Nim : 30500116078
Jeneponto”
BAB I
PENDAHULUAN
Ada berbagai alasan mengapa kematian harus disikapi dengan acara ritual.
Masyarakat memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi orang
yang mati. Segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan
dengan citra kehidupan luhur. Kematian selalu dilakukan acara ritual oleh yang
ditinggal mati. Setelah orang meninggal biasanya dilakukan upacara doa, sesaji,
mana ia hidup dan adanya penghormatan yang mendalam pada orang yang telah
meninggal tersebut melalui beragam upacara (ritual) dan beragam bentuk karya
1
Abdul Karim,“Makna ritual kematian dalam tradisi Islam jawa”, Jurnal
Pendidikan,Vol.12 No.2, (Desember 2017, h, 1 (Diakses tanggal 2 Oktober 2021).
2
Romi, ”Ritus Kematian Etnis Bugis di Karangantu Banten”, Skripsi (Banten:UIN
Banten,2019, h. 1.
1
Kematian selain dipandang dari segi antropologi-sosiologi, juga menarik manusia
untuk memandang kematian dari segi religiositas yang transenden dan melampaui
dirinya. Sejak dulu manusia berupaya untuk mencari jawaban atas apa yang
adanya perjalanan yang ditempuh oleh orang yang telah meninggal setelah
Tradisi, dalam hal ini, terkait juga dengan interpretasi sebuah masyarakat
terbentuk dari mitos, legenda, epos, sejarah nyata yang pernah terjadi, maupun
refleksi seorang tokoh atas kehidupan yang saat itu sedang menjadi persoalan.
hari-hari tertentu, maupun tradisi dalam wujud kesenian. Biasanya, aneka macam
tradisi tersebut antara daerah yang satu dengan daerah lainnya memiliki pola yang
mirip, tetapi ada sedikit perbedaannya. Hal itu juga terkait dengan pengetahuan
yang ada di masyarakat tersebut dan memiliki dasar makna dan filosofi tersendiri.
Tradisi dalam suatu masyarakat untuk dilihat nilainya bisa ditinjau dari
peran dan fungsi dengan pendekatan antropologi. Beberapa nilai seperti nilai
religius, nilai moral, nilai edukatif, dan nilai spiritual yang ada di dalam tradisi
hanya bisa dilihat dan dikaji dalam bentuk manifestasi, yang kemudian
3
Suwito,Agus Sriyanto,Arif Hidayat,”Tradisi dan Ritual Kematian Wong Islam Jawa”,
Jurnal Pendidikan, vol. 13, no 2, Juli-Desember 2015, h.3.
2
Ritual, jika diamati dan dianalisis, tidak hanya bersifat psikologis dan
mistis. Ritual melibatkan simbol-simbol tertentu baik dari sisi bahasa, gerak,
maupun perilaku ritual lainnya. Ritual memiliki makna yang hanya dapat
dipahami oleh orang yang mengerti akan maksud dan tujuan dari apa yang mereka
lakukan sekaligus juga memahami makna dan arti dari apa yang mereka lakukan.
Dalam hal ini, ritual merupaan ungkapan yang lebih bersifat logis daripada hanya
kelompok keagamaan.
dimana tidak ada ritual di dalamnya. Dalam hal ini, Malory Nye berpendapat
Salah satu adat yang mendapat pengaruh Islam adalah adat kematian.
Kematian adalah suatu peristiwa yang tidak dapat diramalkan dan berada di luar
jangkauan pikiran manusia dalam Islam dijelaskan bahwa setiap yang bernyawa
pasti akan mengalami yang namanya kematian. Hal tersebut terdapat dalam QS
Al– Anbiya : 35
4
R.romi,Skripsi:”Ritus Kematian Etnis Bugis di Karangantu Banten”,(Banten:UIN
Banten,2019), h. .23-24.
3
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-
benarnya).dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.
