Anda di halaman 1dari 12

AHKAM AL-QUR’AN : IBNU AL-‘ARABI

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Studi Tafsir Ahkam

Disusun oleh :

1. Nizardi Samudra Arungan (07010320016)


2. Muhammad Hafiz Dhoyfullah (07040320134)
3. Nuriyah Faradisal Jinan (07020320072)

Dosen Pembimbing : Dr. Hj. Iffah Muzammil, M.Ag.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN


TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN
FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN AMPEL SURABAYA

2023
PENDAHULUAN

Al-Qur'an diwahyukan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Proses pewahyuan


yang bukan dalam bentuk kitab ini sekaligus bertujuan agar mudah diresapi dan diamalkan
dalam prilaku keseharian. Pengamalan al- Qur'an dalam kehidupan merupakan keniscayaan
dari sebuah keyakinan bahwa al-Qur'an adalah kitab suci yang harus diposisikan sebagai
pedoman hidup dalam berbagai aspek kehidupan, meliputi hubungan manusia dengan
Tuhannya, hubungan antar sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam.1

Al-Qur’an merupakan nikmat luar biasa yang Allah turunkan kepada umat manusia
untuk mensucikan hati, membersihkan jiwa, menjelaskan aqidah-aqidah, menunjukkan jalan
kebenaran dan keadilan, mengajarkan akhlak yang luhur dan sifat-sifat terpuji,
memperingatkan mereka agar tidak berbuat kemungkaran dan amal-amal buruk lainnya,
mensucikan masyarakat dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang merusak tatanan kehidupan dan
menunjukkan kepada mereka jalan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Olehnya
itu, maka wajib atas ummat Islam mengkaji al-Qur’an melalui kajian khusus yang mampu
mengungkapkan segala kandungannya kepada manusia, yaitu norma-norma hukum yang
bernilai tinggi, syariat yang penuh dengan hikmah dan norma-norma akhlak, dan dapat
mengimformasikan kepada dunia bahwa al-Qur’an mempunyai kaitan yang kuat dengan
tatanan-tatanan politik, peperangan, kemasyarakatan, ekonomi dan akhlak dan jalan
kebahagiaan dalam setiap aspek kehidupan. Dengan adanya upaya penafsiran, akan berdampak
pada penampakan fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk dan pemisah antara yang haq dan yang
bathil dan akan menunjukkan sifat fleksibilitasnya al-Qur’an yang dipandang pantas, cocok
dan sesuai untuk dipedomani ummat manusia disetiap waktu dan tempat.2

Para ulama dan sarjana Muslim telah mengembangkan sejumlah produk penafsiran
selama kurang lebih 14 abad. Sebagian di antara mereka menjadikan penjelasan Nabi sebagai
dasar penafsiran. Sedangkan sebagian lagi, di samping mengambil penjelasan Nabi sebagai
dasar penafsiran, mereka juga menambahkannya dengan sumber-sumber lain. Sehingga
lahirlah berbagai corak tafsir seperti yang bercorak mistik (sufi), linguistik, sastra, filosofis,
teologis, fikih. Yang disebut terakhir pun memiliki ragam penafsiran sebagaimana mazhab-

1
Lilik Ummi Kaltsum and Abd Moqsith, TAFSIR AYAT-AYAT AHKAM, Pertama. (Ciputat: UIN Press, 2015). 1
Andi Miswar, “SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR AL-QUR’AN PADA ABAD KE VII H,” Jurnal Rihlah
V (2017): 109–121.

