Anda di halaman 1dari 9

“ MACCERA’TASI’ SEBAGAI UPACARA UNGKAPAN

SYUKUR DAN DOA MASYARAKAT TANA LUWU


SULAWESI SELATAN”.

Oleh : Desy Tolla


edelweissmitnick@gmail.com

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan
multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan ke khasannya masing – masing, berbeda –
beda sesuai dengan letak geografisnya. Salah satu diantaranya wilayah Tana Luwu, yang
merupakan salah satu wilayah yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan.
Tana luwu memiliki adat dan kebudayaan yang beragam yang khas diantaranya tari
tarian, ritual – ritual adat seperti Maccera’Tasi. Banyak upacara adat atau tradisional yang
masih perlu digali nilai – nilai budayanya dan menjadi tradisi yang kuat yang dilakukan oleh
masyarakat Tana Luwu yang dari tahun ke tahun dirayakan.
Upacara adat atau tradisional merupakan salah satu bentuk ungkapan budaya yang saat
ini masih dipertahankan. Sebagaimana di jelaskan pada pasal 32 ayat 1 yang berbunyi
“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai – nilai
budayanya”. Hal ini menunjukkan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai –
nilai budayanya. Olehnya itu sebagai generasi muda patutlah kita menjaga dan melestarikan
budaya tradisional tersebut.
Masyarakat Tana Luwu adalah masyarakat yang cinta akan nilai – nilai sosial dan norma
– norma yang di tetapkan di tana luwu, sehingga masyarakat di tana luwu berpegang teguh
dengan kata leluhur, yaitu SIPAKATAU, SIPAKAINGE yang memiliki arti saling
menghargai dan saling mengingaatkan. Kata Sipakatau dan Sipakainge ini sangat di junjung
tinggi oleh masyarakat di Tana Luwu karena merupakan tali silaturahmi yang sangat baik
antara masyarakat satu dengan masyarakat lain. Hal ini dapat terlihat ketika dilaksanakannya
sebuah ritual adat macceratasi dimana Maccera’Tasi merupakan upacara adat tradisional
nelayan yang ada di tana luwu.
Upacara Maccera’Tasi adalah salah satu manifestasi budaya luwu mengenai hubungan
antar umat manusia dengan Tuhan Yang Maha Pencipta, maupun dengan seluruh mahluk
hidup dan lingkungan hidup yang ada di alam ini. Adanya apresiasi pada upacara
Maccera’Tasi akan menumbuhkan rasa cinta pada masyarakat Tana Luwu, yang mana acara
ini memiliki keunikan tersendiri. Upacara ini diawali dengan mengitari Ancer ( menara
upacara adat ) sebanyak tiga kali oleh perahu Bojo dengan perahu Puawang, kemudian azan
dikumandangkan dari empat penjuru secara bersamaan. Selanjutnya Puawang dan
Bungalalang menaiki ance diikuti Gadis Pabbulawang dan seorang Passompo atau
pengusung, pada prosesi terkahir malapessang atau melepas bibit ikan dan pakan ikan di laut.
Pemotongan kerbau juga dilaksanakan tetapi pemotongan kerbau tersebut bukan untuk
dipersembahkan atau dibuang ke laut, melainakan untuk dikonsumsi bersama.
Pesta maccera’tasi’ merupakan sistem gotong royong masyarakat Tana Luwu yang
diwujudkan dalam ritual keagamaan yang bersifat religi dan bernilai sosial. Pesta laut
maccera’tasi’ mengandung nilai – nilai, norma – norma dan aturan yang berguna bagi
kehidupan bermasyarakat sehingga budaya ini akan menciptakan hubungan kekeluargaan
yang erat dan pada akhirnya akan terjadi semangat persatuan dan kesatuan di masyarakat.
Hal ini dapat dilihat ketika masyarakat mempersiapkan perayaan pesta laut ini, kemudian di
aplikasikan dalam kehidupan sehari hari, masyarakat bergotong royong dan bekerjasama.
Masyarakat Tana Luwu masih melakukan budaya pesta laut Maccera’tasi’ ini yang diperingati
satu kali setahun karena masyarakat merasa pesta laut Maccera’Tasi ini sangat bermakna dan
bermanfaat bagi masyarakat, tentunya bagi masyarakat nelayan. Banyak nilai budaya positif dan
bermakna yang harus di junjung tinggi dan pesta laut Maccera’tasi’ ini diantaranya nilai

