Anda di halaman 1dari 5

SIMBOL SERONDENG, PETEK, PISANG, DAN APEM PADA

TRADISI BERKAT KENDURI KEMATIAN DI JAWA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah: Islam dan Budaya Lokal
Dosen Pengampu: Manijo, M.Ag.

Oleh :
Muhammad Alfie Hidayat (2210310043)

Kelas / Semester : PGMI-B / I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2022
PEMBAHASAN

A. Makna Kematian dalam Tradisi Jawa


Dalam setiap budaya, kematian hampir selalu diperlakukan dengan ritual.
Ada banyak cara dalam memperlakukan ritualisasi kematian, salah satunya adalah
kepercayaan orang jawa bahwa kematian tidak dianggap sebagai bentuk akhir dari
kehidupan atau tidak kekal.1 Setiap orang melihat peristiwa kematian dari sudut
pandang dan pemahaman yang berbeda, seperti rasa takut, cemas, pasrah atau
ikhlas.
Orang jawa tidak melihat kematian sebagai peralihan ke posisi baru bagi
orang yang meninggal. Orang yang meninggal diangkat lebih tinggi dari orang
yang masih hidup. Semua posisi yang dipegang selama hidup dirobohkan dan
diganti dengan citra kehidupan yang mulia. Makna kematian dikalangan
masyarakat Jawa terkait dengan pemikiran Kembali ke asal usul keberadaan.
sangkan paraning dumadi.2
Kematian dalam masyarakat Jawa juga melahirkan tradisi yang Namanya
ziarah atau titlik kubur. Hal ini semakin menegaskan bahwa kematian bukanlah
akhir dari segalanya. Hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang
masih hidup di hubungkan kembali melalui ziarah kubur. Tradisi ini juga secara
tidak langsung memberikan isyarat bagi orang yang masih hidup bahwa orang
yang telah meninggal sudah berada di dunia lain, dan orang yang meninggal
menggharapkan do’a kepada orang yang masih hidup. Hal itu dianggap sebagai
salah satu faktor kesuksesan dalam kehidupan mereka yang ditinggalkan oleh
almarhum, baik kesuksesan material maupun spiritual.
Kematian adalah misteri yang tidak bisa diungkapkan dan tidak bisa di
hindari. Fenomena ini hanya bisa dibicarakan dalam skala keimanan atau
keyakinan. Dalam pengertian ini, masyarakat Jawa juga dapat mempercayai
adanya dunia lain setelah kematian.

1
Neils Mulder, Agama, Hidup Sehari-Hari Dan Perubahan Budaya Jawa (Jakarta:
Gramedia, 1999). 51
2
Andrew Beatty, Variasi Agama Di Jawa, Suatu Pendekatan Antropologi (Jakarta: Murai
Kencana, 2001).219

2
B. Tradisi Kenduri Kematian di Jawa
Kenduri merupakan pemberian makan untuk memperingati hari kematian
orang yang sudah meninggal, memberi dan menerima berkat, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini bagian terpenting adalah pembacaan do’a yang dipimpin seorang
kyai atau bisa juga modin. Setelah pembacaan do’a kemudian para tamu di beri
berkat kenduri.3
Salah satu ciri kenduri dengan unsur Islaminya adalah makanan yang
dibagikan secara sukarela tanpa harus melihat siapa yang menerimanya
(dishodaqohkan), dimana shodaqoh merupakan ajaran Islam.
Tradisi kenduri kematian di Jawa ini bukanlah rutinitas kosong tanpa
pesan kepada masyarakat. Dalam tradisi ini, disadari atau tidak terdapat pesan-
pesan yang barkaitan dengan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari. Pesan-pesan ini disampaikan dengan cara yang berbeda. Dalam analisis data
penelitian, ada ting acara penyampaian pesan dakwah dalam tradisi kenduri
tersebut, Antara lain pengiriman dengan simbol. Simbol adalah pesan yang di
sampaikan melalui objek atau gambar, dll. Dalam tradisi kenduri kematian pesan
dakwah yang disampaikan melalui simbol, yaitu simbol makanan. Simbol tersebut
bukan hanya sekedar lambang dengan makna biasa, tetapi hal yang memiliki
kaitan dengan dakwah Islam.

