Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH APLIKASI NILAI BUDAYA UPACARA TRADISIONAL DAERAH JAMBI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosioantropologi Dosen: Drs. Soim M. Pd.

Oleh : Nama NIM Semester Program Studi Jurusan : Sulung Wicaksono : 11012043 : II (Dua) : Bimbingan Konseling : Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PGRI)

WATES YOGYAKARTA 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosioantropologi. Meskipun demikian tidak serta merta dalam pembuatannya dapat selalu berjalan dengan lancar, karena hal-hal yang tidak di duga dapat muncul sebagai penghalang dalam penyusunannya. Sehingga pada kesempatan kali ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. H. Sumardiono, M. M. Rektor IKIP pgri Wates. 2. Drs. Soim M. Pd. sekaligus sebagai dosen pengampu dari mata kuliah ini yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. 3. Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu memberikan dorongan dalam studiku. 4. Teman-teman kost ZIACOM Saya menyadari bahwa dalam membuat atau menyusun makalah ini banyak banyak hambatan , namun berkat bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Semoga dengan makalah ini, penulis dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan dan peningkatan pendidikan, Ilmu pengetahuan khususnya dalam Sosioantropologi.

Wates,......................2012

Sulung Wicaksono

PENDAHULUAN Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan di dunia. Makhluk Tuhan di alam fana ini ada empat macam, yaitu alam ,tumbuhan,binatang dan manusia. Sifat-sifat yang dimiliki keempat makhluk Tuhan tersebut sebagai berikut. 1. Alam memiliki sifat wujud. 2. Tumbuhan memiliki sifat wujud dan hidup. 3. Binatang memiliki sifat wujud, hidup dan dibekali nafsu. 4. Manusia memiliki sifat wujud, hidup, dibekali nafsu, serta akal budi. Akal budi merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki makhluk lain. Kelebihan manusia dibanding makhluk lain terletak padsa akal budi. Anugerah Tuhan akal budilah yang membedakan manusia dari makhluk lain. Akal adalah kemampuan berpikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki. Sedangkan berpikir merupakan perbuatan operasional dari akal yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dfan peningkatan hidup manusia. Jadi, fungsi dari akal adalah berpikir. Karena manusia di anugerahi akal maka manusia dapat berpikir. Kemampuan berpikir manusia juga di gunakan untuk memecahkan masalah-masalah hidup yang dialaminya. Budi berarti juga akal. Budi berasal dari bahasa Sansekerta budh yang artinya akal. Budi menurut Kamus Lenglap Bahasa Indonesia adalah bagian dari kata hati yang berupa paduan akal dan perasaandan yang dapat membedakan baik buruk sesuatu. Budi dapat pula berarti tabiat, perangai, dan

akhlak. Sutan Takdir Alisyahbana mengungkapkan bahwa budilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian objektif terhadap objek kejadian. Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan. Jadi, kebudayaan menunjuk pada pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara belajar. Dia tidak diturunkan secara biologis atau pewarisan melalui unsur genetis. Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang digerakkan oleh kebudayaan dengan perilaku makhluk lain yang tingkah lakunya digerakkan oleh insting . Ketika baru dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru lahir tersebut digerakkan oleh insting atau naluri. Insting atau naluri ini tidak termasuk dalam kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh sebagai berikut: a. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lainnya, yang kemudian disebut sebagai superorganik. b. Andreas Eppink menyatakan bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan strukturstruktur sosial, religius dan lain-lain. c. Edward B. Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuankemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. d. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. e. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan

gagasan dan karya manusia yang harus di biasakan dengan belajar beserta dari hasil-hasil budi pekertinya. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa , peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakatnya. Oleh karena itu kebudayaan dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun pada lingkungan sosialnya. Banyak cara yang wajar dalam hubungan tertentu pada suatu kelompok masyarakat memberi kesan janggal pada kelompok masyarakat yang lain, tetapi jika dipandang dari hubungan masyarakat tersebut dengan lingkungannya, baru hubungan tersebut bisa dipahami.

