Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AGAMA HINDU

TRADISI PRAKELAHIRAN DAN SESUDAH KEHAMILAN DI


KALIMANTAN SELATAN

Dosen Pembimbing : Masadi , S.AgH

Disusun Oleh:

Nira Santi

Resanda Artika P

Tri Lukiani

Venky A

Zulfi Vian Kanesti

UNIVERSITAS KADIRI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

2013
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas upacara adat prakelahiran dan setelah kelahiran di
Kalimantan selatan.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Kediri,17 November 2013

Penulis

DAFTAR ISI
i
HALAMAN JUDUL................................................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................1

BAB 11 PEMBAHASAN

2.1 Upacara Batapung Tawar Tian Tiga Bulan.........................................................................2


2.2 Upacara Mandi Tian Mandaring.........................................................................................2
2.3 Upacara Mandi Baya..........................................................................................................3
2.4 Upacara Kelahiran..............................................................................................................4
2.5 Upacara Mangarani Anak...................................................................................................7
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................9

3.2 Saran...................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iv

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Adat-istiadat merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika
melaksanakan pesta, berkesenian, hiburan, , dan sebagainya. Perlu disadari bahwa
manusia tidak hidup sendiri di dunia dimana ia terbebas dari segala nilai dan adat-istiadat
dan bisa berbuat apapun sesukanya, sebab sebagai mahluk yang tinggal di dunia ini,
manusia selalu berinteraksi dengan keluarga, orang-orang di lingkungan hidup
sekelilingnya, lingkungan pekerjaan, suku dan bangsa dengan kebiasaan dan tradisinya
dimana ia dilahirkan, dan budaya religi turun-temurun dimana suku dan bangsa itu
memiliki tradisi nenek-moyang yang kuat. Sebagai penerus bangsa kita perlu mengetahui
adat istiadat yang ada, khususnya pada daerah kelahiran kita sendiri. Suku Banjar
memiliki adat istiadat yang sangat kaya dan kental akan budayanya. Terdapat beberapa
adat istiadat yang terdapat pada suku Banjar, diantaranya, upacara baayun wayang dan
baayun topeng, upacara aruh ganal, upacara baayun mulud, adab mencari intan di tanah
Banjar, batabus purih, cacak burung, batapih, budaya perkawinan adat Banjar, upacara
batapung tawar tian tiga bulan, upacara mandi tian mandaring, upacara mandi baya,
upacara kelahiran, dan upacara mengarani anak. Namun pada kali ini kami akan
membahas tentang kehamilan dan kelahiran bayi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Sebutkan beberapa adat istiadat saat kehamilan Suku Banjar dan penjelasannya ?
2. Sebutkan beberapa adat istiadat setelah melahirkan Suku Banjar dan penjelasannya ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah.
Untuk menambah pengetahuan kita mengenai adat istiadat Suku Banjar

BAB II

PEMBAHASAN

1
2.1 Upacara Batapung Tawar Tian Tiga Bulan
Batapung tawar tian tiga bulan adalah upacara yang dilaksanakan ketika kandungan berusia
tiga bulan. Upacara ini dilaksanakan pada hari Jumat dimulai pukul 07.00, hari Jumat dipilih
karena menurut kepercayaan merupakan hari terbaik dalam satu minggu untuk
melangsungkan upacara. Dalam upacara ini diundang para keluarga dan tetangga di sekitar
tempat tinggal, mereka yang diundang umumnya ibu-ibu yang sudah berumur. Wanita yang
hamil tiga bulan tersebut ditapungtawari dengan minyak likat baboreh. Khusus untuk upacara
tapung tawar tian tiga bulan ini, minyak likat baboreh dicampur dengan darah ayam tolak
bala, yakni darah ayam yang diambil dari babalungan (jambul) ayam. Tempat pelaksanaan
upacara tapung tawar di ruangan tengah rumah yang disebut tawing halat. Dalam upacara ini
ditunjuk wanita tua yang berpengaruh dan mengerti adat batapung tawar, proses tapung tawar
dilakukan dengan cara memercikkan minyak likat baboreh di atas kepala wanita yang hamil
tiga bulan dengan harapan memperoleh keselamatan sampai bulan berikutnya.

