Anda di halaman 1dari 12

MUHAMMAD ABDUH: IJTIHAD DAN MODERNISASI ISLAM

A. Pengantar
Muhammad Abduh termasuk salah satu pembaharu agama dan sosial
di Mesir pada abad ke-20 yang pengaruhnya sangat besar di dunia Islam.
Dialah penganjur yang sukses dalam membuka pintu ijtihad untuk
menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman modern.
Di dunia Islam Ia terkenal dengan pembaharuannya di bidang
keagamaan, dialah yang menyerukan umat Islam untuk kembali kepada AlQuran dan Assunnah as Sahihah. Ia juga terkenal dengan pembaharuannya di
bidang pergerakan (politik), dimana Ia bersama Jamaludin al-Afgani
menerbitkan majalah alUrwatul Wutsqa di Paris yang makalah-makalahnya
menghembuskan semangat nasionalisme pada rakyat Mesir dan dunia Islam
pada umumnya.
Di samping Ia dikenal sebagai pembaharu di bidang keagamaan dan
pergerakan (politik), Ia juga sebagai pembaharu di bidang pendidikan Isalam,
di mana Ia pernah menjabat Syekh atau rektor Universitas Al-Azhar di Cairo
Mesir. Pada masa menjabat rektor inilah Ia mengadakan pembaharuanpembaharuan di Universitas tersebut, yang pengaruhnya sangat luas di dunia
Islam.
Maka dari sinilah

kami akan mengangkat sebuah tema yang

manyajikan tentang arti dan pentingnya pendidikan bagi kita, dan yang kita
ambil dari pemikiran filusuf muslim yang terkenal yaitu Muhammad
Abduh.
B. Pembahasan
1. Riwayat Singkat Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin
Abduh bin Hasan Khairullah, dilahirkan di desa Mahallat Nashr
Kabupaten Al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M1. Bapaknya bernama
1

Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia. 2001. Hlm 211

Abduh Hasan Khaerullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di
Mesir. Ibunya dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai Umar bin Khatab.
Mereka tinggal dan menetap di Mahallah Nasr. Muhammad Abduh
dibesarkan di lingkungan keluarga yang taat beragama dan mempunyai
jiwa keagamaan yang teguh.
Muhammad Abduh mulai belajar membaca dan menulis serta
menghapal Al-Qur an dari orang tuanya, kemudian setelah mahir membaca
dan menulis diserahkan kepada satu guru untuk dilatih menghapal Al-Quran. Ia dapat menghapal Al-Quran dalam masa dua tahun. Kemudian Ia
dikirim ke Tanta untuk belajar agama di Masjid Sekh Ahmad ditahun
1862, Ia belajar bahasa Arab, nahu, sarf, fiqih dan sebagainya 2. Semula ia
sangat enggan belajar, tetapi karena dorongan dari paman Syekh Darwis
Khadar, Muhammad Abduh Akhirnya dapat menyelesaikan pelajarannya di
Thanta.
Pada tahun berikutnya, Ia pergi ke Kairo dan terus menuju ke
masjid Al Azhar, untuk hidup menjadi sebagai seorang sufi, akan tetapi
kemudian kehidupan ini ditinggalkan, karena anjuran pamannya.
Tahun 1872 M, Syekh Muhammad Abduh berhubungan dengan
Jamaluddin al-Afghani, untuk kemudian menjadi muridnya yang setia.
Karena pengaruh gurunya tersebut, ia terjun ke dalam bidang
kewartawanan (surat kabar) tahun 1876 M. Setelah menamatkan pelajaran
di Al-Azhar, dengan mendapat ijazah Alimiyyah ia diangkat menjadi
guru di Darul Ulum. Akan tetapi karena sebab yang tidak diketahuinya, ia
dibebaskan dari jabatannya itu dan dikirim ke kampung halamannya,
sedangkan Jalaluddin sendiri di usir dari Mesir. Pada tahun 1880 M, Syekh
Muhammad Abduh dipanggil oleh kabinet partai Liberal (bebas-Ahrar)
untuk diserahi kepala jabatan surat kabar al- Waqai ul-Misriyah.
Pemberontakan Irabi Pasya di Mesir telah mengakhiri kegiatan
Syekh Muahmmad Abduh, karena pada akhir tahun 1882 M, Ia diusir dari
2

http://ariefdotcom.blogspot.com/2012/05/pemikiran-muhammad-abduh.html di akses
tanggal 28 Maret 2014