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

A. Kekosongan Upacara pada Masing-masing Aspek Daur Hidup dalam setiap Suku Pendukungnya Ketidakcukupan atau kekosongan upacara pada setiap aspek daur hidup dalam setiap masyarakat pendukungnya mempunyai latar belakang tertentu. Di daerah-daerah yang luas dan terbuka, masyarakatnya lebih mengutamakan tenggang rasa yang amat tebal. Hal ini akan menimbulkan berbagai pengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya. Upacara yang terdapat di daerah-daerah pun akan akan sangat terbuka. Upacara yang semula padu lama kelamaan tidak padu lagi. Berbagai unsur sudah ada yang ditinggalkan. Tidak jarang pula upacara yang ada ditinggalkan. Tidak jarang pula upacara yang ada ditinggalkan sama sekali. Secara umum latar belakang tadi timbul karena perbedaan alam pikiran, mata pencaharian, lingkungan, pergaulan serta sifat-sifat asal suku bangsa itu sendiri. Selain daripad itu pengaruh agama yang dianut besar pula pengaruhnya. Kita lihat saja upacara pemberian gelar diatas kuburan dalam masyarakat suku kerinci mulai tidak dibiasakan lagi karena makin keras mendapat tantangan dari pihak ulama Islam didaerah tersebut. Bila upacara itu tidak dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan

agama, nampak pengadaannya tidak dipandang perlu lagi. Upacara yang demikian kehilangan daya guna dan daya hasil. Upacara menuak saja misalnya hampir tidak dikenal banyak lagi. Sebaliknya upacara yang bersifat keagamaan masih dapat dijumpai disana-sini, seperti khitanan, mengekahkan, dan khatam Al-Quran. Upacara menuak dalam masyarakat suku melayu Jambi, upacara menjamu dukun dalam masyarakat suku batin cenderung untuk ditinggalkan masyarakat pendukungnya. Sistem pelayanan kesehatan yang sudah lama memasuki desa-desa terasa bagi penduduk lebih berdaya guna dan berdaya hasil. Khitanan dapat dilakukan dengan seorang petugas kesehatan, tanpa terlebih dahulu berendam pada waktu shubuh yang terasa amat menyiksakan si anak. Faktor ekonomi seperti besarnya biaya untuk mengadakan suatu upacara merupakan pertimbangan tersendiri mengapa kemudian dalam masyarakat suku kubu telah jarang mengadakan upacara menuak dengan cara bersale yang amat terkenal itu. Berbagai faktor penyebab diatas sehingga pengadaan upacara berbagai aspek daur hidup terasa semakin langka memang beralasan juga. Tepatlah usaha pencatatan serta penginvetarisasian dan dokumentasi berbagai upacara ini diadakan oleh pemerintah. Ada salah satu ahli yang bernama J.J Hoeningman membagi wujud kebudayaan itu menjadi tiga, yaitu: a. Gagasan (wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak (tidak dapat disentuh dan diraba). Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala atau alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan merka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dal;am karangan dan buku-buku hasil karya penulis. b. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak dengan manusia lainnya menurut

pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan didokumentasikan. c. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pula, yaitu: a. Suatu kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan sebagainya. b. Suatu kompleks aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Suatu benda-benda hasil karya manusia. Sedangkan mengenai unsur kebudayaan, dikenal adanya tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal. Ketujuh unsur tersebut dikatakan universal karena dapat dijumpai dalam setiap kebudayaan dimanapun dan kapanpun berada. Tujuh unsur kebudayaan tersebut, yakni: a. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi). b. Sistem mata pencaharian hidup. c. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial. d. Bahasa. e. Kesenian. f. Sistem pengetahuan. g. Sistem religi.

Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia dianugerahi akal dan budi daya. Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan mengembangkan kebudayaan. Terciptanya kebudayaan adalah hasil interaksi manusia dengan segala isi alam rayanya ini. Hasil interaksi binatang dengan alam sekitar tidak membentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasan saja. Hal ini karena binatang tidak dibekali akal budi, akan tetapi hanya nafsu dan naluri tingkat rendah. Karena manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah makhluk berbudaya. Kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia di dunia. Dengan kebudayaannya, manusia mampu menampakkan jejak-jejaknya dalam panggung sejarah dunia

