ALDI SAPUTRA
NIM : 23201022010
Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Murtadha Muthahhari?
2. Bagaimana pemikiran sejarah Murtadha Muthahhari?
3. Apa kritik Murtadha Muthahhari terhadap materialisme sejarah?
4.
Pembahasan
2
Rafsanjani, salah seorang murid terbaik Imam Khomeini yang kemudian menjadi
presiden Iran, mengungkapkan bahwa Imam Khomaeni dipaksa Uzlah oleh orang-
orang yang menentangnya karena mengajar filsafat. Oleh karenanya, Imam Khomeini
terpaksa mengajar di rumahnya sendiri selama tiga tahun. Diantara tiga murid yang
sangat setia untuk belajar di rumah Khomeini adalah Muthahhari, Ayatullah Husein
Ali Montazeri dan Ayatullah Javadi Amuli. Mereka mendapat materi bidang teosofi
transcendental, di samping filsafat dan tasawuf dari Imam Khomeini. Akan tetapi ada
keterangan lain lagi, yang menyebutkan bahwa di samping materi-materi pelajaran
diatas, ketiga murid tersebut memperoleh ilmu fiqh, termasuk fiqh syiyasah dan ushul
fiqh.3
3
Muthahhari yang sangat baik tentang filsafat Shadra tersebut turut menjadikannya
seorang ahli teosofi Mulla Shadra. Pada tahun 1950, Muthahhari pun mempelajari
kitab filsafat Marxisme karya George Pulizer yang berjudul Introduction to
Philosophy, tetapi hanya melalui terjemahannya dalam bahasa Persia. Di samping itu,
bersama dengan Montezari dan Behesyty, Muthahhari juga mempelajari berbagai
kitab filosofis karya dari Ibn Sina kepada ‘Allamah Thabathaba’i.4
4
Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius; Memahami Hakikat Tuhan, Alam, dan Manusia,
(Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 91-92.
5
Hamid Algar, “Hidup dan Karya Murtadha Muthahhari” dalam Murtadha Muthahhari,
Filsafat Hikmah, Terj. Tim Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 28.
6
Ibid., hlm. 31.
4
Muthahhari ditahan bersama Ayatullah Khomeini pada tahun 1963 Muthahhari
mengambil alih imāmah dan menggerakkan para ulama mujāhidīn, sekaligus menjadi
imam masjid al-Jawād, menggantikan peran Imam Khumaeni yang dibuang di Turki.
Fungsi masjid diubah dan memperluas menjadi pusat pergerakan politik Islam.
Akibat dari aktivitas pergerakan politik Islam yang dilakukan Muthahhari, pada
tahun 1972, masjid al-Jawād dan Husainiya-yi Irsyad dilarang untuk mengadakan
kegiatan oleh rezim Syah, dan Muthahhari pun ditangkap dan dimasukkan ke penjara,
tetapi pada akhirnya dibebaskan. Pengalaman-pengalaman pahit itu tidaklah
mengubah sikap dan langkah-langkahnya, bahkan membuat terus bersemangat untuk
melanjutkan aktivitas politiknya.
Tepat pada tanggal 12 Januari 1979, Muthahhari ditunjuk sebagai Ketua Dewan
Revolusi Islam, sampai mencapai puncak kemenangannya pada tanggal 11 Februari
1979. Sesudah beberapa bulan kemenangan Revolusi Islam, tepatnya pada tanggal 1
Mei 1979, Muthahhari dibunuh dengan cara ditembak oleh sekelompok teroris
Furqān-sebuah kelompok kecil radikal, yang jumlah anggotanya tak lebih dari lima
puluh orang, yang menolak otoritas religius ulama-saat baru saja meninggalkan rapat.
Salah satu alasan yang membuatnya terus bersemangat adalah obsesinya untuk
mewujudkan kebebasan bagi negerinya sendiri (Iran) dari belenggu penjajahan
peradaban asing. Bagi Muthahhari, penjajahan peradaban, tidak diragukan lagi adalah
penjajahan paling berbahaya dibanding penjajahan dalam bentuk lainnya.7
7
Syafi`i, Memahami Teologi Syi`ah Murtadha Muthahhari (Semarang : RaSail, 2004), hlm.
61.
5
lebih luas hanya dua, yaitu sejarah ilmiah dan filsafat sejarah. 8 Walaupun demikian,
ketiga pengertiannya tetap akan diungkapkan di sini secara singkat
8
Misri A. Muchsin, Filsafat, hlm. 106
9
Murtadha Mutahari, Masyarakat dan Sejarah: Kritik Islam Atas Marxisme dan Teori
Lainnya terj. M. Hashem (Bandung: Penerbit Mizan, 1986), hlm. 65.
