1
MAKNA LAMBANG KEDATUAN LUWU
2
Bangsa Yang Jujur (Warna Hitam adalah simbol kejujuran dan kesatuan)
dengan senantiasa dimuliakan sebagaimana makna simbol yang terkandung
dalam Guci PEgo itu sendiri. Bermakna Tana Luwu dengan sumber daya
alamnya yang kaya, dihuni oleh bangsa yang damai dan sejahtera;
9. Singkerru’ Mulajaji. Melambangkan Rahasia takdir yang diemban
ManurungngE atas amanah Tuhan Yang Maha Kuasa. Bermakna
Pengenalan (pappEjeppu) terhadap sifat keabadian Tuhan Yang Maha
Kuasa, yakni “bil awwaliina wal akhiriin” (Dia yang awal dan Dia yang akhir)
beserta dengan rahasia takdir yang ditentukan-Nya Sendiri dengan tiada
sekutu bagi-Nya;
10. Lingkaran “Tulu Parajo” yang melingkari Singkerru’ Mulajaji.
Melambangkan Kesatuan Tana Luwu dan Wija Luwu yang senantiasa
bersatu dalam melestarikan Adat dan Budaya Luwu,
11. “Daun Lawo” sebanyak 3 Lembar yang menjadi alas Guci PEgo.
Melambangkan makna kosmologi Luwu, yakni Botinglangi, AlEkawa dan
Uriliung;
12. “Bunga Lawo” sebanyak 2 pucuk dan 3 masing-masing sulurnya.
Melambangkan Para Wija Luwu yang bertebaran dimuka bumi dengan
senantiasa menjunjung 2 azas Pangadereng, yakni Siri na PessE (Martabat
dan Kemanusiaan). Kemudian sulurnya yang berjumlah 3 masing-masing,
adalah melambangkan Wija Luwu yang bersumber dan berasal dari
“Wilayah Ana’ TelluE” merambat kemana-mana untuk menebarkan
“Pangadereng”;
13. “Lakkaa” yang menjadi alas Bunga Lawo. Melambangkan Tana Luwu dan
Para Wija Luwu senantiasa melandaskan pikiran dan perbuatannya pada
“Pangadereng”, sebagaimana Istana Kedatuan Luwu sebagai Pusat
Pengayom Pangadereng;
14. Pita Kuning bertuliskan huruf Latin KEDATUAN LUWU berwarna merah.
Melambangkan CERO Abbatirengna LUWU (Wija Abbatirengna PapoataE
ManurungngE) yang turun temurun dinobatkan menjadi Datu/Pajung Luwu,
15. Huruf Lontara’ SA pada ujung pita. Melambangkan Makna filosofis “Lise’na
WalasujiE” menurut aspek “Eppa Sulapa’” yang berarti adalah “SUKKU”
(sempurna),
16. Ujung pita yang bercagak 2. Melambangkan Kedatuan Luwu senantiasa
memegang teguh kepada interaksi 2 kutub, yakni Hablun Minallah dan
Hablun Minannas.
17. Tulisan XL. Melambangkan Datu Luwu ke-40.
3
SIMPULAN MAKNA
Oddang Panguriseng
4
BAGIAN 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
5
nilai budaya lokal guna menumbuhkan kesadaran sejarah, semangat
perjuangan dan cinta tanah air serta dalam mewujudkan pembangunan
industri pariwisata di seluruh wilayah nusantara.
Sejak zaman dahulu di seluruh pelosok nusantara banyak
memiliki kerajaan-kerajaan tradisional dengan keraton sebagai pusat
segala aktivitas sosial kemasyarakatan dengan dihuni oleh berbagai etnis
dengan latar belakang, budaya, agama yang sangat berbeda-beda.
karena keragaman etnis, agama dan budaya tradisi dan peninggalan
sejarah yang memberi corak khas kepada kebudayaan bangsa serta hasil
hasil pembangunan mempunyai nilai perjuangan bangsa, kebanggaan
serta kemanfaatan nasional perlu tetap dipelihara dan dibina untuk
menumbuhkan kesadaran sejarah, semangat perjuangan dan cinta tanah
air serta memelihara kelestarian budaya dalam kesinambungan
pembangunan bangsa.
Kedatuan Luwu sebagaimana kerajaan besar lainnya adalah
pendukung besar dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia yang
pada masa awal perintisan kemerdekaan secara tegas menyatakan
bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedatuan Luwu juga
merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan
rentang sejarah yang panjang. Salah satu warisan yang dimiliki adalah
naskah sastra yg bernama “I La Galigo“ suatu sastra yang telah
mendapatkan pengakuan dari UNESCO dan telah menjadi koleksi
document memory of the word pada tahun 2011. Naskah I La Galigo
merupakan referensi tentang tatanan kehidupan dan kebudayaan di
Tana Luwu pada masa lalu yang memiliki nilai kearifan yang luhur.
Melihat eksistensi Kedatuan Luwu saat ini serta dukungan dari
Pemerintah dan masyarakat adatnya, maka Kedatuan Luwu
mendapatkan kepercayaan dari Forum Komunikasi dan Informasi
Keraton Se-Nusantara (FKIKN) sebagai penyelenggara dan tuan rumah,
ditetapkan melalui surat Ketua Forum Komunikasi dan Informasi Keraton
Se-Nusantara 18/SEK.FKIKN/0212.1 tanggal 13 februari 2018 perihal
penetapan penyelenggaraan Festival Keraton Nusantara XIII Tahun 2019
di Kedatuan Luwu Provinsi Sulawesi Selatan.
