Anda di halaman 1dari 20

KONSEP AKHLAK MENURUT IBNU MISKAWAIH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah:


AQIDAH AKHLAK
Dosen Pengampu:
Dr. Nur Hadi Ikhsan, MIRKH.

Oleh:
Nabila Huringiin

PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN ILMU AQIDAH
UNIVERSITAS DARUSSALAM-GONTOR
MANTINGAN NGAWI JAWA TIMUR INDONESIA

1 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

PERIODE 1437/ 2016


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................... 1


I.
II.

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG.............................................................3
PEMBAHASAN

A. Riwayat hidup Ibnu Miskawaih....................................4


1. Nama dan asal-usulnya.....................................4
2. Aktivitas intelektual...........................................5
3. Karya-karya........................................................6
4. Deskripsi buku...................................................6

III.

DASAR-DASAR

A.
B.
C.
D.
E.
IV.

PEMIKIRAN

IBNU

MISKAWAIH

DALAM

MEMADUKAN AKIDAH DAN PEMBENTUKAN AKHLAK

Pengertian akhlak........................................................7
Sumber dan metode perolehan akhlak.......................8
Karakteristik akhlak...................................................10
Tujuan pembentukan akhlak ....................................12
Implikasi akidah dalam pembentukan akhlak...........13
PENUTUP

KESIMPULAN..................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 16

KONSEP AKHLAK IBNU MISKAWAIH


TELAAH ATAS KARYANYA TAHDZIBUL AKHLAK

2 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Akhlak adalah salah satu dari pilar ajaran Islam yang mana
termasuk inti dari Islam itu sendiri. Definisi akhlak adalah ilmu
yang membahas tentang kaidah-kaidah perilaku manusia dalam
berinteraksi dengan yang lain.

Dengan demikian, akhlak hanya

terbatas pada manusia. Karena manusia berbeda dengan hewan


yang seluruh tindakannya hanya berdasarkan naluri semata.
Islam mengatur kehidupan sedemikian rupa agar terdapat
keseimbangan dan harmoni didalam hubungan antar manusia
dengan manusia yang lain, dengan lingkungannya ataupun
dengan Sang Pencipta. Karena itu dapat dikatakan bahwa, akhlak
adalah buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan
syariah atau ibadah. Diibaratkan pohon, akhlak adalah buah
kesempurnaan dari pohon tersebut setelah akar dan batangnya
telah kokoh. Maka dapat disimpulkan bahwa akhlak tidak akan
terwujud jika didalam diri seseorang tidak terdapat aqidah dan
syariah yang baik.
Islam

mempunyai

mengkampanyekan

semangat
kebaikan

yang

akhlak

dan

tinggi

dalam

penghormatan

terhadap kemanusiaan. Hal ini terlihat sangat jelas tercermin


dalam firman Allah dan Sabda Rasul.

Nabi Muhammad diutus

dengan membawa misi yang sama sekali tidak bisa dikatakan


misi sederhana. Bahkan misi penyempurnaan akhlak mulia
adalah misi yang sangat agung dan dibutuhkan rentang waktu
yang

sangat

lama

dalam

merealisasikannya.

Dalam

penyempurnaan akhlak, dimulailah dengan pembenahan aqidah


masyarakat Arab lalu diajak untuk menerapkan syariah islam
1Dr. Ihsan Hindi, Pengaruh kebudayaan, akhlak dan agama dalam
hukum humaniter internasional didalam buku Islam dan Hukum
Humaniter Internasional, Jakarta:Mizan, hal. 286

3 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

setelah pemantapan aqidah. Maka, dapat dikatakan bahwa


aqidah dan syariah adalah sarana dalam merealisasikan akhlak
yang mulia.
Pembinaan akhlak ataupun budi pekerti bukanlah kajian
baru yang muncul saat-saat ini. Dalam sejarah perkembangan
Islam, terdapat banyak tokoh yang menyibukkan diri didalam
bidang ini. Seperti, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina ataupun AlGhazali dan juga Ibn Miskawaih. Dan dari sekian tokoh-tokoh
tersebut, Ibn Miskawaih adalah tokoh yang betul-betul berjasa
dalam mengembangkan wacana etika islami (Akhlak al-karimah).
Salah satu karyanya yang paling monumental adalah Tahdzib alakhlaq wa Tathir al-araq. Karya tersebut adalah karya yang
terkenal dengan filsafat etikanya. Aliran akhlak Ibn Miskawaih
adalah perpaduan antara kajian filsafat teoritis dan tuntunan
praktis, yang mana segi-segi pengajaran dan pendidikan lebih
ditonjolkan.

Maka dalam kajian etikanya, Ibnu Miskawaih sangat

menerapkan penerapan teori-teori etikanya.


