Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN 
1.1    Latar Belakang
Tanah Jawa kental akan nuansa budaya yang tetap melegenda di mana saja bagi para penetapnya.
Tak urung meskipun telah meninggalkan tanah kelahirannya tetapi banyak masyarakat yang tetap
melaksanakan adat istiadat jawa di tanah rantauan. Salah satu tradisi yang tiada pernah berhenti
adalah kondangan.
Upacara kondangan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh masyarakat
masyarakat Jawa untuk memperingati hari kematian. Upacara ini merupakan salah satu tradisi
zaman wali sanga yang sampai sekarang masih diamalkan oleh sebagian besar masyarakat. Se-
cara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya,
membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a tertentu untuk dikir-
imkan kepada si mayit.
Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan, kemudian terus berlang-
sung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 (matangpu-
luh) dan ke 100 (nyatus). Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian
si mayit (mendhak),
Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diseleng-
garakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di
tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan “lebih dari sekedarnya” cenderung mirip
menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan pesta kecil-kecilan,
memang demikianlah kenyataannya.
Suatu tradisi tentu memiliki makna tertentu, begitu juga tradisi kondangan yang berkembang
dalam masyarakat kita. Makna yang terkandung dalam tradisi kondangan sangatlah banyak. Hal
ini dapat dikaji dengan jenis semantik kombinatoris. Banyak bidang ilmu yang dapat menjadi pe-
doman untuk mengungkapkan makna dari kondangan. Semua makna yang terkandung dalam
kondangan  tentu bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1  Apa makna budaya (semantik antropologi) dari tradisi kondangan?
1.2.2   Bagaimana histori (semantik sejarah) tradisi kondangan?
1.2.3  Apa makna filosofi (semantik filosofis) dari tradisi kondangan?

1.3    Tujuan Penulisan
1.3.1  Untuk mengetahui makna budaya (semantik antropologi) dari tradisi kondangan.
1.3.2  Untuk mengetahui histori (semantik sejarah) tradisi kondangan.
1.3.3  Untuk mengetahui makna filosofi (semantik filosofis) dari tradisi kondangan.
   
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Semantik Budaya dari Tradisi Kondangan


