Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Larung Sembonyo

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Budaya Jawa

Dosen Pengampu :

Nurul Baiti Rohma, M.Hum

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Azizul Ikmaluddin (126307213072)


2. Eko Setyo Wahyudi (126307212053)
3. Imam Maulana (126307212044)
4. Ayu Yuni Atikoh (126307212059)
5. Lutfi Nur Mufidah (126307212056)

JURUSAN
SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kami
dapat menyusun makalah ini dengan tepat dan benar sesuai pada waktunya. Tidak lupa kami
juga mengucapkan terima kasih atas bantuan teman-teman yang ikut mendukung terutama
teman satu kelompok kami yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah
yang berjudul “ Larung Sembunyo”.

Dengan ini kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, serta kepada seluruh masyarakat Indonesia terutama untuk
Mahasiswa di Perguruan Tinggi manapun agar dapat lebih baik ke depannya dapat
memperbaiki bentuk ataupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih lengkap dan lebih
baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan berfikir, dan pengalaman kami, kami


yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami sangat
berharap usulan maupun tambahan dari pembaca terutama kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalalah kami.

Selasa , 4 April 2023

Kelompok 5

Filsafat Budaya jawa

ii
DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................................... 1
BAB II .............................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 2
A. Sejarah adanya Larung Sembonyo ................................................................................ 2
B. Prosesi Kegiatan Yang Dilaksanakan Dalam Larung Sembonyo .................................... 3
C. Makna Peralatan Atau Simbol Dalam Tradisi Larung Sembonyo ................................... 4
D. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradi larung Sembonyo ........................................ 6
BAB III ............................................................................................................................................. 9
Kesimpulan ....................................................................................................................... 9
Daftar Referensi .............................................................................................................................. 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Selama ini memiliki banyak sekali kebudayaan yang melekat pada masyarakat,
khususnya masyarakat jawa. Begitupula dengan masyarakat pesisir juga memiliki tradisi
sendiri. Tradisi ini dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil laut yang mereka
dapatkan dan mendapatkan keselamatan dalam bekerja. Di daerah pesisir pantai prigi memiliki
tradisi bernama larung sembonyo.

Larung berasal dari bahasa jawa yang yang berarti “menghanyutkan” dan sembonyo
merupakan boneka tiruan sepasang pengantin yang berasal dari adonan tepung. Hal ini
menjadikan keunikan sendiri dibandingkan dengan larungan sesaji yang lainnya. Tradisi larung
sembonyo ini sebagai rasa syukur kepada tuhan dan juga sebagai peringatan pernikahan Raden
Tumenggung Yudha dengan Putri Gambar Inten yang telah berjasa dalam pembukaan lahan
pesisir prigi. Selain itu juga sebagai ajang hiburan bagi masyarakat sekitar dan ajang untuk
menambah daya tarik wisatawan.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Larung Sembonyo?
2. Bagaimana proses tradisi Larung Sembonyo ?
3. Apa makna peralatan dalam larung Sembonyo?
4. Apa saja nilai-nilai dalam tradisi Larung Sembonyo?

Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dari Larung Sembonyo .
2. Untuk mengetahui bagaimana proses tradisi Larung Sembonyo.
3. Untuk mengetahui makna peralatan dalam Larung Sembonyo.
4. Untuk mengetahui nilai-nilai dalam Larung Sembonyo.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah adanya Larung Sembonyo


Sejarah awal terbentuknya tradisi larung sembonyo yaitu berawal dari pemikiran
seorang Tumenggung yang berasal dari kerajaan mataram. Tumenggung tersebut bernama
tumenggung Yudha Negara.Tumenggung Yudha merupakan seorang utusan dari seorang raja
yang berasal dari kerajaan Mataram (Jawa Tengah). Raja tersebut mengambil keputusan untuk
melakukan sebuah ekspansi atau perluasan wilayah di sepanjang pantai pulau jawa. Pada saat
melaksanakan tugasnya tersebut, sang tumenggung di kawal oleh saudara saudaranya yaitu
Raden Yudha, Raden Yudhi, Raden Pringgo Jayeng Hadilaga,dan Raden Prawiraya Kusuma.