Dari sini penjelasan ini, manusia tak pantas untuk menyombongkan diri
dengan segala kelebihan yang ia miliki karena pada hakikatnya semuanya milik
Allah serta akan kembali kepada-Nya dan manusia akan diminta
pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang ia lakukan.5
Turatea, Kabupaten Jeneponto adalah sebuah ritual yang sudah ada sejak zaman
nenek moyang sebagai implementasi ajaran Islam dalam memperingati tiap orang
5
Muhammad Afif Sholeh, “Tafsir Surat Al-Anbiya Ayat 35 Tentang Ujian Hidup”,
(Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah,2019),hal.1
4
yang mati dan menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an kepada semua manusia
(Orang pintar) pada daerah tersebut selama beberapa malam dalam memperingati
orang yang berpulang sekaligus sebagai pengingat kepada yang masih hidup.
Kitab yang dibacakan pun adalah manuskrip dalam bentuk tulisan arab yang
berbahasa daerah seperti apa yang menjadi Bahasa keseharian di Desa Jombe,
kekhawatiran terhadap generasi baru yang hari ini yang kadang tak mampu untuk
kita pahami makna dari setiap Tradisi kearifan lokal yang ada dan pada akhirnya
sudah dianggap sebagai sesuatu yang tidak lagi relevan dengan hari ini.
Dari penjelasan di atas peneliti tertarik untuk menelaah lebih spesifik lagi
tentang tradisi Ammaca Kitta’ yang merupakan tradisi yang sangat jarang ditemui
pada daerah-daerah lain sehingga memungkinkan titik fokus yang lebih dalam
1. Fokus Penelitian
2. Deskripsi Fokus
penelitian terkait batasan masalah yang akan diteliti, untuk menghindari terjadinya
5
penafsiran yang keliru maka perlu dijelaskan tentang variabel dari fokus
a. Ritual
menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan
agama, karena ritual merupakan agama dalam tindakan.6 Ritual bisa pribadi atau
berkelompok, serta membentuk disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai dengan
adat dan budaya masing-masing. Sebagai kata sifat, ritual adalah dari segala yang
kelahiran, kematian, pernikahan dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri
b. Ammaca Kitta’
Ammaca Kitta (Membaca Kitab) adalah sebuah ritual yang sudah ada
kepada semua manusia yang masih hidup tekhusus pada masyarakat yang ada
disekitarnya.
dengan Bahasa sehari-hari yang ada didalam masyarakat dianggap sebagai sesuatu
yang lebih signifikan memberikan pengaruh dan jauh lebih menyentuh wilayah
6
Mariasusai Dhavamony, Fenomologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h.167.
7
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 95.
6
c. Tradisi
aturanaturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau
peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari
sosiologi, diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun
d. Upacara Kematian
dalam wujud perilaku yang dijadikan sebagai media untuk berkomunikasi dengan
hal-hal yang gaib. Dalam tataran implementasi atau praktek ritual tersebut, tampil
dalam praktik (in action), karena itu, menurutnya upacara bukan hanya sarana
C. Rumusan Masalah
8
Ariyono dan Siregar, Aminuddi. Kamus Antropologi, (Jakarta:Akademik Pressindo,
1985), h. 4.
9
Soekanto, Kamus Sosiologi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1993), h. 459.
10
Andi Nasrullah, Skripsi ”Tradisi Upacara Adat Mappogau Hanua Karampuang di
Kabupaten Sinjai (Studi Kebudayaan Islam)”,(Makassar,Juni,2016), h. 30.
7
1. Apa saja makna yang terkandung di dalam Ritual Ammaca Kitta’ dalam
Jeneponto?
Jeneponto?
D. Tinjauan Pustaka
yang berkaitan dengan judul skripsi ini, dan juga merupakan tahap pengumpulan
data yang tidak lain tujuannya adalah untuk memeriksa apakah sudah ada
penelitian tentang masalah yang dipilih dan juga untuk membantu penulisan
dalam menemukan data sebagai bahan perbandingan agar supaya data yang dikaji
itu lebih jelas. Dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa
literature sebagai bahan acuan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Diantara
litertur yang penulis pergunakan dalam menyusun skripsi ini, antara lain;
masih sering dilakukan oleh masyarakat jawa, selain dari upacara lain
juga sebagai wujud bantuan dari keluarga yang hidup agar arwah tenang
dan dapat diterima Tuhan YME. upacara adat kematian dapat bertahan
8
kaum tua. keyakinan bahwa doa dan pahala yang disampaikan oleh orang
yang masih hidup kepada yang sudah meninggal akan sampai kepada si
kematian, dimana terdapapat suatu tata cara yang sering dilakukan oleh
selesai pemakaman. 12
11
Zulkarnain, “Tradisi Upacara Kematian: Suatu Studi Antropologis Pada Masyarakat
Jawa di Tebing Tinggi”. Tesis (Medan: Program Studi Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Medan, 2017), h. 12.
