PENDAHULUAN
Muhammad Abduh termasuk salah satu pembaharu agama dan sosial di Mesir pada abad
ke-20 yang pengaruhnya sangat besar di dalam dunia Islam. Beliau termasuk orang yang
sukses dalam membuka pintu ijtihad untuk menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman
modern.
menyerukan umat Islam untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih. Beliau
Jamaludidn al-Afghani menerbitkan majalah al’Urwatul Wutsqa di Paris yang isinya mampu
menghembuskan semangat nasionalisme pada rakyat Mesir dan dunia Islam pada umumnya.
Selain dikenal sebagai pembaharu di bidang keagamaan dan pergerakan (politik), ia juga
sebagai pembaharu di bidang pendidikan Islam, di mana ia pernah menjabat sebagai syekh
atau rektor Universitas al-Azhar di Cairo, Mesir. Pada masa menjabat sebagai rector, dari
sangat luas dalam dunia Islam. Dan adapun usaha–usaha pembaharuan beliau yang akan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di
desa Mahallaj Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M dan wafat pada
tahun 1905 M. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan
bangsa Turki. Sedangkan ibunya, mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam,
Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah belajar Al-Qur'an, dan
berkat otaknya yang cemerlang, maka dalam waktu dua tahun ia telah hafal kitab suci di usia
membawanya pada rasa putus asa untuk menimba ilmu. Ia tidak puas dengan metode
Bahkan ia berpikir, lebih baik tidak belajar dari pada menghabiskan waktu untuk
menghafal istilah-istilah dalam ilmu nahu dan fiqih yang tidak dipahaminya, sehinnga ia
kembali ke Mahallaj Nashr (kampungnya) dan hidup sebagai petani serta melangsungkan
Akan tetapi orang tuanya tidak setuju dengan langkah yang diambilnya, sehingga ia
diperintahkan untuk kembali lagi ke Masjid Ahmad di Thanta. Dengan terpaksa ia turuti
kemauan orang tuanya, akan tetapi di tengah perjalanan ia malah berbelok ke arah lain,
sebuah desa tempat tinggal pamannya, Syekh Darwisy Khadir. Syeh Darwisy pun tahu
1
Arabiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyyah dan Muhammad Abduh, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),
hlm. 113.
2
penyebab keengganan Muhammad Abduh untuk belajar di Thanta, karena itu ia selalu
Akan tetapi Muhammad Abduh pada saat itu benci melihat buku, dan buku yang
diberikan Syekh Darwisy ia lempar jauh-jauh. Kemudian Syekh Darwisy pun memungut
buku itu dan dikembalikan lagi pada Muhammad Abduh. Syekh Darwisy selalu bersabar
menghadapi Muhammad Abduh, hingga akhirnya Muhammad Abduh mau membaca buku
tersebut beberapa baris. Stiap barisnya Darwisy memberikan penjelasan mengenai arti dan
maksud yang terkandung dalam kalimat tersebut. Pada akhirnya Muhammad Abduh berubah
sikap terhadap buku dan ilmu pengetahuan. Dia pun mulai paham dengan apa yang
dibacanya, dan setelah itu ia kembali lagi ke Thanta pada tahun 1865 M/1286 H.
sana ia meninggalkan tempat tersebut dan menuju al-Azhar, yang diyakininya menjadi tempat
yang sesuai baginya untuk mencari ilmu. Akan tetapi di al-Azhar ia hanya mendapatkan
pelajaran agama saja, di sini juga ia menemukan metode yang sama dengan yang di Thanta.
Hal inilah yang membuatnya kembali kecewa. Pada salah satu tulisannya ia melemparkan
rasa kecewanya tersebut dengan menyatakan bahwa metode pengajaran yang verbalis telah
merusak akal dan daya nalarnya. 2 Sehingga rasa kecewa itulah yang menyebabkannya fokus
pada dunia mistik dan hidup sebagai sufi. Pada tahun 1871 Ia kemudian bertemu dengan
Sayyid Jamaluddin al-Afghani yang datang ke Mesir pada saat itu. Dan dari Jamaluddinlah ia
mendapatkan ilmu pengetahuan filsafat, ilmu kalam, dan ilmu pasti, meskipun ia sebelumnya
pernah mendapatkan ilmu tersebut di luar al-Azhar. Metode yang dipakai Jamaluddin yang
dicarinya selama ini, sehingga ia lebih puas menerima ilmu pengetahuan dari guru barunya
2
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm. 264.
