Anda di halaman 1dari 4

Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni Al-Husaini (Rasyid

Ridha) adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir di Suriah Utsmaniyah pada tahun
1865 di Al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari Kota Tripoli (Suria).
Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan Al-Husain, cucu Nabi Muhammad Saw. Oleh karena
itu, ia memakai gelar Al-Sayyid di depan namanya. Rasyid Ridha meninggal di Mesir, 22 Agustus
1935 dikenal sebagai Rasyid Ridha adalah seorang intelektual muslim dari Suriah yang
mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas oleh Jamaluddin al-Afghani dan
Muhammad Abduh. Semasa kecil, ia dimasukkan ke madrasah tradisional di al-Qalamun untuk
belajar menulis, berhitung dan membaca alQur’an. Pada tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di
Madrasah Al-Wataniah Al Islamiah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli. Di Madrasah ini, selain dari
bahasa Arab diajarkan pula bahasa Turki dan Perancis, dan di samping pengetahuan-pengetahuan
agama juga pengetahuan-pengetahuan modern

Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/01/biografi-singkat-rasyid-ridha-dan.html


Terima kasih sudah berkunjung.

Sekolah ini didirikan oleh Al-Syaikh Husain Al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh
ide-ide modern. Di masa itu sekolah-sekolah misi Kristen telah mulai bermunculan di Suria dan
banyak menarik perhatian orang tua untuk memasukkan anak-anak mereka belajar di sana. Dalam
usaha menandingi daya tarik sekolah-sekolah misi inilah, maka Al-Syaikh Husain Al-Jisr mendirikan
Sekolah Nasional Islam tersebut. Karena mendapat tantangan dari pemerintah Kerajaan Utsmani,
umur sekolah itu tidak panjang. Rasyid Rida meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama
yang ada di Tripoli. Tetapi dalam pada itu, hubungan dengan Al-Syaikh Husain AlJisr berjalan terus
dan guru inilah yang menjadi pembimbing baginya di masa muda. Selanjutnya, ia banyak
dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majallah Al-Urwah
Al-Wusṭa. Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan Al-Afghani di Istambul, tetapi niat itu tidak
terwujud. Sewaktu Muhammad Abduh berada dalam pembuangan di Beirut, ia mendapat
kesempatan baik untuk berjumpa dan berdialog dengan murid Al-Afghani yang terdekat ini.
Perjumpaan-pèrjumpaan dan dialognya dengan Muhammad Abduh meninggalkan kesan yang baik
dalam dirinya. Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang diperolehnya dari Al- Syaikh Husain Al-Jisr
dan yang kemudian diperluas lagi dengan ide-ide Al-Afghani dan Muhammad Abduh amat
memengaruhi jiwanya. Ia mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan itu ketika masih berada
di Suria, tetapi usaha-usahanya mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Utsmani. Ia merasa terikat
dan tidak bebas. Oleh karena itu, ia memutuskan pindah ke Mesir, dekat dengan Muhammad Abduh.
Pada bulan Januari 1898, ia sampai di negeri gurunya ini. Beberapa bulan kemudian, ia mulài
menerbitkan majalah yang termasyhur, Al-Manar. Di dalam nomor pertama, dijelaskan bahwa tujuan
Al-Manar sama dengan tujuan Al-Urwah Al-Wusṭa, antara lain mengadakan pembaharuan dalam
bidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas takhyul dan bid’ah-bid’ah yang masuk ke dalam
tubuh Islam, menghilangkan paham fatalisme yang terdapat dalam kalangan umat Islam, serta
paham-paham salah yang dibawa tarekat-tarekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan
membela umat Islam terhadap permainan politik negara-negara Barat. Majalah ini banyak
menyiarkan ide-ide Muhammad Abduh. Guru memberikan ide-ide kepada murid dan kemudian
muridlah yang menjelaskan dan menyiarkannya kepada umum melalui lembaran-lembaran Al-
Manar. Tetapi, selain dari ide-ide, Al-Manar juga mengandung artikel-artikel yang dikarang
Muhammad Abduh sendiri. Demikian juga tulisan pengarang-pengarang lain. Beberapa pemikiran
Rasyid Rida tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut. a. Sikap aktif dan dinamis di kalangan
umat Islam harus ditumbuhkan. b. Umat Islam harus meninggalkan sikap dan pemikiran kaum
Jabariyah. c. Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat dan hadis tanpa meninggalkan
prinsip umum.

Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/01/biografi-singkat-rasyid-ridha-dan.html


Terima kasih sudah berkunjung.
d. Umat Islam menguasai sains dan teknologi jika ingin maju. e. Kemunduran umat Islam disebabkan
banyaknya unsur bid’ah dan khurafat yang masuk ke dalam ajaran Islam. f. Kebahagiaan dunia dan
akhirat diperoleh melalui hukum yang diciptakan Allah Swt. g. Perlu menghidupkan kembali sistem
pemerintahan khalifah. h. Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi bidang
agama dan politik. i. Khalifah haruslah seorang mujtahid besar dengan bantuan para ulama dalam
menerapkan prinsip hukum Islam sesuai dengan tuntutan zaman.

Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/01/biografi-singkat-rasyid-ridha-dan.html


Terima kasih sudah berkunjung.

Biografi Muhammad Abduh


Muhammad Abduh dilahirkan pada tahun 1849 M (1265 H) di Mahallah Nasr, suatu
perkampungan agraris termasuk Mesir Hilir di Propinsi Gharbiyyah. Ayahnya bernama
Abduh bin Hasan Chairullah, seorang berdarah Turki sedangkan ibunya Junainah binti
Utsman al-Kabir mempunyai silsilah keluarga besar keturunan Umar Bin Khattab. Tahun
1866 Muhammad Abduh pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Ketika berada di Al-
Azhar ia bertemu Jamaluddin al-Afghani yang datang ke Mesir dan kemudian Abduh
bergabung bersama al-Afghani untuk memperluas studinya. Di bawah bimbingan Jamaluddin
al-Afghani, Muhammad Abduh belajar filsafat dan ilmu sosial serta politik. Termasuk
didalamnya terdapat Sa’d Zaghlul. Al-Afghani aktif memberikan dorongan kepada siswa-
siswanya ini untuk menghadapi intervensi Eropa di negeri mereka dan pentingnya melihat
umat Islam sebagai umat yang satu. Tahun 1878 Muhammad Abduh mendapat tugas
mengajar di perguruan tinggi Dar al-‘Ulm yang baru saja didirikan. Dia memanfaatkan ini
sebagai peluang untuk berbicara dan menulis soal politik dan social, dan khususnya soal
pendidikan nasional, selama periode kesadaran nasional kian tinggi di Mesir. Setahun
kemudian Abduh diberhentikan dari jabatan mengajarnya di Dar al-‘Ulm karena sikap
politiknya yang dianggap terlalu keras. Tetapi kemudian Abduh diangkat oleh perdana
menteri menjadi editor sebuah koran resmi di Mesir yakni Al-Waqa’i’ Al Mishriyah. Dalam
posisi itu Muhammad Abduh menjadi sangat berpengaruh dalam membentuk pendapat
umum. Dengan semakin kritis, posisi Abduh semakin terancam dan kemudian diasingkan
dari Mesir selama tiga tahun. Pada 1888 ia diizinkan kembali ke Kairo, diangkat menjadi
hakim, dan menjadi anggota dewan administratif Al-Azhar pada 1895. Selain itu ia juga
diangkat menjadi Mufti Besar Mesir. Muhammad Abduh meninggal pada 11 Juli 1905.