Lisa Zuana, “Tradisi Reuhab dalam masyarakat Gampong Kota Aceh (Studi kasus
12
9
kematian di Salomekko masih dirangkaian dengan kebiasaan lama
kematian terutama pada peringatan hari kematian. Hal tersebut yang akan
4. Ari Abi Aufa dalam Jurnalnya dengan judul “Memaknai kematian dalam
hidup terhadap yang mati, diiringi dengan doa-doa untuk kebaikan sang
jenazah sekaligus pengingat bagi yang hidup bahwa suatu saat akan
dibeberapa daerah dan sangat membantu dalam penelitian ini nantinya. Akan
tetapi penelitian kali tidak hanya mengkaji tentang upacara kematian secara umum
saja tetapi penelitian kali ini akan lebih mencoba menganalisis lebih spesifik
terhadap Ritual Ammaca Kitta’ di dalam Upacara kematian yang ada di daerah
Kabupaten Jeneponto yang sama sekali tidak pernah dibahas oleh para peneliti
sebelumnya.
yang Esa dan para leluhurnya, sekaligus juga sebagai wujud dalam melestarikan
13
Saenal Abidin,”Upacara Adat Kematian di Kecamatan Salomekko Kabupaten Bone”,
Skripsi (Makassar,15 Desember 2010).
Ali Abi Auf, "Memaknai Kematian Dalam Upacara Kematian di Jawa”, Jurnal
14
10
budaya dari generasi ke generasi yang lain. Selain itu, sebagai bentuk keselamatan
1. Tujuan
Jeneponto.
Jeneponto.
2. Kegunaan Penelitian
berikut:
a. Kegunaan Ilmiah
pengetahuan khususnya dalam bidang kajian budaya dan tradisi dan dapat menjadi
bahan rujukan bagi kepentingan ilmiah dan praktis lainnya, serta dapaat menjadi
b. Kegunaan Praktis
khususnya di Desa Jombe untuk lebih menjaga dan melestarikan budaya yang
11
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
tokoh awal yang diberi predikat tomanurung (secara harfiah berarti “orang yang
diturunkan”) itu sebagai raja pertama. Hal itu terjadi bagi kerajaan-kerajaan
seperti Gowa, Bone, Soppeng, Marusu, Bantaeng, Sinjai dan lainnya. Sementara
yang lainnya merupakan proses dari kedudukan sebagai ketua konfederasi yang
utama konfederasi itu sehingga meleburnya menjadi bentuk kerajaan. Model ini
Ajaran Islam mulai dikenal secara resmi di wilayah Makassar sekitar tahun
1500- an, pada masa Raja Gowa ke IX bernama Daeng Mantanra Karaeng
adanya Masjid yang dibangun pertama kali di daerah Manggalekanna tahun 1538
M.15
dipisahkan dari peran utama tiga mubalig yang ditugaskan untuk menyebarkan
agama Islam, yaitu dari Minangkabau Sumatera Barat yang terkenal di kalangan
masyarakat Bugis “Datu Tellue”. Mereka ini adalah: Abdul Kadir Datuk Tunggal
15
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol.9 No.1 (Diakses
Januari 2020), 2
12
Patimang, dan Khatib Bungsu yang digelar Datuk ri Tiro. Ketiga ulama ini
Kerajaan Luwu, dan Datuk ri Tiro bertugas di daerah Tiro Bulukumba. Islamisasi
dan sangat terlihat strategi ini berhasil dan masif. Jika agama sebelumnya seperti
Hindu dan Budha di Sulawesi Selatan tidak berkembang sebesar Islam, salah satu
tersebut, ternyata telah diawali oleh beberapa penguasa lokal yang disebut sebagai
bahwa Sayid Jalaluddin Al Aidid yang mengawali perjalanan syiar Islamnya dari
Aceh singgah di Kutai. Ketika itu ia berjumpa dengan seorang bangsawan Binamu
yang berhasil diajak untuk menganut ajaran Islam, ia kemudian melamar putri
ajaran ideologi semata tetapi juga adat kebiasaan, kesenian, bahasa, tulisan dan
16
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), 3
13
unsur budaya lainnya, yang disebut dengan kebudayaan Islam. Pada proses
Binamu karena belum banyak yang telah diteliti dengan baik oleh para arkeolog.