            Semantik budaya dapat dikaji dengan ilmu budaya. Semantik budaya menjelaskan bahwa
setiap budaya memiliki makna yang berbeda-beda, contohnya kondangan.
Kondangan merupakan tradisi yang sudah dilakoni oleh sebagian masyarakat secara turun-temu-
run semenjak masuknya Islam di Jawa hingga sekarang ini untuk memperingati waktu kematian
orang yang sudah meninggal (almarhum). Tradisi ini diselenggarakan secara berurutan, yaitu
mulai malam ketujuh, matangpuluh (keempat puluh), nyatus(keseratus), pendhak pisan (satu
tahun), pendhak pindho (dua tahun) hingga keseribu hari dari wafatnya seseorang. Setelah itu,
kon-dangan dilaksanakan secara periodik setiap tahun pada tanggal dan bulan kematiannya yang
oleh masyarakat lebih dikenal dengan istilah kondangan atau slametan dalam rangka kirim doa,
atau juga sering disebut dengan istilah “haul”. Tradisi ini dilakukan secara periodik karena
masyarakat Jawa percaya bahwa arwah seseorang yang telah meninggal masih berada di lingkun-
gan sekitar kita sampai hari keempat puluh, sehingga perlu dilakukan upacara kondangan supaya
arwah tersebut tidak mengganggu orang yang masih hidup. Kemudian nyatus, mendhak, dan
seterusnya dilaksanakan untuk menghargai, mengirimkan doa untuk arwah almarhum, dan agar
keluarga atau tetangga selalu mengingat bahwa almarhum juga pernah hidup bersama mereka.
Setelah acara selesai, biasanya yang mempunyai hajat (dalam hal ini adalah tuan rumah atau ahli
warisnya) menghidangkan makanan dan minuman kepada para undangan tahlil, bahkan sebelum
pulang pun merekan juga diberi berkat (makanan/jajanan yang dibungkus untuk dibawa pulang)
dengan maksud bersedekah.
kondangan memiliki beberapa tujuan yang manfaatnya tidak hanya dirasakan bagi keluarga yang
melaksanakan saja, namun juga dapat dirasakan oleh para undangan yang menghadirinya. Di an-
tara tujuan tahlilan bagi para undangan yang hadir dalam acara ini adalah:
1stMenghibur keluarga almarhum.
2nd Mengurangi beban keluarga almarhum.
3rd Mengajak keluarga almarhum agar senantiasa bersabar atas musibah yang telah di-
hadapinya.
Adapun tujuan tahlilan bagi keluarga almarhum adalah:
1stDapat menyambung dan mempererat tali silaturahmi antara para undangan dengan keluarga
almarhum.
2nd Meminta maaf atas kesalahan yang pernah diperbuat oleh almarhum semasa hidupnya
kepada para undangan.
3rd Sebagai sarana penyelesaian terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban almarhum/al-
marhumah terhadap orang-orang yang masih hidup.
4th Melakukan amal shaleh dan mengajak beramal shaleh dengan bersilaturahmi, membaca
doa dan ayat-ayat al-Qur’an, berdzikir, dan bersedekah.
5th Berdoa kepada Allah agar segala dosa-dosa almarhum diampuni, dihindarkan dari siksa
neraka dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah.
6th Untuk mengingat akan kematian bagi para undangan dan keluarga almarhum serta dapat
mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
2.2 Semantik Histori Tradisi Kondangan
            Semantik histori didasarkan pada ilmu sejarah. Bagaimana kata itu berasal dan apakah
ada perubahan makna dari zaman dahulu sampai sekarang? Contohnya pada tradisi kondangan.
Kondangan zaman dulu berbeda dengan zaman sekarang.
Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan nenek moyang bangsa Indonesia. Up-
acara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendoakan roh atau arwah orang yang telah
meninggal dunia dengan cara melakukan puja-puja dan memberikan sesajen. Namun acara
tahlilan secara praktis di lapangan seperti yang diajarkan oleh wali sanga berbeda dengan prosesi
selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan doa-doa ala agama lain den-
gan bacaan dari Al Qur’an, maupun dzikir-dzikir dan doa-doa menurut ajaran islam yang dipe-
runtukan untuk mayit.
Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan adopsi
(pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain.
2.3 Semantik Filosofi Tradisi Kondangan
            Semantik filosofi didasarkan pada pola pikir masyarakat. Masyarakat Jawa memiliki pola
pikir yang luas terhadap kebudayaan yang mereka miliki.
Masyarakat Jawa mempunyai kesadaran makrokosmos, bahwa Tuhan menciptakan kehidupan
di alam semesta ini mencakup berbagai dimensi yang fisik (nyata) maupun metafisik (gaib).
Dengan adanya kesadaran seperti itu, tradisi kondangan dilaksanakan dengan maksud menghar-
gai arwah orang meninggal dengan memberikan doa-doa kepada arwah orang yang sudah
meninggal agar damai di alam sana.
Selain itu, ajaran agama mengajarkan kehidupan damai dalam kesatuan, menerima apa yang
menjadi takdir karena semuanya ditentukan oleh Yang Maha Kuasa (Sang Hyang Widiwasa).
Kedamaian masyarakat mendorong terbukanya ragam budaya yang mewarnai kehidupan sehari-
hari.
Pada dasarnya masyarakat Jawa lebih menekankan sikap atau etika dalam berbaur dengan selu-
ruh komponen bangsa yang bermacam-macam suku dan bahasa, adat dan termasuk agama
karena manusia Jawa sadar bahwa tak mungkin orang Jawa dapat hidup sendiri. Oleh karena itu,
dengan adanya kondangan yang memang acara tersebut mengumpulkan banyak orang, yaitu
tamu undangan yang terdiri dari sanak saudara dan para tetangga diharapkan acara tersebut dapat
mempererat tali persaudaraan antarsesama.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1 Kondangan adalah tradisi masyarakat Jawa untuk memperingati waktu
kematian orang yang sudah meninggal.
3.1.2 Upacara untuk menghormati arwah sebenarnya sudah ada sejak zaman
dahulu, tetapi kemudian oleh wali sanga diubah menjadi kondangan yang berisi acara doa-doa
dan dzikir secara bersama-sama dengan tetangga sekitar.
3.1.3 Tradisi kondangan diadakan karena masyarakat Jawa percaya bahwa alam ini
mencakup dimensi fisik (kelihatan) dan metafisik (gib)
3.2 Saran
            Kondangan adalah sebuah tradisi yang memiliki makna yang positif. Oleh karena itu, kita
harus tetap menjaga tradisi tersebut agar tradisi tersebut tetap lestari.

Anda mungkin juga menyukai