2.2 Upacara Mandi Tian Mandaring


Upacara Mandi Tian Mandaring sering pula disebut dengan istilah bapagar mayang, karena
tempat mandi dalam upacara itu menggunakan pagar mayang. Upacara ini khusus diadakan
untuk wanita hamil yang usia kandungannya sudah mencapai tujuh bulan. Pada upacara ini
disediakan pagar mayang, yaitu sebuah pagar yang sekelilingnya digantungkan mayang-
mayang pinang. Tiang-tiang pagar dibuat dari batang tebu yang diikat bersama tombak. Di
dalam pagar ditempatkan perapen, air bunga-bungaan, air mayang, keramas asam kamal,
kasai tamu giring, dan sebuah galas dandang diisi air yang telah dibacakan doa-doa.
Wanita tian mandaring yang akan mandi di upacara itu akan didandani dengan pakaian
sebagus-bagusnya. Setelah waktu dan peralatan yang ditentukan sudah siap, wanita tian
mandaring dibawa menuju pagar mayang sambil memegang nyiur balacuk dengan dibungkus
kain berwarna kuning. Saat berada dalam pagar mayang untuk dimandikan, pakaian yang
dikenakan diganti kain kuning kemudian wanita hamil tadi didudukkan di atas kuantan
batiharap dengan beralaskan bamban bajalin. Lima atau tujuh orang wanita tua secara
bergantian menyiram dan melangir kepala wanita tian mandaring dengan air bunga-bungaan
yang telah disediakan. Salah seorang wanita yang dianggap paling berpengaruh diserahi tugas
memegang upung mayang yang masih terkatup tepat diatas kepala. Kemudian upung mayang
tersebut dipukul sekeras-kerasnya hanya satu kali pukulan. Apabila upung mayang tersebut
dipukul satu kali sudah pecah maka merupakan pertanda baik, bahwa wanita tian mandaring
tidak akan mengalami gangguan sampai melahirkan. Kambang mayang yang ada di dalam
2
upung dikeluarkan lalu disiramkan dengan air ke kepala sebanyak tiga kali. Siraman yang
pertama tangkai posisinya harus mengarah ke atas, siraman kedua tangkai mayang harus
berada di bawah dan siraman yang ketiga ditelentangkan dan ditelungkupkan.
Kambang mayang yang berada di tengah-tengah diambil sebanyak dua tangkai, kemudian
diletakkan di sela-sela kedua telinga sebagai sumping. Berikutnya adalah memasukkan
lingkaran benang berulas-ulas, mulai dari kaki tiga kali berturut-turut. Pada waktu
memasukkan wanita tian mandaring maju melangkah ke depan setapak, memasukkan kedua
mundur, memasukkan ketiga maju lagi setapak. Pada pintu pagar mayang ditempatkan kuali
tanah dan telur ayam, begitu keluar pagar mayang kuali dan telur itu harus diinjak oleh si
wanita tian mandaring sampai pecah. Selesai upacara ini wanita tian mandaring dibawa ke
dalam rumah beserta undangan yang hanya boleh dihadiri oleh wanita. Di hadapan hadirin
rambutnya disisir, dirias dan digelung serta diberi pakaian bagus. Sebuah cermin dan lilin
yang sedang menyala diputar mengelilingi wanita tian mandaring dan dilakukan sebanyak
tiga kali, sambil ditapung tawari dengan minyak likat baboreh. Sumbu lilin yang telah hangus
disapukan ke ulu hati wanita tian mandaring dengan maksud untuk mendapatkan keturunan
yang rupawan dan baik hati. Upacara ini diakhiri dengan bersalam-salaman sambil mendokan
wanita tian mandaring.
2.2 Upacara Mandi Baya
Upacara ini dilakukan oleh wanita suku Banjar yang sudah pernah mengalami beberapa kali
kehamilan dan melahirkan. Mandi baya terjadi pada kehamilan hitungan ganjil, hamil anak
ketiga, kelima, dan seterusnya. Upacara dilaksanakan pada malam hari biasanya sesudah
shalat Isya. Air yang dipergunakan untuk mandi adalah air yang sudah dibacakan doa
salamat, doa halarat, doa kiparat, dan doa panjang umur serta ditambahkan air yang sudah
dibacakan surah Yasin.

