28
29
bersifat rasional sangat jelas dalam kitab ini. Hal tersebut sangat jelas terlihat
dalam pembahasan tentang pembaharuan, kemerdekaan, rakyat dan
pemerintah, yang menekankan pada kebebasan berpikir, berpendapat, dan
bernegara. Pemikiran Muhammad Abduh yang juga sangat jelas
mempengaruhi pemikiran Syeikh Musthofa Al-gholayini dalam hal ini
dijelaskan pentingnya seseorang memiliki sifat tawakkal. Dalam konteks ini,
Muhammad Abduh menyatakan bahwa terdapat dua ketentuan yang sangat
mendasari perbuatan manusia, yaitu: pertama, manusia melakukan perbuatan
dengan gaya kemampuannya. Kedua, kekuasaan Allah adalah tempat kembali
semua yang terjadi. 3
Disamping itu, Muhammad Abduh juga mempengaruhi pemikiran
Syeikh Musthofa Al-gholayini dalam hal gagasan dan gerakan
pembaharuannya yang menampakkan modernis puritanis. Muhammad Abduh
adalah sorang reformis yang toleran, liberal dan kaya akan gagasan modern.
Tapi disatu sisi, Muhammad abduh dilihat sebagai seorang alim, mujtahid, dan
penganjur doktrin orisinalitas Islam. 4
Kemudian setelah menamatkan pendidikan di Universitas al-Azhar
Kairo, beliau kembali lagi ke Beirut dan aktivitasnya tiada lain adalah
mengamalkan seluruh ilmu yang telah didapatkan di Kairo tersebut. Beliau
aktif mengajar di beberapa Universitas, diantaranya adalah Universitas Umari,
Maktab Sulthani, Sekolah Tinggi Usmani, dan Sekolah Tinggi Syari‟ah
lainnya. 5
Selain aktif sebagai pengajar beliau juga sangat berminat menggeluti
dunia penerbitan. Beliau menerbitkan majalah Nibrasy di Beirut dan
berpartisipasi aktif dalam dunia perpartaian, yakni dengan bergabungnya
beliau kepada kelompok Hizb al Ittihad al-Taraqqi (Pertai Persatuan
Pembangunan). Tapi, tidak berapa kemudian beliau mengundurkan diri dari
keterlibatnya di partai tersebut dan bergabung dengan Hizb al-I‟tilaf (Partai
3
Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam,.:
Nuha Litera, Yogyakarta, 2000, hlm. 152.
4
Ibid, hlm. 152.
5
Moh Abdai Rathomy, Terjemah Idhotun Nasyiin: Bimbingan Menuju Akhlak Luhur, PT
Karya Thoha Putra, Semarang, 2000, hlm. 4.
30
6
Moh Abdai Rathomy, Terjemah Idhotun Nasyiin: Bimbingan Menuju Akhlak Luhur, PT
Karya Thoha Putra, Semarang, 2000, hlm. 4.
31
7
Moh Abdai Rathomy, Terjemah Idhotun Nasyiin: Bimbingan Menuju Akhlak Luhur, PT
Karya Thoha Putra, Semarang, 2000, hlm. 4.
32
8
Ibid, hlm 5.
33
9
Abdul Mu‟ti dan Fajar Riza Ul Haq, Kristen Muhammadiyah, Konvergensi Muslim dan
Kristen dalam Muhammadiyah, Jakarta, Al-wasat Publishing House.2009. hal 88.
10
Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan
Islam). Nuha Litera, Yogyakarta,2000, hlm. 21.
34
karya tersebut boleh dibilang bukan sebuah karya utuh dan sistematis
sebagai sebuah tulisan ilmiyah berbentuk buku sebagaimana karangan-
karangan yang lain. Tulisan tersebut merupakan essai bebas yang dia tulis
dari balik jeruji besi. Karena disilah beliau mengalami proses pencerahan
diri yang sangat luar biasa berartinya, yakni pencerahan secara intelektual
dan spiritual. Baginya penjara bukan merupakan tempat yang menakutkan
yang bisa memasung kreatifitas berpikir dan menulis gagasan-gagasan
aktual mengenai kondisi riil moralitas remaja Lebanon pada saat itu.