6
Menindaklanjuti hal tersebut Kedatuan Luwu telah melakukan
beberapa kegiatan awal antara lain:
1. Rapat Koordinasi dengan Gubernur Sulawesi Selatan, Walikota
Palopo, dan Bupati se Tana Luwu.
2. Acara Mattemu Taung yang sebagai wahana simulasi awal persiapan
pelaksanaan Festival Keraton Nusantara XIII Tahun 2019 Kedatuan
Luwu
3. Pembentukan Panitia Persiapan Pelaksanaan Festival Keraton
Nusantara XIII Tahun 2019 melalui Keputusan Badan Pelaksana
Tetap Upacara – Upacara Adat Kedatuan Luwu atas nama Dewan
Adat Dua Belas Kedatuan Luwu Nomor: 01/SK-BPT/KDL-PLP/III/2018
Tentang Panitia Persiapan Festival Keraton Nusantara XIII Tahun
2019
Kedatuan Luwu menyadari betapa pentingnya sinergitas
pemerintah dengan Keraton dalam pelaksanaan kegiatan ini. Oleh
karena itulah maka demi menyukseskan pelaksanaan Festival Keraton
Nusantara XIII Tahun 2019 ini, dengan ini Panitia Pelaksana Persiapan
Penyelenggaraan Festival Keraton Nusantara XIII Tahun 2019
mengajukan Proposal Bantuan Penyelenggaraan Festival Keraton
Nusantara XIII tahun 2019 Kedatuan Luwu.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan kegiatan Festival Keraton Nusantara
XIII tahun 2019 Kedatuan Luwu adalah:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang
Pemajuan Kebudayaan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 tahun
2007 Tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan
Bidangkebudayaan, Keraton, Dan Lembaga Adat Dalam Pelestarian
Dan Pengembangan Budaya Daerah;
7
4. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelestarian Tradisi ;
5. Surat Ketua Forum Komunikasi dan Informasi Keraton se-Nusantara
Nomor 18/SEK.FKIKN/0212.1, tanggal 13 Februari 2018 Perihal
Penetapan Penyelenggaraan Festival Keraton Nusantara XIII Tahun
2019 di Kedatuan Luwu Provinsi Sulawesi Selatan;
6. Surat Keputusan Kedatuan Luwu Nomor 01/SK-BPT/KDL-PLP/III/2018
Tentang Panitia Persiapan Pelaksanaan Festival Keraton Nusantara
XIII Tahun 2019
C. Tujuan
Tujuan Festival Keraton Nusantara XIII tahun 2019 Kedatuan
Luwu adalah sebagai berikut:
1. Terjalinnya hubungan yang harmonis Pemerintah dengan para
Raja/Sultan se-nusantara
2. Tersosialisasinya keberagaman budaya nusantara dalam menjunjung
tinggi persatuan dan kesatuan bangsa
3. Terbangunnya toleransi dalam keragaman budaya dari berbagai
sumber budaya di Negara Kesatuan Republik Indonesia
4. Mendorong masyarakat lokal mengenal dan menghayati adat dan
tradisi budaya di nusantara
5. Mendorong berkembangnya ekonomi kreatif daerah, promosi wisata
dan potensi alam daerah dan nasional
D. Tema Kegiatan
8
E. Peserta
Kepesertaan FKN dikelompokkan kedalam empat yaitu peserta
FKN anggota FKIKN (47 kerajaan), peserta peninjau, lembaga adat se
nusantara, pemerintah dan pemerintah daerah, dan undangan.
F. Penyelenggara Kegiatan
Penyelengara kegiatan Forum Komunikasi dan Informasi Keraton
se-Nusantara yang kemudian menunjuk dan menetapkan Kedatuan Luwu
sebagai Penyelenggara dan Tempat Penyelenggaraan Festival Keraton
Nusantara XIII Tahun 2019, Kedatuan Luwu didukung oleh Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Luwu, Luwu Utara,
Luwu Timur, dan Kota Palopo.
