Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH MULOK SELAYAR

(KEARIFAN LOKAL SELAYAR)


D

OLEH:

KELOMPOK 3

ZASKIA SIQRA AULIA

VIRNA SAID

NUR FATIKA NANDA SARI

ISMAWATI

UMMAIRAH

MUHAMMAD NUR

MUHAMMAD SALDI

AGUNG TRI ANDIKA

NUR ALIF
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah
tentang\"KEARIFANLOKAL".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan Makalah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam Makalah ini. Oleh karena
itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki Makalah ini.

Kami berharap semoga Makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan
juga inspirasi untuk pembaca.\

Selayar, 24 Januari 2023

penyusun
A. Kearifan Lokal

Pengertian

Kearifan Lokal merupakan semua bentuk pengetahuan, keyakinan,


pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun
perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis atau
perilaku hidup masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan
tempatnya hidup secara arif.

Tujuan

Kearifan lokal dilaksanakan dengan tujuan mengandung doa dan


pengharapan akan kehidupan individu dan kolektif yang lebih baik,
sehingga beberapa kearifan lokal ini sekaligus dijadikan pedoman, tidak
saja dalam kehidupan sehari-hari, tapi juga dalam bentuk perilaku kolektif
yang lebih luas.

B. Appakanre balla’pati

Appakanre balla’pati biasanya dipimpin oleh seorang “guru sara”). Diatas


hamparan tikar sang guru duduk di atas balok naga-naga dekat “possi”
perahu yang baru dibuat. Sambil membakar kemenyan sang guru ini mulai
membaca mantera. Pemilik perahu suami istri duduk di sebelah kanan
“guru” sedangkan nahkoda di sebelah kirinya menghadap haluan perahu.
Setelah selesai membaca doa, istri pemilik perahu memberikan seekor
anak ayam yang baru menetes. Dalam keadaan menciap-ciap sang guru
memotong leher anak ayam tersebut, selanjutnya dicincang sampai lumat.
Sebuah jantung pisang juga dicincang sampai lumat dan keduanya
dicampur dan diaduk. Adukan tersebut selanjutnya dibungkus dengan
menggunakan daun pisang dalam beberapa bungkusan. Selanjutnya
diletakkan pada tempat tertentu, yaitu di pusar perahu, pada
persambungan lunas dan penyambung muka dan belakang, pada tajuk dan
dikiri kanan perahu, Selanjutnya istri pemilik perahu menyiapkan kanre
sangka (nasi lengkap dengan lauknya). Makanan ini ditaruh di atas daun
pisang, sambil membaca doa sang guru membelah dua makanan tadi dan
membungkusnya, 56 bungkusan pertama diletakkan nahkoda pada
pertemuan kalabiseng dan penyambung muka sedangkan yang sebungkus
lagi pada pertemuan penyambung belakang.

C. Appananung lopi atau Annyorong lopi

Annyorong lopi (terdiri dari dua kata dari bahasa Makassar, yaitu


ᨕᨎᨚᨑᨚ annyorong yang berarti "mendorong" dan lopi yang bermakna
"perahu") adalah suatu aktivitas ritual mendorong perahu ke laut yang
dilakukan oleh masyarakat Makassar dan sekitarnya sebagai pembuat
kapal pinisi di  Sulawesi Selatan. Tujuan dari dilaksanakannya acara ini
adalah sebagai rasa syukur pada Tuhan yang Maha Kuasa karena telah
menyelesaikan karya pembuatan perahu pinisi.

Prosesi upacara Annyorong lopi melibatkan para pembuat perahu (panrita


lopi), dukun (sanro) dan para tamu khusus, tokoh masyarakat dan
tentunya masyarakat Makassar sekitarnya. Upacara yang memiliki unsur
budaya dan nilai religi sudah dipercaya dan dilaksanakan secara turun
temurun oleh masyarakat suku Makassar .

Annyorong lopi menjadi wujud kearifan lokal masyarakat Selayar,


memberi bukti nyata semangat kebersamaan, gotong royong dan etos
kerja masyarakat Selayar Annyorong lopi saat ini bukan saja sekadar
upacara ritual milik masyarakat Bugis, namun sudah menjadi sebuah
ajang Festival besar dan bergengsi untuk pengembangan dan
kemajuan pariwisata di Indonesia, agar lebih dikenal ke penjuru dunia.

D. Assongkabala

Di masyarakat Bugis-Makassar sendiri, dikenal upacara tolak bala


bernama Songkabala. Secara etimologi, Songkabala berarti menolak bala
atau bencana. Upacara tersebut erat kaitannya dengan ritual dari
kepercayaan monoteistik kuno yang dipeluk masyarakarat Bugis-
Makassar kuno, di mana Dewata Seuwae bertindak sebagai pencipta dan
pemelihara seisi alam semesta.

Songkabala biasanya dilaksanakan pada sore hari menjelang waktu salat


magrib. Ini selaras dengan kepercayaan tradisional bahwa pergantian
waktu dari sore menuju malam, alias terbenamnya matahari, identik
sebagai penanda para roh dan jin untuk berkeliaran di tengah-tengah
manusia.

Dipimpin seorang tetua adat atau Bissu, ritual tersebut dimulai dengan
membakar sabut kelapa dalam sebuah mangkok yang terbuat dari tanah
liat. Usai api mulai melahap sabut kelapa, daun lawarani lanjut dibakar.
Saat asap sudah mulai mengepul tebal, mangkuk akan disimpan pada
bagian belakang atau depan pintu rumah.