2
gotong royong, nilai kebersamaan, dan silaturahmi antar masyarakat yang paling utama
adalah sebagai perwujudan ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
Nikmat dan keselamatan bagi masyarakatnya. Karena telah mengetahui bahwa sekarang ini
nilai – nilai tersebut kian hari semakin luntur. Orang lebih bersifat individual dibandingkan
dengan memahami kepentingan orang lain. Dengan berdasarkan latar belakang diatas, penulis
mengangkat judul “ Maccera’Tasi’ sebagai Upacara Ungkapan Syukur dan Doa
Masyarakat Tana Luwu Sulawesi Selatan”.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan maslah yang dapat ditarik berdasarkan latar belakang yaitu :
1. Bagaimana latar belakang munculnya Maccera’Tasi di Tana Luwu Sulawesi Selatan ?
2. Bagaimana bentuk penyajian dan tata cara pelaksanaan Maccera’Tasi di Tana Luwu
Sulawesi Selatan ?

C. Tujuan Penulisan
Artikel Ilmiah ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui Latar Belakang Maccera’Tasi’ di Tana Luwu
2. Untuk mengetahui bentuk penyajian dan tata cara pelaksanaan Maccera’Tasi di Tana
Luwu Sulawesi Selatan
3. Sebagai acuan untuk menjadi peserta di Kaderisasi Tingkat Menengah GMNI.

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Munculnya Maccera’Tasi’


Maccera’Tasi’ adalah salah satu manifestasi Budaya Luwu mengenai hubungan antara
Ummat manusia dengan Yang Maha Pencipta maupun dengan seluruh makhluk hidup dan
lingkungan hidupnya di alam ini. Maccera’ Tasi’ berasal dari dua kata, yaitu cera’ yang
berarti darah dan tasi’ artinya laut. Dalam Mythologie I La Galigo disebut bahwa pada masa
paling awal (In Illo Tempora), bumi atau “atawareng” ini dalam keadaan kosong dan mati.
Tidak ada satupun makhluk hidup yang berdiam dimuka bumi. Keadaan itu digambarkan
oleh naskah I La Galigo bahwa tidak ada seekor burungpun yang terbang diangkasa dan tidak
ada seekor semutpun yang melata diatas muka bumi ini, serta tidak ada seekor ikanpun yang
berenang di dlam lautan dan samudra.
Atas usul dari para menteri-menterinya yaitu Balasaariu, Ruma` Makkompong,
Sanggiang Pajung, Rukelleng Poba, dan setelah melalui suatu musyawarah antara seluruh
Dewa-Dewa Penguasa dari seluruh lapisan alam ini baik dari “ Boting Langi” atau
Khayangan maupun dari “Toddang Toja” atau dasar samudra yang ketujuh, maka TopalanroE
atau Yang Maha Pencipta memutuskan akan menciptakan kehidupan dimuka bumi atau
atawareng ini, dengan tujuan agar kelak mereka akan mengucapkan do`a memohon
keselamatan bila mereka ditimpa bencana dan malapetaka dan atau mengucapkan “Doa
Syukur” bila mereka mendapat rahmat dan rejeki dari Yang Maha Esa.
Demikianlah maka acara Pesta Laut atau Maccera Tasi ini adalah salah satu acara
mengucapkan Doa Syukur atas nikmat dan rejeki dari hasil laut yang melimpah sebagai
karunia dari Yang Maha Pencipta.

2. Bentuk Penyajian Maccera’Tasi’


Penyajian Maccera’Tasi ini dilakukan ditepi pantai tepat pada garis pantai pada saat
pasang surut yang terjauh. Dan merupakan batas pertemuan antara dua lingkungan hidup atau
ekologi yaitu pertemuan antara habitat daratan dengan habitat lautan.
Di dalam acara ini hubungan fungsional antara setiap mahluk hidup, baik manusia
maupun Flora dan Fauna, dengan seluruh isi alam ini akan di tata kembali dan akan
ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya secara harmonis, atau mengikuti ketentuan-
ketentuan adat yang sakral, yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Pencipta sebagai suatu
hukum alam yang harus dipatuhi.
Dengan demikian diharapkan akan terhindar dari timbulnya Chaos atau kekacauan dan
akan terciptalah kosmos atau keteraturan yang serasi, sehingga terciptalah keseimbangan atau
equilibrium abadi di ala mini yang merupakan manifestasi yang hakiki dari existensie Allah
Subhana Wa Ta'ala.
Tanpa merubah essensi dari acara “Maccera Tasi” atau Pesta Laut seperti tersebut
diatas, maka setelah kedatangan Islam, aqidah maupun ritualnya telah disesuaikan dengan
Aqidah dan Syariat Islam, sesuai dengan kaidah adat Luwu yang mengatakan
“ Pattuppui ri – Ade'E, Mupasanrei ri – Syara'E", yang secara bebas berarti bahwa
setiap tindakan dan kegiatan harus selalu didasarkan pada adat dan disandarkan pada syariat
agama Islam.
Acara ini dimulai di pagi hari pada saat matahari terbit, dengan harapan semoga rejeki
kita akan senantiasa naik seperti matahari pagi yang sedang naik diufuk timur. Iring-iringan
perahu menuju ke Ance atau Menara Upacara yang didirikan di atas permukaan laut.

