Anda di halaman 1dari 7

DASAR DASAR KEBUDAYAAN

TRADISI UPACARA RUWATAN

Disusun oleh:

Teguh Hidayat

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MUSIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Tradisi Upacara Ruwatan”.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dasar Dasar Kebudayaan. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan para pembaca agar dapat memahami apa materi
yang kami sampaikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Erizal Barnawi,M.Sn., selaku dosen
pengampu mata kuliah Dasar Dasar Kebudayaan. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas makalah ini.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami menerima
saran dan kritik yang membangun agar nantinya diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................

1.3 Tujuan .......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Upacara Ruwatan .....................................................................................

A. Proses Tradisi Upacara Ruwatan ................................................................................

B. Makna Tradisi Upacara Ruwatan ...............................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..............................................................................................................

3.2 Daftar Pustaka ..........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruwatan adalah salah satu ritual penyucian yang masih dijalankan oleh sebagian besar
masyarakat Jawa dan Bali. Ruwatan, dalam bahasa Jawa, memiliki arti “dilepas” atau
“dibebaskan”. Oleh karena itu, Ruwatan merupakan upacara yang bertujuan membebaskan
seseorang yang diruwat dari hukuman atau kutukan dewa yang membawa bahaya.

Ruwatan merupakan sebuah upacara yang berasal dari Jawa dan digunakan untuk
membebaskan atau melepaskan seseorang dari hukuman atau kutukan yang membawa sial
atau membahayakan. Asal-usul Ruwatan ini berasal dari cerita pewayangan. Kisah yang
menceritakan seorang tokoh Batara Guru yang istimewa memiliki dua orang istri, yang
bernama Pademi dan Selir. Dari Pademi, Batara Guru memiliki seorang anak laki-laki
bernama Wisnu, sedangkan dari Selir, ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Batarakala.
Ketika Batarakala dewasa, ia menjadi sosok yang jahat dan kerap mengganggu anak-anak
manusia untuk dimakannya. Konon, sifat jahat Batarakala ini disebabkan oleh hawa nafsu
sang ayah, Batara Guru, yang tidak terkendali.

1.2 Rumusan Masalah

1. Makna Tradisi Upacara Ruwatan?


2. Bagaimana Proses Kegiatan Upacara Ruwatan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Tradisi Upacara Ruwatan


2. Mengetahui Tujuan adanya Tradisi Upacara Ruwatan
3. Mengetahui fungsi pelaksanaan Upacara Ruwatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN UPACARA RUWATAN

Ruwatan merupakan sebuah upacara yang berasal dari Jawa dan digunakan untuk
membebaskan atau melepaskan seseorang dari hukuman atau kutukan yang membawa sial atau
membahayakan. Asal-usul Ruwatan ini berasal dari cerita pewayangan. Kisah yang
menceritakan seorang tokoh Batara Guru yang istimewa memiliki dua orang istri, yang
bernama Pademi dan Selir. Dari Pademi, Batara Guru memiliki seorang anak laki-laki bernama
Wisnu, sedangkan dari Selir, ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Batarakala. Ketika
Batarakala dewasa, ia menjadi sosok yang jahat dan kerap mengganggu anak-anak manusia
untuk dimakannya. Konon, sifat jahat Batarakala ini disebabkan oleh hawa nafsu sang ayah,
Batara Guru, yang tidak terkendali.

Dalam suatu peristiwa, Batara Guru dan Selir sedang mengelilingi samudera dengan menaiki
punggung seekor lembu. Tiba-tiba, hasrat seksual Batara Guru muncul dan ia ingin bersetubuh
dengan Selir. Namun, Selir menolak dan air mani Batara Guru jatuh ke tengah samudera. Air
mani tersebut kemudian berubah menjadi raksasa yang dikenal dengan nama Batara Kala.
Konon, Batara Kala meminta makanan berupa manusia kepada Batara Guru. Batara Guru
mengizinkan dengan syarat bahwa manusia yang dimakan haruslah wong sukerta, yaitu orang-
orang yang mendapat kesialan, seperti anak tunggal. Oleh karena itu, setiap anak tunggal harus
menjalani ruwatan agar terhindar dari malapetaka dan kesialan.

Dalam pelaksanaan tradisi Ruwatan, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu
sajen. Sajen adalah makanan dan benda lain, seperti bunga, yang digunakan sebagai sarana
komunikasi atau interaksi dengan makhluk tak kasat mata atau ghaib. Dalam tradisi Ruwatan,
terdapat beberapa jenis sajen yang diperlukan saat memulai upacara Ruwatan. Sajen tersebut
tidak hanya terbatas pada makanan, melainkan juga mencakup berbagai benda lainnya, seperti
bunga, padi, kain, dan sejumlah barang lainnya yang tak terhitung.