Karena ketika kebebasan berbicara sudah dibungkam, maka tidak ada
pilihan lain kecuali tulisan-tulisan kritislah yang harus di kemukakan ke
arah publik. Hal inilah yang dilakukan al-Ghalayini menghadapi rezim
yang otoriter.
Lebih jauh Al-Gholayini dalam sejarah kehidupannya kaya akan
pengalaman bergumul dengan gejolak sosial dan politik yang sudah
mengarah pada kondisi anomie, kondisi masyarakat dimana agama,
pemerintah dan moralitas telah memudar keefektifannya, akibat keakutan
dan krisis Psiko-sosial yang terjadi. Al-Ghalayini dengan kuat melakukan
refleksi kritis dengan menggagas lahirnya tata kehidupan yang normatif-
etis. Dalam kondisi yang serba sulit itulah, tidak dapat dipungkiri akan
kemungkinan terjadinya clash (benturan). Pemikiran dan kepentingan
berbagai pihak baik dikalangan atas maupun kalangan masyarakat bawah.
Ini berarti kondisi sosial-budaya yang dihadapi al-Ghalayini tampak mirip
dengan kondisi sekarang ini. Dengan demikian, kajian terhadap
pemikiranya, terutama terkait dengan lingkup akhlak (moral) yang belum
banyak disentuh, di satu sisi dinilai relevan-fungsional bagi upaya
menyumbangkan penemuan solusi problem-problem kontemporer di atas,
dan di sisi yang lain bagi upaya memperkaya khasanah pemikiran teoritik
khusus akhlak (moral) dan pendidikan.
Al-Gholayini sangat apresiatif terhadap otonomi akal atau
kebebasan dalam melontarkan sebuah gagasan. Menurutnya, fungsi akal
dapat dipandang sebagai sumbu keutamaan dan sumber moral
35
11
Moh Abdai Rathomy, Terjemah Idhotun Nasyiin: Bimbingan Menuju Akhlak Luhur, PT
Karya Thoha Putra, Semarang, 2000, hlm. 4.
36
bentuk jati diri yang sejati, tetapi hal tersebut harus ditunjang
dengan sikap dan perilaku yang baik tentunya. Karena dengan
menemukan bentuk jati dirinya ia akan berkembang menjadi
kenal sesama maupun Tuhannya.
2. Hal-hal yang berbicara tentang perenungan seseorang untuk
melalui berbuat baik terhadap sesamanya sebagai bentuk
manifestasi dari ajaran Islam. Kerena dengan menjadikan
Islam sebagai ajaran agama maka keselamatan akan mudah
diraih, baik di dunia maupun di akhirat.
3. Mengenai sosial-politik. Wacana tentang sosial-politik utama
di Libanon pada waktu itu nampaknya berjalan kurang
harmonis. Hal ini terlihat oleh berbagai macam kepentingan
antar kelompok sehingga memunculkan sebuah pemikiran
adanya suatu masalah dalam pemerintah yang kontra konsep
dan realitas.
Selanjutnya berkenaan dengan sinopsis kitab tersebut, bahwa kitab
ini secara keseluruhan berisi tentang ajaran moral dan menjalani proses
kehidupan dengan nuansa pribadi yang penuh optimisme. Sehingga
kemudian akan tercipta sebuah komunitas masyarakat yang benar-benar
menjujung tinggi moral dan mencegah akan terjadinya dekadensi moral
yang sudah demikian parah.