Selama perjalanan tersebut,banyak rintangan yang dihadapi oleh sang tumenggung


sehingga sang tumenggung mengambil sebuah keputusan yaitu dengan menempatkan keempat
saudaranya didaerah yang mereka singgahi untuk membuka lahan di wilayah tersebut.setelah
itu, sang tumenggung melanjutkan perjalanannya menuju ke wilayah pantai prigi. Rombongan
tumenggung yudha akhirnya berhasil kembali ke teluk prigi.pada waktu itu pantai prigi masih
wilayah yang gelap dan wingit.melihat hal itu,tumenggung yudha yang mengetahui akan
keberadaan dari makhluk halus penguasa pantai tersebut yang sedang melakukan semedi atau
tapa.akhirnya setelah melakukan pertapaan, para makluk gaib penguasa wilayah Prigi
memperbolehkan Tumenggung Yudha untuk masuk dan membuka wilayah Prigi dengan syarat
harus menikah dengn Putri Gambar Inten. Diceritakan bahwa Putri Gambar Inten merupakan
salah satu putri dari makluk gaib yang menjadi penguasa pantai selatan. Di kisahkan bahwa
Putri Gambar Inten merupakan salah satu putri dari makhluk ghaib yang menguasai pantai
selatan.pernikahan tumenggung Yudha Negara dengan Putri Gambar Inten dilaksannakan pada
hari senin pasaran kliwon pada bulan selo dalam pengaggalan jawa .sehingga Ritual Larung
Sembonyo juga dilakukan pada pasaran dalam bulan yang sama. Setelah pernikahan
dilangsungkan maka Tumenggung Yudha dapat membuka wilayah Prigi yang nantinya sebagai
tempat mencari nafkah para nelayan yang ada disekitarnya. Sebagai ucapan rasa syukur atas
hasil laut yang melimpah dan untuk memperingati hari pernikahan sang pembuka lahan Teluk
Prigi, maka para nelayan mengadakan tradisi sedekah laut yang dilaksanakan oleh masyarakat
setempat sehingga dinamakan dengan Larung Sembonyo.

2
B. Prosesi Kegiatan Yang Dilaksanakan Dalam Larung Sembonyo
Dalam tahap prosesi pelaksanaan larung sembonyo dibagi menjadi tiga tahap acara, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan dan penutupan.

a) Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan satu hari sebelum acara Larung Sembonyo dilangsungkan.
Persiapan yang dilakukan yaitu pembuatan sesaji Ubo Ranpe yang terdiri dari kemenyan, rokok
klobot, minyak wangi (lengo wangi), upet (mancung pohon kelapa) dan candu. Sesaji berupa
makanan dan minuman yaitu sepasang tiruan mempelai pengantin (sembonyo) yang terbuat
dari tepung beras ketan yang dibentuk menyerupai pengantin, lodho, sego gurih, mule metri,
nasi punar, buceng kuwat, buceng towo, buceng mas, jenang sengkolo, jenang abang, jenang
moncowarno, cengkaruk, kupat luwar, paes agung, keleman, jajanan pasar. Sesaji yang berupa
tumbuhan yaitu buah kelapa (4 biji), pisang raja setangkep, bunga (kembang) setanam,
nyambung tuwoh. Perlengkapan untuk kembar mayang yaitu terdiri dari kembang kantil,
kembang purwo sejati, kembang temu, kembang jambe, janur berbentuk payung, janur
berbentuk burung, janur berbentuk belalang, janur berbentuk seperti keris, segimane, lancur,
daun puring, andong, beringin dan batang pohon pisang (debok) berjumlah 2. Sesaji
perlengkapan berupa pecok bakal yang terbuat dari daun pisang yang dibentuk dan kedua
ujungnya diberi janur kuning yang didalamnya terdapat bunga, telur, bumbu dapur, korek, sirih,
uang, badhek, ketan hitam dan kendi kecil. Perlengkapan untuk menaruh sesaji yaitu takir,
tampah/tampir, kendhi, jodhangyang, gethek dan perahu motor. Pada malam sebelum acara
pelarungan, terdapat agenda yang disebut dengan malam Tirakatan atau Melekan. Dalam
perkembangannya, terdapat tambahan acara yaitu pelaksanaan istighosah atau do’a bersama
dengan mengundang tokoh-tokoh agama. Acara do’a bersama ini telah dilaksanakan mulai 7-
8 tahun belakangan ini.

b) Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dimulai dengan membawa atau mengarak tumpeng dari Kantor
Kecamatan menuju Tempat Pelelangan Ikan. Pelaksanaan inti dimulai dengan pembacaan
doa’a-do’a yang dilanjutkan dengan Kajatan dengan menggunakan bahasa Jawa. Setelah
selesai pembacaan doa, maka tumpeng dan segala sesajinya dinaikkan keatas perahu. Setelah
berada di perahu, tumpeng dan sesajinya dibawa ketengah laut. Setelah itu barulah pelepasan
tumpeng dilakukan dengan diiringi oleh para warga yang berebut untuk dimakan.

3
Pelarungan tumpeng beserta sesajinya menjadi acara inti yang dilanjutkan dengan
pementasan kesenian Tayupan. Tayupan merupakan kesenian masyarakat Jawa berupa
nyanyian dan jogetan yang dilakukan oleh para sinden diiringi musik dari gamelan Jawa yang
dilaksanakan satu hari. Pada malam setelah pementasan kesenian Tayupan dilanjutkan dengan
pagelaran wayang kulit.

c) Tahap Penutupan

Penutupan acara dilakukan dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh masyarakat
atau pemuka agama. Hal ini bertujuan agar serangkaian ritual yang dilakukan diterima oleh
Tuhan Yang Maha Kuasa supaya memberi berkah bagi masyarakat yang mencari nafkah di
laut.

C. Makna Peralatan Atau Simbol Dalam Tradisi Larung Sembonyo


kata sembonyo sendiri berasal dari nama mempelai tiruan yang berupa adonan tepung
ketan. Adonan tepung ini di bentuk layaknya mempelai yang sedang bersanding dan di
dudukkan di atas perahu lengkap dengan peralatan santang (alat untuk mengemudikan perahu).
Dalam pelaksanaan tradisi larung sambonyo memiliki berbagai peralatan yang semuanya
memiliki filosofinya masing- masing.

1. Tumpeng, didalam tumpeng ini terdapat tujuh macam lauk pauk , angka tujuh dalam
bahasa jawa yaitu pitu yang berarti “pitulungan” (pertolongan)
a. Nasi kuning, nasi ini berbentuk kerucut yang dimaknai untuk selalu
berserah diri kepada Allah SWT, serta menaruh harapan agar selalu
hidup sejahtera. Adapun warna kuning melambangkan rasa wening
(kekhusyukan atau tenang)
b. Ayam Ingkung, yang di masak dengan bumbu kuning atau kunir dan
diberi areh (kaldu santan yang kental) yang menjadi symbol
menyembah Allah dengan rasa manekung (khusyuk), dengan hati yang
wening (tenang), dimana ketenangan hati dicapai dengan cara
mengendalikan diri dan terus sabar (nge”reh” rasa). Ayam yang
digunakan untuk ingkung ini ialah ayam jago. Dimana bermakna
menghindari sifat buruk ayam jago yang sombong, congkak, tidak setia
dan perhatian, serta suka menyela dan merasa tahu dan paham semunya.
c. Ikan lele, yang bermakna ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup
hidup dalam ekonomi yang paling bawah sekalipun.