Panitia Pelaksana Kegiatan, dibentuk dengan struktur Organisasi
sebagai berikut:
9
BAGIAN 2 KEGIATAN FKN
A. Perencanaan
B. Kegiatan Inti
a. Pembukaan
b. Tari kolosal dan Kirab
c. Musyawarah Agung
d. Pagelaran Seni dan Busana Keraton
e. Penutupan
C. Kegiatan Adat dan Budaya
a. Maccera Tasi di Luwu
b. Tudang Ade’ di Luwu Utara
D. Kegiatan Pendukung
a. Pementasan Teater I La Galigo
b. Dialog Budaya
10
c. Pentas Seni Budaya
d. Pameran Ekonomi Kreatif
e. Festival Kuliner
f. Rumah Kopi
g. Pameran Benda Pusaka
E. Pelaporan dan Evaluasi
a. Penyusunan laporan kegiatan
b. Monitoring dan evaluasi kegiatan
c. Penyampaian laporan
11
Susunan Acara FKN XIII Tahun 2019 Tana Luwu
Hari/Tanggal Waktu Acara Tempat
Kamis 18.15-19.15 Zikir dan Doa Bersama Istana
5 September
Sabtu-Jumat 08.00-22.00 Pentas Seni dan Budaya Lapangan Gaspa
7-13 September Menampilkan kesenian tradisional dan
modern oleh seniman lokal dan
nasional
Sabtu-Jumat 08.00-22.00 Pameran FKN 2019: Halaman SCC
7-13 September Pameran Ekonomi Kreatif, Rumah Kopi Jl Ahmad Yani
dan Jajanan Khas, Pameran Benda
Pusaka, Pameran Foto
Ahad 07.30 – 10.00 Atraksi olahraga (Pencak Silat, Karate, Lapangan Gaspa
8 September Taekwondo) kerjasama panitia Haornas
XXXVI Kota Palopo
Ahad 19.00-22.00 Pesta Rakyat Seputaran
8 September Makan malam bersama rakyat dan Istana
Datu dengan para Raja/Ratu/Sultan
dan permaisuri. Diawali dengan prosesi
adat Kedatuan Luwu
Ahad 19.00-23.00 Gala Dinner Istana
8 September Tarian Adat (Jaga Tololo)
Pembacaan Ayat Suci Al-Quran
Sambutan Sekjen FKIKN
Sambutan Datu Luwu
Sambutan Gubernur Sulawesi
Selatan
Prosesi Adat (Riangngaruki dan
Mattoana)
Santap malam
Hiburan (Tari Jaga Lili, Tari Pagellu,
Tari Seribu Tangan)
Senin 08.00-12.00 Kirab Keraton Dari Lapangan
9 September Gaspa menuju
Lapangan
Pancasila
Senin 13.00-18.00 Pembukaan FKN Lapangan
9 September Kesenian penjemputan Pancasila
Presiden RI beserta rombongan,
Datu dan Dewan Adat Seppulo
Dua beserta para
Raja/Ratu/Sultan dan permaisuri,
Tamu VVIP dan VIP menempati
tribun utama
Indonesia Raya
Laporan Ketua Panitia
12
Hari/Tanggal Waktu Acara Tempat
Sambutan Sekjen FKIKN
Sambutan Gubernur Sulawesi
Selatan membuka acara
Persembahan Tarian Kolosal
Parade pasukan keraton
Selasa 09.00-15.00 Maccera Tasi Belopa,
10 September Berangkat dari Palopo menuju Kabupaten
Belopa, Kabupaten Luwu Luwu
Jamuan di Belopa
Maccera Tasi’
Kembali ke Palopo
Selasa 20.00-22.00 Musyawarah Agung Ruang Pola
10 September Balaikota
Selasa-Jumat 09.00-22.00 Pagelaran Seni Keraton Halaman Istana
10-13 September Setiap keraton menampilkan kesenian
khas ataupun busana keraton di
Panggung Utama Istana
Selasa-Jumat 09.00-12.00 Dialog Budaya Gedung SCC
10-13 September
16.00-18.00 Talkshow
Rabu 09.00-15.00 Festival Kuliner/Manre Saperra Masamba,
11 September Berangkat dari Palopo menuju Kabupaten
Masamba, Kabupaten Luwu Utara Luwu Utara
Jamuan
Festival Kuliner Berbahan Sagu
dan bahan lokal lainnya
Rabu 15.00-22.00 Melanjutkan Perjalanan ke Malili, Malili dan
11 September Kabupaten Luwu Timur Wotu,
Pementasan Teater I La Galigo Kabupaten
Luwu Timur
Kamis 10.00-15.00 Ramah Tamah Wotu,
12 September Rombongan berangkat menuju Palopo Kabupaten
Luwu Timur
Kamis 20.00-22.00 Malam ramah tamah dengan Walikota Rujab Walikota
12 September Palopo Palopo
Jumat 06.00-19.00 Acara bebas
13 September
Jumat 19.00-21.00 Penutupan Istana
13 September
13
Rundown Acara Dialog Budaya FKN XIII Tahun 2019 Tana Luwu
Waktu Tema Narasumber Moderator
Selasa Dialog Budaya sesi 1: 1. Menteri Dalam Negeri Dr. Muhaimin
10 September Peran Keraton dan 2. Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Wakil Rektor
09.00-12.00 Lembaga Adat dalam 3. Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. (Kepala IAIN Palopo)
NKRI BPIP RI)
4. Prof. Dr. Hamka Naping (Guru
besar Antropologi UNHAS)
5. Muchtar Luthfi A. Mutty (Opu
Pabbicara Kedatuan Luwu)
Selasa Talkshow 1: Budaya 1. Budi Harta Winata (Direktur Dr. Suaedi