Tujuan

dari

pemahaman

kajian

akhlak

ini

yang

mendalam

adalah
akan

agar

akhlak

menghasilkan
Islam,

ruang

lingkupnya dan berujung kepada komitmen atau moral feeling


untuk dapat menerapkan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Dimana kajian akhlak tidak hanya berhenti dititik teori semata,
akan tetapi kajian tersebut diterapkan dan dirasakan dikehidupan
sehari-hari.
II.
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP IBNU MISKAWAIH
1. Nama dan asal-usulnya

2Ibnu Miskawaih, Menuju kesempurnaan akhlak, terj. Helmi Hidayat


(Bandung:Mizan, 1994), hal. 14

4 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad Ibnu Yaqub


Miskawaih.

beliau

terkenal

dengan

sebutan

Al-Khazin

(pustakawan), karena ia dipercayai menangani buku-buku ibnu


Al-Amid dan Ahdu al-Daulah Ibnu Buwaihi. Tetapi beberapa pihak
berpendapat bahwa gelar tersebut berarti bendaharawan yang
diberikan kepadanya pada masa kekuasaan Ahdu al-Daulah dari
bani Buwaihi.4 Ia juga diberi gelar Abu Ali, yang selalu digunakan
didepan namanya, yang diperoleh dari nama sahabat Nabi, yaitu
Ali. Para penulis sepakat bahwa tempat kelahirannya adalah Ray
(Teheran), tetapi mengenai tahunnya terdapat perbedaan, ada
beberapa pendapat mengatakan tahun 330 H/942 M, dan ada
yang menyebutkan tahun 325. Sementara tahun wafatnya pada
tanggal 9 Shafar 421 H/ 16 Februari 1030 M di kota Isfahan. Ibnu
Miskawaih adalah keturunan orang Persia yang sebelumnya ada
yang menyebutkan bahwa ia menganut agama Majusi kemudian
masuk agama Islam. Tetapi, kebanyakan penulis menolak karena
pengetahuannya akan islam sedemikian luas yang tidak kalah
dengan filsuf lain khususnya didalam bidang akhlak.

2. Aktivitas intelektual
Latar belakang pendidikannya tidak diketahui secara pasti,
namun dapat diprediksikan bahwa pendidikannya seperti halnya
anak-anak

seusianya.

Ilmu-ilmu

dasar,

seperti

membaca,

menulis, mempelajari al-quran, dasar-dasar bahasa arab dan


tata

bahasa

diselenggarakan

arab.
di

Pelajaran-pelajaran

surau-

surau

ataupun

dasar

tersebut

dirumah-rumah.

3Ibnu Miskawaih, An unpublished Treatise of Miskawaih, Editor: M.S.


Khan, (Leiden:E.J. Brill, 1964), hal. 12
4 Ibnu Miskawaih, Menuju kesempurnaan akhlak, .hal. 29
5George Zaidan, Tarikh al-lughoh wa al-adab, (Kairo; Dar al Hilal ), hal.
46

5 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

Setelah pelajaran dasar tersebut diberikan lalu dilanjutkan


dengan ilmu fikih, hadist, sejarah, sejarah Arab Persi dan India
serta matematika. Setelah itu diberikan pula ilmu-ilmu yang
sifatnya praktis seperti musik, main catur, ataupun ilmu militer.

Ativitas intelektual yang dimilikinya sangat beragam,


dimulai dengan belajar sejarah kepada Abu Bakr Ahmad Ibn
Kamil al Qadhi. Selanjutnya dirinya mempelajari filsafat kepada
Ibn al-Khammar, seorang komentator terhadap karya-karya tokoh
Yunani

klasik,

Aristoteles.

Selain

itu,

Ibnu

Miskawaihpun

mempelajari ilmu-ilmu kimia dari Abi al-Tayyibah al-Razi, seorang


ahli kimia terkenal dizamannya. Karena keahliannya didalam
berbagai disiplin ilmu, maka Iqbal mengelompokkannya sebagai
seorang pemikir, moralis, dan sejarawan Parsi yang paling
terkenal.

3. Karya-karya
Karya-karyanya cukup banyak dengan disiplin ilmu yang
beragam. Dari berbagai karya tersebut, tidak diketahui dengan
jelas kapan ia mulai menulis, bahkan sebagian karyanya ada
yang masih dapat dilacak seperti kitab; Tahzib al-akhlak wa
Tathir al-araq (buku tentang jiwa dan etika), Al-fauz al-asghar
(Tuhan, jiwa dan Rasul), al-Saadah (etika dan politik), Tajarib alUmam (Sejarah mulai masa Nabi Nuh sampai 369 H), Jawidan
Khirad (Ungkapan filsuf), Badi al-zaman al-hamazani (Kaidah
syair),

Mutaqaddimah

al-zikr

(petuah

beliau),

dan

Asyar

6Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, (Kairo Maktabah al-Nadhah al


Misriyyah, 1974), hal. 66-69
7M.M. Syarief, Para Filosof Muslim, (Bandung:Mizan, 1998), hal. 84

6 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

(kumpulan syair).