PEMBAHASAN Setelah kita melihat penjelasan dari mulai pendahuluan sampai dengan latar belakang permasalahan dapat kita bahas mengenai aplikasai nilai budaya mengenai Upacara Tradisional Daur Hidup Daerah Jambi. Upacara Menuak Pada Masa Kehamilan Dalam Masyarakat Suku Kubu Kehamilan dalam pandangan orang kubu desa jantang manggeris merupakan suatu peristiwa yang amat menentukan dalam lintas kehidupan mereka. Suatu peristiwa penting anugerah Tuhan yang perlu diketahui bersama antara warga sekaum sepemukiman. Kesempatan untuk mengetahui kehamilan tersebut ialah melalui upacara, suatu perayaan kolektif. Dengan upacara kekuatan dihimpun untyuk melawan bermacam gangguan setan hitam. Pemunculan setan hitam sebenarnya hanya ada dalam terawang pikiran mereka saja yang di anut secara turun temurun. Masyarakat kubu yang dalam keterasingan senantiasa menganggap seorang wanita adalah makhluk lemah yang perlu dilindungi. Makhluk lemah lain menurut pandangan mereka ialah orang sakit. Sementara itu makhluk yang terkuat

sesuidah Tuhan ialah setan hitam, yang selalu berupaya mendapatkan nyawa manusia. Karena dengan nyawa manusia itulah setan hitam dapat meneruskan kekuasaan mengganggunya diatas dunia. Cakal bakal manusia ialah bayi yang masih didalam kandungan. Cakal bakal manusia ini terlalu dekat bersahabat dengan Tuhan. Sehingga tidak mudah untuk dikuasai. Ikhtiar yang paling ampuh untuk mendapatkan nyawa sang cakal bakal ialah menaklukan ibu yang sedang hamil yang saat itu kekuatanya sangat rawan dan lemah sekali. Orang Kubu desa jantang manggeris, sama halnya seperti suku melayu Jambi, mengenal upacara menuak untuk masa kehamilan. Menuak tidak dapat diartikan secara jelas, namun boleh jadi bermakna memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa. Bagi suku terasing ini berdoa kepada Yang Maha Kuasa disebut masuk hiyang. Masuk hiyang di lakukan dengan cara bersale. Bersale berasal dari kata bersalai yang rupanya mengalami perubahan ucapan menjadi bersale, seperti perubahan ucapan sampai, satai dan gulai, menjadi sampe, sate dan gule. Bersale dilakukan dengan melalui tiga tahap kegiatan, yakni: Tahap memasuki balai penghadapan. Tahap memasuki balai pengasuhan. Tahap memasuki balai perluasan.

a. Maksud Tujuan Upacara Seperti telah disebutkan, kegiatan menuak dilakukan dengan bersale yakni dengan mengasapi seorang wanita hamil oleh seorang dukun, pada akhir kegiatan upacara. Maksud utama upacara menuak ini untuk memanjatkan doa kepada Tuhan atau hyang agar ibu dan bayi yang dikandungnya terhindar dari gangguan setan hitam. Dengan bersale seorang dukun dapat menjadi tidak sadar, sehingga dalam keadaan demikian ia telah bertemu dengan sang hiyang dan dengan leluasa dapat menyampaikan pesan dan perintah sang hiyang tersebut. Di lain pihak upacara menuak mempunyai tujuan sampingan yang tidak kurang pentingnya: Merupakan kesempatan untuk saling bertemu sesama kerabat, sesama anggota

keluarga yang karena beberapa hal telah hidup terpancar dalam waktu yang cukup lama dan saling kenalan. Merupakan kesempatan untuk melepas rasa rindu. Merupakan arena bagi para pemuda untuk tampil dan bersikap sesuai dengan moral yang secara turun temurun telah mereka warisi. Terbukanya kesempatan bagi muda-mudi untuk saling berkenalan sebagai tangga untuk menjalin hidup berdua. Kesempatan bertukar informasi tentang masalah ladang perburuan, serta tambahan anggota keluarga. Untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang tertentu yang dianggap sebagai pemimpin dalam mengatur siasat dan strategi pembagian daerah dan pengaturan perburuan. Jadi terasa sekali manfaat upacara menuak bagi masyarakat Suku Kubu desa Jantang Manggeris.

b. Waktu Penyelenggaraan Kegiatan menuak dilakukan dengan cara bersale terhadap seorang wanita yang umur kandungan lima atau tujuh bulan. Masa kandungan yang demikian dianggap titik rawan karena selalu menjadi sasaran gangguan setan hitam. Upacara menuak berlangsung semalam suntuk dimulai waktu senja dan berakhir ketika subuh sudah datang. Sepanjang malam itu semua pihak yang terlibat menari dan menyanyi sambil mengelilingi balai mini yang tergantung di langitlangit dan dapat berputar apabila disentuh. Ketika diputar balai mini tersebut berbunyi bergemerincingan giring-giringnya. c. Tempat Penyelenggaraan Bersale diadakan disebuah balai induk yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu secara gotong royong sehari atau dua hari menjelang berlangsung. Balai induk sebuah bangunan besar bertiang yang sengaja di buat dan didirikan khusus untuk upacara menuak. Balai ini harus terbuat dari bahan yang baru sama sekali untuk menjamin kesuciannya. Balai induk yang akan didirikan sebaik-baiknya ditengah hutan yang tidak berada dekat rumah kediaman. Dengan membuka hutan

