Anda di halaman 1dari 25

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

FAKULTAS HUKUM

KAUSA KEJAHATAN
Oleh
Uyun Saepul Uyun.S.H.,M.H

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur dipanjatkan kehadirat Alloh.Swt,


yang telah memberikan anugrah dan hidayahnya atas
diberikannya inisiatif, ilmu, dan keinginan untuk membuat
modul pembelajaran mengenai kejahatan, penjahat dan
korban kejahatan yang terpusat dalam mata kuliah
Kriminologi.

Sari Kuliah ini hanya berlaku bagi lingkungan


Mahasiswa Fakultas Hukum khususnya dan umumnya
mahasiswa Universitas Islam Nusantara

Penulis tidak luput dari salah dan khilaf serta masih


banyaknya kekurangan dan sangat kurang sekali ilmu
pengetahuan yang belum dipelajari, oleh karena itu,
memerlukan saran dan kritik serta pendapatnya dalam
kesempurnaan modul ini.

Penulis,

2020
DAFTAR ISI

Pembukaan

Kata Pengantar

A. Pendahuluan…………………………………………..

B. Kejahatan.............................................................

C. Sifat Kejahatan Dari Sudut Pandang Sosial

D. Hubungan Kejahatan Denan Fall Tubuh


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

FAKULTAS HUKUM

tentang

KAUSA TENTANG KEJAHATAN


Oleh
Uyun Saepul Uyun.S.H.,M.H

A. PENDAHULUAN
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan
yang membahas mengenai kejahatan sebagai gejala
sosial. Termasuk didalam lingkungan pembuatan
undang-undangan, pelanggaran undang-undang, dan
reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. Dengan
adanya proses ini meliputi tiga aspek yang merupakan
suatu kesatuan hubungan-hubungan sebab akibat
yang saling mempengaruhi.
Tindakan tertentu yang tidak disetujui oleh
masyarakat sebagai organisasi politik dianggap
sebagai kejahatan. Namun meskipun demikian
beberapa orang masih dan terus saja melakukan
perbuatan yang dikatakan sebagai kejahatan, yang
mengakibatkan adanya reaksi dari lingkungan
masyarakat atau hukuman terhadap hal tersebut,
bahkan pula lingkungan masyarakat melakukan
penanggulangan atau pencegahan terhadap adanya
perbuatan kejahatan. Hal tersebut merupakan bahan
pengkajian dalam bidang kriminologi.
Dalam pengkajian kriminologi tersebut terdapat
bagian ilmu utama yang mempengaruhi yaitu :
1. Sosiologi hukum
Yang merupakan usaha penganalisaan ilmiah
tentang kondisi sosial yang mempengaruhi
perkembangan hukum pidana yang jarang-jarang
dimuat didalam buku-buku umum tentang
kriminologi;
2. Etiologi kejahatan
Merupakan usaha penganalisaan ilmiah tentang
sebab-sebab timbulnya kejahatan;
3. Penologi
Bersangkutan dengan pengontrolan mengenai
kejahatan, namun bagian ini mencakup pula
banyaknya metode yang dilakukannya bukan
dalam ruang lingkup pidana.
Dengan adanya pengkajian kriminologi
mengenai ruang lingkup tentang kejahatan, maka
kriminologi memiliki tujuan berupa menciptakan
perkembangan suatu kesatuan asas-asas yang
umum dan terperinci dan bentuk-bentuk
pengetahuan lainnya meliputi proses-proses
perundang-undangan, kejahatan dan
penanggulangan atau pencegahan terhadap
kejahatan tersebut.

B. KEJAHATAN
Apabila kita berbicara dan mendengar tentang
kalimat kejahatan, tentunya hal tersebut berbicara
tentang pelanggaran norma, perilaku yang merugikan,
perilaku yang membuat orang lain jengkel, dan yang
mengakibatkan adanya korban serta pelakunya.
Dalam pembahasan ini mengenai pendefinisian kejahatan
dibagi kedalam dua bagian, antara lain :
1. Secara Yuridis ;
Segala tingkah laku manusia yang bertentangan
dengan hukum, dapat dipidana yang diatur dalam
hukum pidana
2. Secara Kriminologi ;
Tindakan atau perbuatan tertentu yang tidak disetujui
oleh masyarakat dapat diartikan sebagai suatu
kejahatan.
Sedangkan pendefinisian tentang kejahatan menurut para
ahli diantaranya adalah sebagai berikut :
1. W.A. Bonger :Kejahatan merupakan perbuatan
yang anti sosial yang secara sadar mendapatkan
reaksi dari negara berupa pemberian derita dan
merupakan reaksi terhadap rumusan hukum.
2. Sutherland :
Kejahatan adalah prilaku yang dilarang oleh negara
karena merugikan, dan terhadapnya negara
bereaksi dengan hukuman sebagai upaya untuk
mencegah dan memberantasnya.
3. Howard Backer :
Kejahatan adalah perilaku yang menyimpang
bukanlah suatu kualitas tindakan melainkan
akibat dari penerapan cap / label terhadap perilaku
tersebut.