2
mazhab fikih yang ada. Tafsir bercorak fikih makin berkembang sekitar abad keempat dan
kelima hijriah yang dikembangkan para ulama mazhab-mazhab fikih.3

PEMBAHASAN

Biografi Ibn Al-‘arabi


Abad ke-3 hingga ke-5 H menjadi saksi bahwa rata-rata masyarakat Andalusia
berpegang teguh kepada mazhab Maliki di dalam pengamalan peribadatan. Bukan hanya dalam
soal pandangan-pandangan fikih, di mana mereka berpatokan pada hadis dan naql yang tidak
jarang dalam hal politik tidak sejalan dengan kebijakan kekhalifahan pusat. Melihat kenyataan
tersebut, para penguasa Umayyah di Andalusia tidak merasa keberatan terhadap penyebaran
mazhab Maliki di wilayahnya, bahkan tidak segan-segan mengadopsinya sebagai mazhab
resmi negara. Puncaknya pada abad ke-5 dinasti Murabitun menjadikan mazhab Maliki begitu
meluas di Andalusia. Tidak heran jika kebanyakan mufasir Andalusia terpengaruh. Mereka
banyak mengulas ayat-ayat hukum yang terkandung dalam Alquran dengan perspektif Maliki.
Pada era ini, di antara ulama tafsir Andalusia di atas yang turut memperkaya khazanah tafsir
adalah Abu Bakr Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Ahmad al-
Ma’afiri al-Andalusi al-Isybili atau biasa kita mengenal dengan Ibn al-’Arabi (W. 543 H)4
Ibn al-‘Arabi memiliki nama lengkap Muhammad bin Abd Allâh bin Muhammad bin
Abd Allâh bin Ahmad al-Mârifî al-Andalûsî al-Ishbîlî. Beliau lahir di Lahir pada malam kamis,
tanggal 22 Syaban tahun 468 H/1076 M di Sevilla. Pada usia 9 tahun beliau telah hafal al-
Qur’an dengan bimbingan Abû Abd Allâh Muhammad bin Muhammad al-Sarqustî. Pada usia
9 tahun beliau berhasil menguasai bahasa Arab, matematika hingga ilmu Qiraat. Beliau
merupakan seorang ulama yang senang mencari ilmu, bahkan banyak negeri yang ia kunjungi
semata-mata untuk mencari ilmu disana.5 Beliau juga orang yang ahli dalam berbicara tentang
bermacam-macam ilmu dan mendalam pengetahuaannya. Orang dahulu dalam seluruh
pengetahuan, ahli berbicara dalam bermacam-macam pengetahuan yang berpengaruh pada
hukum-hukumnya. Di dalam diri beliau juga terkumpul adab akhlak baik pergaulannya dan
luwes atau lemah lembut terhadap orang lain6

3
Saiful Fahmi, “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-QUR ’ ÂN,” Mutawâtir:
Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis 3, no. 2 (2013): 248–265.
4
Fatikhatul Faizah, “Analisis Sosiologi Pengetahuan Terhadap Kitab Ahkam Al- Qur ’ an Karya Ibn Al- ‘
Arabi,” Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Tafsir 14, no. 1 (2020). 68.
5
Fahmi, “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-QUR ’ ÂN.”
6
Ahmad Musadad, “PERNIAGAAN DALAM AL-QUR’AN (STUDI PERBANDINGAN TAFSIR AHKAMUL
QURAN KARYA IBNU AL-ARABI DAN TAFSIR AHKAMUL QURAN KARYA AL-KIYA AL-HARASI) ”
Et-Tijarie 3, no. 2 (2016). 53.

