Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKAN G

Mane’e adalah tradisi lisan yang spesifik yang telah berlangsung berabad- abad

yang diperkirakan berlangsung sebelum abad XV dan terekam melalui sejarah

kelisanan mulai abad XVI, saat dokumen dan catatan sejarah mulai ada. Penelitian

ini akan mengindentifikasi dan mendokumentasikan salah satu khasanah budaya

komunitas masyarakat pesisir Kepulauan Talaud yang dikenal dengan sebutan

upacara Mane’e. Sejauh ini belum diperoleh informasi adanya penelitian-penelitian

terdahulu yang secara spesifik memberi pengrtian khusus pada tradisi upacara

Mane’e, sehingga belum memperoleh identifikasi menyeluruh terkait khasanah

budaya masyarakat pulau Kakorotan Kepulauan Talaud. Tradisi Mane’e di kalangan

masyarakat Talaud merupakan bagian dari keunikan lokal dan sebuah peristiwa

sosial. Upacara tradisi Mane’e mengandung kearifan-kearifan lokal masyarakat yang

hidup amat bersahaja. Upacara Mane’e bagi masyarakat Pulau Talaud yang tinggal

di kawasan pesisir pantai, sebuah pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Talaud

merupakan tradisi turun-temurun. Tradisi Mane’e merupakan tradisi upacara adat

masyarakat pesisir Kepulauan Talaud yang berisi kegiatan menangkap ikan secara

tradisional yang dilakukan setahun sekali pada waktu yang telah ditentukan.

Pelaksanaannya ketika air pasang tertinggi dan pasang surut terendah pada bulan

purnama atau awal bulan mati yang didasarkankan pada perhitungan pergerakan

bintang.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Kakorotan adalah kawasan kepulauan yang mencakup pulau: Kakorotan, Intata, dan

Malo.secara administrative kepulauan tersebut termasuk dalam wilayah kabupaten

kepulauan talaud, Sulawesi utara. Di kawasan pulau pulau kecil yang berada di

penghujung utara Indonesia itu sejak abad ke-16 ada sebuah upacara adat yg di

sebut mane’e yang bermakna “mengambil ikan di laut secara bersama setelah ada

musyawarah mufakat”.
Tradisi Mane'e
Mane’e adalah tradisi lisan yang spesifik yang telah berlangsung berabad abad dan

diperkirakan berlangsung sebelum abad XV dan terekam melalui sejarah kelisanan

mulai abad XIV, saat dokumen dan  catatan sejarah mulai ada.tradisi mane’e di

kalangan masyarakat talaud merupakan bagian dari keunikan lokal dan sebuah

peristiwa sosial.
Upacara tradisi mane’e mengandung kearifan kearifan lokal masyarakat yang hidup

sangat bersahaja.upacara mane’e bagi masyarakat pulau talaud yang hidup di

kawasan pesisir pantai, sebuah pulau kecil di kepulauan talaud merupakan tradisi

turun temurun.Tradisi mane’e merupakan tradisi upacara adat masyarakat pesisir

kepulauan talaud, yang berisi kegiatan menangkap ikan secara tradisional yang

dilakukan setahun sekali pada waktu yang telah di tentukan.

Pelaksanaannya ketika air pasang tertinggi dan pasang surut terendah pada bulan

purnama atau awal bulan mati yang didasarkan pada perhitungan pergerakan

bintang. Dalam upacara tradisi mane’e diiringi doa atau puji-pujian dalam bentuk

mantra. Ikan ikan akan berdatangan dalam kolam kolam buatan yang telah di

siapkan. Menyikapi fenomena alam tersebut masyarakat pesisir pulau kakorotan

kepulauan talaud melakukan kegiatan menangkap ikan yang disebut mane’e. Tradisi

upacara menangkap ikan secara tradisional, dalam pelaksanaanya ada beberapa

mantra yang di ucapkan oleh tua adat dan tokoh masyarakat, tetapi tradisi mane’e

merupakan tradisi yang unik pada masyarakat pulau kakorotan kepulauan

talaud.mereka memilih mane’e sebagai sarana upacara tradisi dalam kegiatan

menangkap ikan.