3
Metode pengajaran yang digunakan Jamaluddin al-Afghani yaitu metode praktis yang
mengutamakan pemahaman dengan cara berdiskusi, sehingga metode itu juga yang
artikel, dan sebagainya. Sehingga dengan demikian, mampu membawa Muhammad Abduh
tampil di depan publik dan juga secara langsung melihat situasi sosial politik negaranya.
Meskipun ia aktif mencari ilmu di luar al-Azhar, namun di al-Azhar pun ia tidak
melalaikan tugasnya sebagi mahasiswa sampai ia meraih gelar ‘Alim pada tahun 1877. Akan
tetapi pada tahun 1877-1882, ia diasingkan di Beirut karena terlibat masalah politk. Di
Kariernya sebagai guru ia tempuh di tiga lembaga pendidikan formal, yaitu al-Azhar, Dar
al-Ulum, dan perguruan bahasa Khedevi. Ia memegang berbagai mata pelajaran, seperti
Adapun hal-hal yang ditekankan dalam memberikan pengajaran, yaitu metode diskusi
yang diwarisi dari gurunya Jamaluddin al-Afghani, dan semangat pembaharuan yang
ditanamkannya dalam setiap mata pelajaran. Tujuan dari pengajaran tersebut ternyata
menjadi salah satu penyebab ia dicurigai oleh Khedevi, ia dianggap tidak mendukung
kebijaksanaan pemerintah dan bekerjasama dengan Inggris, sehingga ia tidak lagi mengajar di
Akan tetapi di sisi lain kariernya menanjak, lebih-lebih setelah ia diangkat menjadi
pimpinan redaksi surat kabar al-Waqa’i al-Misyriyyah yang merupakan salah satu organ
pemerintahan. Jabatan inilah yang membuat ia lebih mudah melancarkan kritikan terhadap
pemerintahan dengan artikel-artikel yang ditulisnya, baik masalah agama, sosial, politik, dan
kebudayaan.
4
Pada tahun 1882, Abduh dibuang ke Syiria (Beirut) karena dianggap ikut andil dalam
pemberontakan yang terjadi di Mesir pada saat itu. Disinilah ia mendapat kesempatan untuk
Pada permulaan tahun 1884, Abduh pergi ke Paris atas panggilan al Afghani yang pada
waktu itu telah berada di sana. Bersama al-Afghani, disusunlah sebuah gerakan untuk
memberikan kesadaran kepada seluruh umat Islam yang bernama "al 'Urwatul Wutsqa".
Untuk mencapai cita-cita gerakan tersebut, diterbitkanlah pula sebuah majalah yang juga
diberi nama "al 'Urwatul Wutsqa". Suara kebebasan yang ditiupkan al-Afghani dan Abduh
melalui majalah ini menggema ke seluruh dunia dan memberikan pengaruh yang cukup kuat
terhadap kebangkitan umat Islam. Sehingga dalam waktu yang sangat singkat, kaum
imperialis merasa khawatir atas gerakan ini dan akhirnya pemerintah Inggris melarang
Pada akhir tahun 1884, setelah majalah tersebut terbit pada edisi ke-18, pemerintah
Setelah kembali ke Mesir, Abduh kembali diberi jabatan penting oleh pemerintah Mesir.
Juni 1899, Abduh mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Mesir untuk menduduki jabatan
sebagai Mufti Mesir menggantikan Syekh Hasanuddin al-Nadawi. Usaha pertama yang
berpandangan, bahwa sebagai mufti bertugas menjadi penasihat hukum bagi kepentingan
negara. Akan tetapi di luar itu mereka seakan melepaskan diri dari orang yang mencari
kepastian hukum.3 Mufti baginya bukan hanya berkhidmat pada negara, tetapi juga pada
3
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 1987), hlm. 429.