Adapun tema-tema yang tertuang dalam kitab tersebut terdiri dari
empat puluh empat tema, diantaranya sebagai berikut:
1. Berani maju kedepan
2. Sabar
3. Kemunafikan
4. Keikhlasan
5. Berputus asa
6. Harapan
7. Sifat licik atau penakut
8. Bertindak tanpa perhitungan
37
9. Keberanian
10. Kemashlahatan umum
11. Kemuliaan
12. Lengah dan waspada
13. Revulusi budaya
14. Rakyat dan pemerintah
15. Tertipu oleh perasaan sendiri
16. Pembaharuan
17. Kemewahan
18. Agama
19. Peradaban
20. Nasionalisme
21. Kemerdekaan
22. Macam-macamnya kemerdekaan dan kebebasan
23. Kemauan
24. Kepemimpinan
25. Orang-orang yang ambisi menjadi pemimpin
26. Dusta dan sabar
27. Kesederhanaan
28. Kedermawanan
29. Kebahagiaan
30. Melaksanakan kewajiban
31. Dapat dipercaya
32. Hasud dan dengki
33. Tolong menolong
34. Sanjungan dan kritikan
35. Kefanatikan
36. Para pewaris bumi
37. Peristiwa pertama
38. Nantikankah saat kebinasaanya
39. Memperbagus pekerjaan dengan baik
38
40. Perempuan
41. Berusahalah dan tawakallah
42. Percaya pada diri sendiri
43. Tarbiyah atau pendidikan
44. Nasehat terakhir
Dari keseluruhan tema tersebut, yang akan menjadi referensi bagi
peneliti adalah bab tentang perempuan.
12
Syeikh Musthofa Al-gholayini, „Idhotun Nasyi‟in, Maktabah Asriyah Littobaati Wanisri,
Bairut, hlm 178.
13
Moh Abdai Rathomy, Terjemah Idhotun Nasyiin: Bimbingan Menuju Akhlak Luhur, PT
Karya Thoha Putra, Semarang, 2000, hlm. 285.
39
َو،از ُه ْخحَلِفَة
ِ ط َىْ َ عَلى أ- َولَ ْن جَ َصل- ُث َحالَةُ ال َوسأَ ِة اإلجْ حِ َوا َعيَّةْ ًََكا
14 ْ ِ ِالٌِّ ْ لَةَ لى جٌََ ُّى،ىل ُهحَلَااٌََ ٍة
ِ إش ِهٌَ ِة و اللِ ْي َا
ت ٍ ُ َ
Artinya; “Keadaan perempuan dalam lingkungan masyarakat dan
sampai saat ini pun masih berbeda-beda sekali tingkat serta penilaian
umum terhadap mereka itu, juga berlainan corak anggapannya.” 15
14
Syeikh Musthofa Al-gholayini, „Idhotun Nasyi‟in, Maktabah Asriyah Littobaati Wanisri,
Bairut, hlm 178
15
Ibid,hlm. 287.
16
Moh. Roqib, Pendidikan Perempuan, Gama Media, Yogyakarta, 2003, Hlm. 49.
40
Artinya: “Dan hak para istri atas kalian (suami) agar kalian
memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang ma‟ruf.” 18
17
Wali Darmanto, Pendidikan Wanita dalam Islam, di akses pada:
http://walidrahmanto.blogspot.com/2011/06/pendidikan-wanita-dalam-islam.html, di akses pada
25 Juni 2016.
18
Muhammad Ibn „Ismā‟īl Abu Abdillāh al-Bukhāri, al-Jāmi‟ al-Ṣahih al-Mukhtasar, 6 hlm
2572.
19
Muhammad Ibn „Ismā‟īl Abu Abdillāh al-Bukhāri, al-Jāmi‟ al-Ṣahih al-Mukhtasar, 6:
2698.
41
20
Moh. Roqib, Pendidikan Perempuan, Gama Media, Yogyakarta, 2003, Hlm. 49.
21
Elfi Muawanah, Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia, Teras, Yogyakarta, 2009,
hlm. 54
42
22
Muhammad Ibn „Ismā‟īl Abu Abdillāh al-Bukhāri, al-Jāmi‟ al-Ṣahih al-Mukhtasar, 6:
2678.
23
Syeikh Musthofa Al-gholayini, „Idhotun Nasyi‟in, Maktabah Asriyah Littobaati Wanisri,
Bairut, hlm 179.
24
Moh Abdai Rathomy. Op. Cit, hlm. 286.
43
Dalam sebuah bagunan, secara umum terdiri dari dinding dan atap.