10 September menuju Sukses Utama PT Artha Mas Graha (Ketua ADI Tana
16.00-18.00 Andalan) Luwu)
2. Mayjend TNI Dr. Marga Taufik,
SH., MH. (Pangdam
XVI/Pattimura)
Rabu Dialog Budaya sesi 2: 1. Prof. Dr. Muhammad Sabri Dr. Hadi
11 September Membangun (Direktur Pengkajian BPIP RI) Pajarianto
09.00-12.00 Indonesia 2. Prof. Dr. Mansyur Ramli (BAN PT) (Wakil Rektor
Berkelanjutan dengan 3. Dr. Abdul Pirol (Rektor IAIN UM Palopo)
Budaya dan Agama Palopo)
4. Dr. Iwan Sumantri (Universitas
Hasanuddin)
5. Dr. HM. Yusuf Daeng Ph.D. (Dosen
Universitas Lancang Kuning
Pekanbaru, Riau)
Kamis Dialog Budaya sesi 3: 1. Dr. Raqib Chowdury, Ph.D. Dr. Nilawaty Uli
12 September Berbudaya di Era (Monash University, Australia) (Ketua APTISI
09.00-12.00 Teknologi Informasi 2. Shri Lalu Gde Pharma (Eksekutif Tana Luwu Tana
Nasional AKKI) Toraja)
3. Dr. Marsus Suti (Rektor Unanda
Palopo)
4. Norashikin Saleh (University
Malaya, PhD Student)
Kamis Talkshow 2: 1. Prof. Dr. Jasruddin (Kepala LLDikti Dr. Rusdiana
12 September Meraih Sukses Wilayah IX Sulawesi) Junaid (Dekan
16.00-18.00 melalui Pendidikan 2. Prof. M. Mukhtasar Syamsuddin, FKIP UNCP)
Ph.D. (Guru Besar Filsafat UGM)
Jumat Dialog Budaya sesi 4: 1. Prof. Dr. Nurhayati Rahman Dr. Andi
13 September Sejarah dan Nilai-nilai (Universitas Hasanuddin) Mattingaragau
14.00-17.00 Budaya Luwu 2. Prof. Dr. Andi Ima Kesuma (Opu (Wakil Rektor
Balirante Kedatuan Luwu) Unanda)
3. Dr. Irfan Mahmud (Kepala Balai
Arkeologi Sulawesi Selatan)
4. La Oddang To Sessungriu (Macoa
Cenrana Kedatuan Luwu)
14
Rundown acara Gala Dinner FKN XIII 2019
Ahad, 8 September 2019 di Istana Kedatuan Luwu
Jam Acara Keterangan
19.30 – 19.40 Tarian Adat (Jaga Tololo) Pakaian Adat
19.40 – 19.50 Pembacaan Ayat Suci Al-Quran
19.50 – 20.00 Sambutan Opu Pabbicara Kedatuan Luwu
20.00 – 20.10 Sambutan Sekjen FKIKN
20.10 – 20.30 Sambutan Gubernur Sulawesi Selatan
20.30 – 21.00 Prosesi Adat (Riangngarruki dan Mattoana
21.00 – 21.30 Santap malam
21.30 – 22.00 Hiburan (Tari Jaga Lili, Tari Pagellu, Tari Seribu
Tangan)
15
Rundown acara Macceratasi FKN XIII 2019
Selasa, 10 September 2019 di Pelabuhan Ulo-Ulo Belopa
16
Rundown acara Tudang Ade (Festival Kuliner) FKN XIII 2019
Rabu, 11 September 2019 di Kabupaten Luwu Utara
Jam Acara Keterangan
08.00 – 09.00 Rombongan menuju Luwu Utara Pakaian Adat
09.00 – 15.00 Acara Tudang Ade dan Festival kuliner
15.00 – 18.00 Rombongan menuju Luwu Timur
Rundown acara Ramah Tamah dengan Walikota Palopo FKN XIII 2019
Kamis, 12 September 2019 di Rujab Walikota Palopo
Jam Acara Keterangan
19.30 – 20.00 Hiburan Pakaian Bebas
20.00 – 20.10 Sambutan Walikota Palopo Rapi
20.10 – 21.00 Santap malam
21.00 – 21.20 Ramah Tamah
17
Jadwal Pementasan Seni Budaya FKN XIII Tahun 2019 Tana Luwu
Hari/Tanggal Waktu Pengisi Acara Keterangan
Sabtu 20.00 – 21.00 Pembukaan
7 September 21.00 – 21.30
21.30 – 22.00
22.00 – 22.30
Ahad 16.15 – 16.45
8 September 16.45 – 17.15
20.00 – 20.20
20.30 – 21.00
21.00 – 21.30
21.30 – 22.00
22.00 – 22.30
Senin 16.15 – 16.45
9 September 16.45 – 17.15
20.00 – 20.20
20.30 – 21.00
21.00 – 21.30
21.30 – 22.00
22.00 – 22.30
Selasa 16.15 – 16.45
10 September 16.45 – 17.15
20.00 – 20.20
20.30 – 21.00
21.00 – 21.30
21.30 – 22.00
22.00 – 22.30
Rabu 16.15 – 16.45
11 September 16.45 – 17.15
20.00 – 20.20
20.30 – 21.00
21.00 – 21.30
21.30 – 22.00
22.00 – 22.30
Kamis 16.15 – 16.45
12 September 16.45 – 17.15
20.00 – 20.20
20.30 – 21.00
21.00 – 21.30
21.30 – 22.00
22.00 – 22.30
Jumat 16.15 – 16.45
13 September 16.45 – 17.15
20.00 – 21.00 Penutupan
18
19
DESKRIPSI ACARA
1. Zikir Bersama dan doa
Dewan Adat Kedatuan Luwu bersama pemerintah dan masyarakat
melakukan zikir dan doa bersama sebagai ungkapan permohonan
Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar kiranya pelaksanaan FKN XIII
2019 dapat terlaksana dengan baik dan mendapat ridha Allah SWT.
Setelah acara zikir dan doa dilanjutkan dengan acara "maddoja roja".