ini maka diperoleh tempat yang baru sehingga terjamin kesuciannya. Akan tetapi kalau tidak memungkinkan balai induk tadi boleh didirikan dekat rumah kediaman asal dapat diyakini bersih dan suci. Mendirikan balai upacara memerlukan tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang cukup besar. Faktor ini membawa pengaruh tersendiri terhadap sikap serta pandangan orang Kubu mengenai jumlah anak atau anggota keluarga. Sepasang suami istri orang Kubu sudah terbiasa mempunyai anak dua atau tiga saja. Bagi orang kubu dirasakan sangat susah merawat bayi di tengah-tengah kesibukan kerja yang menuntut dan melibatkan setiap orang kendatipun masih kecil. d. Pihak-pihak yang terlibat dalam Upacara Pihak yang terlibat dalam upacara menuak meliputi: Wanita hamil. Keluarga dari pihak suami dan isteri. Dukun. Inang. Penyanyi. Dan, tamu umum. Selama kegiatan upacara berlangsung semua pihak berusaha menyatupadukan kekuatan sehingga mencapai titik maksimum dalam menghadapi setan hitam yang datang mengganggu. Wanita hamil terlibat karena memang ia yang menjadi tumpuan kegiatan upacara. Ia yang akan dimintakan kepad Sang Hiyang supaya terhindar dari pengaruh gangguan setan hitam. Keluarga dari pihak suami dan isteri berperanan besar, karena merekalah yang paling banyak mengerahkan tenaga supaya upacara dapat berlangsung. Mereka yang menanggung semua biaya, mencari bahan dan perlengkapan. Mereka pula yang bekerja keras mendirikan balai induk dan menjaganya supaya terhindar dari kemungkinan tidak suci. Dukun sebagai seorang penyelenggara teknis upacara, merupakan pihak yang paling bertanggung jawab. Ialah yang bertugas sebagai penghubung untuk menyampaikan berbagai kehendak, keinginan, dan harapan. Dirinya penuh tenaga

magis, sehingga ia dapat mengetahui apa-apa yang terjadi ketika upacara sedang berlangsung. Ia dapat mengetahui siapa diantara mereka atau peserta yang telah melanggar norma upacara. Penginang dan penyanyi merupakan dua kelompok pembantu dukun yang amat besar jasanya dalam pelaksanaan upacara menuak. Penginang adalah orangorang terpercaya dan mempunyai keahlian dalam membuat balai mini dan memasak makanan. Sedangkan Tamu adalah orang sepemukiman yang datang untuk memenuhi undangan. Mereka adalah orang-orang yang mampu ikut merasakan gelora ketakutan pihak keluarga yang mengadakan upacar menuak. Semua yang terlibat dalam upacara sudah berdatangan semenjak matahari menjelang terbenam. Suara gendang dan tawak-tawak memanggil-manggil mereka seolah memperingatkan agar jangan terlambat. Mereka bergerak ke suatu titik yakni tempat upacara yang mereka sadari akan berlangsung semalam suntuk. Di sanalah mereka dapat bermandi keringat, letih dan bersuara serak. e. Persiapan dan Perlengkapan Upacara Upacara menuak diadakan ketika kehamilan sudah berumur tujuh bulan. Pada saat kehamilan berumur tujuh bulan nur Hiyang tertanam dalam diri jabang bayi yang tersembunyi di dalam rahim ibunya. Saa ini pulalah setan hitam memusatkan gangguan terhadap si jabang bayi. Menjelang umur kandungan tujuh bulan, si suami telah mulai bersiap-bersiap untuk mengadakan upacara menuak. Rencana yang sudah tersusun dalam pikirannya itu segera diberitahukannya kepada orang tuanya sendiri dan orang tua sendiri dan orang tua pihak isterinya. Dengan demikian diharapkan biaya dapat dipikul bersama serta penndirian balai induk dapat dikerjakan bersama. Praktis rencana tadi mendapat dukungan dan diselesaikan secara bergotong royong.

