaan
masyarakat luar yang luas karena
pengawasan dan pembibingan sudah
berkurang sehingga narapidana dapat hidup
harmonis dalam masyarakat atau tinggal di
rumah.
FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN

 Fungsi sistem pemayarakatan adalah


menyiapkan warga binaan pemasyarakatan
untuk dapat berintegrasi secara sehat dengan
masyarakat sehingga dapat kembali sebagai
anggota masyarakat yang bebas dan
bertangungjawab.

 Fungsi Lembaga Pemasyarakatan sebagai


lembaga pendidikan dan pembangunan.
1.Lapas sebagai lembaga pendidikan
artinya lapas mendidik narapidana agar
menjadi manusia yang berkualitas yang
memiliki kesadaran beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
serta memiliki kemampuan intelektual dan
sadar hukum.

 Bentuk pembinaan narapidana atau anak


didik pemasyarakatan ini meliputi
pembinaan jasmani, rohani, sosial dan
pendidikan kemandirian.
2.Lapas sebagai lembaga pembangunan
artinya lapas membentuk narapidana sebagai
manusia pembangunan yang produktif baik
selama di dalam lapas maupun setelah berada
kembali di masyarakat.

 Untuk mencapai ini narapidana diberikan


pendidikan atau latihan ketrampilan sebagai
bekal untuk dapat hidup mandiri dan ikut
menyukseskan pembangunan
Warga Binaan Pemasyarakatan terdiri dari :
1. Narapidana
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Anak Didik Pemasyarakatan :
 Anak pidana adalah anak yang berdasarkan
putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga
Pemasyarakatan maksimal sampai dengan umur 18
tahun.
 Anak Negara adalah anak yang berdasarkan
putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk
di didik dan ditempatkan di lemabag
pemasyarakatan maksimal samapai umur 18
tahun.
 Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang
tua atau wali memperoleh penetapan pengadilan
untuk di didik di lembaga pemasyarakatan
maksimal sampai umur 18 tahun.
3. Klien Pemasyarakatan
Klien Pemasyarakatan adalah sesorang yang berada
dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan.
HAK-HAK NARAPIDANA:

 Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan


kepercayaannya.
 Mendapat perawatan, baik perawatan
rohani maupun jasmani.
 Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
 Mendapatkan pelayan kesehatan dan
makanan yang layak.
 Menyampaikan keluhan.
 Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti
siaran media masa lainnya yang tidak
dilarang.
 Mendapat upah atau premi atas pekerjaan
yang dilakukan.
 Menerima kunjungan keluarga, penasehat
hukum atau orang tertentu lainnya.
 Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
 Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk
cuti mengunjungi keluarga.
 Mendapatkan pembebasan bersyarat.
 Mendapatkan cuti menjelang bebas.
 Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan
peraturan-perundangan yang berlaku.
 Pembebasan bersyarat adalah pemberian
pembebasan dengan beberapa syarat
kepada narapidana yang telah menjalani
pidana selama dua pertiga dari masa
pidananya, dimana dua pertiga ini
sekurang-kurangnya sembilan bulan

 Lihat pasal 15 ayat 1 KUHP jo Pasal 14 UU


No. 12 Tahun 1995
 Cuti menjelang bebas adalah pemberian
cuti kepada narapidana yang telah
menjalani dua pertiga masa pidananya.
Dengan ketentuan harus berkelakuan baik
dan jangka waktu cuti sama dengan remisi
terakhir paling lama 6 bulan.

Cuti menjelang bebas tidak diberikan masa


percobaan dan pada prinsipnya hanya
diberikan kepada narapidana yang dijatuhi
hukuman pendek.
 Tujuan Pemberian CMB :