Moddoja roja adalah berjaga tidak tidur sepanjang malam yang
diiringi dengan "tari pajaga" dan "massure galigo".
2. Pesta Rakyat
Bersamaan dengan Gala Dinner, pesta rakyat dilaksanakan sebagai
simbol kegembiraan masyarakat dan turut berpartisipasi pada
penyambutan tamu-tamu agung. Makanan disajikan pada ‘gerobak’
untuk dinikmati bersama. Makanan ini merupakan partisipasi
masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Dilanjutkan dengan
pengumuman tentang hajatan Kedatuan Luwu dalam
penyelenggaraan FKN dan mengajak seluruh masyarakat untuk turut
berpartisipasi.
3. Kirab Keraton
Kirab prajurit masing-masing keraton dan atraksi seni budaya dari
berbagai daerah yang menjadi peserta FKN. Atraksi pasukan kirab
dilaksanakan di depan tribun utama yang disaksikan oleh
raja/ratu/sultan dan tamu undangan serta masyarakat sekitar area
acara. Pementasan atraksi setiap keraton dilaksanakan sambil
berjalan untuk menghemat waktu dan memberi kesempatan kepada
semua keraton untuk tampil dihadapan Raja/Ratu/Sultan.
Rute kirab: Berangkat dari Lapangan Gaspa menuju Lapangan
Pancasila. Panggung penghormatan di Depan Kantor Walikota
Palopo. Durasi atraksi dan pembacaan sinopsis sekitar 5 menit.
20
4. Dialog Budaya
Dialog yang membahas berbagai tema tentang pengembangan
kebudayaan se Nusantara yang diikuti oleh para perwakilan peserta
FKN, Budayawan, Akademisi, Tokoh masyarakat dan Adat. Dialog
dilakukan selama 4 hari. Tema yang dibahas adalah Agama dan
Kebudayaan - Keraton Nusantara dan Eksistensinya - Strategi
Pemajuan Kebudayaan - Pendidikan dan Nilai budaya - Cagar Budaya,
Heritage, dan Arsitektur - Pariwisata, dan Ekonomi kreatif - Budaya
dan Teknologi Informasi.
6. Festival Seni
Panggung hiburan rakyat dengan penampilan seniman lokal dan
nasional, dan internasional. Kesenian yang ditampilkan berupa seni
musik, tari, teater tradisional dan modern. Disediakan dua panggung
pertunjukan untuk disaksikan oleh masyarakat.
21
10. Pameran foto
Menampilkan foto-foto Tana Luwu jaman dahulu kala.
22
SINOPSIS
PROSESI ADAT MACCERA' TASI' (PESTA LAUT)
Acara pesta Laut atau Maccera' Tasi' adalah manifestasi Budaya Luwu
mengenai hubungan antara ummat manusia dengan Yang Maha Pencipta
maupun dengan seluruh Mahluk hidup dan lingkungan di alam ini.
Acara ini dilakuakan di tepi Pantai tepat pada garis Pantai pada saat
pasang surut terjauh. Dan merupakan batas pertemuan antara dua lingkungan
Hidup atau dua Ekologi yaitu pertemuan antara habitat daratan dengan
Habitat lautan.
Di dalam acara ini hubungan fungsional antara setiap mahluk hidup,
baik manusia maupun flora dan fauna, dengan seluruh isi alam ini akan di tata
kembali dan akan di tempatkan pada proporsi yang sebenarnya secara
harmonis, atau mengikuti ketentuan-ketentuan adat yang sakral, yang telah
di tetapkan oleh Yang Maha Pencipta sebagai satu Hukum alam yang harus
dipatuhi. Demikian diharapkan akan terhindar dari kekacauan, dan terciptalah
keteraturan atau keseimbangan Cosmos.
Kegiatan Maccera' tasi' Tasi telah disesuaikan dengan Aqidah dan
Syariat Islam serta sesuai pula dengan kaidah adat Luwu yang mengatakan
Patuppui ri Ade' E, Mupasanrei ri Syara'E, yang artinya secara bebas bahwa
setiap tindakan dan kegiatan harus selalu ditumpukan pada adat didasarkan
pada syariat agama Islam.
Secara kronologis, susuan acara pada prosesi adat maccera’ tasi’
adalah sebagai berikut:
Pertama: acara persiapan
1. Mallekke Wae atau mengambil air
2. Maddoja Roja atau berjaga semalam suntuk
3. Manneppi’ atau memercikkan air upacara dalam rangka Mappacekke
Wanua atau mendinginkan negeri
4. Mappinangrakka atau memohon ijin (mappasebbi)
Kedua: acara inti (mata gau’)
1. Mappangolo Lise’ Rakki’ (mempersembahkan isi rakki)
2. Mappasisele Lise’ Rakki’ (mempertukarkan isi rakki')
3. Mallapessang (melepaskan)
4. Mallambe (menghimbau)
5. Massorong sebbu kati (menyerahkan persembahan)
6. Maddio Rio (bersuka cita bersama).
Jalannya Prosesi:
23
Beberapa hari sebelum acara inti dilaksanakan maka terlebih dahulu
dilakukan acara mallekke wae atau mengambil air upacara dari bubung parani
milik keluarga Opu Arung Senga. Menurut adat budaya masyarakat Luwu
tradisional, bahwa setiap keluarga utama memiliki bubung parani atau sumur
sumber air untuk digunakan apabila keluarga tersebut ingin melakukan suatu
hajatan. Air upacara tersebut diusung dengan usungan khusus yang disebut
sinrangeng sambil dipangku oleh seorang gadis pabbulaweng (memakai adat
lengkap).