4
Perahu tumpangan “Pua` Puawang” yang membawa “ Sebbu Kati” (Sajian) berada di
depan diikuti oleh Pincara Datu Luwu dan Puang Ade atau Pemangku Adat. Kemudian
disusul oleh perahu-perahu yang membawa “Rakki” atau santapan yang diletakkan di dalam
usungan yang dihiasi, yang masing-masing di bawa oleh setiap kelompok masyarakat
nelayan dari setiap Desa-Desa Pantai. Sesudah itu menyusul perahu-perahu nelayan yang ikut
memeriahkan acara itu.
Pada Waktu iring-iringan perahu tiba di Ance, maka Pincara Datu Luwu dan Puang
Ade diikuti oleh perahu-perahu pembawa rakki dan perahu-perahu nelayan langsung
mengambil tempat di tepi pantai. Sementara itu Perahu Pua’ Puawang yang membawa Sebbu
Kati mengitari Ance’ sebanyak tiga kali, kemudian azan dikumandangkan dari empat penjuru
ance secara bersamaan.
Seperangkat alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak , dll turut dibawa dalam Perahu
Pua’ Puawang, yang merupakan Simbol keikut sertaan Komunitas Petani dalam acara Pesta
Laut itu.
Jadi acara Pesta Laut ini juga berfungsi mengintegrasikan komunitas nelayan yang
berdiam di daerah pesisir, dengan komunitas petani yang berdiam di daerah
daratan/pegunungan di dalam suatu acara berdoa dan bersyukur kepada Allah Yang Maha
Pengasih secara kolektif.
Kemudian dilakukan acara “Massorong Sebbu Kati” atau menyerahkan sajian sebagai
tanda syukur dan sekaligus merupakan doa kolektif dari masyarakat nelayan serta masyarakat
petani bersama-sama yang dilakukan oleh Pua’ Puawang.
Acara ini diakhiri dengan melepaskan bibit ikan dalam keadaan hidup yang lebih
dahulu telah diberi makanan secuil emas murni yang merupakan perlambang
“Penghormatan” kepada biota laut dan lingkungan hidupnya.
Sesudah itu diucapkan doa ucapan syukur di atas Ance’ atau menara upacara, yang
diucapkan oleh Pua’ Puawang sambil didampingi oleh seorang gadis yang belum aqil balig
( tennawettepa dara ) yang berpakaian adat lengkap ( mabbulaweng ) yang melambangkan
ketulusan dan kesucian niat dari pelaksanaan acara Pesta Laut atau Maccera Tasi tersebut.
Acara ini diakhiri dengan Pembacaan Doa oleh Pemuka Agama (Parewa Sara’).
Dengan demikian maka acara “Pengucapan Syukur” telah dianggap selesai.
Selanjutnya dilakukan acara “Mappangngolo Rakki” atau menyerahkan suguhan.
Dalam acara Mappangngolo Rakki ini para pemangku-pemangku adat dari masyarakat Desa-
Desa Pantai bergiliran menyerahkan sepiring nasi ketan empat warna (Sokko Patanrupa) dan
sepasang ayam panggang yang utuh kehadapan Datu Luwu dan Puang Ade. Nasi ketan empat
warna melambangkan keempat unsur alam yang utama yaitu : tanah , api, air dan angin, yang
juga melambangkan unsur-unsur penting dari tubuh manusia yaitu : tulang, daging, darah dan
napas.
Sebutir telur di atas nasi ketan tersebut melambangkan kesatuan alam ini di dalam
keesaan Yang Maha Kuasa. Sepasang ayam panggang melambangkan partisipasi dan
keikutsertaan dari semua lapisan masyarakat.
Setelah Datu Luwu dan Puang Ade menerima satu demi satu persembahan itu, maka salah
seorang Pemangku Adat yaitu Opu Ande Guru Attoriolong membagi santapan dari setiap rakki
tersebut (lise rakki) kepada para Puang Ade dan para Undangan atau pada yang hadir.
Kalau ada dua atau lebih komunitas nelayan yang pernah bersengketa sepanjang tahun
lalu, maka biasanya Opu Ande Guru Attoriolong atas nama Datu Luwu memerintahkan agar
kedua komunitas nelayan tersebut saling menukar “ Rakki” untuk disantap secara bersama-
sama. Dengan demikian kedua komunitas nelayan tersebut dianggap sudah saling maaf
memaafkan. Karena dalam budaya Luwu kalau ada dua pihak telah saling memakan makanan
atau saling meminum airnya tidak lagi ada saling sengketa atau niat buruk antara mereka.