3
Pada tahun 485 Hijriyah, ia pergi ke Mesir untuk berguru kepada Abu Hasan Ali bin
Muhammad dalam beberapa bulan. Selain itu beliau juga menyempatkan diri untuk menjadi
murid dari Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Maziri. Selain itu beliau juga berhasil berguru
kepada Mahdi al-Warraq, Abu al-Hasan bin Sharf, abu Hasan bin Dawud al-Farisi. Setelah
banyak belajar di Mesir, beliau melanjutkan perjalannya menuju Bayt al-Maqdis. Disana beliau
berguru kepada Abu Bakar Muhammad al-Walid al-Thurthushi al-Fahri. Setelah itu beliau
melanjutkan perjalannya menuju Syam, disana beliau berguru kepada ulama Syafi’i Abû al-
Fath Nashr bin Ibrâhîm al-Maqdisî, al-Hâfiz al-Akfânî, Ahmad bin al-Farrât, dan beberapa
ulama lainnya. Setelah Syam, beliau melanjukan menuju Baghdad. Disana beliau berguru
kepada Ibn al-Tuyûrî Alî bin al-Husayn al-Bazzâz, Abû Hâmid al-Ghazâlî, dan beberapa ulama
lainnya. Di Baghdad beliau berhasil mempelajari berbagai disiplin ilmu seperti, ushul Fiqh,
bahasa arab dan adab, dan lain lain. Pada tahun 489 H beliau berhasil sampai di Mekkah untuk
melaksanakan ibadah haji. Karena kegemarannya belajar, sebelum kembali ke kampung
halamanyya beliau berhenti di kota Iskandaria untuk berguru kepada ulama disana.
Keteguhannya dalam mencari ilmu berbuah manis. Dari perjalanan dan kunjungannya ke
berbagai wilayah menjadikannya sebagai seorang yang berwawasan luas sehingga
menjadikannya ulama paling berpengaruh di Sevilla, kampung halamannya. Ia dikenal
menguasai berbagai disiplin ilmu seperti, fikih, ushul, hadis, tafsir, adab, syair, dan kalam. Ia
juga dikenal ahli dalam masalah-masalah khilâfîyah.7

Berada di tengah kontestasi peradaban emas Islam di bawah Dinasti Umayyah di


Andalusia, Ibn al-’Arabi dengan berbagai karyanya menunjukkan identitas dirinya sebagai
sebuah wujud eksistensi dan kontribusinya untuk Islam. Keilmuan yang dikembangkan oleh
intelektual Muslim Andalusia selalu dinamis. Ibn al-’Arabi merupakan intelektual Muslim
yang produktif dengan menulis banyak sekali kitab dalam berbagai disiplin ilmu, yakni tafsir,
hadis, fikih, ushul fiqh, sejarah, dan teologi.8

Dari perjalanan panjang yang ia lalui, tidak heran jika Ibn al-Arabi berhasil menjadi
ulama yang wawasannya sangat luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil karyanya berupa
kitab-kitab yang ditulisnya. Adapun kitab-kitab karya Ibn al-‘Arabi yaitu:

1. Anwâr al-Fajr fî Tafsîr al-Qur’ân,


2. Qânûn al-Ta’wîl fî Tafsîr al-Qur’ân

7
Fahmi, “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-QUR ’ ÂN.” 251
8
Faizah, “Analisis Sosiologi Pengetahuan Terhadap Kitab Ahkam Al- Qur ’ an Karya Ibn Al- ‘ Arabi.” 74

4
3. Al-Nâsihk wa al-Mansûkh fî al-Qur’ân
4. Al-Muqtabas fî al-Qirâ’ah
5. Al-Ahâdîth al-Musalsalât
6. Sharh Zadîth al-Ifk,
7. Sharh Hadîth Jâbir fî al-Shafâ’at
8. Al-Sâlik fî Sharh Muwatta’ Mâlik
9. Al-Intisâf fî Masâ’il al-Khilâf
Usaha yang telah dilakukan oleh Ibn al-’Arabi khususnya dalam melahirkan karya-
karya di bidang keilmuan Islam mendapatkan apresiasi dari masyarakat dan penguasa pada saat
itu, yaitu pada masa ‘Ali bin Yusuf bin Tasyfin. Tidak hanya itu untuk mempertahankan mata
rantai keilmuannya Ibn al-’Arabi aktif menjadi pengajar dan sekaligus mubalig yang
menyebarkan ilmu di tengah-tengah masyarakat. Salah satu muridnya yang terkenal adalah
Iyad bin Musa bin Iyad al-Qadi9
Ibn al Arabî wafat di sebuah tempat bernama Aglân, sebuah daerah dekat kota Fâs, pada
bulan Rabial-Awwal tahun 543 H. Jenazahnya di bawa ke Fâs dan dimakamkan di sana.10

