Anda di halaman 1dari 9

ESAI

NILAI DALAM TRADISI SEDEKAH BUMI YANG MENJADI


PONDASI KUAT TERHADAP ARUS GLOBALISASI
Disusun untuk lomba dalam rangka Perayaan Budaya Nusantara

Disusun oleh

Athanasya Frerisca Dea Evelyne

SMA KATOLIK ST. LOUIS 2

JALAN TIDAR 119

SURABAYA

2021
Esai

Nilai dalam Tradisi Sedekah Bumi yang Menjadi Pondasi Kuat


terhadap Arus Globalisasi

Perilaku masyarakat Jawa yang khas membuat terbentuknya tradisi yang khas pula.
Mengapa khas? Banyak orang Indonesia yang akan setuju jika dikatakan bahwa masyarakat asli
Jawa memiliki sikap atau perilaku yang sopan, kalem, dan kental akan budayanya. Tradisi dan
perilaku ini berpegang pada dua hal, pertama adalah filosofi kehidupan yang religius dan mistis.
Kedua adalah etika hidup yang sangat menjunjung tinggi akhlak serta derajat kehidupan manusia.
Jadi, akan banyak dijumpai kegiatan selalu menghubungkan Tuhan dengan hal-hal berbau mistik
kepada leluhur terdahulunya. Maka masyarakat Jawa selalu senantiasa berpegang teguh pada kedua
hal tadi.

Proses pembangunan dan modernisasi terus menerus berlangsung setiap harinya, tetapi hal
ini tidak dengan mudah menggerus sifat kuat suatu tradisi masyarakat Jawa. Secara turun temurun
mereka masih tetap melaksanakan tradisinya. Masyarakat Jawa yakin bahwa tradisi yang aktif
mereka laksanakan tersebut adalah titik penguat nilai dan norma yang telah berlangsung di
kehidupan masyarakat sejak zaman dahulu.

Salah satu tradisi masyarakat Jawa adalah Sedekah Bumi. Sedekah Bumi adalah tradisi
turun temurun masyarakat Jawa sebagai bentuk rasa terima kasih atas rezeki dari Tuhan Yang Maha
Esa, terutama sebagai ungkapan syukur atas hasil panen raya setiap tahun. Biasanya masyarakat
akan merayakan tradisi sedekah bumi ini dengan acara makan-makan bersama dan atau arak-arakan
semacam “tumpeng” berkeliling daerah tersebut dan juga terdapat hiburan diakhir acara. Tradisi
Sedekah Bumi banyak dipercaya warga setempat sebagai upacara ritual yang tidak hanya menjalin
hubungan dengan sesama warga namun juga dengan alam atau dengan leluhur. Tradisi ini memiliki
makna yang mendalam dan sudah mendarah daging, sehingga masih terus dilakukan oleh beberapa
kelompok masyarakat di daerah Jawa, salah satunya Gresik.

Sedekah bumi dipercaya telah dilakukan sejak zaman nenek moyang atau leluhur, sehingga
untuk detail kapan dimulainya tradisi ini belum teridentifikasi. Walaupun asal mulanya tidak
diketahui, tetapi mengapa tradisi tersebut masih dilakukan setiap tahun? Pelaksanaan upacara atau
tradisi seperti ini merupakan hal yang positif dan juga sebagai bentuk pelestarian sebuah budaya
khas yang berharga serta untuk mempertahankan identitas suatu kelompok itu sendiri, dalam
konteks tradisi Sedekah Bumi ini akan menjadi sebuah bentuk kearifan lokal khas dari masyarakat
Jawa.

Secara pribadi saya tidak pernah melihat secara langsung atau bahkan mengikuti tradisi
Sedekah Bumi. Namun, daerah di dekat rumah saya, tepatnya di desa Cerme Kidul, Gresik
masyarakat sekitarnya masih ada yang mempercayai dan melaksanakan upacara tradisi Sedekah
Bumi. Masyarakat Gresik mayoritas penganut agama Islam dan dengan mata pencaharian sebagai
petani mereka sudah sejak lama melakukan tradisi ini. Warga Desa Cerme Kidul akan mengadakan
tradisi sedekah bumi ini di bawah pohon Lom, yang dipercaya telah berdiri selama ratusan tahun.
Pohon ini tumbuh banyak di sekitar telaga desa Cerme Kidul tersebut.