bagian tertentu yaitu asal usul dan perkembangan awal melalui sumber-sumber
menggunakan bahasa Bugis dan Makassar juga tradisi lisan terkini masyarakat
Jeneponto.
Patima Daeng Ti’no. Temuan arkeologis dimulai dari bentuk makam dan susunan
17
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), 4
14
batu makam yang bersusun keatas, yang menjelaskan semakin tinggi tingkatannya
senantiasa memandang penguasanya sebagai elit lokal atau figur panutan. Apa
yang dipandang baik dan benar pasti akan diterima juga oleh rakyatnya. Hal ini
yang mendasari sehingga proses syiar Islam di daerah ini diawali dengan
penganut Islam maka rakyatnya pasti dengan senang hati ikut menganut ajaran itu.
Itulah sebabnya proses syiar Islam di daerah ini dinyatakan sebagai proses
yang berpusat pada figur sebagai penguasa lokal merupakan sarana paling ampuh
memiliki pola yang serupa, yakni: (1) Islam diterima lebih dahulu oleh
masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh lapisan atas
atau elit penguasa kerajaan dan (2) Islam diterima langsung oleh elit penguasa
Keberhasilan syiar Islam memperlihatkan adanya pola top down, yaitu: Islam
awalnya diterima langsung oleh Raja, kemudian turun ke bawah yaitu rakyat.
Artinya, Setelah raja menerima agama Islam dan menjadikannya sebagai agama
18
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), h.7
15
Negara, maka otomatis seluruh rakyat kerajaan akan mengikuti raja yang
bertambah satu yakni adanya unsur sara' yang dikaitkan dengan syariat Islam di
sinkretisme pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena unsur kebudayaan yang
produk manusia melalui proses alami yang tidak mesti selaras dengan ajaran
proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah
kebudayaan itu sendiri. Adanya unsur religi baru masuk yakni Islam,
19
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, nol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), h. 12
16
dengan memadukan unsur tertentu atau sebagian komponen ajaran dari beberapa
makam, masjid dan naskah kuno berupa aksara serang, (Aksara serang adalah
aksara yang menggunakan aksara Arab, namun bahasa yang dipergunakan adalah
Hal ini disebabkan karena makam merupakan bagian dari proses ritual dan
tingkah laku sosial sebagai bagian dalam siklus kehidupan manusia. Selain itu,
makam juga sebagai media untuk pengungkapan ekspresi manusia terhadap hal-
memperlihatkan adanya ikatan yang kuat antara kebudayaan pra Islam dan
20
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), h. 19
17
B. Ritual
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat
yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai dengan adanya
menjalankan upacara.21
ditempat tertentu dan memakai pakaian tertentu pula. 22 Begitu halnya dalam ritual
dan dipakai.
menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan
agama, karena ritual merupakan agama dalam tindakan.23 Ritual bisa pribadi atau
berkelompok, serta membentuk disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai dengan
adat dan budaya masing-masing. Sebagai kata sifat, ritual adalah dari segala yang
kelahiran, kematian, pernikahan dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri
21
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), h.
56
22
Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2001), h. 41
23
Mariasusai Dhavamony, Fenomologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 167.
24
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 95.