Sinrangeng tersebut di usung menuju baruga Opu Arung Senga sambil
diiringi oleh paluru atau atribut-atribut upacara adat Luwu. Gadis
pabbulawang yang memangku air tersebut adalah gadis yang belum akil balig
(tengna wettepa dara) sebagai simbol kesucian dan kebersihan niat dari Opu
Arung Senga sekeluarga bersama seluruh lapisan masyarakat adat dalam
wilayah adat Senga.
Dalam melaksanakan kegiatan maccera' tasi' tersebut, sinrangeng
atau usungan air upacara adat tersebut lebih dahulu diarak mengitari Baruga
Opu Arung Senga (Pendopo upacara) diletakkan di atas "Lamming Pulaweng"
singgasana adat tersebut sebanyak tiga kali. Secara simbolis hal tersebut
bermakna bahwa "segala segi" pelaksanaan prosesi adat itu telah di periksa
dan dibersihkan. Setelah air Upacara tersebut diletakkan di atas Lamming
pulawang maka selesailah seluru rangkaian prosesi adat mallekke wae atau
mengambil air upacara.
Pada malam harinya dilakukan acara Maddoja Roja atau menjaga
kesadaran diri (tidak tidur) semalam suntuk, yang pelaksanaannya di mulai
setelah shalat Isya. Acara dimulai dengan membaca Berzanji (Riwayat Hidup
Nabi Muhammad SAW) yang dilakukan oleh 9 orang pemuka Agama. Sesudah
itu dilaksanakan acara "Mattoana" atau perjamuan secara adat sambil
menyaksikan acara pertunjukan tari "Pajjaga Bone Balla" (tarian istana).
Menjelang tengah malam setelah acara "Mattoana" telah selesai
maka dilakukan acara Mattemmu Lahoja atau pembacaan Do'a Hatmul Hauj.
Pembaca do'a Hatmul hauj tersebut dilakukan oleh 9 orang pembaca do'a
dibawah cahaya 9 sinar/lilin (lampu listrik dipadamkan).
Hatmul hauj adalah doa yang terdiri atas serangkaian ayat Suci Al-
Qur'an yang disusun oleh Datok Sulaeman sang pembawa ajaran Islam di Tana
Luwu atau yang bergelar Datuk Pattimang yang kala itu diberikan kepada Datu
Luwu Andi Patiware' untuk dibacakan secara periodik demi mendoakan
keselamatan dan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat adat yang ada di
wilayah adat Kedatuan Luwu.
Selama membaca do'a Hatmul hauj para pembaca do'a tersebut tidak
dibolehkan mengucapkan sepatah kata pun terkecuali rangkaian ayat suci Al-
24
Qur'an yang telah ditetapkan. Apabila salah seorang dari pembaca do'a
tersebut melalaikan ketentuan tersebut maka pembacaan do'a tersebut harus
diulangi dari awal. Setelah seluruh rangkaian do'a telah diselesaikan maka
kesembilan pembaca do'a tersebut lalu mencicipi sepotong gula merah, 9
macam kue manis, hal ini melambangkan suatu pengharapan agar kehidupan
segenap lapisan masyarakat adat Kedatuan Luwu senantiasa terasa manis
(membahagiakan), menyenangkan serta tetap sejahtera dbawah lindungan
Allah SWT.
Sesudah itu kesembilan pembaca do'a tersebut mendirikan sholat
sunnat 2 raka'at secara berjamaah. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan
acara Maddoja Roja atau berjaga-jaga atau tidak tidur semalam suntuk sampai
subuh, lalu shalat subuh, dan berjaga hingga fajar menyingsing di pagi hari.
Dalam adat budaya masyarakat tradisional Luwu, kesadaran
(Paringerrang) dianggap memiliki energi super natural (gaib). Dengan kata
lain, bahwa aktifitas apapun yang dilakukan sejatinya selalu dimulai dengan
memperbaiki ingatan atau kesadaran diri (paringerrang), misalnya hendak
tidur di malam hari atau terjaga di pagi hari atau hendak bepergian (turun dari
rumah) tentu saja harus selalu didahului dengan memperbaiki ingatan dan
kesadaran (ri padeccengi paringerrang'E).
Jadi kalau Mallekke wae adalah pembersihan raga (fisik) dimana
dalam hal ini air adalah sarana utama untuk membersihkan hal-hal fisik, maka
acara Maddoja Roja adalah simbol pembersihan batin dan rohani melalui
kesadaran diri (paringerrang).
Dengan demikian pada hakikatnya acara tersebut (Mallekke wae dan
Maddoja roja) merupakan simbol kebersihan lahir dan bathin dalam totalitas
penyerahan secara kolektif dari seluruh lapisan masyarakat adat Senga dalam
memohon keridhaan ilahi, sang Maha Pencipta.
Setelah melakukan acara Mallekke wae dan Maddoja roja maka
dilakukanlah prosesi Mappinaangrakka atau memohon izin dan restu dari
yang Maha Kuasa untuk melakukan acara Maccera Tasi’.