Ada pula telaga yang dijadikan tempat pelaksanaan ini mempunyai arti yang mendalam bagi
penduduk itu sendiri. Menurut kesaksian sesepuh di sana, telaga di desa Cerme Kidul tersebut
pernah dikuasai seorang pendekar yang bernama Joko Umbaran dan sejak zaman nenek moyang
telah melakukan tradisi Sedekah Bumi yang bertempat di telaga tersebut. Telaga tersebut telah
menjadi sumber penampungan air yang sangat bermanfaat bagi warga setempat. Saat hujan turun di
maka air hujan tadi akan tertampung di telaga yang nantinya akan berguna untuk pengairan di
sawah, tempat ternak ikan, tanah di sekitar telaga juga dijadikan tempat berkebun warga, dan
lainnya.

Warga desa Cerme Kidul melaksanakan tradisi Sedekah Bumi di bawah pohon Lom besar di
sekitar telaga. Dipercaya pohon ini, memiliki penunggu (danyang) selama ratusan tahun. Sebagian
warga yang mempunyai keyakinan atas perihal ini diharuskan memberi sesaji di pohon Lom ini jika
mereka hendak melaksanakan acara hajatan. Hal tersebut dikarenakan mereka percaya jika tidak
memberi sesaji atau sesembahan ke penunggu (danyang) pohon Lom tersebut maka akan terjadi hal
yang tidak diinginkan oleh yang merayakan hajatan. Untuk runtutan acara pelaksanaan tradisi
sedekah bumi ini akan dimulai dengan berkumpulnya para warga yang membawa makanan lauk-
pauk yang dimasak sendiri dan buah-buahan hasil dari panen kebun mereka di Punden Telaga
tersebut. Punden Telaga adalah roh-roh penunggu telaga yang dipercaya turut menjaga para
warganya dari marabahaya.

Bentuk-bentuk sesaji yang nantinya akan dipersembahkan pada saat upacara tradisi Sedekah
Bumi berlangsung adalah seperti nasi tumpeng, nasi kuning, dan ayam panggang. Ayam panggang
di sini menjadi salah satu leksikon Sedekah Bumi. Leksikon adalah daftar beberapa kata yang
tersusun layaknya kamus dan digunakan pada saat upacara tradisi ini berlangsung. Leksikon
tersebut dapat berupa nomina, adverbial, dan pronomia. Berikut beberapa leksikon dalam tradisi
Sedekah Bumi.
1) Ayam (Leksikon ajem)
Ayam panggang akan menjadi salah satu sesaji dalam tumpeng yang disajikan
pada saat upacara Sedekah Bumi berlangsung. Masyarakat Jawa memang akan selalu
menggunakan ayam panggang sebagai salah satu persembahannya, lebih tepatnya ayam
potong Jawa. Adakah filosofinya? Tentu. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa,
pemotongan ayam Jawa adalah simbol untuk menghilangkan sifat kecongkakan,
keangguhan, iri hati, dan dengki pada diri manusia itu sendiri. Jika dilihat secara luas,
ayam-ayam jika dibiarkan berkumpul maka dari beberapa ekor ayam tersebut akan
bertarung atau berkelahi dengan sesamanya. Dari sini bisa diambil maknanya, bahwa
antarsesama manusia haruslah bisa hidup rukun, saling menghargai dan menghormati
sesamanya, serta saling bahu-membahu.
2) Alas persembahan (Leksikon ancak)
Setiap tumpeng yang ada atau yang dibawa saat tradisi Sedekah Bumi akan
dibawa ke punden. Nah, untuk membawa tempat sesaji, seperti tumpeng, lauk-pauk, dan
buah-buahan hasil panen warga pasti perlu alas, alas ini lah yang dinamakan “ancak”.
Alas ini terbuat dari kayu papan atau bamboo berbentuk lingkaran atau juga ada yang
persegi panjang.
3) Sebutan untuk leluhur (Leksikon boyot)
Leksikon ini digunakan di beberapa kampung yang turut melaksanakan tradisi
Sedekah Bumi. Arti dari leksikon ini adalah orang yang pertama kali membentuk
kampung tersebut (leluhur). Sebagai ucapan terima kasih dan bentuk penghormatan
maka dilaksanakanlah upacara ini.
4) Kain pembungkus (Leksikon labun)
Setiap upacara tradisi pasti memiliki benda atau tempat yang dianggap suci.
Sebelum pelaksanaan upacara tradisi Sedekah Bumi, masyarakat akan mengikatkan
sebuah kain (leksikon labun) sebagai pembungkus pohon dan benda sakral lain yang
digunakan untuk kepentingan upacara. Apa tujuan kain pembungkus ini? Sebagai
pelindung dan bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah berjasa besar membentuk
serta menjaga kampung tersebut dari hal-hal buruk.
5) Alat upacara (Leksikon menyan)
Menyan di sini bermakna sebagai penghubung doa masyarakat kepada Tuhan.
Alat upacara ini dulunya sering digunakan dalam berbagai upacara tradisi, salah satunya
Sedekah Bumi. Menyan adalah beberapa bahan mentah yang dibakar akan mengeluarkan
bau yang harum dan digunakan sebagai pembuka upacara tradisi Sedekah Bumi.
Sayangnya sekarang leksikon ini jarang sekali digunakan. Mengapa? Zaman sekarang
sudah lumayan sulit dan terbatas untuk persediaan bahan-bahan mentah yang digunakan
untuk membakar menyan tersebut.
6) Tempat saksi upacara (Leksikon bumbung)
Dalam rangkaian atau susunan tradisi Sedekah Bumi ini ada waktu di mana
setiap warga yang datang atau mengikuti upacara ini secara sukarela memberikan uang
sebagai tanda partisipasi mereka dalam upacara tersebut. Ada beberapa kampung yang
uang ini diberikan langsung kepada sesepuh desa. Namun ada pula yang
memasukkannya ke sebuah tempat terbuat dari bambu di depan tempat pelaksanaan
upacara. Tempat memberi uang inilah yang dinamakan “tempat saksi upacara”. Apakah
memiliki makna tersendiri? Iya, ada. Kegiatan memberikan uang ini bermakna bahwa
manusia hidup harus dengan kebaikan di setiap perbuatannya, seperti saling memberi
sesuatu miliknya yang bisa dibagi kepada orang lain dan dalam konteks upacara ini yaitu
kepada leluhurnya. Dengan begitu, dipercaya untuk kehidupan selanjutnya manusia itu
akan membawa kebahagiaan dan berkah bagi dirinya sendiri dan juga orang lain.
7) Tumpukan nasi yang menyerupai gunung (Leksikon moncek)
Nasi berbentuk gunung atau tumpeng menjadi persembahan penting dalam
upacara tradisi Sedekah Bumi. Mengapa berbentuk gunung? Seperti yang kita tahu
bahwa gunung adalah ciptaan Tuhan yang menjulang tinggi dari permukaan tanah. Hal
inilah yang membuat gunung menjadi simbol untuk Maha Pencipta alam semesta yang
paling tinggi. Berfungsi untuk bakti suci dan persembahan dari masyarakat desa atau
kampung kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada leluhur. Tumpeng ini akan ditaruh
di atas ancak atau alas. Di sekitar tumpeng nantinya akan diberi lauk-pauk dan atau
buah-buahan hasil panen masyarakat setempat.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, upacara tradisi Sedekah Bumi ini aka nada sesaji
yang menjadi bagian persembahan atau syarat penting dalam pelaksanaannya.

