Anda di halaman 1dari 11

Muhammad Abduh

Kelompok 6
Disusun oleh:
- Annisa Nuraini Azzahra
- Muhammad Hafidz Ananto
- Rafina Nur Alika
- Rahdian Fathurachman
- Sahrah Umara Dewi
Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh (bahasa Arab: ‫ )محمد عبدـهـ‬lahir di Delta Nil (kini wilayah Mesir) pada
tahun 1849 meninggal di Iskandariyah (kini wilayah Mesir), 11 Juli 1905 pada umur 55/56
tahun adalah seorang pemikir muslim dari Mesir dan salah satu penggagas gerakan
modernisme Islam. 
Dalam usia 12 tahun ‘Abduh telah hapal al-Qur’an. Kemudian, pada usia 13 tahun ia dibawa
ke Tanta untuk belajar di Mesjid Ahamdi. Mesjid ini sering disebut “Mesjid Syeikh Ahmad”,
yang kedudukannya dianggap sebagai level kedua setelah Al-Azhar dari segi menghapal dan
belajar al-Qur’an. Pada saat ‘Abduh berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 1865, ‘Abduh
menikah dan bekerja sebagai petani. Namun hal itu hanya berlangsung selama 40 hari.
Tahun 1866 ‘Abduh meninggalkan isteri dan keluarganya menuju Kairo untuk belajar di Al-
Azhar. Namun ia keluar karena proses belajar yang berlangsung menonjolkan ilmu dan
hapalan luar kepala tanpa pemahaman, seperti pengalamannya di Tanta.
Tiga tahun setelah ‘Abduh di Al-Azhar, Jamaluddin al-Afghani datang ke Mesir. Segera saja
‘Abduh bergabung bersamanya. Di bawah bimbingan al-Afghani, ‘Abduh mulai memperluas
studinya sampai meliputi filsafat dan ilmu sosial serta politik dan pembaru yang mengusung
gerakan Pan Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan
Afrika.
 ‘Abduh menyelesaikan studinya pada tahun 1877, dan mengajar
pertama kali di Al-Azhar. Ia mengajarkan Akhlak karya Ibn Miskawaih,
Muqoddimah Ibn Khaldun, dan sejarah kebudayaan Eropa karya Guizot
yang diterjemahkan oleh Tahthawi ke bahasa Arab.
 
Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun sejak 1882,
karena keterlibatannya dalam Pemberontakan Urabi. Di Lebanon, Abduh
sempat giat dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam. Pada tahun
1884, ia pindah ke Paris, dan bersalam al-Afghani menerbitkan jurnal
Islam The Firmest Bond. Salah satu karya Abduh yang terkenal adalah
buku berjudul Risalah at-Tawhid yang diterbitkan pada tahun 1897.
Muhammad ‘Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya
orang yang memberikan hormat di Kairo dan Aleksandria, membuktikan
betapa besar penghormatan orang kepada dirinya.
Ide-ide Pembaharuan Muhammad ‘Abduh
Jumud: Faktor Utama Kemunduran Umat Islam
 
‘Abduh berpandangan bahwa penyakit yang melanda negara-negara Islam adalah
adanya kerancuan pemikiran agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi
datangnya peradaban Barat dan adanya tuntutan dunia Islam modern.
Ia berpendapat bahwa sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah bukan
karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam.
Jumud yaitu keadaan membeku/statis, sehingga umat tidak mau menerima
peubahan, yang dengannya membawa bibit kepada kemunduran umat saat ini (al-
Jumud ‘illatun tazawwul).
Seperti dikemukakan ‘Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa al-Madaniyyah, ia
menerangkan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh Islam oleh orang-orang yang
bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga
membawa faham animisme. 
Keadaan ini seperti ini, menurutnya, adalah bid’ah. Masuknya bid’ah ke dalam tubuh
Islam-lah yang membawa umat lepas dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Untuk
menyelesaikan masalah ini, ‘Abduh, sebagaimana Abdul Wahhab, berusaha
mengembalikan umat seperti pada masa salaf, yaitu di zaman sahabat dan ulama-
ulama besar. Namun, juga mesti disesuaikan dengan keadaan modern sekarang ini.
Pembaruan ‘Abduh dalam Masalah Ijtihad

Faham Ibn Taimiyyah yang menyatakan bahwa ajaran-ajran Islam terbagi ke dalam dua kategori:
Ibadah dan Mu’amalah, diambil dan ditonjolkan oleh ‘Abduh. Ia melihat bahwa ajaran-ajaran
yang terdapat dalam Qur’an dan hadits bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya, ajaran-
ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar dan prinsip umum
tidak terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh karena sifatnya yang umum tanpa perincian, maka
ajaran tersebut dapat disesuaikan dengan zaman. 
Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi
baru. Untuk itu, Ijtihad perlu dibuka. Dalam kitab Tarikh Hashri al-Ijtihad dikutip pendapat
‘Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut:
“Sesungguhnya kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan, selalu terdapat hal-hal
baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya. Ijtihad adalah jalan yang telah ada dalam
syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal baru dalam kehidupan manusia
dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama
terdahulu...”
Selanjutnya, menurut ‘Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang
muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Quran dan hadis dan
disesuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan menurut zaman.
Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan)
 
Seperti dikutip Fazlur Rahman, ‘Abduh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern banyak berdasar pada hukum alam.
Sunnatullah adalah ciptaan Allah SWT. Wahyu juga berasal dari Allah. Jadi, karena keduanya datang dari Allah, tidak dapat
bertentangan satu dengan yang lainnya. Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan, yang modern mesti sesuai
dengan Islam, sebagaimana zaman keemasan Islam yang melindungi ilmu pengetahuan.

