Anda di halaman 1dari 13

PEMIKIRAN TAFSIR AMIN AL-KHULI DAN AISYAH BINTU SYATHI’

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemikiran Tafsir Kontemporer


Modern

Dosen pengampu:

Muhammad Luthfil Anshori, L.c., M.ud

oleh:

Muhammad Husain Haikal NIM. 202101012042

Muhammad Alfi Zaidan NIM. 202101011932

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR


SARANG REMBANG
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
2023

0
PEMIKIRAN TAFSIR AMIN AL-KHULI DAN AISYAH BINTU SYATHI’

Oleh: Muhammad Husain Haikal dan Muhammad Alfi Zaidan

A. Pendahuluan

Ilmu tafsir al-Qur`an merupakan ilmu dasar yang berupaya memahami dan
memperdalam makna ayat-ayat al-Qur`an. Seiring berjalannya waktu sangat
banyak karya tafsir yang telah dibuat oleh para ulama. Mulai dari ulama terdahulu
hingga ulama kontemporer.

Pada abad 1 - 2 H/ abad 6 - 7 M, perkembangan tafsir masih bersifat


parsial, sehingga hanya ayat-ayat yang belum dipahami secara jelas maknanya
saja yang ditafsirkan. Berlanjut ke masa pertengahan, tepatnya pada abad ke 3 – 9
H/ 9 – 15M. Pada masa ini penafsiran al-Qur`an mulai menggunakan metode
tahlili di mana al-Qur`an ditafsirkan secara keseluruhan. Pada abad ini, al-Qur`an
mulai menjadi objek pelatihan intelektual bagi para mufassir, sehingga mufassir
mempunyai kecenderungan tersendiri untuk menjelaskan setiap ayatnya.1

Berbeda halnya ketika memasuki masa modern. Corak penafsiran lebih


berfokus pada spirit al-Qur`an sebagai petunjuk untuk manusia dan konsep al-
Qur`an sebagai ṣalih likulli al-zamān wa al-makān. Pada periode ini, tafsir
kontemporer di mulai oleh Muhammad Abduh dan muridnya Sayyid Rasyid
Ridla. Paradigma al-Qur`an sebagai petunjuk untuk seluruh manusia membuat
banyak kalangan merespon. Salah satunya adalah Amin al-Khuli yang seterusnya
melahirkan banyak mufassir seperti Aisyah Bintu Syathi`, Ahmad Khalafallah,
Syukri ‘ayyad dan Nasr Hamid. Pada makalah ini penulis akan membahas
mengenai metode tafsir Amin al-Khuli dan Bintu Syathi`.

B. Biografi Intelektual Al-Khuli dan Bintu Syathi’

a. Amin al-khuli
Nama lengkap beliau adalah Amin bin Ibrahim ‘Abd al-Baqi bin
Amin bin Ismail bin Yusuf al-Khuli. Ia lahir di Syusyai pada tanggal 1 mei

1
Aisy Najiha Khurin’in, “Tafsir Sastra Kontemporer Oleh Amin Al-Khuli Dan Aisyah
Abdurrahman Bintu Al-Syathi`”, dalam jurnal AL-FURQAN volume 6 No. 1, Juni 2023, 63.