 Nasi tumpeng
Nasi tumpeng dalam bahasa Jawa berarti nasi berbentuk gunung. Bagaimana
dengan maknanya? Untuk nasi yang merupakan makanan utama rakyat Indonesia ini
bermakna kesabaran, pikiran jernih, dan ketentraman. Sehingga bertujuan memberi
tahu bahwa manusia tidak hidup hanya untuk makan, melainkan harus tetap
menjalani kehidupannya dan melakukan kewajibannya sebagai manusia. Kemudian
untuk warna putih dari nasi yang bermakna bersih, berarti bahwa manusia hendaknya
mampu membersihkan dirinya baik hati dan pikiran dari segala pikiran atau niatan
jahat.
 Ingkung (ayam bakar/ ayam panggang)
Jika dilihat dengan seksama, bentuk dari ayam itu menyerupai orang yang
sedang bersujud. Sehingga dapat diartikan bahwa manusia hendaknya selalu
menyerahkan dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa selama hidupnya dan dalam
keadaan apapun. Selain itu, ingkung juga melambangkan pengorbanan dengan
keikhlasan hati manusia itu sendiri.
 Golong
Golong adalah nasi yang berbentuk bulat menyerupai bola. Melambangkan
bahwa semua manusia sekiranya harus bersatu dan membentuk satu kesatuan yang
kuat sehingga tidak mudah tercerai berai. Tujuan yang utama adalah terbentuknya
kedamaian.
 Jenang abang putih
Jenang abang putih (merah putih) melambangkan adanya dua unsur atau dua
sisi di dalam kehidupan manusia. Sisi merah dan putih, ada yang jahat namun tentu
ada yang baik, kedua sisi ini saling melengkapi atau mengisi satu sama lain. Di atas
semua itu ada pula arti bahwa segala sesuatu yang ada di dunia fana ini nantinya
akan kembali lagi ke asalnya, seperti apa yang berasal dari tanah akan kembali ke
tanah.
 Cok bakal (suruh ayu)
Masyrakat Jawa akan menggunakan cok bakal sebagai media awal pada saat
akan memulai kegiatan upacara ritual yang juga sebagai simbol rasa syukur kepada
Sang Pencipta dan memohon supaya upacara berlangsung lancar tanpa halangan.
Cok bakal pula merupakan simbol awal atau permulaan kehidupan dan hubungan
antara Tuhan Yang Maha Esa dengan manusia.
 Dupa / Kemenyan
Sesaji ini melambangkan sebuah perantara antara Sang Pencipta dengan
manusia di bumi. Pada saat dibakar maka akan timbul asap harum yang naik ke atas,
nah, asap inilah yang nanti akan mengantarkan doa-doa serta permohonan dan
harapan manusia.
 Telur
Telur di sini sebagai lambang awal mula kehidupan manusia di dunia.
 Jajan pasar
Jajanan pasar di Indonesia amat beragam variasinya, dari bentuk, rasa, isi,
dan warnanya. Isi jajanan pasar yang bermacam-macam ini menggambarkan
bermacam-macam keinginan manusia.
 Buah-buahan
Buah-buahan melambangkan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas berkah yang diberikan kepada manusia. Ada salah satu buah yaitu pisang
raja yang memiliki arti ketentraman dan kehormatan manusia, sehingga diharapkan
manusia dapat menjalani kehidupannya layaknya seorang raja.