Dinding bertujuan untuk melindungi seisi rumah dari terpaan angin dan
benturan, sedangkan atap melindungi dari hujan, dan panas. Kerjasama
antara dinding dan atap inilah akan memperkokoh sebuah rumah, begitu
pula dalam rumah tangga. Pada hakekatnya seorang laki-laki tak akan bisa
menyelesaikan masalah tanpa campur tangan perempuan. Namun campur
tangan tersebut harus melihat dari tugas masing-masing.
Syeikh Musthofa Al-gholayini mengibaratkan kerjasama tersebut
seperti menanam padi. Tugas dari laki-laki adalah membajak, dan
menanam padi, sedangkan tugas perempuan adalah meneliti baik buruknya
benih yang akan ditanam, memberikan siraman pada tanaman dan
menghilangkan apa saja yang dapat merusak padi tersebut. 25
Kerjasama dalam menanam padi, bila diibaratkan rumah tangga,
maka terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Tugas laki-laki adalah
berusaha untuk dapat menafkahi seluruh anggota keluarganya. Sedangkan
tugas perempuan adalah mengatur dan mengusahakan agar rumah
tangganya selalu tampak tertib, rapi, menggembirakan siapa saja yang
memasukinya khususnya suaminya sendiri. Selain itu, istri mempunyai
kewajiban untuk mendidik anak-anaknya dengan mengenalkan ilmu
agama, mengajari akhlak mulia, dan menghindarkan sifat tercela.
Manakala seluruh rumah tangga baik dalam mendidik anaknya,
maka akan tercipta generasi-generasi terbaik yang sesuai dengan syariat
Islam. Generasi yang baik tersebut akan menciptakan masyarakat yang
luhur. Karena pendidikan keluarga merupakan awal dari pergaulan
bermasyarakat.
Untuk membentuk rumah tangga yang baik tersebut, kerjasama
antara laki-laki dengan perempuan harus tetap terjaga. Syeikh Musthofa
Al-gholayini berpendapat;
25
Ibid, hlm. 286.
44
28
َ َوهُن-اب أَ َّى َس َعااَة الٌَ ْ ِء
. أ ْكثَ ُس َها َج ُ ىىُ ِال َوسأ ِة- ع َوا ُا اَّل َه ِة َ َوَّل َز
Artinya; “Kita semua pasti tidak akan ragu-ragu lagi bahwa letak
kebahagiaan tunas bangsa yang baru akan tumbuh menjadi kaum remaja ,
pemuda, dan pemudi yang nantinya akan menjadi tiang utama negara
adalah sebagian besar ada ditangan ibu”. 29
30
Acee Suryadi, Ecep Idris, Kesetaraan Gender dalam bidang Pendidikan, PT Genesindo,
Jakarta, 2004, hlm, 79.
31
M. Qurays Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2002, hlm, 123.
46
pertanyaan itu dua kali , maka Rasulullah Saw. bersabda: dan dua, dan
dua, dan dua.32
Pada hadits di atas menjelaskan bahwa perempuan juga memiliki
hak dalam pendidikan. Ada seorang perempuan yang mendatangi
Rasulullah Saw. minta untuk diajari ilmu seperti Rasulullah Saw. dalam
memberikan pengajaran kepada seorang laki-laki.
Di dalam buku yang berjudul “Membaca Perkembangan Wacana
Hak Asasi Manusia” dijelakan berbagai macam hak yang harus didapat
bagi semua manusia, salah satunya yaitu setiap orang berhak untuk
memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran. 33 Maksudnya adalah
semua manusia berhak mendapatkan pendidikan baik itu laki-laki maupun
perempuan.