18
a. Tindakan magis, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang
b. Tindaka religius, kultur para leluhur juga bekerja dengan cara ini.
kelompok.
mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, agar mendapatkan berkah atau rizki
yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara sakral ketika akan turun
kesawah, ada yang untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan
datang, ritual untuk meminta perlindungan juga pengampunan dari dosa ada ritual
untuk mengobati penyakit, ritual karena perubahan atau siklus dalam kehidupan
manusia. Seperti pernikahan, mulai dari kehamilah, kelahiran, kematian dan ada
pula upacara berupa kebalikan dari kebiasaan kehidupan harian, seperti puasa
pada bulan atau hari tertentu, kebalikan dari hari lain yang mereka makan dan
minum pada hari tersebut. Memakai pakaian tidak berjahit ketika berihram haji
Dalam setiap ritual penerimaan, ada tiga tahap, yaitu perpisahan, peralihan
dan penggabungan. Pada tahap persiapan, individu dipisahkan dari suatu tempat
atau kelompok atau status. Dalam setiap peralihan, ia disucikan dan menjadi
25
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia ( Raja Grafindo Persada, 2006), h.
96-97.
19
status yang baru. Ritual penrimaan cenderung dikaitkan dengan krisis-krisis
suatu katagori baru, namun mirip secara fundamental, yakni ritual intensifikasi.
Ini merupakan lebih dari pada individu yang terpusat meliputi upacaupacara
seperti tahun baru, yang mengantisipasi akhir musim dingin dan permulaan
musim semi, serta ritual-ritual perburuan dan pertanian, serta ketersediaan buruan
dan panenan.26.
serangkaian ritual yang “harus” dan “wajib” untuk dilakukan oleh para
penganutnya.
C. Tradisi
kebudayaan dan kepercayaan yang telah diamalkan secara turun temurun dari
zaman nenek moyang. Budaya Sulsel bersifat unik dan khas, karena berbeda
dengan budaya di daerah jawa dan Sumatera yang cukup kental dengan pengaruh
Sansekerta (India) maupun budaya Cina (untuk Sumatera) serta agama Hindu dan
yang lahir dari masyarakat pribumi yang tidak terlalu mendapatkan pengaruh dari
budaya luar. Diterimanya Islam pada masyarakat Sulsel, maka beberapa sendi
kehidupan masyarakat mengalami warna baru. Hal ini dapat dilihat dalam pola-
pola sosial, sistem budaya, dan bahkan birokrasi kepemimpinan yang mengalami
datang untuk menguatkan adat yang baik dan merombak adat yang tercela.
26
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, h. 120.
20
Seluruh sendi kehidupan pribadi dan sosial masyarakat, sedikit-banyaknya
adat istiadat, sistem kepercayaan, dan sebagainya, kata tradisi berasal dari bahasa
sederhana, tradisi diartikan sebagai sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama
pengertian tradisi ini, hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering
kali) lisan oleh karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Tradisi merupakan sebuah persoalan dan yang lebih penting lagi adalah
bagaimana tradisi tersebut terbentuk. Menurut Funk dan Wagnalls seperti yang
Dari penjelasan di atas secara implisit menjabarkan bahwa ada nilai yang
sangat fundamental yang dapat dipetik dalam menelaah makna yang terkandung
disetiap bentuk kebiasaan yang dilakukan yang bernuansa kebudayaan yang erat
27
Nur Syam, Islam pesisir, Yogjakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2005, h.16-18.
28
Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal (Ciputat: Logos Wacana Ilmu,
2001), h. 11.
21
di nusantara sudah begitu kuat di lingkungan masyarakat. sehingga terjadi
D. Upacara Kematian
untuk menyesuaikan diri dengan alam lingkungan. Hubungan antara alam dan
manusia adalah sebuah keharusan yang tidak dapat ditolak, karena hubungan
tersebut memiliki nilai nilai sakral yang dianggap memiliki nilai yang sangat
tinggi. Hal ini diungkapkan dalam personifikasi mistik kekuatan alam, yakni
kepercayaan pada makhluk gaib, kepercayaan pada arwah leluhur, atau dengan
alam.29
dengan ritus. Ritus adalah alat manusia religius untuk melakukan perubahan. Ia
juga dikatakan sebagai simbol agama, atau ritual itu merupakan “agama dan
bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib penguasa alam melalui ritual-
lainnya yang dirasakan oleh masyarakat sebagai saat-saat genting, yang bias
Zayadi Hamzah, Islam dalam Perspektif Budaya Lokal (Yogyakarta: Madani Press,
29
1992), h.131.
Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang-Orang NU (Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi
30
22
membawa bahaya gaib, kesengsaraan dan penyakit kepada manusia maupun
tanaman.31
Kepercayaan ini telah menjadi tradisi dan menjadi bagian dari kehidupan
keramat, inilah agama dalam praktek ritual bukan hanya sarana yang memperkuat
ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk
kematian, tidak begitu mengganggu bagi masyarakat, dan bagi orang-orang yang
yang penuh misteri sehingga banyak tinjauannya apabila dilihat dari pendekatan
ilmiah, salah satu kajiannya adalah melalui tinjauan psikologi qur’ani. Sebagai
justru jika dikaitkan dengan ilmu agama berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits
maka ilmu pengetahuan itu menjadi bermakna atau bermanfaat bagi kehidupan di
dipandang sebagai peristiwa yang ghaib dialami oleh setiap insan yang hidup
31
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984),h.243-246.
32
M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011),h.16.
33
Soekadijo, Antropologi. Jilid 2.(Jakarta: Erlangga, 1993), h.207
23
terhadap masalah kematian, bagaimana psikis manusia disaat-saat menjelang
beragama.34
adalah sebagai proses penyucian terhadap dosa-dosa yang tidak bisa kita
pada proses pensucian. Dan hasilnya setelah kita meninggal dunia, masih banyak
dosa-dosa kita yang belum terputihkan ketika di dunia, baik oleh taubat maupun
musibah. Karena itu dari kasih sayang Allah Swt maka Tuhan melakukan lagi
proses pembersihan. Hanya saja proses pembersihan itu tidak lagi berasal dari
amal kita. Sebab setelah mati, putuslah segala amalnya. Menurut Ibn Qayyim,
pada waktu mati ada proses pembersihan terhadap diri kita. Ialah, sakitnya pada
saat sakaratul maut. Ia menjadi penebus dari beberapa dosa. Perbuatan dosa yang
paling besar pada sakitnya sakaratul maut adalah berbuat dzalim terhadap sesama
momentum dalam memahami dan menyadari makna perjalanan spritual agar tak
34
Miskahuddin,”Kematian dalam Persepektif Psikologi Qur’ani”, Jurnal Vol.16, No.1,
Januari 2019, h. 1.
35
K.H. Jalaluddin Rahmat, Memaknai Kematian (Bandung: Pustaka II Man, 2006),15.
36
K.H. Jalaluddin Rahmat, Memaknai Kematian, h. 22.
24
lalai oleh fana kehidupan dunia. Upacara kematian dilakukan untuk menghormati,
mendoakan, dan berkhidmat terhadap orang yang meninggal agar dalam proses
harapan yang dilantunkan oleh orang yang masih hidup melalui upacara tersebut.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.
2. Lokasi Penelitian
B. Pendekatan Penelitian
1. Pendekatan Sosiologis
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian
agama baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan
jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup
37
Lexy. J. Moleog, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 3.
38
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2001), h. 1.
26
bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup
hidup itu serta pula kepercayaan, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada
masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya
yang saling berkaitan. Dengan ilmu sosiologi suatu fenomena sosial dapat
2. Pendekatan Antropologis
berarti manusia dan logos berarti studi. Jadi, antropologi merupakan suatu studi
disiplin ilmu yang berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada henti-hentinya tentang
adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia. Maka antropologi adalah ilmu
tentang manusia khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat
27
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji
masalah manusia dan budayanya. Ilmu ini bertujuan untuk memperoleh suatu
maupun masa sekarang. Antropologi itu tidak lebih dari suatu usaha untuk
sejarah daerah manusia itu, lingkungan hidup, cara kehidupan keluarga, pola
pemukiman, sistem politik dan ekonomi, agama, gaya kesenian dan berpakaian,
segi-segi umum bahasa, dan sebagainya. Maka hasil maksimum yang diperoleh
kebudayaannya.
C. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini dapat diklasfikasi kedalam jenis
sebagai berikut:
Sumber data primer yang dimaksud adalah catatan hasil wawancara yang
diperoleh langsung dari narasumber, yang terdiri dari beberapa informan yang
meliputi: Kepala Desa, suami atau istri yang bersangkutan, orang-orang sekitar
relavansi dalam menunjang penelitian ini, dapat berupa: buku, majalah, koran,
internet, serta sumber data lain yang dapat dijadikan sebagai data pelengkap.