Acara Mappesabbi (mohon izin) dengan melakukan acara
Mappinangrakka pelaksanaannya di Tarusan. Tarusan adalah suatu tempat di
tepi muara sungai Taddette yang dianggap sebagai tempat turunnya keluarga
Opu Arung Senga bila hendak ke laut untuk melakukan suatu hajatan di laut
atau ingin melakukan perjalanan di laut.
Menurut tradisi adat budaya Luwu, setiap keluarga utama memiliki
turungeng atau tempat turun apabila keluarga tersebut ingin berangkat
melakukan aktivitas di laut.
Setelah melakukan acara Mappinangrakka maka keluarga Opu Arung
Senga dan seluruh lapisan masyarakat adat Senga dianggap telah Saniasa atau
25
siap untuk melaksanakan prosesi adat Maccera tasi’ dengan Paduka Datu
Luwu sebagai Punna gau’ atau pemilik prosesi data tersebut.
Pada Keesokan harinya dilakukan prosesi ada "Mappacekke Wanua"
atau "Mendinginkan Negeri dengan atribut-atribut adat "Air Upacara” di arak
sampai ke perbatasan negeri di empat penjuru mata angin yaitu utara,
selatan, timur, barat. Sepanjang jalan "Air Upacara" sebagai simbol doa dan
ucapan syukur secara kolektif dari seluruh masyarakat adat kedatuan Luwu, di
percikkan keseluruh penjuru "mangngeppi" atau "memercikkan air upacara”
dengan harapan "semoga masyarakat adat Luwu” senantiasa selamat
sejahtera di bawah lindungan Allah SWT. Beberapa hari kemudian, yaitu pada
hari yang disepakati sebagai hari baik, maka dilakukanlah acara Maccera tasi’.
Pelaksanaan kegiatan dimulai hari pada saat matahari pagi terbit,
dengan harapan semoga rezki masyarakat adat Senga senantiasa naik seperti
matahari pagi yang menyingsing diufuk timur. iring-iringan perahu didahului
oleh perahu Lolo Bajo atau pemimpin suku Bajo yang mengibarkan panji ula-
ula (panji kebesaran suku bajo). Pada jaman dahulu, hanya Lolo Bajo atau
perahu Datu Luwu yang mengibarkan ula-ula ditengah laut. Kemudian disusul
oleh perahu Puawang dan Lalang yang membawa Sebbu kati bersama
seperangkat alat-alat pertanian seperti cangkul, luhu, dll.
Jadi prosesi adat "Maccera tasi" ini dilakukan ditempat peralihan
habitat laut (maritim) dengan habitat darat, juga mengintegrasikan kedua
komunitas yang hidup di kedua habitat tersebut, yaitu komunitas nelayan dan
komunitas petani. Kemudian menyusul perahu atau pincara Datu Luwu yang
memuat "Malige" atau tempat bersemayam Datu Luwu. Kemudian disusul
oleh perahu para pemangku adat Ade' Seppulo Dua, dan lainnya.
Sesudah itu menyusul beberapa perahu yang membawa ulereng rakki
yang isi rakki berupa berbagai masakan yang siap disantap. Setiap ulereng
rakki dimiliki oieh knmunitas nelayan-nelayan dari desa-desa pantai di dalam
wilayah adat Opu Arung Kemudian menyusul perahu nelayan yang dihiasi
untuk turut memeriahkan suasana acara Maccera tasi tersebut.
Iring-iringan perahu tersebut segera mengambil tempat (posisi)
masing-masing ditepi pantai dekat Ance atau menara upacara. Kemudian
dilakukanlah acara Mappangolo lise' rakki atau mempersembahkan isi rakki
kehadapan Datu Luwu. Persembahan itu berupa satu piring atau nasi ketan
empat warna (sokko patarrupa) dan sepasang ayam panggang (jantan dan
betina) yang utuh atau manu mallabineng.
Nasi ketan empat warna (sokko patarrupa) yaitu kuning, merah,
hitam, dan putih melambangkan empa unsur penting datam tubuh manusia
yaitu: tulang, daging, darah, dan nafas. Sebutir telur di atas nasi ketan empat
warna tersebut melambangkan ke Esaan Tuhan yang meliputi segala yang ada
26
di alam raya ini. Jadi Sokko Patarrupa merupakan periambang penyerahan diri
secara total kepada Allah Yang Maha Esa, seru sekalian alam.
Manu mallabineng atau sepasang ayam panggang yang utuh
perlambang partisipasi atau keikutsertaan segala lapisan masyarakat adat
(laki-laki, perempuan, serta tua muda). Sambil melakukan acara mappangolo
lise' rakki dan membagikan lise' rakki kepada para hadirin.
Ada ketentuan adat bahwa seseorang tidak dibolehkan makan lise
rakki atau makanan dari lise rakkinya sendiri. Sekiranya pada setahun lalu ada
satu kelompok nelayan atau lebih pernah terjadi silang sengketa, maka
biasanya petugas adat atau Datu Luwu memerintahkan mempertukarkan lise'
rakki mereka, acara tersebut disebut Mappasisele lise’ rakki’ atau
mempertukarkan isi rakki. Dengan demikian maka telah terjadi rekonsiliasi
atau pemulihan hubungan silaturrahim secara adat antara mereka. Karena itu
ada anggapan masyarakat adat Luwu makanan atau lise' rakki adalah lise'
babua (isi perut) yang merupakan esensi kemanusiaan seseorang yang merasa
sedih atau masse babuana atau perutnya terasa perih. Seseorang yang telah
saling memakan makanan atau meminum minuman orang Iain, maka tidak
boleh lagi ada saling sengketa antara mereka atau tidak boleh lagi ada niat
buruk diantara mereka.