3. Perempuan dalam berbagai zaman
Syeikh Musthofa Al-gholayini berkata;
ْ قَذ إُٔ ََيَذ،ِْٞ ِْاىس ٍ َٗقَ ْج َو ثِضع ٍئب.ًِ ْ٘ َٞش ِّسب ِا اىشَّشر اىَٕٞب
ِ ٍِِ د َ ٗ ثَعذُ؛ فَاَُّ َج
ََِٞ صَ ا ِع،فَ شبؤُٗاُٞ ِذ ُسّٖٗب مٝ ،ٌِٖ ْٝ ذْٝ أٚاىشجبه أََُّ اى ََشئحَ ٰاىخٌ ف
ِّ ََِّس٘ائَـ فَفَذ ظ َّ مبى
َّ ِخٞق اىشّش ِع ُ
ٍ اىذق
ُ ٍِ َض َُ٘ا ٍبىِٖب َ
َ ِ ًشا أٗ ٍََي٘مخـ ٗإزٞاَّّٖب ىٌ رُخيق ئال ىزنُ٘ أسَ ْ
34
.خٌٞ ٗاىزَّشثْٞ ٗ َدشٍٕ٘ب اىذَّ ََ عي،َّخٞ ِعٞٗاىطَّج
32
Muhammad Ibn Yazīd Abu „Abdullah, Sunan Ibn Mājah, Bairūt: Dār al-Fikr, t.th., 2: 81.
33
Muhammad Ibn „Ismā‟īl Abu Abdillāh al-Bukhāri, al-Jāmi‟ al-Ṣahih al-Mukhtasar, 6:
2666.
34
Syeikh Musthofa Al-gholayini, „Idhotun Nasyi‟in, Maktabah Asriyah Littobaati Wanisri,
Bairut, hlm 179.
47
yaitu bahwa anggapan masyarakat terhadap mereka itu hampir sama saja
dengan anggapan masyarakat terhadap binatang ternak yang tidak
berakal. 35
37
Kementerian Negara RI. Al Qur‟an dan Terjemahnya. Karya Toha Putra, Semarang, hlm
320.
38
Syeikh Musthofa Al-gholayini, „Idhotun Nasyi‟in, Maktabah Asriyah Littobaati Wanisri,
Bairut, hlm 179.
39
Ibid, hlm. 289.
49
شاٞص٘اثبىِّْسب ِا َخ
ُ َْ٘ اسز
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para
wanita.” (HR Muslim: 3729) 41
40
Kementerian Negara RI. Al Qur‟an dan Terjmahnya. Karya Toha Putra, Semarang, hlm
353.
41
Al-Albani, Nashirudin, Muhammad. 2003. Ringkasan Shahih Muslim II. Jakarta: Pustaka
Azzam.
50
42
Didin Sunariyanto.Manfaat berbuat baik kepada sesama. Di akses pada:
http://www.artikelsenang.com/2015/07/manfaat-berbuat-baik-kepada-sesama.html?m=1 pada 8
Agustus 2016.
43
Abdul Qodir Syaibah, Huqûq al Mar`ah fi al Islâm hlm 10-11)
51
ٌَْ ُنٞ َٖب َٗ َج َع َو ثَ أٞس ُنٌأ أَ أص ٰ َٗ ّٗجب ىِّز أَس ُنُْ ٓ٘اْ ئِىَ أ
ِ ُق ىَ ُنٌ ٍِّ أِ أَّف َ ََزِ ِٓۦٔ أَ أُ َخيٰٝ َٗ ٍِ أِ َاا
ٰ ٓۚ
ٕٔ ََُُٗزَفَ َّنشٝ ًٖ ٘ذ ىِّقَ أ ٖ َٰٝ َر ِىلَ َ ٓۡلٍَّٜ َ٘د َّّٗح َٗ َس أد ََخً ئَُِّ ِف
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.” (QS. Al Rum : 21)44
44
Op. Cit. Hlm 211
45
Op. Cit, hlm 325.
52
46
Kementerian Negara RI. Al Qur‟an dan Terjemahnya. Karya Toha Putra, Semarang, hlm
143.
47
Achie Sudiarti Luhulima. Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan. Nzaid, Jakarta. hlm. 38.
53
48
Kementerian Negara R, Al Qur‟an dan Terjemahnya, Karya Toha Putra, Semarang, hlm
247.
49
Ibnu Katsir. Tafsîr al Qur`ân al Adzîm. Maktabah, Beirut, hlm. 609.
54
50
Op Cit,hlm 432.
56
51
Op Cit hlm 413.