Tradisi upacara mane’e yang dipilih karna didasarkan atas pertimbangan nilai nilai

kearifan local, yang terdapat dalam upacara tradisi mane’e, sesuai dengan nilai nilai

yang berlaku pada masyarakat pesisir pulau kakorotan saat ini.misalnya nilai nilai

keagamaan, pranata sosial dan adat. Bagi pemerintah Sulawesi utara, tradisi

mane’e merupakan budaya yang memiliki asset yang paling berharga, yang bisa
dijadikan sebagai salah satu daya tarik dibidang pariwisata. Namun, kini upacara

mane’e mulai dirasakan oleh sosok tokoh yang bisa memimpin upacara Mane’e kian

sulit di temukan.Jangankan untuk memimpin upacara adat, Masyarakat  pesisir

pulau kakorotan yang paham akan nyanyian,syair, dan mantra dalam upacara tradisi

mane’e pun kini terus berkurang.

B. PERLENGKAPAN YANG DIPERLUKAN PADA TRADISI MANE'E

Perlengkapan yang perlu dipersipkan dalam upacara mane’e ini adalah ;

1. Jubih (panah laut)

2. Saringan / keranjang

3. Jaring berbentuk segiempat yang terbuat dari janur kelapa dan tali hutan.

Jaring ini dibuat secara bergotong royong oleh seluruh warga kakorotan

sehingga panjangnya dapat mencapai tiga kilometer.

C. TAHAPAN DALAM UPACARA MANE'E

Sebagaimana upacara pada umumnya, upacara mane’e juga dilakukan secara

bertahap. Ada empat tahap yang harus dilalui dalam upacara ini, yaitu :

1. Tahap maraca pundagi atau memotong tali hutan yang diadakan tiga hari

sebelum tradisi mane’e diadakan;

2. Tahap doa selamatan yang dipimpin oleh para tetua adat (mangolom para) di

pulau kakorotan; 

3. Tahap penentu waktu dan zona upacara di pulau intata ( sekitar 600 meter

arah utara pulau kakorotan). Penentu waktu ini didasarkan pada posisi bulan

yang akan berpengaru pada pasang surutnya air laut;


4. Tahap mane’e atau menangkap ikan secara beramai ramai di tepi laut.

Sedangkan, pihak pihak yang terlibat dalam upacara mane’e adalah para

tetua dat, tokoh masyarakat, warga masyarakat di kepulauan kakorotan, dan

sebagian warga di luar kepulauan kakorotan yang mendapat undangan atau

ingin menyaksikan jalannya upacara.

D. PROSESI MANE'E

Setelah masa eha berakhir, para tetua adat di Kepulauan Kakorotan mulai

menggambarkan kepada warganya agar mereka bersiap siap untuk mengadakan

pesta mane’e  baik didarat maupun dilaut secara besar besaran. Kabar ini kemudian

disampaikan oleh warga kepada warga lainnya yang sedang merantau atau berada

di luar wilayah Kakorotan. Tiga hari sebelum upacara mane’e para warga di Pulau

Kakorotan mulai melangsungkan upacara pengambilan tali didalam hutan. Setelah

itu, dilanjudkan lagi dengan upacara doa selamatan yang dipimpin oleh para tetua

adat (mangolom para) di Pulau Kakorotan. Selanjutnya, diadakan musyawarah

untuk menentukan waktu dan tempat upacara mane’e yang disesuaikan dengan

peredaran bulan mengelilingi bumi. Pada saat para kepala adat melakukan

musyawarah tersebut, warga di Pulau Kakorotan mulai merajut jaring dari bahan

janur kelapa dan tali hutan. Setelah jaring siap, pagi hari menjelang upacara jaring

janur tersebut di bawa secara beramai ramai untuk di tebarkan( mamoto’ sammi)

kelaut yang sedang pasang. Sebelum memasang jaring, mereka membuat

semacam kubangan seluas 400 meter persegi yang nantinya akan digunakan untuk

memerangkap ikan ketika air laut sedang surut. Saat seluruh peserta upacara telah

berada di tepi pantai, menjelang tengah hari jaring yang telah  di pasang tersebut