Jadi esensi acara mappasisele lise rakki adalah sarana rekonsiliasi
(saling memaafkan) untuk menciptakan integritas dan kerukunan yang
harmonis dan damai didalam komunitas yang merupakan saiah satu tujuan
paling esensial didaiam pelaksanaan pesta laut atau maccera tasi' tersebut.
Selanjutnya diadakan acara mallapessang atau melepaskan dimana
Datu Luwu melepas beberapa ekor ikan dan biota laut yang lebih dulu diberi
makan emas bubuk atau dibiarkan hidup beberapa hari dalam air yang
didalamnya direndam sebatang emas. Acara ini adalah perlambang rasa
hormat terhadap biota laut dan habitatnya.
Selanjutnya perahu lolo bajo dan perahu puawang mengitari ance
sebanyak 3 kali, kemudian dikumandangkan adzan di empat penjuru sudut
Ance secara bersamaan. Sesudah itu Puawang dan Bunga lalang menaiki ance,
diikuti seorang gadis Pabbulawang, dan seorang Passompo (Pengusung)
menaiki Ance. Gadis Pabbulawang tersebut adalah gadis yang belum Akil Baliq
sebagai simbol kesucian niat pelaksanaan prosesi adat tersebut.
Kemudian di atas Ance itu Puawang dan Bunga Lalang melakukan
acara Mallambe atau menghimbau kepada biota laut dari berbagai perairan di
nusantara ini agar datang ke Luwu, antara lain; ikan dari Wadeng (Gorontalo),
Ternate, Bima, dan Buton, Siloja (Selayu), Bira, Konawe (Kendari), Bulu' PoloE,
semua dihimbau agar datang ke Ale Luwu Riwatampole.
27
Setelah acara Mallambe selesai dilakukan, maka perahu Lolo Baju dan
Perahu Puawang serta Bunga Lalang menuju sebuah titik tertentu ditengah
taut berupa gugusan batu karang untuk melakuakan prosesi Massorong Sebbu
Kati. Yang mula-mula dilepaskan adalah Sebbukati dari Lolo Bajo berupa
miniatur Perahu bercadik yang memiliki layar yang dimuati "pakan" berupa
beras ketan serta atribut-atribut lainnya. Setelah itu Sebbukati Opu Arung
Senga Risorong atau dilepaskan, untuk kemudian isinya di perebutkan oleh
para nelayan.
Dengan demikian prosesi adat Maccera Tasi atau pesta laut secara
ritual telah selesai. Selanjutnya semua perahu peserta tersebut meiakukan
açara Maddio Rio atau bersuka ria, masing-masing perahu mencari tempat
atau cara untuk bergembira ria bersama semua.
Demikianlah sekilas penjelasan mengenai kronologi dan makna serta
essensi dari prosesi adat Maccera Tasi atau pesta laut.
Sekian.
28
29
30
LOGO KEDATUAN LUWU
31
Bagan Kedatangan Para Tamu.
32
Mekanisme Kegiatan FKN ke XIII Tahun 2019
33
Daftar Beberapa Hotel di Kota Palopo
1. Hotel Platinum
Alamat Jln. Andi Jemma No. 88, Palopo 91911, Indonesia
2. Hotel Value
Alamat: Jl. A. Kambo (Ex. Merdeka), Wara Timur, Surutanga, Wara Tim.,
Kota Palopo, Sulawesi Selatan 91911
Telepon: (0471) 3200555
34
3. Hotel Harapan
Alamat: Jl. Mangga No.100, Lagaligo, Wara, Kota Palopo, Sulawesi
Selatan 91911
Telepon: (0471) 3203369
35
5. Hotel Mulia Indah
Alamat : Jl. Manga No.42 Palopo
Telepon : Aris (081354671195)
6. Hotel Fany
Alamat : Jl. Dr. Ratulangi No.130
Telepon : Haeriani Yusuf (08114859052)
36
7. Hotel Awana
Alamat : Jl. Lamafacelling/Anggrek
Telepon : Yusran, SE (08124211752)
8. Hotel D’Mario
Alamat : Jl. Poros Pantai Labombo
Telepon : Aby Payangan (081244233133)
37
9. Hotel Risma
Alamat : Jl. Andi Machulau No.14
Telepon : H. Rusim (0823490005016)
38
Beberapa Rumah Makan Khas Luwu
39
3. Rumah Makan Ulu Bale Laut
Alamat : Jalan Diponegoro No.32, Batupasi, Wara Utara, Kota Palopo,
Sulawesi Selatan 96265
Telepon : 0852-9911-5968
5. RM Dapoer Palopo
Alamat : Jl Mungkasa Non Blok Depan Blok A1 BTN Merdeka
40
Beberap Tempat Wisata
2. Bukit Kambo
3. Bukit 513
41
4. Masjid Jami Tua Palopo
42
8. Pantai Labombo
9. Bukit Sampoddo
43
Sekretariat Panitia : Jl. Balaikota Nomor 1 Kota Palopo.
Kontak Person: an. Suaedi 081128338583, Subhan 085397951972, Irfan
08135516250
44
45