Mengenai pendefinisian kejahatan secara


konvensional, merupakan suatu tingkah laku atau
perbuatan kriminil dan merupakan tingkah laku yang
melanggar hukum undang-undang (Pidana).
Secara konvensional undang-undang pidana
diartikan sebagai sekumpulan kesatuan peraturan yang
spesifik mengenai tingkah laku manusia yang telah
dibentuk oleh penguasa dibidang kehidupan politik yang
berlaku merata bagi segenap para anggota yang dimaksud
dalam undang-undang itu yang disertai dengan ancaman
hukuman yang dilaksanakan oleh negara.
Dengan adanya pengartian tersebut kita dapat
membedakan kumpulan peraturan tentang tingkah laku
manusia ini dalam artian peraturan undang-undang
(pidana) dengan peraturan-peraturan lainnya berupa :
1. Politicality ( sifatnya yang menyangkut bidang
kehidupan politik).
Dalam hal ini hampir secara universal dipandang
sebagai unsur yang perlu didalam perundang-
undangan hukum pidana.
2. Specificity (memiliki sifatnya yang khusus)
Sebagai suatu unsur didalam definisi hukum
pidana kareana kontras didalam hubungan ini
antara hukum pidana dengan hukum sipil.
3. Uniformity atau regularity ( sifatnya yang berlaku
umum)
Yang diartikan sebagai proses pelaksanaan hukum
akan diselenggarakan dengan arti bahwa proses
pelaksanaan hukum akan diselenggarakan dengan
tidak memperhatikan status orang-orang yang
telah melakukan kejahatan atau yang dituduh
melakukan kejahatan.
Hal tersebut dapat diartikan secara
konvensional tentang hukum pidana karena
hukum berusaha untuk memberikan keadilan yang
tidak membeda-bedakan orang perorangan
4. Penal sanction ( mempunyai sanksi pidana)
Sebagai salah satu unsur dalam definisi ortodox
(kuno) tentang hukum, yaitu menunjukan maksud
bahwa para pelanggar akan dihukum atau
setidaknya diancam dengan hukuman oleh negara.