1
1895. Beliau lahir dari pasangan Ibrahin ‘Abd al-Baqi dan Fatimah binti
Ali.2
Amin al-Khuli sudah mengkhatamkan hafalan Qur’annya pada usia
sepuluh tahun dengan menggunakan qiraat imam Hafs. Beliau juga telah
mempelajari berbagai disiplin ilmu lainnya. Oleh karena itu beliau
diterima di Madrasah al-Qoissuni.
Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya di Madrasah Usman
pasa selama tiga tahun. Ketika di madrasah tersebut, salah seorang
gurunya yang bernama Syaikh ‘Abd al-Rahman Khalifah melihat
kecerdasan yang luar biasa pada diri Amin al-Khuli. Karena hal tersebut
gurunya menyarankan agar Amin al-Khuli melanjutkan pendidikannya di
Madrasah al-Qadha’ al-Syar’i (Akademi Hukum), sebuah madrasah yang
telah melahirkan banyak ulama intelektual.
Setelah menyelesaikan studinya di Madrasah Usman Pasa selama
tiga tahun, pada umurnya yang lima belas tahun, Amin al-Khuli
melanjutkan studinya di Madrasah al-Qadhi al-Syar’i sesuai saran dari
gurunya. Setelah melalui proses seleksi yang ketat, Amin al-Khuli berhasil
lulus dengan ujian hafalan al-Qur`an, membaca kitab dan membuat esai
bidang fiqih dan nahwu. Disinilah Amin al-Khuli mulai merasa
kemampuan intelektualnya terasah dengan mendalami berbagai macam
ilmu.3
b. Aisyah Bintu Syathi’
Namanya Aisyah Abdurrahman, ia terkenal dengan panggilan Bint
al-Syathi’.4 Beliau lahir di daerah Dumyat pada tanggal 6 November 1913.
Ia lahir dari pasangan Muhammad ‘Ali ‘Abdurrahman dan Farida
‘Abdussalam Muntasir. Ayahnya adalah seorang yang memiliki cara
pandang dan sikap yang sangat konservatif. Menurutnya, seorang gadis

2
Muhammad Aminullah, “HERMENEUTIKA DAN LINGUISTIK PERSPEKTIF METODE
TAFSIR SASTRA AMIN AL-KHULI” dalam jurnal IAI Muhammadiyah Ranggo Kota Bima
Volume 9 No. 9, 2 Juli-Desember 2016, 328.
3
Ibid, 329.
4
Wali Ramadhani, “BINTU SYATI` DAN PENAFSIRANNYA TERHADAP SURAH AL-‘ASR
DALAM KITAB AT-TAFSIIR AL-BAYANI LIL QUR’ANIL KARIM” dalam jurnal At-Tibyan
Volume 3 No. 2, Desember 2018, 266.

2
yang telah beranjak dewasa harus tetap di rumah untuk belajar. Ia sangat
melarang anaknya untuk menuntut ilmu di luar rumah.
Saat Bintu Syathi’ berusia lima tahun, ia mulai untuk belajar
membaca dan menulis bersama seorang syekh bernama Syekh Murs. Di
bawah bimbingan beliau pula Bintu Syathi’ mulai menghafal al-Qur`an
dan dilanjut hingga ia menyelesaikan hafalan Qur`annya.
Pada tahun 1920, Bintu Syathi’ secara terus terang meminta izin
pada sang ayah untuk mengizinkan=nya menuntut ilmu secara formal,
akan tetapi sang ayah tetap menolak. Hingga akhirnya sang ibu, karena
melihat anaknya yang bersedih, meminta bantuan dari kakeknya Bintu
Syathi’, Syeikh Ibrahim al-Damhuji, agar Bintu Syathi’ dapat menempuh
pendidikan sesuai dengan keinginanya.
Akhirnynya, pada tahun 1939 ia berhasl meraih jenjang sarjananya
pada jurusan sastra dan bahasa Arab di Universitas Fuad I, Kairo. Dua
tahun kemudian ia meneruskan jenjang magisternya. Pada tahun 1950 ia
meraih gelar Doktornya pada bidang yang sama dengan disertasi al-
Ghufrān li Abū al-A’lā al-Ma’āriy.5
C. Karya dan Posisinya Dalam Pengembangan Tafsir
a. Amin al-Khuli
Amin al-Khuli menyelesaikan sekolahnya pada tahun 1920.
Kemudian beliau diserahi tugas untuk mengajar di Madrasah al-Qadha’ al-
Syar’i pada tanggal 10 mei 1920. Pada tanggal 7 November 1923 negara
memilih beberapa orang imam bagi kedutaan Mesir di London, Paris,
Washington dan Roma. Amin al-Khuli merupakan salah seorang imam
yang dipilih keduataan Mesir di Roma.
Setelah beberapa tahun beliau berada di Roma, akhirnya beliau
dipindah tugaskan ke kedutaan Mesir di Berlin, Jerman. Selama tahun-
tahunnya hidup di Eropa beliau tekun menggali khazanah pengetahuan dan
kebudayaan Eropa yang ditulisnya dalam berbagai artikel. Salah satunya