kemudian ditarik kepantai. Penggiringan ikan - ikan ke kubangan itu memakan waktu
sekitar empat hingga lima jam. Dan apabila ikan ikan telah terkumpul di kubangan,

warga  pun segera menangkap ikan dengan menggunakan jubih (panah laut) ,

saringan atau dengan tangan kosong. Ikan hasil tangkapan itu kemudian ada yang

dibawa pulang dan ada pula yang dibagikan kepada pengunjung atau wisatawan

untuk dibakar dan dimakan bersama sama. Ritual mane’e diakhiri dengan doa

bersama sebagai rasa syukur kepada Tuhan (Manarimma alama).

E. NILAI BUDAYA

Upacara mane’e pada masyarakat di Kepulauan Kakorotan, jika dicermati secara

mendalam, mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai

acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan,

gotong royong, kearifan dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari

berkumpulnya sebagian besar anggota masyarakat dalam suatu tempat untuk sama-

sama mengikuti prosesi mane’e dan kemudian berdoa bersama demi keselamatan

bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam

lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai

kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai

wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.

Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam

penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam

hal ini ada yang membantu menyiapkan bahan pembuat jaring, membuat jaring,

membuat kubangan di pantai dan lain sebagainya.


Nilai kearifan tercermin dari upacara mane’e itu sendiri yang merupakan rangkaian

akhir dari masa eha atau pelarangan pengambilan sumber daya yang ada di laut

maupun di darat. Fungsi dari pelarangan ini pada hakikatnya adalah untuk menjaga

agar sumber daya alam tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.

Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang ditujukan kepada Tuhan agar

mendapat perlindungan, keselataman dan kesejahteraan dalam menjalani

kehidupan.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Upacara Mane’e merupakan tradisi yang berasal dari Desa Kakorotan

Kecamatan Nanusa Kabupaten Kepulauan Talaud dalam menangkap ikan

yang masih menggunakan alat-alat tradisonal secara massal, yang sudah

lama dilakukan oleh masyarakat Desa Kakorotan Kecamatan Nanusa

Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara, dengan cara

mengisolasi kawasan napo (lokasi terumbu karang) ke nyare

(lokasi pasang surut air laut), dengan menyebarkan tali hutan yang dilingkari

janur secara bersama-sama yang disebut sam’mi dan masih kental dengan

adat istiadat. kegiatan ini dilaksanakan di 3 (tiga) pulau yaitu pulau Kakorotan

(daerah langgoto, alee, apan, dansunan), pulau Intata (Ranne, abuwu, wu’i)

dan di pulau Malo (daerah malele dan sawan). Upacara adat ini dilmulai

menerapkan masa pantang atau e’ha selama 1 tahun baik di darat maupun di

laut, e’ha adalah larangan untuk tidak mengambil hasil laut dan darat dalam

kurun waktu yang telah ditetapkan bersama oleh masyarakat dan lokasi yang

digunakan dalam pelaksaan upacara. Sesudah itu pemimpin desa dan adat

mengadakan upacara syukur untuk meminta pertolongan untuk suksesnya

upacara tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Atok Kritianus dkk, 2000. Hutan dan Terumbu Karang dalam Penguasaan

Masyarakat Adat. Pontianak : Peoples, Forest and Reefs (PeFor)

Yayasan

Pancur Kasih.

Brown R Lester dkk. 1995. Masa Depan Bumi. Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia

Buata Corrie. 2013. Disertasi., Tradisi Upacara Mane’e pada Masyarakat

Pesisir Pulau Kakorotan di Kepulauan Talaud Sulawesi Utara, Program

Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Pendidikan Indonesia Bandung.

MAKALAH KEBUDAYAAN TALAUD


“MANE’E “

DI BUAT OLEH :

NAMA : OLIVIANI SENAEN


NIM : 15 061 066
MATA KULIAH : FALSAFAH KEPERAWATAN
DOSEN PENGAJAR : NS. MARGARETHA
BANGKUT., S.KEP. M.KES

UNIVERSITAS SARI PUTRA INDONESIA


TOMOHON
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019

Anda mungkin juga menyukai