Mesir. Ia pergi ke Perancis dan di sana ia bertemu lagi dengan Jamaluddin


al-Afghani.
Kemudian di Perancis Syekh Muhammad Abduh dan Jamaluddin
al-Afghani

mendirikan

organisasi

yang

kemudian

juga

mereka

menerbitkan majalah Al-urabi Wusqa, yang anggotanya adalah orangorang militan dari India, mesir Syiria dan Afrika Utara, dan mendorong
umat islam mencapai kemajuan.
Tahun 1885, ia pergi ke Bairut dan mengajar di sana. Di Bairut
kegiatannya dialihkan kepada bidang pendidikan dan ia mulai mengajar
serta mendalami ilmu-ilmu keislaman dan Arab-an. Diantara hasilnya ialah
buku

ar-Raddu

alad

Dahriyyin

(bantahan

terhadap

orang-orang

materialistis) pada tahun 1886 M, terjemahan dari buku berbahasa Persi


karangan Jalaluddin al-Afghani, dan buku Syahrul Balaghah pada tahun
1885 M, kemudian Syarah Manamat Badi az Zaman al-Hamazani pada
tahun 1889 M.
Tahun 1888 ia kemudian diizinkan pulang ke Kairo. Di sini, ia
kemudian diangkat sebagai hakim pada Pengadilan Negeri di kota Banha
(ibu kota propinsi Qalyubiah), kemudian pindah ke Pengadilan Negeri
Zaqaziq Negeri Abidin (dalam kota Kairo). Dua tahun kemudian ia di
angkat menjadi hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (pengadilan Banding
Mahkamah al Istinaf-Courd Appel.
Kemudian pada tahun 1899, ia diangkat sebagai mufti Mesir dan
jabatan ini diemban sampai ia meninggal pada tahun 1905 dalam usia
kurang lebih 56 tahun. Pada tahun itu juga (1899 M), ia menjadi anggota
Dewan Perundang-undangan Parlemen yang merupakan fase permulaan
kehidupan parlementer di Mesir.
Tahun 1894 M, ia menjadi anggota pimpinan tertinggi Al-Azhar
(Council Superior) yang dibentuk berdasarkan anjurannya, dan disini (AlAzhar) yang mana beliau telah banyak memberikan kontribusi bagi
pembaharuan di Mesir.

Pada musim panas tahun 1903 M, ia pergi ke Inggris. Untuk


mengadakan tukar pikiran dengan filosof Inggris yang terkenal yaitu
Herbert Spencer (1820-1903)3.
2. Ijtihad dan Modernisasi Islam
a. Pengertian Ijtihad
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. Kata ini juga
berarti kesanggupan (al-wus), kekuatan (al-thaqah), dan berat (almasyaqqah). Ahmad bin Ahmad bin Ali al-Muqri al-Fayumi
menjelaskan bahwa ijtihad secara bahasa adalah:
Pengerahan kesanggupan dan kekuatan (mujtahid) dalam melakukan
pencarian suatu supaya sampai kepada ujung yang ditujunya.
Dalam Al-Sunnah, kata ijtihad terdapat dalam sabda Nabi yang
artinya Pada waktu sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa
(fajtahidu fi al-dua). Dan hadis lain yang artinya Rasul Allah SAW
bersungguh-sungguh (yajtahid) pada sepuluh hari terakhir (bulan
Ramadhan).
Definisi ijtihad di atas secara tersirat menunjukkan bahwa
ijtihad hanya berlaku pada bidang fikih, bidang hukum yang berkenaan
dengan amal: bukan bidang pemikiran4.
b. Manhaj Pemikiran keagamaannya
Dalam salah satu tulisannya, Abduh membagi syariat menjadi
dua bagian, yaitu hukum yang pasti (al Ahkam al Qathiyah) dan hukum
yang tidak ditetapkan secara pasti dengan nash dan ijma. Hukum yang
pertama, bagi setiap muslim wajib mengetahui dan mengamalkannya.
Hukum ini merupakan hukum dasar yang telah disepakati (mujma
alahi) kepastiannya. Hal ini bukan merupakan lapangan ijtihad dan
dalam hukum yang telah pasti ini, seseorang boleh bertaklid. Yang
kedua adalah hukum yang tidak ditetapkan dengan tegas oleh nash yang
pasti dan juga tidak terdapat konsensus ulama di dalamnya. Hukum
3