Seputar Kitab Ahkam al-Qur’an karya Ibn al-Arabi


Nama kitab Ahkam al-Qur’an menadakan bahwa kitab ini mebahas ayat-ayat yang
berkaitan dengan hukum. Dalam penulisannya, Ibn al-Arabi menyusun sesuai dengan urutah
surah berdasarkan mushaf Ustmani yaitu dimulai dari al-Fatihah sampai al-Nas. Dalam
tafsirnya, Ibn al-Arabi menyebukan jumlah ayat pada surah tersebut, namun jumlahnya berbeda
dengan yang ada dalam mushaf Ustmani. Hal ini terjadi karena Ibn al-‘Arabi hanya
menyantumkan jumlah ayat yang akan dibahas olehnya dari surah tersebut. Terkadang Ibn al-
‘Arabi menyebutkan keutamaan dari surah tersebut. Adapun metode yang digunakan oleh Ibn
al-‘Arabi dalam menafsirkan al-Qur’an yaitu metode tafsir tahlily yaitu menafsirkan mulai dari
al-Fatihan sampai an-Nas sesuai dengan urutan dalam mushaf Ustmani11
Adapun sumber penafsiran yang digunakan Ibn al-‘Arabi yaitu bil ma’stur. Beliau
menafsirkan dengan al-Qur’an, mengandalkan riwayat baik berupa hadist maupun astar
sahabat dan tabi’in.12 Pada muqoddimah kitabnya, dapat dipahami bahwa tafsir bagi Ibn al-
’Arabi hendaknya tidak boleh keluar dari koridor maksud diturunkannya Alquran itu sendiri,
yaitu sebagai hidayah bagi manusia. Selain itu, penafsiran Alquran hendaknya lepas dari

9
Ibid.75
10
Fahmi, “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-QUR ’ ÂN.” 251
11
Ibid 255.
12
Fahmi, “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-QUR ’ ÂN.” 255

5
tendensi atau kepentingan tertentu yang bukan merupakan tujuan Al-quran. Al-Quran adalah
imam yang senantiasa menuntun manusia menuju kehidupan yang lebih baik dan untuk meraih
ridha-Nya.13

Selain itu Ibn al-‘Arabi juga merujuk kepada karya-karya ulama sebelumnya. Sumber
utama rujukan penafsirannya yaitu Malik bin anas yang merupakan pendiri madzhab Maliki.
Malik bin anas seringkali menjadi rujukan dalam menyimpulkan permasalahannya. Selain
pendirinya, Ibn al-‘arabi juga sering menukil tokoh-tokoh madzhab maliki yang lainnya. Selain
rujukan diatas, Ibn al-‘Arabi juga sering merujuk kepada para mufassir, seperti Ibn Jarir al-
Tabari dalam kitab Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an. Jika dilihat dari pendahuluannya, Ibn
al’Arabi tampaknya memuji al-Tabari dan menjadikannya sebagai inspirasi ketika menyusun
tafsirnya. 14 Penggunaan epistemologi bi al-ma’sur diakui secara langsung oleh Ibn al-’Arabi,
ia banyak merujuk pada Jami‘ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibn Jarir at-Tabari (w. 310
H). Bahkan dalam muqoddimah kitabnya ia mengawalinya dengan kalimat “al-Tabari syaikh
ad-din”,15