3
Dalam mandi baya ini tidak ada aturan baku dalam pelaksanaannya, setiap wanita boleh
berbeda-beda dalam melakukan mandi ini. Tujuannya memohon kepada Yang Maha Kuasa
agar melindungi kehamilan kali ini, mereka berharap ibu yang sudah pernah melahirkan
diberi izin kembali untuk dapat menjaga janin dalam kandungannya dari gangguan roh-roh
jahat dan tekanan-tekanan batin yang bisa mempengaruhi keselamatan serta psikologis ibu
dan janinnya. Mereka yang masih memegang teguh tradisi ini merasa kurang tenteram
apabila belum dilakukannya upacara mandi baya. Perasaan kurang tenteram dan takut
menolak adat inilah yang mendorong masyarakat Banjar masih melestarikan adat ini sampai
sekarang. Upacara mandi baya pada masa kini hanya dilakukan bersama orang-orang dekat,
bersama ibu kandung atau mertua. Tempat pelaksanaannya pun lebih bebas bisa saja
dilaksanakan di dalam kamar mandi tanpa harus menyiapkan tempat khusus. Tidak ada
makanan atau acara khusus mengiringi upacara mandi baya ini.

2.4 Upacara Kelahiran


Salah satu diantaranya adalah suku bangsa Banjar. Mereka mempercayai bahwa kehidupan
manusia selalu diiringi dengan masa-masa kritis, yaitu suatu masa yang penuh dengan
ancaman dan bahaya (Koentjaraningrat, 1985, Keesing, 1992). Masa-masa itu adalah
peralihan dari tingkat kehidupan yang satu ke tingkat kehidupan lainnya (dari manusia masih
berupa janin sampai meninggal dunia). Oleh karena masa-masa tersebut dianggap sebagai
masa yang penuh dengan ancaman dan bahaya, maka diperlukan adanya suatu usaha untuk
menetralkannya, sehingga masa-masa tersebut dapat dilalui dengan selamat. Usaha tersebut
diwujudkan dalam bentuk upacara yang kemudian dikenal sebagai upacara lingkaran hidup
individu yang meliputi: kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian. Tulisan
ini terfokus pada upacara kelahiran pada masyarakat Banjar.
A) Peralatan dan Fungsi
Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upacara
kelahiran pada masyarakat Banjar adalah: upiah pinang (pelepah pinang), kapit
(wadah tembikar yang bentuknya menyerupai pot bunga kecil), sembilu, sarung, kain
batik, tepung-tawar, madu, kurma, garam, kukulih (bubur yang terbuat dari beras
ketan), seliter beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, dan rempah-rempah untuk
memasak ikan. Upiah pinang digunakan untuk membungkus tembuni (tali pusat).
Kapit digunakan sebagai tempat menyimpan tembuni. Sembilu digunakan untuk
memotong tali pusat. Sedangkan, sarung atau kain batik digunakan untuk
membersihkan tubuh bayi ketika tali pusatnya telah dipotong. Tepung-tawar
digunakan untuk menaburi tubuh bayi agar terlepas dari gangguan roh-roh jahat.
Madu, kurma atau garam lebah digunakan untuk mengoles bibir bayi. Dan, seliter

4
beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, rempah-rempah untuk memasak ikan
diberikan kepada dukun bayi sebagai ungkapan rasa terima kasih.