http://latiefpersie.blogspot.com/2012/04/makalah-ilmu-kalam-muhammad-abduh.html di
akses tanggal 28 Maret 2014

Atang Abd. Hakim, Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2000. Hlm 95

inilah yang merupakan lapangan ijtihad, seperti masalah muamalah,


maka kewajiban semua orang untuk mencari dan menguraikannya
sampai jelas.
Abduh sangat menghargai para mujtahid dari madzhab apapun.
Menurutnya, mereka adalah orang-orang yang telah mengorbankan
kemampuannya yang maksimal untuk mendapatkan kebenaran dengan
niat yang ikhlas serta ketaqwaan yang tinggi kepada Allah.
Menurutnya, setiap muslim harus memandang bahwa hasil
ijtihad ulama masa lalu sebagai hasil pemikiran manusia biasa yang
tidak selamanya benar. Sikap yang harus diambil umat Islam dalam
perbedaan pendapat adalah kembali kepada sumber asli. Untuk itu,
Abduh menunjukkan dua cara yang harus dilakukan oleh umat Islam.
yaitu mereka yang memilki ilmu pengetahuan dan yang awam. Dalam
perkembangan zaman, tidak dapat ditahan laju perkembangan situasi
dan kondisi yang muncul. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
ulang tentang beberapa pendapat hasil ijtihad ulama terdahulu, agar
hasil ijtihad itu selalu sesuai dengan situasi dan kondisinya. Jadi yang
mereka ijtihadkan bukan hanya masalah-masalah yang belum ada
hukumnya, tetapi juga mengadakan reinterpretasi terhadap hasil ijtihad
terdahulu.
Bagi kelompok kedua yang awam, sikap yang harus diambilnya
adalah mengikuti pendapat orang yang mereka percayai, dengan
mempertimbangkan kedalaman ilmu dan ketaqwaan dari orang yang
diikutiya pendapatnya. Jadi setiap dikerjakan oleh orang awam
mempunyai dasar kuat yang dia sendiri mengetahui dasarnya dan tidak
mengamalkan suatu perbuatan secara pembabi buta.
Maka fanatisme madzhab yang biasanya terjadi di kalangan
awam dapat dihindari dan sikap taklid bisa diatasi. Akan tetapi, menurut
Abduh, yang terjadi di masyarakat adalah sebaliknya.
Abduh menuding para fuqaha sesudah mujtahid sebagai peletak
batu pertama dari timbulnya fanatisme tersebut, dengan menambah atau
memperluas hasil ijtihad para ulama terdahulu. Sehingga menurutnya

ajaran agama dengan segala permasalahannya bukan semakin jelas,


namun semakin rumit.
c. Pemikiran Pembaruan Dalam Pendidikan
Muhammad Abduh memulai perbaikannya melalui pendidikan.
Menjadikan pendidikan sebagai sektor utama untuk menyelamatkan
masyarakat Mesir. menjadikan perbaikan sistem pendidikan sebagai
asas dalam mencetak muslim yang shaleh. Pemikiran dibidang
pendidikan dan pengajaran umum, yaitu:
1) Perlawanan terhadap taqlid dan kemadzhaban.
2) Perlawanan terhadap buku yang tendensius, untuk diperbaiki dan
disesuaikan dengan pemikiran rasional dan historis.
3) Reformasi al-Ahzar yang merupakan jantung umat Islam. Jika ia
rusak maka rusaklah umatnya, dan jika ia baik maka baik pula umat
Islam.
4) Menghidupkan