1978/1979), h. 10.
28
D. Metode Pengumpulan Data
bahan analisis. Pengumpulan data dan informasi data yang dipakai adalah data
primer, yang diperoleh dari hasil interview dan data sekunder, yang diambil dari
1. Observasi
pertimbangan bahwa data yang dikumpulkan secara efektif bila dilakukan secara
langsung mengamati objek yang diteliti. Tehnik penulis ini gunakan untuk
Analisis ini secara langsung akan bersentuhan dengan aktivitas ritual yang
akan di teliti secara implisit dengan cara mengamati atau meninjau secara cermat
dan langsung di lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi yang terjadi atau
2. Interview/Wawancara
oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
Metode ini digunakan untuk mengetahui informasi yang lebih luas dari
orang lain atau informan. Dengan menggunakan metode interview guide yaitu
42
Syafnidawaty, “Pengertian Observasi”, (Tangerang, Universitas Raharja, 2020), h.1.
43
Robert K.Yin,Studi Kasus: Metode dan Desain Penelitian, (Jakarta :PT Rajawali,.
2002), h. 108-109
29
dengan tema penelitian kepada informan. Panduan wawancara ini digunakan oleh
wilayah penelitian tersebut, dan terkhusus kepada seorang guru atau imam yang
3. Dokumentasi
notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.44 Di samping itu, foto maupun
sumber tertulis lain yang mendukung juga digunakan untuk penelitian. Metode ini
digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang wilayah yang akan diteliti.
E. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan gunakan oleh
sistematis dan dipermudah olehnya.45 Jadi, instrumen penelitian adalah alat bantu
yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi mengenai hal yang
dinyatakan dalam bentuk verbal yang diolah menja dijelas akurat dan sistematis.
44
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: UGM Press, 1999), h. 72.
45
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), h. 134.
30
Penelitian akan melakukan pencatatan dan berupaya mengumpulkan informasi
sebagai temuan bagi orang lain. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan
pengurutan data kedalam pola, kategori dan suatu uraian dasar. Tujuan analisis
data adalah untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibaca.
kualitatif, yang artinya setiap data terhimpun dapat dijelaskan dengan berbagai
persepsi yang tidak menyimpan dan sesuai dengan judul penelitian. Teknik
sasaran.47
data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.
Peneliti mengolah data dengan bertolak dari teori untuk mendapatkan kejelasan
pada masalah, baik data yang terdapat dilapangan maupun yang terdapat pada
kepustakaan. Data dikumpulkan, dan dipilih secaras elektif dan sesuaikan dengan
46
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: PT. LKS Yogyakarta 2008), h.
89.
47
Noen Muhajirin, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2009), h. 138
31
permasalahan dirumuskan dalam penelitian dilakukan pengelolaan dengan
penelitian ulang.48
sehingga terlihat sosoknya secara utuh. Penyajian data dilakukan secara induktif,
bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat dan
48
Asep Saeful Muhtadi, Metode Penelitian Dakwah (Bandung: PustakaSetia, 2003), h.
107.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Miskahuddin. Kematian dalam Persepektif Psikologi Qur’ani. Jurnal, vol. 16
no.1. (2019). (Diakses tanggal 10 Oktober 2021).
Pranowo, Bambang. Memahami Islam Jawa. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011.
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif . Yogyakarta: PT. LKS Yogyakarta
2008.
Rahmat, Jalaluddin. Memaknai Kematian. Bandung: Pustaka II Man, 2006.
Rahman, Eka Yuliana.“Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad
XVII (Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan
Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses Januari 2020).
Romi, ”Ritus Kematian Etnis Bugis di Karangantu Banten”. Skripsi (Banten, UIN
Banten, 2019).
Syam, Nur. Islam pesisir.Yogjakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2005.
Suwito, dkk. ”Tradisi dan Ritual Kematian Wong Islam Jawa”, Jurnal
Pendidikan, vol. 13 no. 2 (2015). (Diakses pada tanggal 15 Oktober 2021).
Soekanto. Kamus Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2001.
Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2001.
Syafnidawaty. Pengertian Observasi. Tangerang: Universitas Raharja, 2020.
Soekadijo. Antropologi. Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 1993.
34