B) Jalannya Upacara
1. Persiapan Kelahiran
Ketika umur kehamilan seorang ibu telah mencapai 9 bulan1, maka pihak
keluarga harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyambut
kedatangan "warga baru" (sang jabang bayi), antara lain selembar upih pinang
(pelepah pinang) dan sebuah kapit (wadah yang terbuat dari tembikar yang
bentuknya menyerupai pot bunga kecil). Wadah ini pada saatnya akan digunakan
sebagai tempat untuk menyimpan tembuni (potongan tali pusat). Selain itu, pihak
keluarga juga mengadakan selamatan dengan membuat kukulih (bubur yang
terbuat dari beras ketan). Bubur tersebut diberi doa, kemudian diputarkan
(dikelilingkan) di atas kepala ibu yang sedang hamil. Setelah itu bubur baru boleh
dimakan oleh seluruh keluarga. Tujuannya adalah agar proses kelahiran dapat
berjalan lancar.
2. Kelahiran
Proses kelahiran itu sendiri dibantu oleh dukun beranak. Setelah bayi lahir, tali
pusatnya dipotong dengan sembilu (bilah bambu yang dibuat sedemikian rupa
sehingga tajam). Potongan tali pusat itu kemudian ditaruh (dimasukkan) ke dalam
kapit dan diberi sedikit garam. Kemudian, ditutup dengan daun pisang yang telah
diasap (dilembutkan). Selanjutnya diikat dengan bamban, lalu ditanam di bawah
pohon besar atau di bawah bunga-bungaan atau dihanyutkan di sungai yang deras
airnya. Ini ada kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Banjar yang
menganggap bahwa jika tali pusat ditanam di bawah pohon yang besar, kelak bayi
yang bersangkutan (diharapkan) akan menjadi "orang besar". Kemudian, jika di
bawah bunga-bungaan maka kelak namanya akan menjadi harum. Dan, jika
dihanyutkan ke sungai, maka akan menjadi pelaut. Selain itu, ada pula yang
mengikatkan tembuni pada sebatang pohon. Maksudnya adalah agar kelak
(setelah dewasa) tidak merantau (keluar kampung). Jadi, penanaman tembuni
bergantung pada apa yang diinginkan oleh orang tua terhadap bayinya
dikemudian hari. Sebagai catatan, tidak seluruh tali pusat yang diputus akan
ditanam, dihanyutkan atau diikat pada sebatang pohon besar, melainkan (sisanya)
ada yang disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu bersama tali pusat
5
saudara-saudaranya yang lain. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa)
tidak saling bertengkar. Dengan perkataan lain, agar sebagai saudara selalu hidup
rukun dan damai.
Setelah pemotongan pusat, maka bayi dibersihkan dengan beberapa lapis sarung
atau kain batik, lalu diletakkan di atas talam yang didasari oleh sarung atau kain
batik pula. Selanjutnya, bayi tersebut, oleh ayahnya, diadzankan dan diqomatkan.
Maksudnya agar suara yang pertama kali didengar adalah kalimat Allah. Dengan
demikian, kelak bayi tersebut akan menjadi orang yang taqwa (menjalani ajaran-
ajaran agama Islam dan menjauhi larangan-laranganNya). Setelah itu, bibir bayi
diolesi dengan gula atau kurma dan garam. Maksudnya adalah agar kelak Sang
jabang bayi dapat bermulut manis dan bertutur kata manis (semua kata-katanya
diperhatikan dan diikuti orang).
3. Sesudah Kelahiran
Setelah bayi diadzankan, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, ada
satu upacara lagi yang disebut bapalas-bidan. Sesuai dengan namanya, maka yang
berperan dan sekaligus memimpin upacara ini adalah dukun beranak atau bidan.
Dalam hal ini dukun beranak mengucapkan berbagai mantera dan menepung-
tawari sang bayi. Maksudnya adalah agar Sang jabang bayi selalu didampingi
oleh saudaranya yang empat1 dan terhindar dari gangguan-gangguan roh halus.
Selain itu, juga agar ibunya selamat dan sejahtera. Upacara diakhiri dengan
makan bersama. Sedangkan, sebagai ungkapan terima kasih keluarga kepada sang
dukun beranak, ia diberi sasarah berupa: seliter beras, sebiji gula merah, sebiji
kelapa, dan rempah-rempah untuk memasak ikan.
Setelah bayi berumur satu minggu atau lebih, ada upacara yang disebut tasmiah
(pemberian nama), dengan susunan acara sebagai berikut: pembacaan Ayat-ayat
Suci Al Quran (Surat Ali Imran), pemberian nama oleh mualim atau penghulu,
dan barjanji. Sebagai catatan, dalam barjanji itu, ketika dibaca kalimat asyrakal
semua hadirin berdiri, kemudian bayi dikelilingkan. Mereka, termasuk mualim
atau penghulu, diminta untuk menepung-tawari si bayi dengan baburih-likat.
Dengan berakhirnya upacara tasmiah ini, maka berakhirlah rangkaian upacara
kelahiran pada masyarakat Banjar.
4. Nilai Budaya