kembali

buku-buku

lama

untuk

mengenal

intelektualisme Islam yang ada dalam sejarah umatnya. Dan


mengikuti pendapat-pendapat yang benar disesuaikan dengan
kondisi yang ada.
Sebagai konsekuensi dari pendapatnya bahwa umat Islam harus
mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan, umat Islam harus
mementingkan soal pendidikan. Sekolah-sekolah modern perlu dibuka,
di mana ilmu-ilmu pengetahuan modern diajarkan di samping ilmu
agama. Pogram yang diajukannya sebagai pondasi utama adalah
memahami dan menggunakan Islam dengan benar untuk mewujudkan
kebangkitan masyarakat. Dia mengkritik sekolah modern yang didirikan
oleh misionaris asing dan yang didirikan oleh pemerintah. Menurutnya
di sekolah asing, siswa dipaksa mempelajari Kristen, sedangkan di
sekolah pemerintah, siswa tidak diajarkan agama sama sekali.
Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang
bukan impor, yang mencangkup pendidikan universal bagi semua anak,
laki-laki

maupun

perempuan.

Semuannya

harus

mempunyai

kemampuan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung. Semuanya

harus mendapat pendidikan agama, mengabaikan perbedaan sektarian


dan menyoroti perbedaan Islam-Kristen.
Abduh berpendapat, perlu dimasukkan ilmu-ilmu modern ke
dalam kurikulum al-Ahzar, agar ulama-ulama Islam mengerti
kebudayaan modern dan demikian dapat mencari penyelesaian yang
baik bagi persoalan-persoalan yang timbul pada zaman modern ini.
Menurutnya mempermodern pendidikan di al-Ahzar akan mempunyai
pengaruh yang besar dalam usaha-usaha pembaruan Islam. Al-Ahzar
memang universitas agama Islam yang dihargai dan dihormati di
seluruh dunia Islam.
Kurikulum Menurut Muhammad Abduh
1) Kurikulum al-Azhar
Kurikulum perguruan tinggi al-Azhar disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat pada masa itu. Dalam hal ini, ia memasukan
filsafat, logika, dan ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum
al-Azhar. Upaya ini dilakukan agar aut-putnya dapat menjadi ulama
modern.
2) Kurikulum Sekolah Dasar
Ia beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama
hendaknya sudah dimulai sejak usia dini. Oleh karena itu, mata
pelajaran seharusnya dijadikan sebagai pintu semua mata pelajaran.
3) Kurikulum Sekolah Menengah dan Sekolah Kejuruan.
Ia mendirikan sekolah menengah pemerintah untuk
menghasilkan tenaga ahli dalam berbagai bidang administrasi,
militer, kesehatan, perindustrian dan sebagainya. Melalui lembaga
pendidikan ini, Muhammad Abduh merasa perlu untuk memasukan
beberapa materi, khususnya pendidikan agama, sejarah Islam, dan
kebudayaan Islam.
Di madrasah-madrasah yang berada di bawah naungan alAzhar, M. Abduh mengajarkan Ilmu Mantiq, Falsafah, dan Tauhid,
sedangkan selama ini al-Azhar memandang Ilmu Mantiq dan
Filsafah itu sebagai barang haram. Dirumahnya Muhammad Abduh
mengajarkan pula kitab Tahzib al-Akhlaq susunan Ibn Maskawasy,

dan kitab sejarah peradaban Eropa susunan seorang Perancis yang


telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul al-Tuhfat alAdabiyah fi Tarikh Tamaddun al Mamalik al-Awribiyah5.
d. Relevansi Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Agama Islam
Dalam pembaharuan masyarakat Muhammad Abduh berusaha
menghubungkan