Berangkat dari fakta bahwa Ahkamal-Qur’an ini berisi ayat-ayat yang berkaitan dengan
hukum, maka adz-Zahabi pun memasukannya ke dalam golongan tafsir fikih.16 Pembahasan
hukum yang dilakukan oleh Ibn al-’Arabi tentu sarat dengan pengaruh mazhab Maliki yang
dianut oleh Ibn al-’Arabi. Sehingga tidak heran jika kitab Ahkamal-Qur’anini menjadi kitab
tafsir yang paling penting dalam mazhab Maliki.17 Sehingga dapat disimpulkan bahwa corak
tafsir kitab ahkam al-Qur’an karya Ibn al-‘Arabi dikategorikan dalam kategori tafsir fiqh atau
tafsir ahkam. Tafsir fiqh sendiri bertujuan untuk mengeluarkan dan menyingkap hukum dan
kaidah-kaidah hukum dan berbagai kekayaan fiqhiyah yang terkandung dalam al-Qur’an. Kitab
Ahkâm al-Qur’ân, karya Abû Bakr b. al-Arabî, merupakan salah satu kitab tafsir bercorak fikih
dan juga merupakan rujukan utama bagi kajian tafsir fikih, khususnya mazhab Mâlikî. Corak
mazhab Mâlikî terlihat sangat kental pada kitab ini. Hal itu dipengaruhi latar belakang Ibn al-
Arabî yang menganut madzhab Mâlikî tulen. Akan tetapi, hal itu tidak menjadikan Ibn al-Arabî
fanatik buta terhadap mazhabnya. Ia tidak jarang mengkritik para mujtahid Mâlikî jika dirasa
kurang tepat dalam memberikan argumen. Ibn al-Arabî juga tidak serta merta menolak
argumen-argumen mazhab lain jika dianggapnya bisa dipertanggung jawabkan. Ia termasuk

13
Faizah, “Analisis Sosiologi Pengetahuan Terhadap Kitab Ahkam Al- Qur ’ an Karya Ibn Al- ‘ Arabi.” 81
14
Fahmi, “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-QUR ’ ÂN.” 256
15
Faizah, “Analisis Sosiologi Pengetahuan Terhadap Kitab Ahkam Al- Qur ’ an Karya Ibn Al- ‘ Arabi.” 82
16
Adz-Dzahabi, Husain. Al-Tafsir wa al-Mufassirun. Darul Kutub. (2004).300
17
Faizah, “Analisis Sosiologi Pengetahuan Terhadap Kitab Ahkam Al- Qur ’ an Karya Ibn Al- ‘ Arabi.” 85

6
toleran terhadap mazhab-mazhab lain, namun tidak jarang bersikap keras terhadap para
penentang mazhabnya.18

Fahd al-Rumi mengemukakan 15 karakteristik khas (khasa’is) yang dimiliki oleh para
mufasir Andalusia sebagai ciri-ciri umum yang membedakan mereka dari para mufasir dari
belahan dunia muslim lainnya19. Namun, dikerucutkan menjadi 12 yang sesuai dengan kitab
ahkam al-Qur’an ini yaitu:

1. Gaya bahasa yang mudah dipahami.


2. Penjelasan tentang metode penafsiran dalam bagian muqaddimah kitab tafsir
3. Banyaknya kutipan dari tafsir-tafsir terdahulu
4. Independensi dalam penafsiran.
5. Uraian tentang beragam kemungkinan dalam menafsirkan sebuah ayat serta pembagian
tafsir ke dalam beragam persoalan
6. Seleksi yang ketat terhadap riwayat-riwayat dalam tafsir, meliputi hadis-hadis
Rasulullah SAW, pendapat para sahabat dan tabi’in, penafsiran para ulama, serta
isra’illiyat
7. Perhatian yang besar kepada qira’at
8. Perhatian yang besar terhadap ‘ulum al-Qur’an
9. Perlawanan terhadap paham-paham yang menyimpang dari ajaran Islam, seperti
kelompok Rāfiḍah, Mu‘tazilah, serta sebagian sufi
10. Pemberian porsi yang besar untuk masalah-masalah hukum fikih
11. Minimnya pembahasan tentang aspek-aspek ilmu balāghah dalam penafsiran Alquran.
12. Cita-cita perbaikan sosial20

Dalam kitab ahkam al-Qur’an ada beberapa unsur penting yang tertuang didalam nya
yaitu:

1. Asbabun Nuzul. Hampir disetiap penafsirannya, Ibn al-‘Arabi pasti mencantumkan


asbabun nuzul dari ayat tersebut
2. Qiraat. Sebagai seseorang yang sudah manguasai ilmu Qiraat, maka tidak heran jika
dalam menafsirkan, Ibn ‘Arabi juga menafsirkan dengan qiraat.
3. Penjelasan makna kosa kata atau makna kalimat