4
d. Ikan teri, yang berarti kebersamaan dan kerukunan. Hal ini dikarenakan
dalam keseharianya ikan teri selalu bergerombol.
e. Telur rebus yang masih utuh dengan kulitnya , dalam piwulang jawa
mengajarkan “tata, titi,titis, lan tatas” hal ini berarti etos kerja yang baik
dengan kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan, dan selesai
dengan tepat.
f. Sayur urap, merupakan sayur-sayuran yang dimasak (direbus) dengan
parutan kelapa yang dibumbui. Sayur- sayuran ini juga mengandung
symbol penting antaranya:
i. Kangkung  jinamgkung yang berarti melindungi
ii. Bayam,  bayem yang berarti ayem tentrem (damai sejahtera)
iii. Taoge  kecambah yang berarti tumbuh
iv. Kacang Panjang, yang berarti pemikiran yang jauh kedepan.
v. Kluwih  linuwih yang berarti memiliki kelebihan
vi. Bumbu urap urip(hidup) atau mampu menghidupi
(menafkahi)keluarga.
vii. Sambal goreng, biasanya potongan tahu tempe yang
melambangkan guyup rukun, gotong royong.
2. Cok Bakal
Cok bakal berasal dari kata “cok/pecok/gecok” artinya cikal (asal) dan “bakal”
yang artinya pemula. Cok bakal ini menjadi symbol permulaan kehidupan dari yang
awalnya tidak ada menjadi ada, serta menjadi symbol hubungan antara tuhan dengan
manusia atau sangkan paraning dumadi.
3. Gunungan
Gunungan ini merupakan kumpulan makanan ataupun bahan makan yang disusun
membentuk seperti gunung yang mana akan dibagikan kepada masyrakat. Gunungan
ini disimbolkan sebagai kemakmuran.
4. Tayup
dalam pelaksanaan tradisi tayupan ini biasanya diawali dengan lantunan sholawat serta
dzikir dengan tujuan untuk pengagungan Allah SWT, dan mensyairkan agama islam.
5. Wayang Kulit
Wayang kulit merupakan kesenian tradisional jawa yang hingga saat ini masih trend.
Dalam pertunjukan wayang kulit ini memiliki nilai Islamiyah atau tuntunan agama

5
pada setiap lakon yang dibawakanya. Dan dibalik pagelaran ini terdapat makna makna
dibaliknya, seperti:
i. Dalang, merupakan sosok yang mengatur jalanya lakon atau jalanya
pertunjukkan tersebut, yang mana dalang ini diibaratkan sebagai
sutradara kehidupan(Tuhan)
ii. Beber atau layar putih, merupakan pengibaratan bumi yang pada
mulanya masih putih bersih akan tetapi kerena kedatangan makluk
Tuhan sehingga bumi ini mulai tercemar dan rusak karena perbuatan
makhkuk Tuhan ini.
iii. Kelir (batang pohon pisang), kelir hanya digunakan saat pementasan dan
ketika pementaran ini sudah selesai maka akan di buang. Hal ini di
ibaratkan sebuah raga hanya akan berguna jika jiwanya masih ada.
iv. Blecong (lampu penerang di depan layar), blencong ini merupakan
ibarat sebuah wahyu(cahaya) kehidupan. Mkahluk sendiri tidak bisa
hidup tanpa adanya cahaya yang mana cahaya ini sendiri hanya dimiliki
oleh Allah SWT.
v. Pethi (kotak kayu), pethi ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
wayang yang sudah digunakan maupun tidak digunakan, yang artinya
siapaunyang telah usai dimainkan (mati) tidak akan dimainkan lagi.

D. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradi larung Sembonyo


Pelaksanaan Sebuah tradisi yang ada di Desa Tasikmadu Kecamatan Watulimo
Kabupaten Trenggalek. Dari tradisi tersebut, dapat mengambil beberapa nilai-nilai Pendidikan
Islam yang ada didalamnya. Dengan begitu dapat memaparkan Beberapa nilai-nilai pendidikan
islam yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Labuh Laut Larung Sembonyo di Desa
Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek, Sebagai berikut:

1. Toleransi
Sikap toleransi di masyarakat yang ada di Desa Tasikmadu sangat terlihat saat
pelaksanaan tradisi Labuh Laut Larung Sembonyo ini. Tradisi ini tidak didasari oleh
salah satu agama yang dianut oleh masyarakat saja. Dengan begitu, semua warganya
wajib mengikuti dan mendukung penuh pelaksanaan tradisi ini. Tidak adanya dari segi
manapun, baik itu dari segi strata sosial, maupun agama yang dianut. Dengan adanya

6
tradisi Labuh Laut Larung Sembonyo ini, yang merupakan sudah ada sejak dahulu kala,
di Desa Tasikmadu ini menumbuhkan sikap toleransi yang tinggi antar sesama
masyarakat maupun umat beragama.

2. Disiplin
Sikap disiplin merupakan sikap dimana seseorang melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang telah diatur, sehingga kehidupan dapat tertata dengan baik. Disiplin ini akan
terlihat jika seseorang yang melakukannya akan terus menerus melakukannya dan
teratur saat melakukannya tidak melewati batas yang sudah Ditetapkan. Disiplin ini pun
ditetapkan dalam pendidikan Islam, misalnya dalam hal Peribadatan, waktu dan tempat
yang mau digunakan sholat sudah ada aturannya,Misalnya sholat wajib dilaksanakan
lima waktu dalam satu hari satu malam, Membentuk sikap disiplin bagi masyarakat
muslim untuk menjalankan sesuai Aturan dan ketetapan yang Alloh Swt berikan.Sikap
disiplin ini terbentuk pada lingkungan masyarakat Desa Tasikmadu, Saat pelaksanaan
tradisi ini. Hal ini terlihat saat pelaksanaan tradisi Labuh Laut Larung Sembonyo yang
dilakukan berulang-ulang kali setiap tahunnya. Dengan Begitu, tradisi ini akan
membentuk sikap disiplin saat pelaksanaannya yang Dilakukan terus-menerus sejak
zaman dahulu. Selain itu, sikap disiplin ini terbentuk Saat pelaksanaanya dimana semua
arahan harus sesuai dengan pemangku adat Setempat.
3. Mempererat silaturahmi
Setiap makhluk hidup tidak dapat hidup dengan cara individual, pasti akan
membutuhkan yang namanya insteraksi dan bantuan dengan makhluk lainnya. Hak ini
menjadikan manusia sebagai makhluk sosial. Kebutuhan sosial sangatlah
diperlukan bagi tiap-tiap orang sebagai bentuk pengapresiasian diri di kehidupannya
bermasyarakat. Mempererat tali silaturrahim adalah salah satu cara berinteraksi sosial
dengan masyarakat di sekitarDalam tradisi ini merupakan salah satu contoh berinteraksi
sosial yang baik dan benar yang telah dilaksanakan masyarakat sejak zaman nenek
moyang hingga saat ini. Menjalin tali silaturrahim yang dilakukan yaitu dengan cara
bertegur sapa antar masyarakat, saling bertemu, dan saling bertukar kabar satu sama
lainnya. Hal ini menjadikan hubungan masyarakat semakin kuat dengan adanya
pertemuan yang jarang dilakukan masyarakat akibat kesibukannya masing-masing.
4. Ikhtiar
Ikhtiar adalah salah satu cara dimana seseorang berusaha untuk mengubah Yang buruk
menjadi baik. Usahanya inilah yang dikatakan sebagai ikhtiar. Ikhtiar Dapat dilakukan