Islam

dengan

peradaban

modern

dan

ilmu

pengetahuan. Selain itu, ia juga berusaha menghindari kesalahan dalam


memahami teks-teks agama karena ia berpendapat bahwa akidah yang
bersih dari bidah akan melahirkan perbuatan yang baik. Dalam
pengajaran Muhammad Abduh juga sangat memperhatikan urusan
agama dan dunia serta akhlak yang mulia. Muhammad Abduh mengajar
dengan menempuh tiga langkah, yaitu: mengutarakan materi (matan),
menerangkan

(al-syarh),

menyebutkan

hasyiyah-hasyiyah-nya.

Terkadang Muhammad Abduh menambahkan langkah terakhir dengan


keputusan atau penentuan sikap. Dan keterangan suatu buku untuk
menghindar suatu taklid ia tidak mengajarkan sampai akhir masa
pembaharuan di Universitas al-Azhar Mesir selain matan (materi).
Meninggalkan hasyiyah dan keterangan buku serta mengajarkan matan
nya yang dilakukan Muhammad Abduh berhubungan dengan ayat alQuran dan hadits karena para ulama berbeda pendapat dalam
memahami nas-nas tersebut.
Langkah-langkah pengajaran yang dilakukan Muhammad
Abduh ketika mengajar adalah

meletakkan buku catatan materi di

depannya, kemudian ia menulis judul materi pelajaran yang akan


diajarkan dengan singkat dan jelas. Selain itu, ia juga menulis beberapa
pertanyaan yang akan dijawab setiap tatap muka. Muhammad Abduh
tidak lupa menulis tujuan pembelajaran setiap tatap muka dengan
ungkapan yang variatif.

http://latiefpersie.blogspot.com/2012/04/makalah-ilmu-kalam-muhammad-abduh.html di
akses tanggal 28 Maret 2014

Menurut Muhammad Abduh, seorang guru dapat mengetahui


dan mempertimbangkan apakah anak didiknya mampu memahami
materi pelajaran dengan memakai metode tertentu dan apakah anak
didik telah siap secara psikologis menerimanya (materi pelajaran).
Ketika Guru ingin mengajar harus memposisikannya sebagai anak
didik, kemudian naik sedikit demi sedikit sampai pada derajat setinggi
mungkin.

Ini

adalah

keterampilan

untuk

mengetahui

tingkat

kemampuan otak dan cara menggunakannya.


1) Kompetensi Pendidikan
a) Tugas Guru
Muhammad Abduh mengatakan tujuan utama mendirikan
sekolah adalah untuk pengajaran. Pengajaran yang dimaksud oleh
Muhammad Abduh adalah pendidikan sekolah formal yang sangat
berbeda dengan pendidikan non formal. Menurut Muhammad
Abduh, hendaknya dalam pengajaran di sekolah-sekolah selalu
diperhatikan pendidikan akal (intelektual) dan jiwa (spiritual),
sehingga anak didik menemukan kebahagiaan yang sempurna
selama ia hidup.
Tugas seorang guru bukan hanya mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada anak didik, karena tugas utamanya adalah
mendidik dan mengajar dalam pengertian yang terbatas. Mengajar
adalah sebagian dari perbuatan mendidik. Dalam pengertian yang
baru, mengajar merupakan upaya dan proses membuat anak didik
mau belajar (Causing Children to learn) (learning how to learn).
b) Kompetensi Guru
Mempertegas pendapatnya mengenai pengajar yang
menurutnya tidak layak mengajar karena umumnya para pengajar
masa itu disebut Fuqaha tidaklah mengerti sama sekali hal-hal
lain kecuali hapal al-Quran secara verbal tanpa mengetahui
artinya. Dari penjelasan tentang kompetensi guru yang tersebut,
Muhammad Abduh menghendaki guru yang professional, tahu
9