Kalau tempat untuk mendirikan balai induk sudah ditetapkan dan disepakati, maka semak-semak segera di bersihkan serta kayu-kayu ditebangi dan disingkirkan. Setelah bersih benar, giliran berikutnya mengumpulkan kayu untuk tiang, lantai dan bubungan, rotan untuk mengikat lantai dan daun enau atau ilalang untuk dijadikan atap. Bahan yang dikumpulkan cukup untuk balai induk yang dapat menampung antara lima puluh sampai seratus orang.

Di lain pihak, para inang sehari menjelang upacara menuak telah sibuk menanak beras kunyit dan lain-lain, ketika mempersiapkan semua perlengkapan ini, anak-anak dilarang mendekat. Kelapa yang sudah dikukur harus dijaga supaya tidak diganggu anak-anak kecil. Kalau terjadi hal yang demikian dikhawatirkan akan merusak kesucian upacara, akibatnya hilang pula segala nilai kekeramatannya. Selain daripada mempersiapkan semua perlengkapan tersebut, para inang membuat tiga buah balai mini, masing-masing bernama: Balai penghadapan. Balai pengasuhan. Balai pelulusan.

Ketiga balai mini ini terbuat daripada pelepah salak yang mudah ditusuk-tusuk untuk dihubung-hubungkan. Balai mini yang sudah selesai di kerjakan di hiasi dengan bunga yang terkarang dengan lidi-lidi enau. Lidi-lidi yang di lengketi bunga ini ditusukan pada bagian tertentu daripada balai mini. Ketiga balai mini ini juga diberikan bergiring-giring sehingga kalau diputar akan bergemerincingan bunyinya. Sebuah peralatan lain yang juga di persiapkan ialah karung akar namanya. Ketiga buah balai mini serta sebuah karung akar diikat dengan dan digantungkan diatas kayu yang melintang yang diletakkan di langit-langit. Balai ini juga dapat naik turun apabila dikehendaki serta dapat di putar-putar. Ketika upacara berlansung semua pihak menari-nari mengelilingi balai mini ini sanbil memutar-mutarnya. Kurung akar ditempatkan di dekat balai pelulusan. Dibawah balai pelulusan inilah wanita hamil duduk berlunjur dengan sabar sampai upacara selesai. Besar kurung akar disesuaikan dengan besar bada wanita hamil yang akan dituakkan itu sendiri. Untuk keperluan pengobatan dikenal pula beberapa balai mini lainnya yakni: Balai tanjung bunga. Balai kurung rahasia.

Balai bertangga balai. Balai bertimbang.

Jadi ada tujuh macam balai mini melambangkan banyajk hari dalam seminggu. Hiasan yang ditaruh pada ketujuh balai mini umumnya sama yakni:

Lilin getah rimba. Tiruan burung serindit yang terbuat dari daun-daunan. Jenang serta kue tujuh macam. Daun selasihi. Bunga-bungaan berkarang lidi enau.

f. Jalannya Upacara Menurut Tahap-tahapnya Upacara berlangsung semalam suntuk di tengah-tengah irama gendang dan tawak-tawak serta nyanyian yang monoton. Tamu yang berdatangan duduk berderet menurut sisi dinding dua atau tiga banjar berhadap-hadapan dan belakang membelakangi. Tubuh mereka terlenggang ke kiri dan kekanan seraya mulut mengiramai syair yang dikumandangkan oleh para penyanyi. Semuanya berlaku damai dan tertib dengan tekad tidak seorang pun yang ingin merusak suasana. Tidak seorang pun ingin berbuat gaduh atau melakukan sesuatu yang tidak senonoh, seseorang yang berbuat salah dan telah diberitahukan dukun sale diharuskan membayar ganti kerugian semua biaya upacara sebanyak dua kali lipat dan upacara di ulang kembali. Hukuman ini dirasa sangat berat dan sangat aib dimata masyarakat orang kubu. Tidak mengherankan apabila semua yang hadir berusaha benar supaya tidak terjebak oleh kesalahan yang mereka lakukan baik sadar maupun tidak. Harus diingat bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak diadakan pemisahan dalam upacara ini. Waktu tentu saja berjalan terus. Makin larut malam makin asyik

