Disusun:
2023
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
kita semua khususnya kepada pemakalah sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan
makalahini dengan sebaik-baiknya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Living Qur’an dengan
mengangkat judul “TRADISI SLAMETAN DAN AMALAN MENEMPATI RUMAH
BARU”. Pemakalah mengucapkan terima kasih kepada Al-Ustadz H. Farid Adnir Lc. M.Th
selaku dosen pengampu mata kuliah ini yang telah memberikan arahan dalam pembuatan
makalah ini. Pemakalah memohon maaf apabila terdapat kesalahan, pemakalah pula
memohon kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap pembaca untuk kesempurnaan
tulisan ini. Harapan pemakalah dengan adanya tulisan ini dapat menambah pemahaman dan
wawasan kepada setiap pembacamengenai hal yang dilakukan dalam menempati rumah baru.
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………2
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..3
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………….......4
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………........4
C. Tujuan Masalah……………………………………………………………………4
BAB II Pembahasan……………………………………………………………………………5
1. Sejarah Slametan…………………………………………………………………..5
2. Amalan Menempati Rumah Baru………………………………………………………7
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….10
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………10
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hal di atas juga berangkat dari persoalan tradisi masyarakat yang dinilai masih belum
berdasarkan syariat atau penataran yang ada di dalam al-Qur’an, bahkan dapat ditemui
beberapa tradisi yang masih mengandung kesyirikan. Untuk itu perlu adanya pembenahan
terhadap tradisitradisi yang dilakukan oleh masyarakat sehingga aktivitas masyarakat berada
dalam ranah syariat agama. Salah satu di antara banyaknya tradisi yang dilakukan masyarakat
Indonesia ialah selametan menempati rumah baru.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
• Untuk mengetahui apa saja amalan yang dilakukan saat menempati rumah baru.
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Slametan
Slametan atau selamatan berasal dari tradisi masyarakat bersuku jawa. Slametan
merupakan keniscayaan bagi orang Jawa dan sudah mendarah daging. Makna slametan bagi
orang Jawa ialah untuk memperoleh keselamatan, sebagai antisipasi sebelum terjadi sesuatu
hal yang tidak diinginkan. Pepatah mengatakan sedia payung sebelum hujan artinya sebelum
terjadi sesuatu hal yang tidak diingankan, maka slametan menjadi counternya. Sehingga
sesuatu hal yang tidak diinginkan tidak terjadi dan dapat diminimalisir dengan mengadakan
slametan orang Jawa mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi dan mempunyai langkah
antisipatif dan proaktif.1
Terkait sejarah munculnya slametan dari beberapa artikel ilmiah yang menulis tentang
slametan dengan berbagai variasinya jarang ada yang menyinggung sejarah slametan. Misalnya
adalah karya tulisan dari A. Kholil dengan judul Agama dan Ritual Slametan:
DeskripsiAntropologis Keberagaman Masyarakat Jawa, el-Harakah, Vol. 11, No. 1, Tahun
2009. Dalam tulisannya tidak menyinggung sejarah slametan, menurut penulis sejarah
slametan penting diungkapkan. Argumentasi adalah sejarah itu ialah identitas dengan di
tuliskannya ada suatu pemahan tentang slametan.2
1
Fatkur Rohman Nur Awalin, SLAMETAN: PERKEMBANGANNYA DALAM MASYARAKAT ISLAM
JAWA DI ERA MILENEAL, Jurnal IKADBUDI, (7), 2018
2
A. Khalil, Agama dan Ritual Slametan: Deskripsi-Antropologis Keberagaman Masyarakat Jawa,
elHarakah,(11)1, 2009 hlm. 84
5
nukilan yang membahas slametan para pengkaji budaya Jawa sepakatbahwa ditandai dengan
adanya kepercayaan di masyarakat Jawa. Kepercayaan bagi masyarakat Jawa adalah
keniscayaan dan menjadi pandangan hidupnya.
Adapun tujuan dari slametan ialah kegiatan batiniah yang untuk mendapatkan ridha
dari tuhan. Slametan juga bertujuan untuk mencapai keadaan slamet, sebagaimana yang
dideskripsikan
Koentjaraningrat sebagai sebuah keadaan dimana peristiwa-peristiwa mengikuti alur yang telah
ditetapkan dengan mulus dan tak satu pun kemalangan yang menimpa siapa saja.3 Tujuan
slametan selaras dengan prinsip hidup orang Jawa yakni mencari keselamatan.
Dahulu sebelum menjadi slametan kegiatan ini merupakan upacara ritual yang masih
dibarengi dengan hal-hal yang mudharat dan kemaksiatan. Beberapa di antaranya ialah upacara
malima yang dilaksanakan di tanah lapang secara bertelanjang bulat, menu hidangan utamanya
adala daging, ikan, minuman keras dan persetubuhan bebas.4 Upacara dan ritual di atas oleh
Sunan Bonang dan Sunan Ampel di Islamkan dan ditransformasi lebih beradab dan beretika.