Adapun karyanya yang lain tidak dapat

dijumpai lagi, seperti; Risalah fi al-lazzah wa al-alam fi jauhar alnafs (Membahas kelezatan dan kepedihan jiwa), Risalah fi al-Nafs
(membahas jiwa), Kitab fi bahs al-aqly (Membahas akal) dan lainlain.

4. Deskripsi Buku
Didalam

bukunya

Tahdzib

Al-Akhlaq,

Ibnu

Miskawaih

mendeskripsikan bahwa agama yang difahami secara benar


mempunyai keistimewaan yang sama dengan etika tentang
kebajikan. Dengan kata lain agama adalah pelatihan moral bagi
setiap orang.10 Buku ini disistematiskan dalam beberapa tema
pembahasan yakni, jiwa, kebaikan dan kebahagiaan, keadilan,
cinta dan persahabatan, serta penyakit dan pengobatan jiwa.
Tema-tema tersebut bertujuan pada pendidikan dan pengajaran
yang menyangkut potensi jiwa, khususnya manusia. Maka dapat
dikatakan bahwa etika merupakan seperangkat tatanan dan
prinsip kehidupan manusia.
Ibnu Miskawaih mempunyai perhatian yang teramat besar
terhadap etika khususnya, sehingga ia mendapat gelar guru
ketiga (al-muallim atsalis) setelah Al-Farabi yang dikenal sebagai
al-muallim

atsani,

sedangkan

guru

pertamanya

adalah

Aristoteles. Pada masa Ibnu Miskawaih, filsafat dan sains warisan


Yunani tumbuh sangat subur sehingga bila dicermati karyakaryanya tentang filsafat manusia, baik jiwa ataupun etika
8Abd al-aziz, Izzah, Ibnu Miskawaih, (Mesir; Mustafa al-Halaby), hal.
134
9Abd al-aziz, Izzah, Ibnu Miskawaih), hal. 127-134
10Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., FIlsafat Etika Islam, (Bandung:Pustaka
Setia), hal.20

7 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

banyak merujuk kepada karya-karya Yunani klasik, seperti Galen,


Phytagoras, Socrates, Plato ataupun Aristoteles.
dalam

menguasai

bidang

filsafat

etika

11

Ketekunannya
dan

sejarah

menjadikannya dikenal sebagai seorang ahli sejarah dan moralis


dalam arti sesungguhnya. Penyusunan etikanya bersifat genetik,
agamis dan praktis. Bahkan dirinya merasa dirinya perlu
mengubah akhlaknya sendiri sebelum merumuskan Tahzib alakhlak wa Tathir al-Araq. Ibnu Miskawaih merupakan filsuf
muslim pertama yang mengemukakan teori etika didalam Islam
sehingga dirinya mendapat julukan Bapak Etika Islam.
III.

12

DASAR-DASAR PEMIKIRAN IBNU MISKAWAIH DALAM


MEMADUKAN AQIDAH DAN PEMBENTUKAN AKHLAK
A. Pengertian akhlak
Terdapat banyak perbedaan dalam definisi akhlak yang

dikemukakan oleh para filosof dan pemikir, masing-masing


mempunyai arah, pandangan, dan sudut pandangan tersendiri.
Namun, kata akhlak sendiri mempunyai kemiripan antar
definisi satu dengan yang lain. Dalam salah satu pengertian
etimologis, etika dimaknai sebagai perbuatan, dan mempunyai
sangkut paut dengan kata-kata khaliq (Pencipta) dan makhluq
(yang diciptakan).
baik-buruk

13

Maka, etika diidentikan dengan moralitas

tindakan

manusia

terhadap

lingkungannya,

sesamanya dan Penciptanya.

11Abd al-aziz, Izzah, Ibnu Miskawaih, hal. 8


12Ahmad Azhar Bashir, Miskawaih, Riwayat Hidup dan Pemikiran
Filsafatnya (Yogyakarta:Nurcahya, 1983), hal. 4
13Endang Syaifuddin Anshari, Pokok-pokok pikiran tentang Islam dan
Umatnya, (Bandung: Pelajar Bandung), 1969, hal. 26

8 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

Akhlak dapat didefinisikan sebagai tabiat, perangai, dan


hakikatnya citra batin manusia.