suara nyanyian dan makin panas suara gendang dan tawak-tawak. Tergelincir tengah malam maka dukun sale nampak berdiri yang segera disusul oleh orang banyak. Lambat bapak dukun berjalan melenggang- lenggok menuju balai penghadapan, sementara itu sesaat bunyi gendang dan tawak-tawak serta nyanyian dihentikan untuk ketenangan kepadanya membaca doa. Setelah semuanya selesai mengitari balai penghadapan maka bapak dukun menuju balai pengasuhan. Tubuhnya nampak terliuk-liuk dijilati lidah asap kemenyan dan dibuai suara nyanyian dan terpisan bunyi gendang dan tawak-tawak. Suara gendang dan tawak-tawak serta nyanyian bersama ternyata berhenti-henti lagi, makin hangat dan tinggi berirama tetap, diulang itu ke itu saja. Sambil menari dan bernyanyi semua mata melirik bapak dukun yang telah dekat di balai pengasuhan. Sesampai di balai pengasuhan bapak dukun membaca doa kembali. Ini berarti saat masuk hiyang sudah dimulai. Doa dan suara nyanyian bagai dua sayap yang mengepak-ngepak dinafasi oleh suara gendang dan tawaktawak. Ketika subuh sudah dekat dukun sale meninggalkan balai pengasuhan yang berputar bergemerincingan oleh setiap gerakkan tangan orang banyak yang tak henti-hentinya datang dan mengelilinginya. Karena kemenangan sudah dicapai, maka saatnya pula bagi dukun sale menuju balai pelulusan. Seorang wanita hamil nampak duduk melunjur di bawahnya sambil kepalanya menekur tak bergerak. Beberapa jengkal di depannya tergantung pula sebuah kurung akar dan apabila ia berdiri akan tepat berada di bawah kurung akar tersebut. Hari semakin mendekati subuh. Bapak dukun nampak seperti kesurupan di bawah pengaruh asap kemenyan yang berhembus arah kemukanya ketika ia sedang duduk dalam keadaan letih. Dengan suara parau ia menyatakan sesuatu yang pada prinsipnya berisi pemberitahuan bahwa kehamilan dalam keadaan baik dan tinggal menunggu kelahiran saja. Upacara berakhir pada pagi hari sebelum matahari muncul diufuk timur. Nasi kunyit serta ayam panggang di dalam balai mini dikeluarkan dan yang lainnya di bagi-bagikan termasuk juga kue-kue. Sebentar saja upacara makan minum selesai dan mereka kembali ke tempat kediaman masing-masing.

KESIMPULAN Berdasarkan pendahuluan, latar belakang permasalahan dan isi pembahasan dapat disimpulkan bahwa apa yang dapat terlihat dan terasa dalam setiap upacara, daur hidup daerah jambi ialah bahwa kegiatannya didorong oleh kepentingan adat dan agama. Segi adat dan agama jelastidak berdiri secara sendiri-sendiri, maksudnya di dalam upacara itu bukan di dorong oleh adat saja atau oleh agama saja, melainkan keduannya saling pengaruh mempengaruhi. Setiap ada upacara didalamnya ada unsur adat dan unsur agama. Unsur Animisme, Dinamisme, Hindu, Budha dan Islam ada didalam berbagai upacara daur hidup daerah Jambi. Unsur Islam sendiri tersa sangat dominan, hal ini dapat terjadi karena penduduk asal umumnya menganut agama islam, di samping itu daerah di sekelilingnya juga penduduknya penganut agama Islam. Pengaruh Kristen tidak dijumpai karena agama ini tergolong baru di daerah Jambi, sedangkan berbagai upacara telah lama tumbuh. Terasa betapa unsur agama amat dominan dan memegang peranan penting dalam upacara daur hidup. Boleh dikatakan setiap upacara selalu menyertakan agam di dalamnya. Tanpa ada unsur atau kegiatan agama, upacara tersebut tidak akan dapat terlaksana. Dari itu kehadiran tokoh agama amat diperlukan. Sebagai tokoh agama mereka bertugas untuk memimpin memebaca doa dan kegiatan agama lainnya. Siklus kehidupan pada masa kehamilan dalam suku Kubu ditemukan upacara yang bernama menuak, menjamu dukun. Pada suku ini nampak ada ciri tersendiri yakni upacara ini dilatarbelakangi oleh kepercayaan akan dewadewa yang telah dicampur secara tidak berbentuk dengan Islam. Untuk suku Kubu di titik beratkan terhadap hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa, segi penting yang perlu pula diperkatakan ialah upacara penjamu dukun jauh lebih sederhana bila misalnya kita bandingkan dengan upacara menuak, yang memungkinkan kita berpraduaga bahwa upacara menjamu dukun itu lebih muda usianya.

Anda mungkin juga menyukai