5
Ibid, 267.

3
yang cukup fenomenal adalah Egyptian Society and Politics yang
dipublikasikan di Jerman dalam tiga bahasa. 6
Setelah karir imam dan negosiator ditiadakan oleh kedutaan Mesir,
pada tahun 1927 al-Khuli pulang ke Mesir dan kembali mengajar di
Madrasahnya. Di tahun yang sama ia pindah ke Universitas Mesir
(Universitas Kairo) dan mengabdi pada jurusan Bahasa Arab di Fakultas
Adab dengan meniti karir dari bawah. Pada Tahun 1942 ia diangkat
menjadi dosen tetap pada jurusan Sastra Arab dan karirnya terus menanjak
sampai akhirnya ia menjadi guru besar studi al-Qur`an di Universitas
Kairo.
Karirnya di perguruan tinggi mulai meredup pasca konflik di
Fakultas Adab yang berakhir dengan terbelahnya para dosen pengajar.
Konflik berawal saat ia ditugasi sebagai promotor disertasi doktoral
Muhammad Ahmad Khalafallah pada tahun 1947. Para intelektual Al-
Azhar menuding Ahmad Khalaf dan Âmîn Al-Khûli sebagai orang yang
inkar dan kafir terkait pandangan Ahmad Khalaf yang kontroversial
mengenai ketidakbenaran kisah-kisah yang disampaikan Alqur’an secara
historis tentang nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw, yang dikuatkan
oleh Âmîn Al-Khûli. Dalam perdebatan yang panjang dan tajam antara
cendikiawan Al-Azhar dengan keduanya berakhir dengan dicopotnya gelar
guru besar yang disandang Âmîn Al-Khûli.
Aktifitas intelektual, sosial, dan politiknya kemudian lebih banyak
ia curahkan dengan menulis dan mengkaji seni dan sastra dengan lebih
semangat dan tanggung jawab hingga ia menghasilkan karya yang dapat
dinikmati hingga saat ini. Aktifitas ini ia jalani hingga akhir hidupnya pada
tahun 1966.
Di antara karya-karya Âmîn Al-Khûli adalah; Fi al-Adab al-Misri:
Fikr wa Manhaj, Al-Mujaddidûn Fi al-Islâm ‘ala asas Kitabay: al-Tanbi’ah
Biman Yab’asuhu Allah ‘Ala Kulli Mi’at Li al-Suyuti wa Bugyat al-
Muqtadin wa Minhat al-Mujiddin ‘Ala Tuhfat al-Muhtadin li al-Maragi al-
Jurjawi, Silat al-Islam bi Islah al-Masihiyyah, Mahij Tajdid Fi al-Nahw wa
6
Muhammad Aminullah, “HERMENEUTIKA DAN LINGUISTIK PERSPEKTIF METODE
TAFSIR SASTRA AMIN AL-KHULI”, 329-330.

4
al-Balaghah wa al-Tafsir wa al-Adab, Min Huda Qurân Fi Amwalihim,
Min Huda Qurân Fi Ramadhan, Mu’jam Alfaz Qurân al-Karim, Min Huda
Qurân: al-Qadat al-Rasul, Min Huda Qurân: al-Qard al-Hasan, al-Jundiyah
wa al-Salam, Min Huda Qurân: Musykilat Hayatina al-Lughawiyyah, Fann
al-Qawl.7
b. Aisyah Bintu Syathi’
Bintu Syathi’ sendiri merupakan nama pena yang ia gunakan
untuk menulis. Ia dilahirkan di sebelah barat sungai Nil. Nama itu
disandangkan kepadanya karena memang ia dilahirkan di tepi sungai Nil.
Jadi, nama itu berarti anak perempuan tepian (sungai). 8 Ia sengaja
menyembunyikan identiasnya karena takut akan kemarahan sang ayah
ketika membaca artikel-artikel yang ditulis.selama di kota kairo Bintu
Syathi’ mulai banyak menulis karya-karya ilmiah, hingga akhirnya ia
menjadi penulis di sebuah lembaga jurnalistik. Karir kepenulisannya terus
berkembang dengan terbitnya karya-karyanya berupa cerpen di majalah-
majalah yang lain, seperti al-Hilal, al-Balagh dan kawkeb al-Sharq. Ia
sering mengambil tema-tema sosial dan ekonomi sebagai refleksi dari
kehidupan yang dialaminya di tengah-tengah masyarakat pedesaan.
Ketika Bintu Syathi’ masih dalam penyelesaian studinya di
program Magisternya, ia menikah dengan dosennya, Prof. Amin al-Khuli. 9
Minatnya terhadap kajian tafsir dimulai sejak pertemuannya dengan
suaminya tersebut yang merupakan seorang pakar tafsir, ketika ia bekerja
di Universitas Kairo. Dari sini, Bintu Syathi’ mendalami tafsir dan menulis
buku tafsirnya yang terkenal dengan al-Tafsīr al-bayān li al-Qur`an al-
Karim yang diterbitkan pada tahun 1962.
Adapun karya-karya Bintu Sya>t}i>’ dalam bidang kajian
Alquran adalah sebagai berikut:
1. At-Tafsir Al-Bayani Li Alquran Al-Karim, Vol I, Kairo, Daar
Al-Ma’arif, 1962, Edisi I, 1966, Edisi III, 1968.