7
dengan berbagai cara asalkan tidak menyalahi aturan dan norma Agama maupun adat
setempat. Ikhtiar juga dapat dilakukan kapanpun, dimanapun Dan oleh siapapun untuk
menghindari hal-hal yang buruk akan terjadi. Informasi dari beberapa informan, tradisi
Labuh Laut Larung Sembonyo ini Adalah sebagai ikhtiar masyarakat Desa Tasikmadu
untuk mendapatkan hasil panen Yang lebih melimpah ditahun berikutnya. Dengan
begitu, tradisi ini merupakan ikhtiar masyarakat Desa Tasikmadu Dalam menjadikan
lingkungan masyarakat lebih baik dan sejahtera. Ikhtiar yang Dilakukan masyarakat
Desa Tasikmadu ini merupakan usaha masyarakat sendiri Dalam membenahi
kehidupan bermasyarakat di lingkungannya melalui tradisi Labuh Laut Larung
Sembonyo.
5. Tawakal
Dari berbagai rangkaian di tradisi Labuh Laut Larung Sembonyo mulai dari Istighotsah,
selamatan, hingga proses pelaksanaannya, selalu disertai doa-doa Sebagai bentuk
pasrah terhadap takdir Alloh Swt. Selain terdapat ikhtiar, manusia Juga tetap harus
tawakal, karena kekuasaan terbesar tetap hanya milik Alloh Swt.
6. Shadaqoh
Dalam tradisi Labuh Laut Larung Sembonyo ini sudah sangat jelas sekali bahwa, disana
adalah bentuk shodaqoh atas hasil bumi dan laut yang telah dicapai untuk masyarakat
umum, baik itu berupa makanan jadi, atau bahan makanan mentah. Dan itu semua dari
masyarakat akan kembali ke masyarakat.
7. Syukur
Pada dasarnya tradisi Labuh Laut Larung Sembonyo ini adalah bentuk rasa syukur
kepada Alloh Swt, karena telah diberikan rezeki yang melimpah dengan wujud hasil
panen, baik dari profesi nelayan maupun profesi petani swah dan gunung. Sehingga
sudah seyogyanya bagi setiap hamba untuk melakukan bentuk rasa syukur terhadap
ketentuan Alloh Swt.

8
BAB III
Kesimpulan

Dari pembahasan di atas mungkin dapat kita ketahui bahwasanya larung sembonyo itu
merupakan sebuah tradisi yang dilaksanakan pada pasaran Kliwon Tradisi ini sudah ada di era
kerajaan Mataram yang pada masanya melakukan perluasan wilayah ke prigi. Beliau
merupakan seorang raja yang bernama Tumenggung Yudha. Dimana dalam tradisi larung
sabunyo terdapat di wilayah pantai Prigi Trenggalek tujuan masyarakat melaksanakan tradisi
ini sebagai bentuk ucapan rasa syukur dari hasil laut yang melimpah dan memperingati hari
pernikahan sang pembuka lahan di Laut Prigi serta dari para nelayan mengadakan tradisi
sedekah laut. Prosesi dalam kegiatan larung Sembonyo ini memiliki tiga tahap yakni persiapan
pelaksanaan dan penutup. Di sisi lain tradisi ini memiliki sebuah makna atau arti yang
filosoknya berupa sebuah peralatan ataupun makanan seperti tumpeng, Cok bakal, gunungan,
tayupan dan wayang kulit. Acara larung Sembonyo ini sangat dinikmati serta diramaikan
langsung oleh masyarakat lokal yang tinggal di wilayah Prigi Trenggalek

9
Daftar Referensi

Amin, M. Darori. 2000. Islam & Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: GAMA MEDIA
Arifin, Muzayyin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Suparlan. 2001. Sejarah Singkat Adanya Larung Sembonyo di Pantai Prigi, Kecamatan
Watulimo, Kabupaten Daerah TK II Trenggalek.
Syahru Binnada, Iqbal. 2020. Nilai- Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Labuh Laut Larung
Sembunyo Di Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Malang.
Widyaningrum, Siska. 2018. Studi Tentang Tradisi Larung Sembonyo di Desa Tasikmadu
Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Kediri. Diakses pada tanggal 6 April 2023

10

Anda mungkin juga menyukai