6
Upacara kelahiran adalah salah satu upacara di lingkaran hidup individu. Upacara
kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Banjar yang berada di Kalimantan
Selatan, Indonesia ini, jika dicermati secara saksama, maka di dalamnya
mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan
bersama. Nilai-nilai itu antara lain: ketaqwaan, kesopan-santunan dan
kewibawaan, dan kerukunan.
Nilai ketaqwaan tercermin dalam perbuatan ayah sang jabang bayi ketika bayi
telah dipotong tali pusatnya, kemudian dimandikan (dibersihkan), lalu diletakkan
di atas talam. Pada tahap ini sang ayah mengucapkan azdan dan qomat.
Pengucapan tersebut dimaksudkan agar suara yang pertama kali didengar oleh
bayi adalah kalimat Allah, sehingga diharapkan kelak akan menjadi seorang
muslim yang taat terhadap agama-nya (menjalani ajaran-ajaran agama Islam dan
menjauhi larangan-laranganNya).
Nilai kesopan-santunan dan kewibawaan tercermin pada pemolesan gula atau
kurma dan garam pada bibir bayi, dengan maksud agar kelak sang jabang bayi
dapat bermulut manis dan bertutur kata manis (semua kata-katanya diperhatikan
dan diikuti orang).
Nilai kerukunan tercermin pada penyimpanan tali pusat Sang jabang bayi. Dalam
hal ini tali pusat disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu dengan tali
pusat saudara-saudaranya. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak
bertengkar, selalu hidup rukun dan damai.

2.5 Upacara Mangarani Anak


Pada masyarakat Banjar, upacara mangarani (memberi nama) anak termasuk dalam upacara
daur hidup manusia. Setelah bayi dilahirkan dari rahim ibunya merupakan kewajiban untuk
memberi nama yang baik sebagai harapan bagi hidupnya kelak. Pemberian nama dalam adat
Banjar dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama dilakukan langsung oleh bidan yang
membantu kelahiran anak tersebut. Proses ini terjadi saat bidan melakukan pemotongan
tangking (tali/tangkai) pusat, pada saat itu bidan akan memberikan nama sementara yang
diperkirakan cocok untuk anak tersebut.
Pada waktu pemotongan tangking bayi itu akan dilantakkan (dimasukkan seperti ditanam)
serbuk rautan emas dan serbuk intan ke dalam lubang pangkal pusatnya. Hal ini dimaksudkan

7
agar si anak kelak kalau sudah dewasa memiliki semangat keras dan hidup berharga seperti
sifat intan dan emas.
Setelah Islam masuk ke tanah Banjar, proses mangarani anak ini berkembang secara resmi
menjadi tahap berikutnya yang disebut batasmiah (tasmiyah). Pemberian nama anak tahap
dua ini untuk memantapkan nama si anak. Jika nama pilihan bidan sesuai dengan keinginan
orang tua maka nama itu yang akan dipakai. Tetapi apabila orang tuanya mempunyai pilihan
sendiri maka melalui acara batasmiah ini diresmikan namanya. Kadang-kadang dalam
menentukan nama anak ini sering pula meminta bantuan orang alim atau patuan guru (alim
ulama).
Pada upacara ini akan dimulai dengan membaca ayat suci Al Quran kemudian diteruskan
dengan pemberian nama resmi kepada anak yang dilakukan oleh patuan guru yang sudah
ditunjuk. Begitu pemberian nama selesai diucapkan, rambut si anak dipotong sedikit, pada
bibirnya diisapkan garam, madu, dan air kelapa. Ini dimaksudkan agar hidup si anak berguna
bagi kehidupan manusia seperti sifat benda tersebut. Anak yang sudah diberi nama ini akan
dibawa berkeliling oleh ayahnya untuk ditapung tawari dengan minyak likat baboreh. Tapung
tawar diberikan oleh beberapa orang tua yang hadir di aca ra tersebut (terutama kakeknya)
disertai doa-doa untuk si anak.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas terdapat beberapa adat istiadat kehamilan dan kelahiran yang ada pada
Suku Banjar yang perlu kita ketahui diantaranya : upacara batapung tawar tian tiga bulan,
upacara mandi tian mandaring, upacara mandi baya, upacara kelahiran, dan upacara
mengarani anak.

3.2 Saran
Pengetahuan tentang kebudayaan daerah, terutama mengenai Adat Istiadat Suku Banjar perlu
kita pelajari, sebagai penerus bangsa tentunya kita harus mengetahui budaya kita sendiri
khususnya daerah kita sendiri. Kita harus menyadari betapa pentingnya budaya kita yang
harus kita lestarikan.

9
Daftar Pustaka

http://noorirmairiani.blogspot.com/2013/05/adat-istiadat-suku.html

http://takdiralisyahbanabcr.blogspot.com/2012/05/bagampiran-dalam-
msyarakat-banjarmasin.html

http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/03/26/upacara-mandi-baya/

iv

Anda mungkin juga menyukai