7
Ibid, 331.
8
Wali Ramadhani, “BINTU SYATI` DAN PENAFSIRANNYA TERHADAP SURAH AL-‘ASR
DALAM KITAB AT-TAFSIIR AL-BAYANI LIL QUR’ANIL KARIM”, 267.
9
Abdul Qādir Muhammad Ṣālih, Tafsīr wa al-Mufassirūn fī al-‘Aṣr al-Hadīth (Beirut: Dār al-
Ma’rifah, 2003), 405.

5
2. At-Tafsir Al-Bayani Li Alquran Al-Karim, Vol II, Kairo, Dar
Al-Ma’arif, 1969.
3. Al-I’jaz Al-Bayani Li Alquran Wa Masail Ibn Al-Azraq
Dirasah Qur’aniyyah Lughawiyyah wa Bayaniyyah, Kairo, Dar Al-
Ma’arif, 1971.
4. Kitabuna Al-Akbar, Umm Durman, Jami’ah Umm Durman al-
Islamiyyah, 1867. Dan masih banyak lagi.
Karir Bintu Syathi’ dimulai sebagai guru sekolah dasar khusus
perempuan di al-Mansuriah pada tahun 1929. Tahun 1932, beliau menjadi
supervisor pendidikan di sebuah lembaga bahasa Inggris dan Prancis. Pada
tahun 1939 beliau menjadi asisten dosen pada Universitas Kairo. Menjadi
inspektur bahasa Arab pada sebuah lembaga pada tahun 1942 sekaligus
sebagai kritikus sastra pada koran al-Ahram. Menjadi asisten doesn bahasa
Arab pada Universitas ‘Ain al-Syam pada tahun 1950. Menjadi asisten
profesor bahasa Arab pada sebuah Universitas Khusus perempuan dan
akhirnya menjadi profesor penuh untuk sastra Arab di Universitas ‘Ain al-
Syam pada tahun 1967. Bintu Syathi’ wafat pada awal Desember 1998
pada usianya yang ke 85 tahun.10

D. Ide dan Gagasan Pembaharuannya di Bidang Tafsir

Ide dan gagasan yang dilakukan oleh Amin al-Khuli tidak lepas dari
pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Abduh. Menurut Muhammad
Abduh, urgensi dari sebuah produk tafsir adalah mewujudkan al-Qur`an
sebagai kitab pedoman bagi seluruh umat, menampilkan hikmah-hikmahnya
sehingga al-Qur`an dapat menarik hati para pembacanya. Landasan tersebut lah
yang kemudian dijadikan loncatan oleh Amin al-Khuli untuk membuat
pambaharuan yang lebih jauh. Istilah yang ia sampaikan dalam merespon hal
tersebut, yaitu awwal al-tajdid qatl al-qadim fahman (awal mula pembaharuan
adalah memusnahkan pehaman yang kuno).11 Bahwa menurutnya, produk tafsir

10
Wali Ramadhani, “BINTU SYATI` DAN PENAFSIRANNYA TERHADAP SURAH AL-‘ASR
DALAM KITAB AT-TAFSIIR AL-BAYANI LIL QUR’ANIL KARIM”, 268.
11
Amin al-Khuli, Manahij Tajdid fi al-Nahwi wa al-balaghah wa al-Tafsir wa al-Adib (Beirut: dar
al-Ma’rifah, 1961), 303.