18
Fahmi, “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-QUR ’ ÂN.”
19
Fahd al-Rumi, Manhaj al-Madrasah al-Andalusiyyah fī al-Tafsīr: Ṣifatuhū wa Khaṣiṣuhū. Maktabah al-
Tawbah. (1997). 63-68
20
Faizah, “Analisis Sosiologi Pengetahuan Terhadap Kitab Ahkam Al- Qur ’ an Karya Ibn Al- ‘ Arabi.” 87

7
4. Menyebutkan riwayat dari nabi, sahabat maupun tabi’in
5. Menyebutkan hukum yang terkandung dalam ayat
6. Menyebutkan pendapat para ulama kemudian mentarjihnya
7. Menyebutkan keutamaan dari surah tersebut.21

Menurut adz-Zahabi, bahwa periode ditulisnya kitab Ahkam al-Qur’an, yaitu pada
bulan Zulqa’dah tahun 503 H merupakan periode yang sangat kental dengan fanatisme
terhadap mazhab, sehingga tafsir tidak lagi digunakan untuk mencari kebenaran, melainkan
untuk melegitimasi masing-masing mazhab yang dianut penafsirnya. Meskipun fanatisme
mazhab masih mendominasi Ahkam al-Qur’an karya Ibn al-’Arabi, namun kemudian tidak
menutupnya untuk melihat kebenaran dari mazhab lain.

Contoh Penafsiran Tafsir Ahkam al-Qur’an

Contoh penafsiran kitab Ahkam al-Qur’an karya ibn al-‘Araby, dimana beliau
menafsirkan surah al-Ikhlas menjadi 3 pembahasan yaitu Asbabun nuzul, keutaman surah al-
Ikhlas dan pembahasan ketiga. Adapun pembahan pertama yaitu Asbabun Nuzul

Dalam sebuah riwayat dari Muhammad bin Ishâq melalui Saîd bin Jubayr dikatakan, suatu
ketika sekelompok Yahudi mendatangi Nabi, lalu mereka berkata, “Wahai Muhammad, Allah
menciptakan makhluk, lantas siapakah yang menciptakan-Nya? Nabi pun marah karena
pertanyaan itu. Lantas turunlah Jibril menenangkannya, dan berkata, “Redakan amarahmu
wahai Muhammad! Jibril datang bersama dengan jawaban Allah atas pertanyaan Yahudi tadi,
dan turunlah ayat Qul huw Allâh ahad. Mengenanai riwayat tersebut Ibn al-‘Arabi

21
Fahmi, “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-QUR ’ ÂN.”

8
mengomentari bahwa banyak sekali hadis batil mengenai asbabun nuzul ayat ini, dan ini salah
satunya.22

Pembahasan kedua yaitu mengenai keutamaan surah al-Ikhlas

Dalam sebuah hadis sahîh yang diriwayatkan Mâlik dan lain-lain, bahwasanya seseorang
mendengarkan orang lain membaca Qul huw Allâh ahad, dan mengulang-ulanginya. Maka
ketika berjumpa dengan Rasulullah, ia menceritakan kejadian itu kepadanya. Nabi pun berkata,
“Demi jiwaku yang ada dalam genggaman- Nya, sesungguhnya (surah itu) setara dengan
sepertiga al-Qur‟an, dan inilah keutamaannya”.23

adapun pembahasan ketiga:

disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa seseorang mengimami kaumnya dan ia


membaca Qul huw Allâh ahad disetiap rakaatnya. Kaumnya pun mengadu kepada Rasulullah.
Kemudian ia mengutus seseorang kepada imam tersebut (untuk menanyakan alasannya), dan
ia berkata, “Sesungguhnya saya mencintainya (surah al- Ikhlâs}). Nabi pun berkata, “Cintamu
terhadap surah ini yang akan memasukkanmu ke dalam surga”. Ibn al-Arabî berkesimpulan
bahwa riwayat ini menjadi dalil bolehnya membaca surah yang sama disetiap rakaat. Ia pernah