6
Sejarah Ilmiah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak
menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan dan analisis
atas peristiwa-peristiwa masa lampau.10 Dalam hal ini, bahan-bahan yang menjadi
urusan sejarah tradisional, yakni peristiwa-peristiwa dan kejadian- kejadian masa
lampau, adalah bahan dasar untuk kajian ini. Kajian atau telaah terhadap sejarah
dalam pengertian ini, yang berupa peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian, adalah
sama halnya dengan bahan-bahan yang dikumpulkan oleh seorang ilmuwan, yang
selanjutnya dianalisis dan diselidiki di laboratorium guna menemukan hukum-hukum
umum tertentu. Sejarawan, dalam upaya menganalisis ini, berusaha mengungkapkan
sifat sejati peristiwa-peristiwa sejarah tersebut serta hubungan sebab-akibatnya, dan
akhirnya dapat menemukan hukum- hukum yang bersifat umum dan berlaku pada
semua peristiwa yang serupa.
Perbedaan tugas seorang peneliti dalam bidang sejarah ilmiah dan tugas seorang
peneliti dalam ilmu pengetahuan alam sangat jelas. Bahan penelitian seorang
ilmuwan dalam bidang kealaman adalah berupa rantai kejadian nyata dan dapat
dibuktikan. Oleh karena itu, seluruh penyelidikan, analisis, dan hasilnya, dapat
dilihat. Sementara itu, bahan kajian penelitian seorang sejarawan ada di masa
lampau dan tidak ada di masa sekarang. Bahan yang dikaji seorang sejawaran
adalah setumpuk catatan tentang rangkaian peristiwa masa lampau. Seorang
sejarawan adalah seperti seorang hakim di pengadilan, yang memutuskan suatu
perkara atas dasar bukti-bukti dan petunjuk-petunjuk yang ada padanya. Dengan
demikian, analisis seorang sejarawan bersifat logis dan rasional.
10
Ibid, hlm. 66.
7
perubahan-perubahan ini.11 Dengan kata lain, filsafat sejarah adalah ilmu tentang
proses menjadinya (becoming) masyarakat, bukan hanya tentang maujudnya
(beeing) saja. Filsafat sejarah, sebagaimana sejarah ilmiah, membahas yang umum,
bukan yang khusus. Filsafat sejarah bersifat rasional ('aqli), bukan tradisional
(naqli). Filsafat sejarah merupakan pengetahuan tentang menjadinya masyarakat,
bukan tentang maujudnya. Namun perlu dicatat, bahwa penggunaan atau pemakaian
istilah filsafat 'sejarah', hendaknya tidak semata diartikan bahwa filsafat sejarah
hanya berhubungan dengan masa lampau. Sebaliknya, filsafat sejarah merupakan
telaah tentang arus menerus yang berasal dari masa lampau dan terus mengalir
menuju masa mendatang. Waktu, dalam menelaah tipe masalah ini, tidak boleh
dianggap hanya sebagai suatu bejana (yang diisi oleh kenyataan sejarah), tetapi
harus pula dipandang sebagai salah satu dimensi kenyataan ini.
1. Ketakberdasaran
Keberatan pertama ialah bahwa pendangan ini tidak lebih dari suatu teori
tanpa bukti. Teori tentang sejarah harus berdasarkan pengamatan atas peristiwa-
peristiwa serta fakta-fakta sejarah dan harus pula dapat diterangkan pada massa masa
yang lain. Teori ini harus dirumuskan atas dasar bukti sejarah yang harus dapat
11
Ibid, hlm. 71.
8
diterapkan pada peristiwa-peristiwa kini dan mendatang atau teori itu harus
dideduksikan dari premis-premis yang berdasarkan serangkaian prinsip ilmiah, falsafi
dan logis. Mutahhari menganggap teori materialisme sejarah tidak memenuhi
persyaratan-persyaratan tersebut.12
12
Ibid, hlm. 128.
13
Ibid, hlm. 140.
9
Kesimpulan
10
Daftar Pustaka
Hamid Algar. 2002. Hidup dan Karya Murtadha Muthahhari dalam Murtadha
Muthahhari, Filsafat Hikmah, Terj. Tim Penerjemah Mizan. Bandung:
Mizan.
11