6
yang menurut Abduh difungsikan sebagai upaya merealisasikan al-Qur`an
sebagai kitab pedoman bukanlah tujuan pertama, yang harus dituju pertama
kalli adalah memperhatikan perangkat yang ada dalam al-Qur`an sehingga isi
kandungan dapat disampaikan sebagai bentuk hidayah bagi seluruh umat.12

Maka tujuan utama dalam penafsiran menurut Amin al-Khuli adalah


memandang bahwa al-Qur`an sebagai sebuah kitab yang bernuansa sastra dan
pengaruh sastra dalam kebahasaannya sangatlah besar. Langkah awal yang
dilakukan oleh penafsir harus mengedepankan pendekatan sastra terlebih
dahulu baru ia boleh melakukan pendekatan yang lain. Karena menurutnya
orientasi apapun tidak akan pernah ada kecuali setelah ia melakukan
pendekatan sastra terhadap al-Qur`an. Sekiranya ada dua metode yang di
sampaikan oleh Amin al-Khuli berkenaan metode sastra dalam penafsiran (al-
Manhaj al-Adabi), yang pertama kajian seputar al-Qur`an (Dirasah Ma Hawla
al-Qur`an), yang kedua kajian kandungan al-Qur`an (Dirasah Ma Fi al-
Qur`an).13

Metode kajian seputar al-Qur`an (Dirasah Ma Hawla al-Qur`an) dalam


metode ini ada dua kajian, yang pertama kajian khusus yang memudahkan
untuk memahami al-Qur`an dan yang kedua kajian umum yang di luar al-
Qur`an.14 Adapun yang dibahas dalam masing-masing dari kajian tersebut
berbeda-beda, dalam kajian khusus pengkajian yang terliput didalamnya
dimulai semenjak penurunan al-Qur`an, penghimpunan, qira`at dan apapun
yang sudah terangkum dalam sebuah istilah yaitu ulum al-Qur`an. Menurut
Amin al-Khuli semua pembahasan yang tercantun dalam ulum al-Qur`an
sangat diperhitungkan karena memiliki dampak terhadap kajian sastra dalam
al-Qur`an yang tidak hanya memperhatikan lafal-lafal al-Qur`an melainkan
juga sosio-kultural dari bangsa Arab itu sendiri.15 Sedangkan, kajian tentang
kandungan al-Qur`an (Dirasah Ma Fi al-Qur`an) tertuju pada kosakata dalam
al-Qur`an baik dalam segi lafal maupun makna. Dalam meneliti kosakata yang
12
Wali Ramadhani, “BINTU SYATI` DAN PENAFSIRANNYA TERHADAP SURAH AL-‘ASR
DALAM KITAB AT-TAFSIIR AL-BAYANI LIL QUR’ANIL KARIM”, 9.
13
Ibid., 10.
14
Amin al-Khuli, Manahij Tajdid fi al-Nahwi wa al-balaghah wa al-Tafsir wa al-Adib, 307-308.
15
Ibid, 308.

7
harus diperhatikan makna dari sebuah lafal dalam al-Qur`an dengan mengamati
makna etimologis dengan mendahului makna yang paling dekat di zaman Nabi
Muhammad shallahu alaihi wa sallam. Setelah meneliti lafal tersebut dalam
segi mufrod kemudian langkah yang diambil oleh seorang penafsir adalah
meniliti kosakata dalam segi murakkab (susunan kata) dalam hal ini penafsir
membutuhkan ilmu nahwu, balagah dan lainnya.16

Tidak hanya itu, dalam tafsir sastrawi hal yang juga perlu dipertimbangkan
adalah tafsir psikologis atau yang disebut dengan al-tafsir al-nafs. Menurutnya,
ranah psikologis termasuk kajian yang penting dalam tafsir sastrawi,
dikarenakan adanya hubungan antara balaghah dan psikologis yang mendasari
penyesuaian redaksi pada suatau kalam. Hubungan tersebut menjadi salah satu
bukti kemukjizatan al-Qur`an.17 Redaksi al-Qur`an yang disampaikan dengan
memerhatikan sisi psikologis akan mudah diterima oleh pendengaranya karena
penyampaiannya penuh dengan kesadaraan jiwa, hati, dan perasaan. Dalam
balaghah hal ini juga menjadi tolak ukur seseoarang dalam melihat
kemampuannya (malakah) dalam balaghah lebih sering disebut dengan dzauq
salim. Itu diantara pembaharuan yang dilakukan oleh Amin al-Khuli dalam
penafsiran, pembaharuan tersebutlah yang kemudian mempengaruhi istrinya
yaitu Bintu Syati’.

