Anda di halaman 1dari 2

Selalu merasa bosan untuk hari-hari seperti ini.

Tidak ada sesuatu yang dikerjakan kecuali menonton televisi, membersihkan rumah, makan dan tidur. Kehidupan liburan yang sungguh monoton untuk pelajar yang baru saja menanggalkan status SMP menuju SMA. Tidak ada harihari yang begitu menarik untuk dikenang. Walaupun banyak hari yang tidak seharusnya dilupakan. Suatu ketika, saat aku sedang ada di rumah dan menonton televisi. Kakakku mendekatiku dan berkata "Masih ada dua bulan dan kamu mau menghabiskan waktu itu untuk kegiatan yang gitu-gitu aja?" "Di rumah, makan, liat tv, tidur itu bukan sesuatu yang gitu-gitu aja." jawabku tegas. "Membosankan, lebih tepatnya." timpalnya. Aku mengacuhkan pernyataan kakakku yang terakhir. Lalu aku harus apa? Pikirku. Hening, hanya ada suara khasnya Spongebob dan rekannya Patrick dari suara televisi. Kami-aku-kak Yose sama-sama terdiam. Tidak melanjutkan percakapan kami lagi. "Besok di gereja ada kegiatan liburan buat pelajar. Kamu bisa liburan sekaligus pinter piano. Kalau tertarik besok dateng di gereja jam tiga sore. Harimu tetep produktif dan sekali lagi, nggak gitu-gitu aja." ucap kak Yose pada akhirnya. *** "Halo, Ca. Ikut juga?" sapa Tya, teman gerejaku yang ternyata juga mengikuti acara gereja khusus liburan ini. Aku mengangguk sambil tersenyum. Satu persatu orang-orang berdatangan dan aku masih saja merasa asing. Duduk diam di kursi gereja dan menunggu acara untuk dimulai. Tepat, pukul tiga sore, acara dimulai. Tidak berlama-lama, segera guru musik yang juga berasal dari jemaat gereja mengajari kami. Untunglah, aku mendapat guru musik yang juga satu wilayah denganku sehingga aku nyaman untuk belajarnya. Aku mencoba memainkan tuts yang ada di depanku dengan lagu gereja sederhana. Ikut ikut ikut Tuhan Yesus ; ku tetap mendengar dan mengikutNya..... Aku memainkannya dengan nyaman tanpa ada masalah. Sebenarnya aku tidak gagu dengan piano, tapi hanya akunya saja yang tidak percaya diri dengan kemampuanku sehingga memilih untuk memendam bakatku. "Bagus. Tinggal dibenerin dikit udah bagus banget. Paling butuh waktu tiga hari untuk menyempurnakan permainanmu." ujar bu Candradiiringi tepuk tangannya. Aku tersenyum senang. Angan-anganku menjadi pianis kini semakin nyata. Aku akan lebih bersemangat lagi untuk latihan. Iya, aku akan. *** Satu hari, dua hari, tiga hari. Hari-hariku kini menjadi jauh lebih berguna. Permainan pianoku kini juga semakin bagus. Aku juga sudah tidak asing lagi dengan lingkungan gerejaku. Sekarang aku semakin aktif di gereja untuk menjadi pengiring kebaktian. Menjadi pelayan Tuhan itu menyenangkan. "Icak, coba kamu baca ini." ucap bu Candra sambil memberikan brosur. "Competition Among the Grandest Church Pianist."

"Iya. Kompetisi termegah antar pianis gereja. Dengan bakatmu, kamu bisa membanggakan gereja ini. Mau jadi wakil gereja untuk mengikuti lomba itu?" tawar bu Candra. Dengan mantap ku jawab "Ya!" Sejak ku iyakan permintaan bu Candra, aku semakin giat lagi bermain piano. Giat dan giat. Seminggu waktu yang digunakan untuk latihan, kurasa itu lebih dari cukup. Aku telah menguasai lima lagu untuk kompetisi itu. Dan waktunya tiba, puji Tuhan, harapanku untuk menjadi pemenang terwujud. Mulai saat itu juga ada tawaran dari gereja yang saat itu ku gunakan untuk lomba, aku ditawari untuk melayani di situ. Aku menyetujuinya. *** Lama aku berada di gereja yang baru. Dan tidak pernah lagi menjadi pemusik di gereja asalku. Aku menikmatinya sampai pada akhirnya aku tau bahwa banyak orang di gereja tempat pelayanan baruku banyak yang tidak mengharapkan kehadiranku. Aku seperti orang asing, sangat asing bagi mereka. Mereka selalu mengabaikanku, entah. Aku memutuskan untuk vakum dari pelayanan dan menenangkan diri di rumah. Berusaha untuk intropeksi diri dan merenungkan semuanya. "Kenapa? Kok tumben di rumah?" sindir kak Yose. Aku heran mendengarnya. Entah di rumah atau di gereja semua yang aku lakukan sama, sama-sama dicibir. "Temen-temen di gereja nanyain kabarmu. Kalau kamu merasa kehadiranmu tidak diharapkan , itu salah. Salah besar. Gerejamu, gereja asalmu jauh lebih membutuhkanmu. Kamu berusaha untuk membangkitkan gereja lain tapi gerejamu sendiri ada diambang kehancurkan. Nggak adakah rasa terimakasih yang kamu berikan untuk gerejamu saat ini? Hey, they need you! Come back!" Seakan pikiranku bernostalgia. Saat pertama kali aku tak mengerti apa-apa. Saat aku asing, apasih itu pelayanan. Saat aku merasa tidak mempunyai talenta apa-apa. Saat aku berani menampilkan lagi bakatku. Saat gereja dan aku tumbuh bersama. Saat gerejalah yang satusatunya tempat mengerti aku. Tapi gereja tetap mau peduli keadaanku walaupun sudah ku campakkan. Apa balasnya? "Maafkan aku, Tuhan. Terimakasih untuk pembelajaran selama ini. Aku mengerti sekarang, saat orang tidak membutuhkanku, ternyata masih banyak orang yang jauh membutuhkanku. Hanya aku saja yang lambat menyadarinya. Aku lahir dari gereja ini dan aku berjanji tidak akan pernah melupakan dan meninggalkan gereja ini. Tidak akan."

Anda mungkin juga menyukai