2. Pemikiran Pembaharuan Islam Muhammad Abduh


Muhammad Abduh memandang bahwa salah satu tugas utamanya sebagai
intelektual muslim adalah memberikan tanggapan kepada orang-orang Mesir yang –karena
terpengaruh oleh keberhasilan Eropa sekuler dan serangannya terhadap Islam- berpendapat
bahwa agama merupakan unsur pokok yang menghambat masyarakat Muslim. Perhatian
utama Abduh adalah problem kemunduran umat Islam, dan banyaknya dorongan untuk
mengubah kemunduran ini dengan berupaya meniru Barat. Menurut pendapatnya hal ini
disebabkan oleh :
1. Umat Islam sendiri yang tidak melaksanakan ajaran Islam dengan benar. Mereka lebih
cenderung pada ajaran tarekat yang ekstrim dan menimbulkan pengkultusan syeikh tarekat
serta dijadikannya perantara dengan Tuhan.
2. Paham fatalisme, menerima qadha dan qadar yang salah-hanya menerima nasib tanpa
usaha. Padahal al-Qur’an mengajarkan dinamisme untuk meraih cita-cita kesejahteraan
duniawi.
3. Taqlid buta, hal ini akan menjadikan kebekuan akal, padahal akal dapat digunakan
untuk memahami kandungan yang bernilai strategis bagi kemaslahatan umat.
4. Fanatisme madzab yang menyebabkan perpecahan umat.
5. Bid’ah yang menyimpang dari akidah murni.
Untuk memajukan masyarakat, maka perlu dilakukan pembaharuan agama melalui
perbaikan al-Azhar, sebagai pusat ilmu dan dakwah islamiyah. Dengan perbaikan al-Azhar
akan menghasilkan orang yang bergairah terhadap agama dan bisa menyiarkan agama
keseluruh dunia. Pandangan keagamaan Abduh untuk memperbaiki umat ialah meluruskan
akidah dan menghilangkan kesalahan melalui cara menafsirkan al-Qur’an.
Oleh karena itu, Abduh mengarah pada upaya reformulasi Islam, memisahkan yang
esensial dari yang tidak esensial, mempertahankan aspek fundamental dan meninggalkan
aspek aksidental warisan sejarah Islam. Ia membenarkan al-Qur’an dan Hadis sebagai
petunjuk Tuhan, tetapi ia menyatakan bahwasanya pemikiran adalah unsur utama dalam hal-
hal yang tidak tercantum di dalam al-Qur’an dan Hadis. Sementara al-Qur’an dan Hadis harus
selalu diterapkan dalam urusan peribadatan, keputusan individu, atau ijtihad adalah sangat
penting untuk menata hubungan-hubungan sosial yang hanya dicapai dengan ide-ide rasional
yang bersifat umum dan dengan pertimbangan rasional. Dibalik konsep-konsep Muhammad
Abduh tersebut bersandar gerakan internasional reformasi Islam, dan ide membangkitkan
semangat masyarakat Mesir abad delapan belas-sembilan belas terhadap al-Qur’an dan Hadis.
Sebagai theolog yang berpengalaman pada garis-garis tradisional yang merasa yakin
bahwa sains dan Islam tidak mungkin bertentangan, menyatakan bahwa agama dan pemikiran
ilmiah bekerja pada level yang berbeda. Oleh karena itu ia memandang bahwa tugasnya ialah
menyuguhkan ajaran-ajaran dasar Islam dalam batasan-batasan yang diterima oleh pikiran
modern dan mengizinkan pembaharuan lebih lanjut di satu pihak serta mengizinkan orang
mempelajari ilmu pengetahuan modern di lain pihak. Meskipun Muhammad Abduh dalam
materi aktual penafsiran kembalinya tentang Islam tidak menyuguhkan ide-ide baru dalam
kumpulan ide-ide Islam tradisional namun kedudukannya memberikan kemajuan kepada
pembaharu-pembaharu pra-modern pada dua hal yang penting, yaitu :
1. Penekanan umum atas peranan akal dalam Islam, yakni ide bahwa walaupun agama
dan akal bekerja pada lapangan yang berbeda, namun keduanya bukan saja tidak mungkin
bertentangan, tapi harus bekerjasama secara positif dalam memajukan dan menggerakkan
manusia.
2. Menyatakan kembali ide-ide dasar Islam dengan cara sedemikian rupa hingga bisa
membuka pintu bagi pengaruh ide-ide baru dan usaha pencarian ilmu pengetahuan modern
pada umumnya.
Sekalipun demikian konsep ide modernisme dan reformasi Islam di Mesir yang
digelorakan oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh memberikan semangat
paradigma intelektual dan membuka jalan bagi konsep nasionalis mengenai identitas dan
politik pembaharuan Mesir yang lebih sekuler.

Anda mungkin juga menyukai