Aisyah Abdurrahaman atau panggilan akrabnya Bintu Syati’ ia memiliki


karya tafsir yang berjudul Tafsir al-Bayani li al-Qur`an al-Karim. Dalam
tafsirnya, ia mengikuti pembaharuan yang dilakukan oleh suaminya yaitu
Amin al-Khuli, yaitu dengan menggunakan pendekatan bahsa dan sastra.
Menurutnya, untuk memahami al-Qur`an langkah awal yang dilakukan oleh
seoarang penafsir adalah menertibkan surah sesuai dengan tartib nuzuli. Ada
tiga langkah yang dilakukan oleh Bintu Syati’ dalam menafsirkan al-Qur`an,
pertama tafsir al-Qur`an dengan al-Qur`an seperti yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad pada awal penafsirannya. Kedua, memperlihatkan uslub al-
Quraniy (gaya bahasa al-Qur`an) dan sastranya sehingga member kedudukan

16
Ibid, 312.
17
Ibid, 315.

8
terhadap al-Qur`an sebgaia kitab yang wajib dipelajari secara keseluruhan.
Ketiga, menggali nilai-nilai al-Qur`an yang terkandung dalam rentetan
kronologis sejarah yang ada didalamnya.18

Ada beberapa penolakan yang dilakukan oleh Bintu Syati’ dalam


menafsirkan al-Qur`an yang bertujuan menjaga keaslian al-Qur`an. Diantara
penolakan tersebut, yaitu pertama, meniadakan keberadaan israiliyyat yang
diikut sertakan dalam memahami kandungan al-Qur`an, sehingga penjelasan
terhadap kandungan al-Qur`an terlihat asli. Kedua, menghindari penafsiran
dengan ilmu sains, karena menurutnya sangat berbeda jauh jika al-Qur`an
dikaitkan dengan sains karena al-Quran itu dapat dipahami melalui pendalaman
terhadap bahasanya sendiri. Ia begitu perhatian terhadap tafsir klasik yang
menggunakan riwayat-riwayat israliliyyat di dalamnya, khawatir sangat
mempengaruhi seorang penafsir dalam menafsirkan al-Qur`an .19 Itulah diantara
ide dan gagasan pembaharuan tafsir yang dilakukan oleh sepanag suami istri
yaitu Amin al-Khuli dan Aisyah binti Abdurrahaman (Bintu Syati).

E. Contoh Penafsirannya

Dalam hal ini pemakalah akan menyajikan satu contoh buah penafsiran
dari Bintu Syati’, yakni dua ayat dari awal surat al-ḋuha yang memperlihatkan
metode pembaharuan yang dibawa olehnya. Penafsiran tersebut diambil
langsung dari kitab beliau yang berjudul al-tafsir al-bayani li al-Qur`an al-
karim juz pertama. Dalam kitabnya, langkah awal sebelum ia menafsirkan ayat,
terlebih dahulu ia menyebutkan letak penurunannya, surah keberapa yang
menyesuaikan tartib al-nuzuly dan pendapat ulama berkenaan tentang sabab
nuzul ayat tersebut.

Bunyi ayat pertama dari surat al- ḋuha, yaitu

‫َو ٱلُّض َح ٰى َو ٱَّلْيِل ِإَذا َسَج ٰى‬

18
Dini Tri Hidayatus Syadyya,”Studi Terhadap Metodologi Kitab Tafsir al-Tafsir al-Bayani Li al-
Qur`an al-Karim Karya Aisyah Bint Syathi” dalam jurnal al-Wajid, Volume 1 No.2, Desember
2020, 148.
19
Ibid, 149.