Suatu analisa tentang kejahatan yang luas dan mendalam


menghasilkan suatu gambaran mengenai tujuh
pembedaan kejahatan yang saling ketergantungan dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Atau dengan istilah lain bahwa sesuatu perilaku tidak
akan disebut sebagai kejahatan kecuali apabila memuat
semua tujuh unsur dimaksud, yang mana hal tersebut
diantaranya adalah :
1. Sebelum suatu perilaku dapat disebut kejahatan
haruslah terdapat akibat tertentu yang nyata atau
kerugian.
2. Kerugian haruslah dilarang oleh undang-undang
3. Adanya perilaku sikap dan perbuatan
4. Adanya maksud jahat (mens rea)
5. Adanya hubungan kesatuan atau kesesuaian
persamaan satu hubungan kejadian diantara mens
rea dengan conduct
6. Adanya hubungan sebab akibat diantara kerugian
yangdilarang undang-undang dengan miscounduct
yang voluntair ( dilakukan atas dasar keinginan
sendiri)
7. Adanya hukuman yang ditetapkan oleh undang-
undang.
C. SIFAT KEJAHATAN DARI SUDUT PANDANG SOSIAL
Sebagaimana dengan adanya peristilahan
mengenai kejahatan yang menyebutkan bahwa tidak
akan ada kejahatan apabila tidak ada undang-undang
atau hukum atau aturan pidana, dan apabila kita
akan menghilangkan seluruh kejahatan hanya dengan
menghapuskan atau dihapuskannya perundang-
undangan atau hukum atau peraturan pidana.
Sebagaimana contoh bahwa apabila peraturan
perundang-undangan tentang pencurian, perzinahan,
penipuan, korupsi dihilangkan dari aturan hukum
pidana ditarik kembali, maka pelakunya yang sering
disebut sebagai pencuri, penzina, koruptor, dan
dengan kata lain sebagai penjahat terhadap hal-hal
tersebut akan merupakan suatu perbuatan yang
dikatakan sebagai kejahatan, akan tetapi terhadap
perbuatan-perbuatan tersebut akan tetap merupakan
suatu perbuatan yang sifatnya telah menyerang dan
menimbulkan kerugian bagi pihak lain serta akan
menimbulkan reaksi dari pihak lain baik itu berupa
cemoohan, kritikan, maupun penghinaan dimuka
umum bahkan adanya reaksi bagi pembuatnya
berupa dikucilkan dari lingkungan dimana dia berada.
Dan semua itu apabila dilihat dan dipandang dari
sudut sosial dikatakan sebagai sanksi sosial.
Akan tetapi apapun bentuknya perbuatan-
perbuatan yang telah dilakukan tersebut meskipun
terhadap perbuatan yang telah dilakukan tidak
tercantum didalam undang-undang hukum pidana
maupun adanya penarikan daripada peraturan
perundang-undangan hukum pidana tersebut serta
adanya reaksi dari masyarakat, terhadap perilaku dan
adanya reaksi dimaksud hakekatnya akan tetap sama
yaitu adanya kerugian bagi pihak lain akibat dari
adanya suatu reaksi perbuatan yang dilakukan oleh
petindak, sebab kepentingan masyarakat yang telah
rusak akibat adanya perbuatan dan prilaku orang
seorang maupun kelompok akan tetap tidak berubah,
karena inilah maka telah dilakukan usaha-usaha
untuk dimasukan kedalam definisi tentang kejaharan
suaru uraian mengenai sifat hakekatnya perbuatan-
perbuatan yang dilarang oleh hukum dan dengan
demikian lebih menekankan arti segi sosialnya
daripada arti juridis tentang pendefinisian mengenai
kejahatan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Garoffalo
yang mengembangkan konsef dan sifat-sifat dari
hakekat alamiah kejahatan-kejahatan dan
memberikan defisinya sebagai suatu pelanggaran
terhadap perasaan-perasaan tentang rasa kasihan
dan rasa kejujuran. Sedangkan Radcliff
mendefinisikan mengenai istilah kejahatan yaitu
suatu pelanggaran terhadap suatu kebiasaan yang
mendorong dilaksanakannya sanksi pidana.
Apabila terhadap adanya sanksi pidana dari
adanya suatu perbuatan yang telah dilakukan oleh
sipembuat, tentunya terhadap perbuatan tersebut
tidak akan sama dan akan berubah-ubah apabila
dilihat dari berbagai pola waktu, motif, alat yang
digunakan, usia, jenis kelamin, maupun hal lainnya,
dan oleh karena itu kita dapat melihat bahwa
kejahatan bukanlah satu jenis perilaku yang
dilakukan manusia secara homogen, maka
dilakukanlah usaha-usaha untuk mengklasifikasikan
dari perbuatan-perbuatan yang disebut sebagai
kejahatan.
Terhadap pengklasifikasian mengenai
kejahatan-kejahatan tersebut sering kali
diklasifikasikan menurut intensitas mencoloknya
kejahatan dimaksud, kadangkalanya kejahatan besar
apabila tidak menarik perhatian publik maka
terhadap kejahatan tersebut sering dianggap sebagai
kejahatan kecil, akan tetapi sebaliknya apabila
kejahatan kecil namun menjadi sorotan publik maka
terhadap perbuatan kejahatan tersebut dianggap
sebagai kejahatan besar. Akan tetapi kita akan
membagi klasifikasi dari perbuatan kejahatan
meskipun pengklasifikasian dari kejahatan-kejahatan
ini tidak bergitu berguna dan sulit untuk
membedakan secara jelas dan tegas mengenai
tingkatan kelas-kelas dari kejahatan itu. Dan