5
masyarakat luas. Dengan demikian, kehadirannya tidak hanya dibutuhkan oleh negara,
melainkan juga oleh masyarakat luas. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan Muhammad
Abduh untuk kembali berjuang meniupkan ruh perubahan dan kebangkitan kepada umat
Islam.
Bisa dikatakan, bahwa pembaharuan ketiga yang dilakukannya ialah dibuktikan dengan
tahun 1892. Organisasi ini bertujuan untuk menyantuni fakir miskin dan anak yang tidak
mampu dibiayai oleh orang tuanya. Adapun masalah wakaf yang merupakan salah satu
institusi yang tidak luput dari perhatiannya. Sehingga ia pun membentuk majelis administrasi
Dalam kenyataannya, tidak semua ide dan pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh
dapat diterima oleh penguasa dan pihak al-Azhar. Penghalang yang utama yang dihadapinya
adalah para ulama yang berpikiran statis beserta masyarakat awam yang mengikuti mereka.
Khedevi sendiri pun akhirnya tidak setuju dengan pembaharuan fisik yang dibawa oleh
Muhammad Abduh, terutama mengenai institusi wakaf yang menyangkut masalah keuangan.
Karena banyaknya rintangan yang dihadapi justru membuat Muhammad Abduh jatuh
sakit dan meninggal pada 8 Jumadi Awwal 1323 H/11 Juli 1905. Kemudian jenazah
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pemikirn Muhammad Abduh, di antaranya ada faktor sosial, budaya, dan politik. Ketiga
faktor inilah yang mempengaruhi lahirnya pemikiran Muhammad Abduh dalam berbagai
bidang. Adapun pemikiran yang berkaitan dengan teologi di fokuskan pada perbuatan
tiga unsur yang mendukung suatu perbuatan, yaitu akal, kemauan, dan daya. Ketiga hal
4
Arbiyas Lubis, op. cit., hlm. 135.
6
tersebut merupakan pemberian Tuhan untuk manusia yang digunakan dengan bebas dalam
memilih perbuatan.
Selain itu juga, menurut beliau qadha’ dan qadar merupakan salah satu pokok akidah
dalam agama yang harus dipahami dan di artikan dengan benar, karena akidah bertempat
pada hati (Qalbiyyah) manusia. Ia bisa terlihat pada sikap dan perbuatan. Dari situlah akidah-
akidah yang menyimpang dapat menimbulkan sifat yang tidak menguntungkan, fatalistis,
bahkan menimbulkan pemahaman yang salah terhadap ajaran-ajaran agama yang lain dari
pada itu. Menurut beliau, keyakinan terhadap qadha’ dan qadar yang menyimpang juga telah
membawa kehancuran dalam sejarah umat Islam, dan sama halnya dengan aqidah yang benar
Islam di Mesir
tidaklah selamanya datang melalui revolusi atau cara serupa. Seperti halnya perubahan
sesuatu secara cepat dan drastis. Akan tetapi juga dilakukan melalui perbaikan metode
pemikiran pada umat islam melaui pendidikan, pembelajaran,dan perbaikan akhlaq, juga
dengan pembentukan masyarakat yang berbudaya dan berfikir yang bisa melakukan
pembaharuan dalam agamanya. Sehingga dengannya akan tercipta rasa aman dan keteguhan
dalam menjalankan ajaran agama. Muhammad Abduh menilai bahwa cara ini akan
membutuhkan waktu lebih panjang dan lebih rumit. Akan tetapi memberikan dampak
perbaikan yang lebih besar dibanding melalui politik dan perubahan secara besar-besaran
dalam mewujudkan suatu kebangkitan dan kemajuan. Sebagaimana telah didefinisikan bahwa
pembaharuan (tajdid) adalah kebangkitan dan penghidupan kembali dalam bidang keilmuan
7
Islam dan aplikasi sebagaimana pada zaman Rasullullah dan para sahabat yang selama ini
sempat hilang, terlupakan, bahkan terhapus dari tubuh umat Islam sendiri.