akan ilmu pendidikan, ilmu psikologi, dan sebagainya. Tetapi, ia


tidak merincikan kompetensi seorang guru.
Muhammad Abduh berpendapat bahwa guru yang
professional harus memiliki kompetensi berprilaku yang baik,
berwawasan dan berpengetahuan yang luas, dan menguasai
materi. Ketiga katagori kompetensi tersebut masih dikenal dalam
ilmu pendidikan sekarang ini. Prilaku yang baik sebagai
kompetensi guru disebut oleh Muhammad Uzer Utsman dengan
kompetensi professional.
c) Sifat Seorang Pendidik
Pendidikan menurut Muhanumad Abduh hendaknya
berusaha menghasilkan manusia yang berakhlak mahmudah.
Sebagaimana dikutip Muhammad Imarah, akhlak mahmudah
menurut Muhammad Abduh di antaranya mengikuti perilaku para
Nabi seperti Nabi Ibrahim As, Nabi Musa As, Nabi lsa As, dan
Nabi Muhammad Saw. Selain prilaku nabi yang harus diikuti oleh
guru, juga dapat mencontoh perilaku para syuhada, shiddiqin ,
dan quddusin. Karena para nabi, syuhada, shiddiqin, dan quddusin
adalah suri tauladan bagi semua manusia dan termasuk guru,
maka harus juga meneladani cara berpikir, kebijaksanaan, dan
sumber yang mereka pakai. Selain itu guru juga harus memiliki
akidah yang baik dan pemikiran yang benar. Lebih lanjut, ia
berpendapat bahwa guru harus perwira (iffah), berani, dan
energik, sehingga ia dapat melaksanakan semua tugasnya.
d) Panduan Khusus Pendidik Islam
Sebagai panduan operasional dalam pelajaran agama,
hendaknya guru menerapkan nilai-nilai, yaitu menghindari buruk
sangka (suu al-zhan) terhadap agama lain, Guru berusaha
mempersatukan semua agama, tetapi bukan mempersatukan
akidahnya,

membangkitkan

rasa

kemanusiaan,

hendaknya

ditanamakan oleh guru kepada semua anak didik bahwa semua


10

manusia bersaudara bersumber dari satu bapak dan satu ibu. Sifatsifat para nabi, khususnya nabi Muhammad Saw dikenal dengan
empat sifat (sidiq, amanah, tabligh, fatanah). Empat sifat nabi
Muhammad Saw itu dapat mewakili akhlak mahmudah.
e) Faktor Pendidik
Faktor pendidik yaitu Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Anak Didik, Tugas Anak Didik, Fungsi Motivasi
Bagi Anak Didik, Perpustakaan dan Anak Didik, Sistem Drop Out
dan Anak Didik6
C. Penutup
Simpulan
Syeikh Muhammad Abduh berjasa dalam memberi gambaran yang
jelas tentang keperluan umat Islam kepada pembaharuan, khususnya dalam
bidang pendidikan. Ide pembaharuan Syeikh Muhammad Abduh dalam
bidang pendidikan, khususnya di Universitas Al-Azhar telah memberi kesan
yang mendalam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umat Islam.
mengganti metode pengajaran yang bersifat hafalan kepada penalaran atau
lebih dekat dengan diskusi.
Masalah persatuan umat Islam difokuskan kepada masalah-masalah
pokok dan penting kaum Muslimin, penekanan akan peran akal dan
menghindari bertaqlid, mendinamiskan peran ijtihad dan penekanan terhadap
masalah kemerosotan masyarakat Muslim dan penyimpangan-penyimpangan
terhadap ajaran Islam.

http://ariefdotcom.blogspot.com/2012/05/pemikiran-muhammad-abduh.html, di akses
tanggal 28 Maret 2014

11

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia. 2001.
Atang Abd. Hakim, Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2000. Hlm 95
http://ariefdotcom.blogspot.com/2012/05/pemikiran-muhammad-abduh.html
http://latiefpersie.blogspot.com/2012/04/makalah-ilmu-kalam-muhammadabduh.html

12

Anda mungkin juga menyukai