pengklasifikasian dimaksud dibagi menjadi dua
bagian yaitu :
1. Feloni, merupakan kejahatan yang dikatakan
sebagai kejahatan serius, dan terhadap kejahatan
yang masuk dalam katagori ini biasanya
merupakan kejahatan dengan ancamannya
hukuman mati atau dipenjara di rumah tahanan
negara.
Terhadap seseorang atau kelompok yang telah
melakukan suatu perbuatan kejahatan yang
tergolong dalam klasifikasi ini, terhadapnya
disebut sebagai Felon atau seorang Felon;
Contoh didalam katagori tersebut adalah adanya
perbuatan melawan hukum yang bertentangan
dengan buku 2 KUHP tentang kejahatan.
2. Misdemeanor, merupakan kejahatan yang
dikatakan sebagai kejahatan yang kurang serius,
dan ciri dari klasifikasi ini terhadap pelakunya
dihukum dengan hukuman penjara di rumah
tahanan negara dalam waktu tertentu atau
dihukum dengan membayar sejumlah uang atau
denda.
Terhadap seseorang atau kelompok yang telah
melakukan suatu perbuatan kejahatan yang
tergolong dalam klasifikasi ini, terhadapnya
disebut sebagai sebagai misdemeanant;
Terhadap penjahat yang masuk dalam katagori ini
biasanya kurang berbahaya dan lebih dapat
menerima usaha-usaha perbaikan daripada
klasifikasi Fenon.
Contoh katagori ini adalah adanya perbuatan
pelanggaran norma terhadap perbuatan yang
diatur didalam peraturan Daerah
Dengan adanya pengklasifikasian tersebut, tentunya
terhadap perbuatan-perbuatan kejahatan yang
dilakukan sipelaku akan berbeda-beda jenis dan
bentuk kejahatannya, dan hal tersebut dapat kita lihat
dari adanya perbedaan-perbedaan jenis wilayah
secara geografis, suhu atau cuaca, mata pencaharian
penduduknya dan lain-lainnya. Dan Bahkan terhadap
klasifikasi kejahatan ini dapat terjadinya perubahan
diantara keduanya akibat adanya suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seorang misdemeanant
melakukan perubahan menjadi Felon ataupun
sebaliknya. Dan hal tersebut terjadi salah satunya
diakibatkan oleh adanya perubahan sikap dan
perilaku dari keduanya yang mengalami proses
perubahan mental akibat dari adanya suatu hukuman
yang dijalankan didalam penjara negara, dan hal
tersebut dapat menimbulkan peningkatan ataupun
perubahan jenis klasifikasi dari sipetindak.
Sedangkan apabila dilihat daripada motif para
pelaku dalam melakukan suatu perbuatan kejahatan,
Bonger mengklasifikasinyannya sebagai berikut :
1. Kejahatan ekonomi
2. Kejahatan seksuil
3. Kejahatan politik
4. Kejahatan-kejahatan sebagai pembalasan dendam
sebagai motif utamanya.
Dan hal tersebut akan berbeda dengan aliran
kriminologi klasik apabila sebab kejahatan yang
dilakukan oleh pelaku tersebut dilakukan, menurut
faham aliran ini bahwa faktor penyebab terjadinya
kejahatan disebabkan oleh “adanya pertimbangan
yang sadar dan telah diperhitungkan sebelumnya
mengenai untung dan ruginya dari perbuatan yang
dilakukan” dan dalam aliran ini telah menyebutkan
ajarannya dengan sebutan “Hedonistic psychology”
yang menjelaskan bahwa manusia mengatur tingkah
lakunya atas dasar pertimbangan suka duka. Suka
diperoleh dari tindakan tertentu dibandingkan dengan
duka yang diperoleh dari tindakan yang sama, dan
dipetindak ( pelaku kejahatan) diperkirakan bertindak
bebas dan menentukan pilihannya berdasarkan
perhitungan hedonistis.
Dan apabila dari kedua penjelasan tersebut
diatas, kita bandingkan dengan perkembangan sosial
pada nyatanya kejahatan setiap harinya lebih besar
dan hal tersebut dapat kita lihat dalam bentuk
statistik kriminal. Dan hal tersebut disebabkan oleh
meningkatnya dan berubahnya proses sosial yang ada
dimasyarakat, sehingga dengan adanya hal tersebut
terhadap terjadinya perubahan proses sosial akan
berkaitan dan diiringi pula oleh dinamika perubahan
dalam segi kejahatan. Dan proses sosial tersebut
ditandai oleh :
1. Differential social organization / kehidupan
masyarakat yang berbeda-beda
2. Individualisme politik dan ekonomi
3. Mobility / gerak masyarakat
4. Culture conflict
Sebagaimana yang dikemukakan oleh edwin H
Sutherland mengenai hal tersebut di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Differential social organization / kehidupan
masyarakat yang berbeda-beda.
Setiap manusia adalah anggota dari kelompok
masyarakat yang memerlukan pertemuan keadaan
biologis atau sosial1. Setiap anggota masyarakat /
kelompok yang ada dalam ruang lingkup
kelompoknya tersebut harus patuh pada semua
aturan, baik yang berasal dari keluarga,
masyarakat sendiri maupun masyarakat luar.
Dan dengan adanya hal tersebut akan terjadi
pertentangan atau disebut sebagai Konflik apabila
pertentangan terhadap norma tersebut terjadi bila
ada kelebihan, kekurangan, penyelewengan
daripada tingkah laku seseorang sebagai anggota
dari kelompok tersebut sehingga menimbulkan
reaksi akibat dari keadaan yang dilakukannya itu,