57
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus
dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah
mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. al-Baqarah: 229)52
52
Op, Cit, hlm 265.
53
Op, Cit hlm. 142.
58
54
Op Cit, hlm 438.
55
Op Cit hlm 432.
59
ًِ ٘ ٍَِِ أٱىقَ أٰٙ َز ٰ ََ٘ َسٝ ٘٨ ٌٞٞ ظَ َّو َٗ أجُٖ ۥُٔ ٍُ أس َ٘ ّٗ ّدا َٕٗ َُ٘ َم ِظٰٚ ََٗئِ َرا ثُش َِّش أَ َد ُذٌُٕ ِث أٲۡلُّث
َ ة أَ َال
سبٓ َا ٍَب ُّ َ ُذٝ ُُ٘ أًَأ
ِ ِۗ ٱىز َُّشاٜس ۥُٔ ِف ِ َُأَٝس ٓ٘ ِا ٍَب ثُش َِّش ِث ۚٓ ِٓۦٔ أ
ٍ ٕ ٰٚ َس ُن ۥُٔ َعي ُ ٍِِ
٥٩ ََُُ٘ َ أذ ُنٝ
56
Op, Cit hlm 412.
57
Op Cit, hlm 386.
60
58
Kementerian Negara RI. Al Qur‟an dan Terjemahnya. Karya Toha Putra, Semarang, hlm
320.
59
Kementerian Negara RI. Al Qur‟an dan Terjemahnya. Karya Toha Putra, Semarang,
hlm374.
62
62
Luhulima Achie Sudiarti, Bahan ajar tentang hak perempuan, Yayasan Obor Indonesia,
anggota IKAPI DKI jaya, Yogyakarta, 2007, hlm, 11.
63
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, Gema
Insani Press, Jakarta, 2005, hlm,189.
64
pengusaha kaya, yang mempunyai usaha dagang dalam luar negeri (Mekah
dan Syam).
Nabi Muhammad Saw. menghargai pandangan dan pendapat
beliau dalam banyak hal, bahkan kadang-kadang minta pertimbangan
kepada istri beliau. Dalam perjuangan Nabi Muhammad Saw. pada masa-
masa pertama dari ke-Rasulan beliau, Siti Khadijah mendorong dan
membantu perjuangan beliau dengan segala apa yang dapat diberikannya,
dengan memberikan dorongan moril, semangat, dan dengan hartanya
sehingga perjuangan berat yang dihadapi Nabi Muhammad Saw. pada
waktu itu dapat teratasi. Segala halangan dan rintangan yang bertubi-tubi
dihadapi oleh Nabi dengan tenang.
Perempuan sesungguhnya membutuhkan pendidikan seperti halnya
dengan laki-laki. Akan terlihat jelas apabila dilihat dari sejarah masa lalu
saat Indonesia masih di jajah, Para penjajah kurang menghargai kaum
perempuan. Mereka berlaku sewenang-wenang sesuka hati terhadap kaum
perempuan di Indonesia. Peristiwa ini menggambarkan bahwa kesetaraan
gender sama sekali belum ditegakkan. Dampak dari peristiwa tersebut,
pandangan-pandangan masyarakat sepeninggalnya yaitu terdapat
masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan belum memiliki
kesempatan untuk berperan sentral diberbagai bidang seperti sekarang ini.
Orang tua yang memiliki pandangan seperti itu, akan menyekolahkan anak
laki-lakinya setinggi-tingginya sedangkan anak perempuan tidak harus
bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Salah satu faktor peristiwa tersebut yaitu orang tua hanya
beranggapan bahwa peran perempuan dalam kehidupan tidak lain adalah
sebagai ibu rumah tangga yang tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Namun saat
ini pemerintahan telah berupaya untuk menegakkan kesetaraan gender. Hal
ini terbukti dengan adanya program pemerataan pendidikan di seluruh
Indonesia, dengan hal ini banyak generasi penerus bangsa yang merupakan
calon pembangunan Negara ini mendapatkan mendapatkan kesempatan
yang sama dalam mengenyam pendidikan.
65