Setelah sajen telah tersedia, acara yang dilakukan dalam upacara Ruwatan meliputi hal berikut:
pertunjukan wayang sebagai pemandu pagelaran yang disebut dalang. Lakon yang dipentaskan
adalah lakon khusus yang disebut Murwakala, dan juga disajikan sesaji khusus untuk memuja
Batara Kala.

Makna dari Ruwatan Jawa adalah memohon dengan tulus agar orang yang diruwat dapat
terbebas dari bencana dan mendapatkan keselamatan. Oleh karena itu, upacara Ruwatan
dilakukan untuk melindungi manusia dari berbagai bahaya yang ada di dunia. Hingga saat ini,
tradisi Ruwatan masih dipercayai oleh sebagian besar masyarakat karena berhubungan dengan
keselamatan anak tunggal dan keluarganya. Selain itu, masyarakat juga berhasrat untuk
menjaga dan mempertahankan warisan adat istiadat yang telah diwariskan secara turun-
temurun oleh leluhur.
A. PROSES TRADISI UPACARA RUWATAN
Tahapan prosesi upacara Ruwatan meliputi:

- Prosesi siraman yang melibatkan pembersihan tubuh manusia dengan menggunakan air
kembang setaman, yaitu kembang kenanga, kembang melati, dan kembang mawar.

- Selanjutnya, dilakukan sesaji dan selametan agar orang yang diruwat selalu dalam
keadaan selamat. Prosesi berikutnya adalah penyerahan sarana, yang melibatkan
memberikan perlindungan terhadap orang-orang yang mengalami kesialan atau perlu
diruwat.

- Dilanjutkan dengan upacara potong rambut, yang melambangkan pemotongan dan


pembuangan segala hal yang kotor. Terakhir, dilakukan tirakatan sebagai ungkapan
rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungannya.
Wayang juga memiliki makna dalam kehidupan dan turut menjadi bagian dari prosesi
Ruwatan.

Dengan melalui upacara Ruwatan, masyarakat Jawa berharap agar diri sendiri dan keluarga
terlindungi dari bahaya serta mendapatkan keselamatan. Ruwatan bukan hanya sekadar tradisi,
tetapi juga merupakan warisan budaya yang penting bagi masyarakat Jawa dalam menjaga
keberlangsungan adat istiadat dan menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan yang terkandung di
dalamnya.

B. MAKNA TRADISI UPACARA RUWATAN


Tradisi ruwatan dilakukan sebagai suatu permohonan agar manusia diselamatkan dari
gangguan dan bencana yang mengancam hidup dan kehidupannya. Tradisi ruwatan yang
biasanya digelar bertepatan oleh Masyarakat Jawa adalah dengan tahun baru Jawa tanggal 1
Suro. Ritual ini sendiri memiliki tujuan sebagai sarana pembebasan atau penyucian manusia
atas dosa dan kesalahannya yang berdampak kesialan didalam hidupnya.

Makna dari Ruwatan adalah meminta dengan sepenuh hati agar orang yang diruwat dapat
lepas dari petaka dan memperoleh keselamatan. Oleh sebab itu, upacara Ruwatan dilakukan
untuk melindungi manusia dari segala macam bahaya yang ada di dunia.
Sampai saat ini, tradisi Ruwatan masih dipercayai oleh sebagian besar masyarakat karena
berpengaruh pada keselamatan anak tunggal dan keluarganya. Selain itu, masyarakat juga
ingin melestarikan adat istiadat yang sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Jawa
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Upacara Ruwatan adalah bagian penting dari kekayaan budaya Indonesia. Meskipun ada
perubahan dan tantangan dalam menjaga tradisi ini di era modern, banyak upaya dilakukan
untuk memelihara dan mempromosikan warisan budaya yang khas ini, sehingga generasi
mendatang dapat tetap menghargai dan mewarisi Tradisi Upacara Ruwatan.

Tradisi Upacara Ruwatan adalah salah satu warisan budaya yang memperkaya keberagaman
budaya Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa.

3.2 DAFTAR PUSTAKA

https://guruinovatif.id/@drasrisuprapti/tradisi-ruwatan-bebaskan-dari-marabahaya-
dan-kesialan-yang-penuh-makna

https://surakarta.go.id/?p=29415

http://guruinovatif.id/@drasrisuprapti/tradisi-ruwatan-bebaskan-dari-marabahaya-
dan-kesialan-yang-penuh-
makna#:~:text=Makna%20dari%20Ruwatan%20adalah%20meminta,bahaya%20yan
g%20ada%20di%20dunia

Anda mungkin juga menyukai