Setelahnya, sang pemuka adat akan meletakkan sebuah pisang yang telah
dipotong ujung atasnya (nissunaki) lalu kemudian dimakan bersama-
sama. Belakangan, setelah agama Islam masuk, ritual Songkabala juga
dirangkaiakn dengan proses membaca barzanji sebelum para tetamu atau
peserta memakan hidangan yang telah disediakan.
"Saat pembacaan barzanji berakhir, si pemilik hajat kemudian bertegur
sapa dengan para pemimpin ritual lalu memberi mereka semua hadiah
(sebagai tanda terima kasih). Setelahnya, si pemilik hajat lalu
mengeluarkan hidangan makanan. Para pemimpin ritual dan tamu-tamu
lain lalu dipersilakan menyantap makanan tersebut,".

E. Aktalo-talo

Kata talo-talo sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga masyarakat di
Desa Laiyolo Baru Kecamatan Bontosikuyu Kabupaten Kepulauan
Selayar. Masyarakat sudah sangat sering menggunakan tradisi tersebut
ketika hendak melakukan suatu acara dan terkendala oleh hujan. Dalam
masyarakat Selayar, talo-talo bukanlah kata seharihari melainkan kata
yang digunakan khusus pada tradisi untuk menunda hujan. a talo-talo
adalah tradisi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang dan talo-talo
juga terdiri dari beberapa macam seperti ada yang menggunakan merica
sebagai bahan utama dalam pelaksanaan tradisi talo-talo dan ada juga
yang menggunakan air hujan sebagai bahan utamanya. Talo-talo adalah
suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Laiyolo Baru
Kecamatan Bontosikuyu Kabupaten Kepulauan Selayar untuk
memindahkan atau menghentikan hujan pada saat melakukan suatu acara,
yang dimana seharusnya turun hujan pada waktu tertentu, namun dengan
dilakukannya talo-talo maka hujan akan diberhentikan atau dipindahkan
ke tempat lain. Namun demikian, tidak semua orang yang melakukan talo-
talo akan berhasil. Karena terkadang usaha yang dilakukan oleh orang
yang melakukan talo-talo tersebut mengalami kegagalan. Karena segala
sesuatu datangnya dari Allah dan atas izin Allah Swt. Talo-talo sudah
lama digunakan oleh masyarakat Desa Laiyolo Baru ketika mempunyai
suatu acara tertentu. Tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu kala dan
digunakan oleh nenek moyang untuk menghentikan hujan dan diwariskan
dari generasi ke generasi. Mengenai awal mula munculnya talo-talo belum
diketahui dengan jelas pada tahun berapa talo-talo mulai muncul karena
tradisi tersebut sudah sangat lama

F. Embe

Embe adalah suatu kepercayaan kuno dimana embe merupakan prosesi


pelepasan tali pusar pada bayi yang kemudian di bungkus dalam sebuah
kain dan di jadikan jimat perlindungan untuk bayi tersebut pada umumnya
embe ini dipercayai memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi si
anak dari kekuatan- kekuatan jahat yang akan menggangu si bayi, embe
ini biasanya di kalungkan di leher atau di pinggang bayi.

G. KAPALLI

H. Kapalli (Kapalli) adalah sesuatu yang tabu atau tidak boleh


dilanggar dalam adat masyarakat Selayar, istilah ini biasa disebut
dengan Kapalli dalam bahasa Selayar.

Hal ini hampir sama dengan Ora Elok dalam bahasa Jawa atau


sesuatu yang tidak baik, suku Dayak biasa menyebutnya
dengan Pali.

Kapalli dalam masyarakat Selayar biasanya bertujuan supaya hidup


kita hati-hati, waspada, saling menghormati, dan melakukan sesuatu
sesuai dengan waktu dan tempatnya. Terlepas dari mitos-mitos
yang ada, sebagian besar Kapalli sebenarnya bisa dijelaskan dengan
logika dan bermaksud baik, sehingga kita bisa belajar darinya
bahwa hukum sebab-akibat itu ada, dan bukan hanya sekadar mitos.

Contoh kapalli adalah

1. Duduk di depan pintu


2. Menggunting kuku di malam hari
3. Makan di waktu sore, dll
Penutup

Kearifan Lokal merupakan suatu adat dan budaya yang selalu di temui
hampir di seluruh penjuru nusantara indonesia dan memiliki keaneka
ragaman yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Kebudayan ini
merupakan suatu yang sudah dipercayai turun- temurun oleh warga
atau masyarakat di daerah tersebut sejak zaman nenek moyang mereka
sehingga hal ini menjadi suatu kepercayaan yang diyakini oleh mereka.

Saran

Kearifan local yang ada di selayar merupakan suatu hal yang istimewa
dan langka adanya untuk disaksikan oleh semua kalangan dan seiring
berkembangnya zaman semakin sedikit pula masyarakat yang memiliki
kepercayaan untuk melakukan kebudayan – kebudayaan tersebut oleh
karenanya sebagai saran dari penulis ada baiknya kita menjaga budaya
ini dan terus melestarikan sehingga masih dapat di jumpai oleh anak
cucu kita sebagai suatu kekayaan budaya kita.

Anda mungkin juga menyukai