C. Simbol Serondeng, Petek, Pisang, dan Apem


Simbol merupakan ciri khas Agama, karena simbol muncul dari
kepercayaan, berbagai ritual dan etika keagamaan. Simbol juga diartikan sebagai
tanda yang dipuja dalam berbagai bentuk sesuai dengan budaya dan kepercayaan
masing-masing agama. Kultus ini kemudian melahirkan sistem dan struktur
simbolik yang dapat membuat manusia menjadi homo symbolicus menurut tipe
atau pola keagamaannya. Sebuah simbol memiliki makna yang tersembunyi, atau
bisa juga kiasan, dari makna literal, makna sakral dan mendalam.

3
Volume Nomor et al., “Syams : Jurnal Studi Keislaman Tradisi Kenduri Kematian Di
Desa Kampung Baru , Kabupaten Katingan” 1 (2020): 1–9.

3
Sesuai penjelasan diatas, simbol yang disampaikan pada tradisi kenduri
kematian salah satunya yakni makanan, didalam nasi kenduri makanan terdapat
hal-hal penting yang merupakan simbol juga antara lain yakni Serondeng, Petek
(ikan asin), Pisang dan Apem. Makanan-makanan tersebut mempunyai simbol
tersendiri dan mempunyai isyarat do’a bagia orang yang telah meninggal dunia.
Maka dari itu peneliti akan menjabarkan tentang simbol-simbol tersebut
yang telah melakukan wanwancara kepada Mbah Rusminah (Tokoh Masyarakat
desa Garung Lor dan juga sesepuh di desa). Makna dari simbol-simbol tersebut
antara lain, yaitu :
• Serondeng : makanan ini di buat dari kelapa yang di parut dan di masak
dengan bumbu-bumbu khusus dan menjadi serondeng. Pohon kelapa sendiri
memiliki khasiat yang sangat luarbiasa, mulai dari daun sampai dengan
akarnya memiliki manfaat yang sangat besar. Air kelapa menurut orang kuno
atau orang zaman dahulu mamaknainya yaitu air surga, maka dari itu orang
kuno memaknai serondeng itu barokahnya sampai dengan surga.
• Petek : Kata petek itu istilah orang kuno yang pada aslinya yaitu ikan asin
yang di goreng. Orang zaman dulu atau juga pada zaman jahiliyyah itu belum
bisa membaca bacaan do’a-do’a tahlil seperti sekarang, nah dari situ orang
zaman dahulu mempercayai bahwa makanan ikan tersebut bisa menjadikan
isyarat bagi orang yang telah meninggal sebagai do’a. karena makanan yang
dimakan orang meninggal yakni do’a, maka dari itu orang kuno yang belum
bisa melafadzkan ayat-ayat do’a sebagai gantinya yaitu mereka percaya
bahwa makanan itu bisa menjadi do’a bagi orang yang telah meninggal. Dan
cara menggoreng ikannya itu secara gancil, yaitu 1,3,5,…. . sehingga orang
yang dikubur merasa akan kiriman atau isyarat do’a dari alam dunia.
• Pisang : menandakan isyarat alif (satu kalimat dari do’a-do’a yang di
panjatkan yakni seperti satu alif).
• Apem : dari kata ‫( عفو‬Pangapuro), apem juga sebagai isyarat bagi orang yang
telah meninggal untuk mendapatkan do’a agar di maafkan semua dosa-dosa
nya selama hidup di dunia.

4
DAFTAR PUSTAKA
Beatty, Andrew. Variasi Agama Di Jawa, Suatu Pendekatan Antropologi. Jakarta:
Murai Kencana, 2001.
Mulder, Neils. Agama, Hidup Sehari-Hari Dan Perubahan Budaya Jawa. Jakarta:
Gramedia, 1999.
Nomor, Volume, Muhammad Nurul Fadillah, Harles Anwar, and Siti Zainab.
“Syams : Jurnal Studi Keislaman Tradisi Kenduri Kematian Di Desa
Kampung Baru , Kabupaten Katingan” 1 (2020): 1–9.

Foto Serondeng, Petek (ikan asin),


Pisang dan Apem

Anda mungkin juga menyukai