1
Sellin
meskipun adanya reaksi yang lain dari kelompol
lainnya diluar kelompoknya sendiri.
Penyebab lain dari adanya disorganization ini
disebabkan kareana organisasi masyasrakat yang
lebih dahulu telah menghilang atau sedang dalam
proses menghilang.
Dan hal tersebut apabila dibandingkan dengan
budaya barat, maka akan diiukuti oleh ideologi
kejahatan, dan hal ini berarti bahwa masyarakat
telah terorganisir dimana anggota masyarakat itu
telah dapat memilih mana norma-norma yang
berlaku.
Contohnya : penerimaan uang dalam jumlah besar
(white collor crime) yang tidak biasanya atau tidak
semestinya diterima dan didapatkan.
2. Individualisme politik dan ekonomi.;
Sikap dan ideologi yang berkembang secara
bersama-sama dengan revolusi industri dan
revolusi demokrasi sangat berlawanan dengan
ajaran pemerintah dan badan-badan pemerintah
lainnya.
Individualisme ekonomi dan politik hanya
bermanfaat untuk melawan larangan-larangan
dari sistem feodalisme serta absolut, tapi
individualistis ini hanya bersifat negatif, akibatnya
kekuasaan undang-undang menjadi relatif,
tergantung pada keyakinan dan kepercayaan
ideologinya.
Sebagaimana adanya doctrin : sama dan sederajat
yang berarti setiap orang harus bersaing melawan
semua pendatang, meskipun hal ini akan
menimbulkan kerugian dalam keadaan sosial
ekonominya.
3. Mobility / gerak masyarakat.
Dalam hal point ini, sejajar seperti halnya revolusi
industri dan revolusi dekomrasi, yang paling
mencolok sejalan dengan ideologi individualistis
dan pada waktu yang bersamaan bertentangan
dengan politik absolut.
Mobilitas dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Mobilitas horizontal, yaitu gerak
kemasyarakatan yang berkenaan dengan ruang
geografis.
Misalnya : migrasi. Dll.
Akibat dari hal tersebut yaitu, adanya
pertukaran perbuatan dari kesatuan setempat
keseluruh negara bahkan seluruh dunia dalam
bentuk perdagangan, bepergian dan lainnya.
b. Mobilitas vertikal, yaitu gerak kemasyarakatan
yang tidak berhubungan dengan masalah
pindahan tempat,
Misalnya dari petani menjadi guru atau
pedagang, yang mana hal ini menimbulkan
renggangnya ikatan keluarga lainnya dan
tempat dari lingkungannya.
Dengan adanya kedua hal tersebut,
menyatakan bahwa mobilitas mempengaruhi
semua orang dalam masyarakat modern, dan tidak
hanya pada mereka, yang tidak tetap tinggal pada
waktu terjadinya kejahatan.
4. Culture conflict;
Hal ini dipergunakan untuk menjelaskan keadaan
masyarakat dengan ciri-ciri :
a. Kurangnya ketetapan dalam pergaulan hidup
b. Sering terjadinya pertemuan norma-norma dan
berbagai daerah yang satu dengan yang lain
berlainan, bahkan bertentangan.
Naik turunnya kejahatan, tergantung kepada keadaan
masyarakat, pergaulan dimasyarakat, keadaan politik,
ekonomi, kebudayaan, dan keadaan keluarga.
Dan hal tersebut apabila dilihat mengenai intenstas
kejahatan akan terlihat dengan banyaknya kenakalan-
kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak, maupun
adanya perubahan terhadap norma.
Dalam keterangannya Bonger mengemukakan
mengenai beberapa unsur penyebab terjadinya kejahatan
yaitu :
1. Faktor Kesengsaraan
Didalam buku karangan G Vo Mayr yaitu
Criminology and Economic Conditions
mengemukakan bahwa di 18 negara didunia, faktor
terjadinya kejahatan dapat dibuktikan disebabkan
oleh adanya faktor ekonomi, yang mengakibatkan
banyaknya pengangguran-pengangguran yang
mengakibatkan daya rusak yang sangat kuat
diseluruh aspek lapangan, termasuk kedalam
kejahatan kesusilaan.
2. Faktor keterlantaran anak-anak
Pentingnya pengaruh lingkungan masyarakat
dimana anak-anak tinggal, sebagaimana
dikemukakan oleh Errico ferry bahwa rumusan dari
kejahatan adalah K = (B+L)+L.
Dan factor yang utama dalam kejahatan adalah
adanya faktor Lingkungan yang mendominasi
terjadinya kejahatan.
Dierasa masa perang dunia ke 2 maupun pada
zaman revolusi prancis terdapat banyak anak-anak
yang terlantar yang disebabkan terjadinya
peperangan, dan melahirkan banyaknya anak-anak
yang terlantar akibat peristiwa tersebut, sehingga
anak-anak tersebut tanpa bimbingan, tanpa
arahan dari orang tua maupun lingkungan yang
baik, mereka berusaha mempertahankan hidupnya
dengan melakukan perbuatan pelanggaran norma.
3. Faktor nafsu ingin Memiliki
Factor tersebut merupakan unsur sosiologis akan
terjadinya kejahatan, dan terhadap bentuk tersebut
terdapat bentuk peralihan.
Sepertihalnya, nafsu ingin memiliki karena factor
untuk mempertahankan hidup, dan factor untuk
memiliki yang didasari oleh Hasrat ingin memiliki
untuk kesenangan atau mewah-mewahan.
4. Faktor peperangan
perang berakibat timbulnya kesengsaraan dan
banyaknya kekurangan yang hebat yang dialami
masyarakat, timbulnya demoralisasi, terlantarnya
anak-anak, kekurangan makanan, yang semua itu
mengakibatkan timbulnya berbagai kejahatan
dengan cara yang berbeda-beda.
5. Factor rendahnya budi pekerti
Faktor ini disebabkan oleh kurangnya perhatian
masyarakat terhadap norma-norma yang berlaku,
termasuk rendahnya Pendidikan dan pengetahuan,
yang berakibat kepada seseorang maupun
kelompok untuk melakukan kejahatan, dan hal
tersebut disebabkan oleh kurangnya control sosial
dari lingkungan