Nah, tradisi Sedekah Bumi ini disebut pula menjadi sarana harmonisasi atau kesatuan antar
warga, di mana yang menghadiri tradisi ini datang dari berbagai macam kalangan. Laki-laki,
perempuan, orang tua, anak-anak, kepala desa serta perangkat desa lainnya, tokoh desa, sesepuh
desa, bahkan pejabat pemerintahan yang masih mempercayai adanya roh-roh penunggu telaga pun
kerap datang dan ikut merayakan tradisi ini. Kita bisa melihat bahwa tradisi ini tidak hanya
menghubungkan manusia dengan Tuhan dan alam, namun tentu juga dengan sesama manusia itu
sendiri.

Setelah para warga lengkap berkumpul, ketua panitia akan memberikan beberapa kata
sambutan dan dilanjut oleh sambutan lain dari kepala desa. Kemudian sesepuh atau juru kunci
Punden Telaga akan membaca tahlil dan dilanjutkan dengan berdoa yang menjadi hal terpenting di
sini. Tradisi Sedekah Bumi merupakan salah satu bentuk upacara keagamaan pula. Tujuan doa
tersebut yaitu meminta pengampunan atas dosa-dosa arwah Joko Umbaran, memohon keselamatan
dari marabahaya untuk seluruh warga desa Cerme Kidul, serta agar dilancarkan rejekinya. Setelah
selesai berdoa maka warga mulai memakan makan berkatan yang telah dibawa tadi. Warga akan
duduk bersila saling berhadapan dengan dibatasi oleh makanan. Selain itu, sebagai bentuk
partisipasi maka warga akan memberikan uang sekedarnya secara sukarela kepada sesepuh desa
supaya ikut didoakan kepada nenek moyang.

Dari keseluruhan penjelasan di atas mengenai salah satu kearifan lokal di Indonesia, dapat
dikatakan bahwa masih ada cara unik dan khas di setiap daerah yang tentu oleh masyarakatnya tetap
berusaha untuk dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Terutama cara untuk tetap menjaga nilai dan
hubungan baik dengan alam atau leluhurnya. Hal ini sebagai bentuk penghormatan kepada
pendahulu mereka yang telah membentuk dan menjaga apa yang manusia miliki saat ini.
LAMPIRAN
Lampiran 1: Formulir Pendaftaran

Formulir Pendaftaran Keikusertaan Perayaan Budaya Nusantara 2020


Nama : Athanasya Frerisca Dea Evelyne

Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 29 Juli 2003

Alamat tempat tinggal : Taman Siwalan Indah Kepatihan, Gresik

Alamat Sekolah : Jalan Tidar 119 Surabaya

Alamat Email : athanasyadeaa@gmail.com

HP : 085334737430

Kategori : (4) Penulisan Tradisi dan atau Sejarah Lokal)

Deskripsi Materi/Sinopsis :

Kearifan lokal di Indonesia tidak terhitung lagi jumlahnya. Seiring berjalannya waktu, banyak
budaya lokal yang mulai tergerus keasliannya. Namun, tidak bagi tradisi khas masyarakat Jawa ini.
Sedekah bumi namanya. Upacara tradisi Sedekah Bumi ini sampai sekarang pun masih eksis
dilakukan oleh masyarakat Jawa. Ingin tahu lebih detailnya?

Peserta

Athanasya Frerisca Dea Evelyne

Anda mungkin juga menyukai