Caranya adalah posisi melingkar tetap, hidangannya diganti dengan nasi tumpeng, daging
ayam, ikan dan minuman teh manis. Mantra pada upacara ritual yang dilakukan pendeta diganti
dengan bacaan kalimah thoyyibah dan aya-ayat suci al-Qur’an, prakarsa penggantian doa ke
dalam Islam ialah Sunan Kalijaga
Hal ini menunjukkan bahwa adanya transformasi moral ketika berkembangnya agama
Islam secara siginifikan dan diiringi dengan masuknya era Walisongo ke nusantara. Islam yang
dikembangkan Walisongo memformulasikan dan mentransformasikan dengan Islam corak
tasawuf yang berbasis pada sufistik, sehingga secara paradigmatis apa yang terdapat dan
mengakar di Jawa membawa perubahan yang besar. Langkah yang diambil ialah dialog,
mentransformasikan dan mengakomodasinya dengan damai. Sedari awal Islam masuk ke Jawa,
pengaruh budaya Islam tidak membawa keruntuhan total terhadap tradisi Jawa yang bercorak
Hindu-Jawa, bahkan terjadi interaksi budaya atau kontak budaya.5
Setelah berkembang, upacara dan ritual tersebut dikenal dengan selamatan, slametan
atau syukuran atau tasyakuran kalau dalam konteks masyarakat Islam sekarang yang masih
3
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Djambatan: Jakarta, 1999)
4
Muhammad Sholikhin, Ritual Tradisi Islam Jawa, (Narasi: Yogyakarta, 2010)
5
Kusnadi, Jurnal Imaji, (4)2, 2006
6
berorientasi kebudayaan Jawa. Masyarakat yang diundang duduk melingkar dengan sila,
membaca kalimah thoyyibah dan ayat-ayat al-Qur’an yang dipimpin oleh pemuka Agama dan
terdapat jamuan dari tuan rumah dan adanya sedekah (berkat).
Bagi masyarakat, mendirikan dan pindah rumah baru merupakan bagian penting dalam
kehidupan mereka. Karenanya mendirikan dan pindah rumah baru harus memperhatikan adat
istiadat yang berlaku, bukan saja untuk sekedar mempertahankan tradisi, tetapi karena diyakini
6
Koentcaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1999)
7
sebagai usaha yang dilakukan harus dilandaskan kepada nilai-nilai moral dan agama yang
benar.6
Masyarakat biasanya setiap hendak memasuki rumah baru melaksanakan ritual untuk
mengirinya dalam menempati rumah baru nanti. Biasanya masyarakat dari rumah lamanya
akan berbondong- bondong mengantarkan orang tersebut dalam melakukan pindah rumah
barunya. Adat ini pun masih berlangsung sampai sekarang digunakan pada masyarakat.
Sebagian masyarakat pada masih ada yang percaya mengenai adat istiadat memasuki rumah
baru mengenai bacaan- bacaan dan ada sebagian masyarakat yang hanya ikut-ikutan saja dan
tidak tahu pada maksud dari makna tradisi memasuki rumah baru”.
Bukan dengan bacaan-bacaan saja tetapi beberapa masyarakat juga menggunakan hari
baik untuk memasuki rumah baru, tidak sedikit masyarakat yang masih memegang teguh adat
dan kepercayaan tradisional harus mendatangi seseorang yang dianggap tau cara menentukan
hari baik pindah rumah, hanya untuk menanyakan/mencari hari baik pindah rumah. Hal ini
dilakukan sebagai wujud ikhtiar (berhati-hati kepada Sang Maha Memiliki, mereka sadar
bahwa mereka hanya menumpang tanah milik sang Maha Pencipta, dengan kata lain mereka
tidak sembrono menempati tempat yang hanya titipan sang Maha Pemilik. Tentunya dengan
harapan nantinya tempat tersebut membawa hal-hal baik bagi penghuninya.
7
Victor Turner, The Forest of Symbols: Aspects of Ndembu Ritual, (Ithaca dan London: Cornell University
Press, 1966).
8
Siti Nur Khodijah dan Rosmawati Harahap, TRADISI MEMASUKI RUMAH BARU PADA SUKU
JAWA DI KOTA MEDAN, Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra, (3)2, 2018 hlm. 354
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Slametan bagi sebagian orang adalah keniscayaan dan sudah mandarah daging. Akar
sejarah adanya ada slametan adalah kepercayaan. Dari kepercayaan berkembang sehingga
kristaliasinya adalah tradisi slametan untuk meminta keslamatan. Ketika Islam berkembang
siginifikan di transformasikan ke tasawuf berbasis sufistik. Esensi konsep slametan adalah
mencapai titik selamat, sentausa, damai, berkah hidupnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Khadijah Siti Nur dan Rosmawati Harahap, TRADISI MEMASUKI RUMAH BARU PADA
SUKU JAWA DI KOTA MEDAN, Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra,
(3)2,2018 hlm. 354
Turner, Victor 1966, The Forest of Symbols: Aspects of Ndembu Ritual, (Ithaca dan London:
Cornell University Press).
10