Gerakan pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh tidak terlepas dari karakter dan
wataknya yang cinta terhadap ilmu pengetahuan. Gibb dalam salah satu karya terkenalnya
Kempat agenda tersebut merupakan pemurnian Islam dari berbagai pengaruh ajaran dan
1. Purifikasi
Purifikasi atau pemurnian ajaran Islam telah mendapat tekanan serius dari Muhammad
Abduh yang berkaitan dengan munculnya bid’ah dan khurafah yang masuk dalam kehidupan
orang Islam.
2. Reformasi
tidak hanya mempelajari buku-buku klasik berbahasa Arab yang berisi dogma ilmu kalam
untuk membela Islam. Akan tetapi, kewajiban belajar juga terletak dalam mempelajari sains
modern, serta sejarah dan agama Eropa, supaya mengetahui sebab-sebab kemajuan yang telah
mereka capai.5 Adapun usaha awal reformasi Muhammad Abduh adalah memperjauangkan
mata kuliah filsafat agar diajarkan di al-Azhar, karena dengan belajar filsafat, semangat
3. Pembelaan Islam
5
A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 365.
6
Nurchalish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Jakarta: Paramadina, tt), h. 311.
8
Muhammad Abduh lewat Risalah Al-Tauhidnya tetap mempertahankan potret pribadi
Islam. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur asing yang merupakan bukti
4. Reformulasi
Adapun reformulasi yang dilakukan Muhammad Abduh dengan cara membuka kembali
pintu ijtihad. Menurutnya, kemunduran umat Islam disebabkan oleh dua faktor, yaitu
eksternal dan internal. Muhammad Abduh dengan reformulasinya menegaskan bahwa Islam
telah membangkitkan akal pikiran manusia dari tidur panjangnya, karena di sini manusia
situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan yang ada pada saat itu. Situasi sosial
keagamaan dalam hal ini adalah sikap yang umumnya diambil oleh umat Islam di Mesir
dalam memahami dan melaksakan ajaran agama dalam kehidupan mereka sehari-hari. Krisis
yang menimpa umat Islam pada saat itu bukan hanya dalam bidang akidah dan syari’ah,
Pada abad ke-19, pembaharuan pemikiran di Mesir telah dimulai. Perkembangan yang
hanya menekankan perkembangan aspek intelek dan mewariskan dua tipe pendidikan pada
abad ke-20. Tipe pertama adalah sekolah agama, dan tipe yang kedua yaitu sekolah modern.
Kedua tipe pendidikan tersebut tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya. Masing-
masing berdiri sendiri memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pendidikannya. Di sini
sekolah agama berjalan di atas garis tradisional, baik dalam kurikulum maupun metode
pengajaran yang diterapkan. Sebaliknya, sistem pendidikan yang terjadi pada sekolah-sekolah
pemerintah di pihak lain tampil dengan kurikulum yang memberikan ilmu pengetahuan barat
9
Selain terjadi kasus-kasus demikian, dualisme pendidikan tersebut melahirkan dua kelas
sosial dengan spirit yang berbeda.karena hal yang demikian, Muhammad Abduh melihat
segi-segi negatif dari kedua bentuk pemikiran tersebut. Ia memandang bahwa pemikiran yang
pertama tidak dapat dipertahankan lagi, karena jika dipertahankan juga akan menyebabkan
umat Islam tertinggal jauh, terdesak oleh arus kehidupan dan pemikiran modern. Sedang
pemikiran kedua justru akan membuat bahaya yang bisa mengancam sendi-sendi agama dan
moral yang digoyahkan oleh pemikiran modern yang mereka serap. Dari situlah Muhammad
Abduh melihat pentingnya mengadakan perbaikan di dua instansi tersebut, sehingga jurang
dan nonformal. Adapun dalam bidang formal tujuannya yang esensial adalah menghapus
dualisme pendidikan yang tampak dengan adanya kedua institusi di atas. Untuk itu ia bertolak
pada tujuan pendidikan yang dirumuskan, yaitu mampu mendidik akal dan jiwa, serta
lahir generasi yang mampu berpikir dan punya akhlaq mulia dan memiliki jiwa yang bersih.