6. faktor alkoholisme
faktor ini masih menduduki posisi yang cukup
besar dan beragam yang mempengaruhi terhadap
adanya kejahatan, dipandang secara Forensik
Psikiatris, terdapat perbedaan antara
penyalahgunaan secara chronic dan secara acout
yakni :
secara chronic selalu dipandang sebagai suatu cara
pernyataan dari jiwa yang terganggu, yang dengan
sendirinya akan menambah kelainan baru dengan
berbagai ragam pada yang telah ada sebelumnya,
dan dapat menimbulkan berbagai jenis tindak
kejahatan.
Secara acout adalah gejala minum berkala sehingga
mabuk memang mempunyai sifat patologis, dan
terhadap alkoholisme jenis ini, amat berbahaya
bagi pelakunya yang dengan tiba-tiba tidak
sadarkan diri dan bersifat agresif dan berakibat
melakukan tindak kejahatan
dengan adanya kedua jenis alkohlime tersebut
bahwa masalah mabuk memiliki sifat psycho
pathologis,
D. HUBUNGAN KEJAHATAN DENGAN FALL TUBUH
Meskipun kejahatan menurut perumusan adalah
suatu gejala sosial, dan juga selama berabad-abad orang-
orang menganut faham bahwa kejahatan merupakan
perbuatan yang dilakukan hasil daripada sebab-sebab
yang anti sosial.
Hal tersebut telah dinyatakan dalam berbagai
karangan dan studi penyelidikan dalam perbandingan
antara kejahatan yang dilakukan dengan jumlah
penduduk (Crime Rate), dan keadaan alam tertentu serta
dalam hubungan kejahatan dengan aspek tertentu dari
susunan biologis dari sipenjahat.
Dalam kenyataannya telah dibedakan antara
penjahat yang ditahan dengan penjahat yang dituntut,
dan pejabat sebagai penjahat serta penjahat yang bukan
pejabat.

Anda mungkin juga menyukai