9
Demi waktu ḋuha dan demi malam apabila telah sunyi.

Dalam ayat tersebu, Bintu Syati’ memberikan penjelasan mengenai


pendapat ulama yang menyatakan bahwa qasam qur`any (sumpah yang di al-
Qur`an) itu membawa kepada sebuah makna yang mengagungkan sesuatu yang
disumpah. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa sumpahnya Allah
subhānahu wa ta’āla dengan menyebut makhluk nya menunjukan bahwa
makhluk tersebut termasuh tanda kebesaran dari ayatnya Allah. Dari penafsiran
tersebut para ulama hanya ingin menyampaikan bahwa sumpah yang
menggunakan huruf al-wawu itu menunjukan kebesaran Allah subhānahu wa
ta’āla.

Dalam hal ini lah Bintu Syati memperlihatkan pembaharuannya, bahwa ia


berkata qasam (sumpah) yang menggunakan huruf al-wawu pada contoh ayat
tersebut merupakan bentuk gaya bahasa pilihan al-Qur`an yang telah keluar
dari makna awalnya, sebagaimana gaya bahasa amr, nahy dan istifham yang
juga bisa keluar dari makna aslinya. makna tersebut berpindah kepada makan
bayani. Maka dalam contoh ayat tersebut, Allah subhānahu wa ta’āla ingin
menyampaikan bahwa waktu dhuha yang disaksikan oleh manusia disetiap
harinya merupakan sinar yang terang benerang setalah masa kekosongan
malam yang sunyi dan tenang. 2 hal tersebut yang tidak dapat diingkari
sebagaiaman hal nya bumi yang terlepas dari langit sehingga selamat dari
kegelapan. Begitu pula dengan penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad
shallāhu ‘alaihi wasallam dan cahaya beliau yang menerangi alam setelah
masa fatrah (kekosongan wahyu) seperti itupula lah ketika malam diterangi
oleh waktu ḋuha.20

F. Simpulan

Dari pembahasan yang sudah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa Amin al-
Khuli dan Bintu Syathi` memiliki pembaharuan dalam bidang tafsir dari segi
kesastraan al-Qur`an. Hal tersebut dapat dilihat dari masing-masing karya

20
Aisyah Abdurrahman, al-Tafsir al-bayany lil Qur`an al-Karim (Beirut: dar al-Ma’arif, t.tp), 25-
26.

10
keduanya. Kitab yang dihasilkan oleh Amin al-Khuli sebagai metodenya,
sedangkan Kitab Bintu Syathi` sebagai penerapan dari metode tersebut.

11
Daftar Pustaka

Alquran
Khurin’in, Aisy Najiha, “Tafsir Sastra Kontemporer Oleh Amin Al-Khuli Dan
Aisyah Abdurrahman Bintu Al-Syathi`”, dalam jurnal AL-FURQAN volume 6
No. 1, Juni 2023.

Aminullah, Muhammad, “HERMENEUTIKA DAN LINGUISTIK PERSPEKTIF


METODE TAFSIR SASTRA AMIN AL-KHULI” dalam jurnal IAI
Muhammadiyah Ranggo Kota Bima Volume 9 No. 9, 2 Juli-Desember 2016.

Ramadhani, Wali, “BINTU SYATI` DAN PENAFSIRANNYA TERHADAP


SURAH AL-‘ASR DALAM KITAB AT-TAFSIIR AL-BAYANI LIL QUR’ANIL
KARIM” dalam jurnal At-Tibyan Volume 3 No. 2, Desember 2018.

Ṣālih, Abdul Qādir Muhammad, Tafsīr wa al-Mufassirūn fī al-‘Aṣr al-Hadīth


(Beirut: Dār al-Ma’rifah, 2003).

Al-Khuli, Amin, Manahij Tajdid fi al-Nahwi wa al-balaghah wa al-Tafsir wa al-


Adib (Beirut: dar al-Ma’rifah, 1961).

Syadyya, Dini Tri Hidayatus,”Studi Terhadap Metodologi Kitab Tafsir al-Tafsir al-
Bayani Li al-Qur`an al-Karim Karya Aisyah Bint Syathi” dalam jurnal al-
Wajid, Volume 1 No.2, Desember 2020.

Abdurrahman, Aisyah, al-Tafsir al-bayany lil Qur`an al-Karim (Beirut: dar al-
Ma’arif, t.tp).

12

Anda mungkin juga menyukai