22
Ibn al-Arabî, Ahkâm al-Qur’ân, Vol. 4, 368.
23
Ibid

9
menjumpai imam salat taraweh yang membaca al- Fâtihah dan al-Ikhlâs disetiap raka‟atnya,
dengan tujuan untuk meringankan salat dan mendapatkan keutamaanya. Ia menambahkan,
bahwa bukan termasuk sunnah mengkhatamkan al-Qur’an dalam bulan Ramadhan (melalui
salat taraweh).24

Contoh lain dari penafsiran Ibn al-‘Arabi yaitu al-Baqarah ayat 173

Artinya “ Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan
(daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Dari penggalan ayat diatasn memiliki 15 permasalahan (pembahasan)

KESIMPULAN

Ibn al-‘Arabi memiliki nama lengkap Muhammad bin Abd Allâh bin Muhammad bin
Abd Allâh bin Ahmad al-Mârifî al-Andalûsî al-Ishbîlî. Beliau lahir di Lahir pada malam kamis,
tanggal 22 Syaban tahun 468 H/1076 M di Sevilla. Beliau sangat mencintai ilmu, bahkan beliau
pergi dari satu tempat ke tepat yang lain untuk menuntut ilmu. Dari perjalanan panjang yang ia

24
Ibid

10
lalui, tidak heran jika Ibn al-Arabi berhasil menjadi ulama yang wawasannya sangat luas. Hal
ini dapat dibuktikan dengan hasil karyanya berupa kitab-kitab yang ditulisnyaIbn al-„Arabî
wafat di sebuah tempat bernama Aglân, sebuah daerah dekat kota Fâs, pada bulan Rabi„ al-
Awwal tahun 543 H. Jenazahnya di bawa ke Fâs dan dimakamkan di sana.
Ibn al-Arabi menyusun sesuai dengan urutah surah berdasarkan mushaf Ustmani yaitu
dimulai dari al-Fatihah sampai al-Nas. Maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan
adalah tafsir tahlilyAdapun sumber penafsiran yang digunakan Ibn al-‘Arabi yaitu bil ma’stur.
corak tafsir kitab ahkam al-Qur’an karya Ibn al-‘Arabi dikategorikan dalam kategori tafsir fiqh
atau tafsir ahkam. Tafsir fiqh sendiri bertujuan untuk mengeluarkan dan menyingkap hukum
dan kaidah-kaidah hukum dan berbagai kekayaan fiqhiyah yang terkandung dalam al-Qur’an.

11
DAFTAR PUSTAKA
Al-’Arabi, A. B. M. B. (2001). Ahkam al-Qur’an. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah
Al-Rumi, F. (1997). Manhaj al-Madrasah al-Andalusiyyah fī al-Tafsīr: Ṣifatuhū wa
Khaṣiṣuhū. Maktabah al-Tawbah.
Adz-Dzahabi, Husain. (2004). Al-Tafsir wa al-Mufassirun. Darul Kutub.
Fahmi, Saiful. (2013) “METODE PENAFSIRAN IBN AL- ‘ ARABÍ DALAM AHKÂM AL-
QUR ’ ÂN.” Mutawâtir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis 3, no. 2: 248–265.
Faizah, Fatikhatul. (2020). “Analisis Sosiologi Pengetahuan Terhadap Kitab Ahkam Al- Qur
’ an Karya Ibn Al- ‘ Arabi.” Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Tafsir 14, no. 1
Kaltsum, Lilik Ummi, and Abd Moqsith. TAFSIR AYAT-AYAT AHKAM. Pertama. Ciputat:
UIN Press, 2015.
Miswar, Andi. (2017) “SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR AL-QUR’AN PADA
ABAD KE VII H.” Jurnal Rihlah V: 109–121.
Musadad, Ahmad. (2016) “ِ PERNIAGAAN DALAM AL-QUR’AN (STUDI
PERBANDINGAN TAFSIR AHKAMUL QURAN KARYA IBNU AL-ARABI DAN
TAFSIR AHKAMUL QURAN KARYA AL-KIYA AL-HARASI " Et-Tijarie 3, no. 2.

12

Anda mungkin juga menyukai