Tujuan pwndidikan tersebut ia wujudkan dalam seperangkat kurikulum dari tngkat dasar
1. Kurikulum al-Azhar
saat itu. Dalam hal ini, ia memasukkan ilmu filsafat, logika, dan ilmu pengetahuan modern ke
dalam kurikulum al-Azhar. Upaya ini di lakukan agar outputnya dapat menjadi ulama
modern.8
7
Harn Nasution, op. cit., hlm. 190.
8
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan Islam
di Dunia Islam dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 47.
10
2. Tingkat Sekolah Dasar
Muhammad Abduh juga beranggapan, bahwa dasar pembentukan jiwa agama hendaknya
dimulai dari masa kanak-kanak. Untuk itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan inti
3. Tingkat Atas
Adapun di sini upaya yang dilakukan Muhammad Abduh adalah dengan mendirikan
militer, kesehatan, perindustrian, dan lainnya. Selain itu, melalui lembaga pendidikan
Muhammad Abduh juga merasa perlu memasukkan beberapa materi, khusunya pendidikan
Ketiga paket kurikulum di atas merupakan gambaran umum dari kurikulum pelajaran
agama yang diberikan dalam setiap tingkat. Dalam hal ini Muhammad Abduh tidak
Dalam hal ini Muhammad Abduh melihat perlunya campur tangan pemerintah, terutama
dalam hal mempersiapkan para pendakwah. Di luar pendidikan formal pun Muhammad
Abduh menekankan pentingnya pendidikan akal dan mempelajari ilmu-ilmu yang datang dari
Barat. Di samping itu, Abduh juga sangat menganjurkan umat Islam mempelajari ilmu-ilmu
modern.
Muhammad Abduh adalah salah seorang murid Jamaludin Al-Afghani yang cerdas,
Abduh melakukan konsep dunia Islam dengan cara menyadarkan dan membangkitkan
11
ijtihad, sehingga dengan kerja kerasnya dia mampu meraih apa yang diharapkan meskipun
di Mesir, banyak membuat perubahan dari segi intelektual dan kejiwaan pada masyarakat
Mesir, umumnya umat Islam saat itu, sehingga sedikit demi sedikit mampu mempersempit
jurang kebodohan dan menghalangi peluang masuknya budaya Barat yang merusak ajaran
agama Islam.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, demikianlah tentang pengajaran yang dibawa Muhammad Abduh terkait dengan
pemikirannya. Perjuangan beliau sangat panjang, dimulai dari keluarga yang tidak mampu
dan akhirnya menjadi orang besar. Insiatif beliau sangat luar biasa dalam pembaharuan yang
13
DAFTAR PUSTAKA
Bintang, 1993).
Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 1987).
Ali, A. Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, (Jakarta: Djambatan, 1995).
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh
Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005).
14
MAKALAH
Nama NIM
Nurlina Safitri 15.1.11.1.128
Siti Ramlah 15.1.11.1.131
Hudzaifatul Mar’i 15.1.11.1.146
FAKULTAS TARBIYAH
MATARAM
2011/2012
15
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, sang Pencipta alam
semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan
rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
tema “Pemikiran Muhammad Abduh dalam Pembaharuan Pendidikan Islam di
Mesir” yang sederhana ini tidak kurang daripada waktunya.
Tidak lupa juga kita haturkan shalawat dan salam kepada panutan kita, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kepada orang-orang yang berjuang bersama beliau, semoga
mendapat ridha Allah SWT.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu dari
sekian kewajiban mata kuliah Perkembangan Pemikiran dalam Islam, serta merupakan
bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak dosen selaku dosen mata kuliah Perkembangan Pemikiran dalam Islam, serta semua
pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Demikian kata pengantar yang dapat penulis sampaikan, di mana penulis pun sadar
bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Azza wa Jalla, sehingga dalam
penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa di balik ketidak sempurnaan penulisan dan
penyusunan makalah ini, ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan
hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa/i IAIN Mataram. Amien ya
Rabbal ‘Alamin.
Penulis
i
16
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Pembahasan
A. Biografi Muhammad Abduh
B. Pemikiran dan Pembaharuan Muhammad Abduh dalam Pendidikan Islam di Mesir
C. Analisis Pemikiran Muhammad Abduh
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka
ii
17