1.Pemberian cuti menjelang bebas dan


pelepasan bersyarat ini diharapkan
narapidana dapat betul-betul berintegrasi
kembali dengan masyarakat serta
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai positif
yang ada di masyarakat.
2.Pemberian cuti menjelang bebas dan
pelepasan bersyarat juga bertujuan untuk
meningkatkan keterlibatan masyarakat
dalam pembinaan narapidana.
3.Mengurangi peran negara dalam pembinaan
dan perawatan narapidana, karena dengan
diberikan hak tersebut maka narapidana
tidak lagi ada di lapas dan tidak lagi dibina
di lapas, melainkan dibina di tengah-tengah
masyarakat.
 tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan
adalah bersatunya kembali Warga Binaan
Pemasyarakatan dengan masyarakat, sebagai
warga Negara yang baik dan bertanggung
jawab, sehingga keberadaan mantan Warga
Binaan di masyarakat nantinya diharapkan
mau dan mampu untuk ikut membangun
masyarakat dan bukan sebaliknya justru
menjadi penghambat dalam
pembangunan.
 Dalam konteks tersebut diatas sistem
pembinaan narapidana dengan orientasi yang
berbasis di masyarakat (Community - Based
corrections) menjadi pilihan yang efektif
dalam sistem pemasyarakatan. Community -
Based corrections merupakan suatu metode
baru yang digunakan untuk mengintegrasikan
narapidana kembali ke kehidupan
masyarakat. Semua aktifitas yang mengarah
ke usaha penyatuan komunitas untuk
mengintegrasikan narapidana ke
masyarakat.
 Secaraumum community-based corrections
dapat diterjemahkan sebagai metode
pembinaan yang berbasis masyarakat, yaitu
metode pembinaan yang baru yang berbeda
dengan metode yang ada pada umumnya,
yakni program noninstitusi bagi
narapidana/tahanan kriminal. Secara
umum community-based corrections dapat
diterjemahkan sebagai metode pembinaan
yang berbasis masyarakat, yaitu metode
pembinaan yang baru yang berbeda dengan
metode yang ada pada umumnya, yakni
program noninstitusi bagi
narapidana/tahanan kriminal.
Tujuan utama ini adalah
untuk Community-based
corrections mempermudah
narapidana berinteraksi
kembali dengan
masyarakat.
 penerapan Community-based corrections
perlu didasarkan pada standar kriteria
sebagai berikut :
 Lokasi pembinaan yang memberikan
kesempatan bagi narapidana untuk
berinteraksi dengan masyarakat
 Lingkungan yang memiliki standar
pengawasan yang mininmal
Program pembinaan seperti
pendidikan, pelatihan, konseling dan
hubungan yang didasarkan kepada
masyarakat
Diberikan kesempatan untuk
menjalankan peran sebagai warga
masyarakat, anggota keluarga, siswa,
pekerja dan lain lain.
Diberikan kesempatan untuk
menumbuhkan dan mengembangkan
diri.
Pembentukan Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka sebagai
implementasi dari Surat Keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
RI No: M.03.pr.0703 Tahun 2003
Tanggal 16 April 2003 perihal
pembentukan LAPAS Terbuka Pasaman,
Jakarta, Kendal, Nusakambangan,
Mataram dan Waikabubak, merupakan
pengejawantahan dari konsep
Community-based corrections.
 Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan
suatu sistem pembinaan dengan pengawasan
minimum (Minimum Security) yang
penghuninya telah memasuki tahap asimilasi
dan memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan dimana diantaranya telah menjalani
setengah dari masa pidananya dan sistem
pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan
mencerminkan situasi dan kondisi yang ada
pada masyarakat sekitar. Hal ini dimaksudkan
dalam rangka menciptakan kesiapan
narapidana kembali ke tengah masyarakat (
integrasi ).
 Menurut Kartasasmita, penerapan
Community-based corrections dapat
dilakukan dengan memberdayakan warga
binaan pemasyarakatan melalui 3 upaya
sebagai berikut :
1. Menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat
berkembang ( enabling ). Disini titik
tolaknya adalah pengenalan bahwa
setiap manusia, setiap masyarakat,
memiliki potensi yang dapat
dikembangkan
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
oleh masyarakat (empowering) dalam rangka
ini diperlukan langkah-langkah lebih positif
selain dari hanya menciptakan iklim dan
suasana. Penguatan ini meliputi langkah-
langkah nyata, dan menyangkut penyediaan
berbagai masukan ( input ) serta pembukaan
akses kepada berbagai peluang (opportunities
) yang akan membuat masyarakat menjadi
makin berdaya.
3. Memberdayakan mengandung pola
melindungi, dalam proses pemberdayaan
harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
lemah karena kurang berdaya menghadapi
yang kuat.
 Dengan sistem pembinaan yang berorientasi
kepada masyarakat maka LAPAS Terbuka
seharusnya memiliki ciri ciri sebagai berikut :
 Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-
nyata berfungsi pencegah pelarian ( seperti
tembok yang tebal dan tinggi, sel yang
kokoh dengan jeruji yang kuat dan
pengamanan yang maksimal )
 Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem
pembinaan didasarkan atas tertib diri dan
atas rasa tanggung jawab Narapidana
terhadap kelompok dimana ia tergolong.
 Berada di tengah-tengah masyarakat atau di
alam terbuka
Tujuan dan Fungsi LAPAS Terbuka.

secara khusus pembentukan LAPAS Terbuka


mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut :
1. Memulihkan kesatuan hubungan hidup
kehidupan dan penghidupan narapidana di
tengah tengah masyarakat;
2. Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk
menjalakan fungsi sosial secara wajar yang
selama ini dibatasi ruang geraknya selama di
dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu
maka seorang Narapidana yang berada di
Lmebaga Pemasyarakatan Terbuka dapat
berjalan berperan sesuai dengan ketentuan
norma yang berlaku di dalam masyarakat;
3. Meningkatkan peran aktif petugas,
masyarakat dan Narapidana itu sendiri
dalam rangka pelaksanaan proses
pembinaan;
4. Membangkitkan motivasi atau dorongan
kepada Narapidana serta memberikan
kesempatan yang seluas luasnya kepada
Narapidana dalam meningkatkan
kemampuan / keterampilan guna
mempersiapkan dirinya hidup mandiri di
tengah-tengah masyarakat setelah selesai
menjalani masa pidananya.
5. menumbuh kembangkan amanat 10 ( sepuluh )
prinsip Pemasyarakatan dalam tatanan
kehidupan berbangsa adan bernegara;
6. Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk
menjalakan fungsi sosial secara wajar yang
selama ini dibatasi ruang geraknya selama di
dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan
begitu maka seorang Narapidana yang berada
di Lmebaga Pemasyarakatan Terbuka dapat
berjalan berperan sesuai dengan ketentuan
norma yang berlaku di dalam masyarakat;
Fungsi LAPAS Terbuka adalah :

 sebagai upaya memulihkan kesatuan


hubungan hidup kehidupan dan penghidupan
antara Narapidana dengan masyaraakat yang
sebeliumnya rtak dengan memerikan
kesmpatan kepada Narapidana untuk
menduduki tempatnya di Tengah-tenghah
masyarakat yang berfungsi penuh.
 memulihkan kembali harkat dan martabat
serta keperecayaan diri Narapidana sehingga
memiliki kemampuan yang bertanggung jawab
baik kepada dirinya maupun kepada anggota
masyarakat.
 menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu
pengaruh negatif dari penempatan Narapidana
yang relatif terlampau lama di lama
lingkungan bangunan LAPAS tempat
pelaksanaan pidana
Segi empat Kejahatan

Kejahatan Korban

Pelaku

Penjahat Reaksi Sosial

Doc Ikamadewi

Anda mungkin juga menyukai