‘Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, yang mencakup pendidikan universal bagi semua
anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya harus punya kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Kurikulum
sekolah ini harus meliputi: (1) buku ikhtisar doktrin Islam yang  berdasarkan ajaran Sunni dan tidak  menyebut-nyebut perbedaan
sektarian; (2) teks ringkas yang memaparkan secara garis besar fondasi kehidupan etika dan moral dan menunjukkan mana yang
benar dan yang salah; dan (3) teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad, kehidupan shahabat, dan sebab-sebab kejayaan
Islam.
 
Sedangkan untuk sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari syariat, militer, kedokteran, atau ingin bekerja ada
pemerintah. Kurikulumnya haruslah meliputi, antara lain: (1) buku yang memberikan pengantar pengetahuan, seno logika,
prinsip penalaran; (2) teks tentang doktrin (3) teks yang menjelaskan mana yang benar dan salah; serta (4) teks sejarah yang
meliputi berbagai penaklukan dan penyebaran Islam.
 
Adapun pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk guru dan kepala sekolah, dengan kurikulum yang lebih lengkap, mencakup: (1)
tafsir al-Qur’an; (2) ilmu bahasa dan bahasa Arab; (3) ilmu hadis; (4) studi moralitas (etika); (5) prinsip-prinsip fiqh; (6) seni
berbicara dan meyakinkan; dan (7) teologi dan pemahaman doktrin secara rasional.
Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Keluarga dan Wanita
Menurut ‘Abduh, blok bangunan terpenting dari masyarakat baru adalah individu. Umat terdiri dari
unit-unit keluarga. Kalau unit-unit ini tidak memberikan lingkungan yang sehat dan fungsional bagi
perkembangan individu di dalamnya, maka masyarakat akan ambruk. Abduh berkata:
“Sesungguhnya umat terdiri rumah-rumah (unit-unit keluarga). Jika unit-unit keluarga baik, maka
umat pun akan baik. Barangsiapa yang tidak memiliki keluarga maka ia pun tidak memiliki umat. Laki-
laki dan perempuan adalah dua jenis makhluk yang memiliki hak, kebebasan beraktivitas, perasaan,
dan akal yang sama. Dan ketahuilah bahwa laki-laki yang berupaya menindas wanita supaya dapat
menjadi tuan dirumahnya sendiri, berarti menciptakan generasi budak...”
Berikut ini adalah argumentasi ‘Abduh dalam memperotes poligami:
Jika seorang wanita dapat dimiliki oleh semua pria, dan setiap wanita boleh jadi pasangan setiap pria,
maka api kecemburuan akan berkobar di hati manusia, dan masing-masing akan berupaya membela
keinginanya. Ini akan menyebabkan pertumpahan darah.
Wanita pada sifatnya tak mampu menyediakan kebutuhan hidupnya, dan tak mampu melindungi
dirinya dari bahaya, khususnya ketika sedang hamil dan melahirkan. Kalau pria tak  menyadari
tanggung jawab memebelanya dan hak-haknya, maka dia dan keturunannya akan  mendapat bahaya.
Pria Muslim baru akan terdorong untuk bekerja keras agar menjadi pemerhati tanggungannya yang
baik. Kalau tak ada istri dan anak dia tidak akan mendapat masa depan. Jika keturunannya tak jelas,
maka pria tak akan berjuang menafkahi anak seperti itu.
Jika seseorang benar-benar memahami betapa sulitnya berlaku sama, maka dia akan sadar bahwa
mustahil untuk beristri lebih dari satu. Maka karena keadilan dalam poligami itu mustahil, maka
poligami harus dilarang.
Karya Muhammad Abduh
 
Dalam masa hidupnya, Muhammad Abduh banyak menulis buku ilmiah agamis. Diantaranya yang
termashur adalah Risalah Tauhidyang isinya merupakan kumpulan dari ceramah-ceramahnya di Beirut
tahun 1885 M.  
Mengenai karya-karya M.Abduh, M.Sharif menjelaskan ada beberapa buku yang telah ia tulis, yaitu :
 
Risalah al-Waridat, ditulis pada tahun 1874.
Tafsir Juz Amma
Hasyiah ‘Ala Syar al-Dawwani al-Aqoid al-‘Adudiyah, ditulis pada tahun 1876.
Nahj al-Balaghah, ditulis tahun 1885.
Al-Radd ‘Ala al-Dahriyin, ditulis tahun 1886, buku ini adalah terjemahan buku karya Jamaluddin
al-Afghani dalam bidang teknologi.
Syarh kitab al-Bashair al-Nashraniyah fi al-‘ilmil mantiq, ditulis tahun 1888.
Maqomat Badi’uzzaman al-hamadani, ditulis tahun 1889.
Taqrir fi Ishlah al-mahakim al-syar’iyyah ditulis 1900.
Al-Islam wa al-Nashraniyah ma’a al-ilm wa al-madaniyah, ditulis tahun 1903.
Risalah al-Tauhid ditulis tahun 1897.
Karya karya

Anda mungkin juga menyukai