5
Jadi acara itu juga berfungsi sebagai sarana “ Rekonsiliasi” (saling memaafkan) untuk
menciptakan suasana harmonis di dalam masyarakat.
Selanjutnya seluruh hadirin dan masyarakat bersuka ria, makan dan minum sambil
mandi-mandi di air laut atau mengikut permainan-permainan rakyat berupa lomba perahu dan
lain-lain, sampai masing-masing merasa puas.
Berikut foto atau gambar dari kegiatan Maccera' Tasi', dapat kita lihat seperti di bawah
ini :

Ance (Menara Upacara)

Massorong Sebbu Katti

6
Prosesi Melepaskan Bibit Ikan

Prosesi Mabbullaweng

Perahu Pembawa Rakki

7
KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Maccera’Tasi’ adalah budaya menjaga keharmonisan dalam kehidupan secara kosmos,


yakni keseimbangan hubungan antara manusia dengan sang pencipta, lingkungan dan
sesamanya.
Upacara Maccera' Tasi' bukan sekedar ritual atau pesta rakyat, namun mengandung
nilai-nilai yang masih perlu dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya, khususnya bagi
masyarakat nelayan. Ungkapan yang disampaikan merupakan suatu pesan-pesan berupa
harapan-harapan untuk kelangsungan hidup. Upacara ini penuh dengan makna dan simbol,
yang dapat dilihat dari alat dan perlengkapan upacara atau lebih dikenal dengan sesajian.
Dibalik simbol-simbol yang ditampilkan pada upacara atau ritual mengandung makna yang
mendalam. Oleh karena itu, upacara ini merupakan suatu upacara keagamaan atau ritual yang
dilakukan masyarakat nelayan di Luwu sebagai upacara rasa syukur kepada sang pencipta,
karena telah memberikan limpahan rezeki berupa hasil tangkapan laut yang cukup berlimpah,
serta permohonan agar diberi keselamatan dalam menghadapi segala tantangan di laut pada
saat proses penangkapan ikan berlangsung. Hal yang mendasar dari makna upacara Maccera'
Tasi' adalah adanya keharmonisan atau keseimbangan (equlibrum) dalam kehidupan, yakni
keseimbangan hubungan antara manusia dengan sang pencipta, manusia dengan manusia, dan
manusia dengan lingkungannya. Kegiatan upacara Maccera' Tasi' tidak dilaksanakan setiap
tahun, akan tetapi dilaksanakan ketika nelayan merasa hasil tangkapannya semakin hari
semakin berkurang yang diiringi dengan tingginya harga ikan di pasaran. Dengan demikian,
maka nelayan merasa perlu melakukan upacara ini untuk memberi rasa hormat kepada
pemberi rezeki agar tetap memberikan kesejahteraan dari perut bumi dan mendatangkan
kehidupan dari dasar laut.

Saran
1. Diharapkan kepada masyarakat Luwu agar tetap melestarikan budaya maccera’tasi’
yang tidak bertentangan dengan agama.
2. Kepada generasi muda di daerah Luwu tetap mempertahankan warisan kebudayaan yang
telah ada, serta lebih meningkatkan pengetahuan akan Budaya Maccera’Tasi’
3. Pemerintah Tana Luwu agar kiranya lebih memperhatikan akan budaya yang kita
warisi.

8
REFERENSI

http://news.rakyatku.com/read/44936/2017/04/10/maccera-tasi-harus-jadi-agenda-tahunan-di-
palopo

http://beautiful-indonesia.umm.ac.id/id/foto/jelajah-daerah/kalimantan-selatan/upacara-adat-
maccera-tasi.html

I Laga Ligo.Pdf

Anda mungkin juga menyukai