14

dalam pengertian linguistik

akhlak mempunyai dua sisi. Pertama; psikis batiniah. Dan yang


kedua; perilaku lahiriah.15 Maka, dapat dikatakan bahwa akhlak
bersifat kejiwaan-spiritual sementara bentuk lahiriahnya disebut
perilaku. Jadi, akhlak adalah sumber sedangkan perilaku adalah
manifestasi.
Paradigma

pemikiran

Ibnu

Miskawaih

akan

akhlak

mempunyai keunikan keunikan tersendiri. Pemikirannya banyak


dipengaruhi oleh para filosof Yunani, seperti Plato, Aristoteles dan
Galen. Dengan cara meramu pemikiran-pemikiran tersebut
dengan pemikiran Islam. Disamping itu, Ibnu Miskawaih banyak
dipengaruhi oleh para filosof Muslim, seperti al-Kindi, al-Farabi
dan ar-Razi serta lainnya.

16

Oleh karena itu, corak pemikiran Ibnu

Miskawaih dapat dikategorikan ke dalam tipologi etika filosofi


(etika rasional), yaitu pemikiran etika yang banyak dipengaruhi
oleh para filosof, terutama filosof Yunani.
Menurut Ibnu Miskawaih pembahasan akhlak selalu terkait
dengan pembahasan jiwa. Maka, akhlak dapat didefinisikan
sebagai

keadaan

jiwa

yang

mendorong

untuk

melakukan

perbuatan tanpa dipikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu.

17

Dengan kata lain, akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong


14Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Az-Zubaidi, Taj Al-Arus, Bab Qaf Fashl
Kha 257.
15Mahfudz Azam, Al-akhlaq fi al-Islam baina An-Nazhariyah wa AtTathbiq, hal. 12
16Abuddin Nata, Pemikir Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta:PT. Raja
Grafindo-Persada, 2000), hal. 7
17Ibnu Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-Araq,
(Beirut:Mansyurah Dar al-Maktabah al-Hayat, 1938 H), cet. II, hal.37

9 | AKH L A KI BNU MISKAWA IH

lahirnya aktivitas secara spontan. Aktivitas yang terlahir dan


diterapkan kedalam kehidupan sehari-hari merupakan gambaran
dari akhlak seseorang. Karena akhlak yang baik tidak akan
melahirkan aktivitas atau perilaku yang buruk, begitupula
sebaliknya.

Maka,

Ibnu

Miskawaih

sangat

mengutamakan

pendidikan akhlak karena akhlak diposisikan sebagai sumber


perilaku dan segala aktivitas manusia. Dari akhlaklah, manusia
dapat dinilai standar baik dan buruknya.
B. Sumber dan metode perolehan akhlak
Para

ilmuwan

mempunyai

perbedaan

pendapat

akan

kemunculan dan awal kehidupan manusia, maka ilmuwan


akhlakpun

mempunyai

perbedaan

pendapat

akan

hakikat

sumber akhlak. Perbedaan pendapat para ilmuwan akhlak inipun


menyebabkan dua pendapat besar dari dua aliran18 dalam
persoalan sumber akhlak khususnya. Aliran pertama; yakni
aliran-materialis, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang
diberi sedikit pengetahuan ilmiah yang solid. kelompok ini selalu
mengisi celah-celah ilmu pengetahuan mereka dengan intuisi,
dugaan

dan

asumsi

semata.

Mereka

memandang

bahwa

kehidupan akan terus berkembang dari kesederhanaan menjadi


kerumitan. Dalam hal ini mengakibatkan berkembangnya sejarah
manusia terus-menerus tanpa henti. Akhirnya manusia terus
mengembangkan

kehidupannya

yang

mengakibatkan

berkembangnya akal, imajinasi, pemikiran dan akhlaknya. Aliran


kedua adalah aliran kaum pemeluk agama atau teis, kelompok
manusia yang meyakini bahwa alam semesta yang luas ini
memiliki Pencipta dan Pengayom. Aliran tersebut menyatakan
bahwa manusia diciptakan dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip
ataupun akhlak didalam dirinya.
18Prof. Dr. Raghib As-Sirjani, The Harmony of Humanity,
(Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2015), hal. 337

10 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

Kedua kelompok ini masih mengalami banyak tarik ulur.


Namun, keduanya sepakat bahwa akhlak dapat diperoleh.
Kelompok pertama menyatakan bahwa akhlak dibentuk oleh
kehidupan, maka akhlak akan berkembang dan tunduk pada
kondisi zaman, tempat kebutuhan ataupun naluri manusia.
Mereka menyatakan bahwa manusia akan meraih akhlak baru
yang

belum

mereka

dimiliki

sebelumnya

dengan

seiring

berkembangnya zaman. Adapun kelompok pemeluk agama


menyatakan bahwa akhlak adalah fitrah yang terdapat didalam
diri

manusia.

Maka,

agama

mempunyai

misi

untuk

mengembalikan manusia kepada karakter akhlak yang sesuai


dengan fitrah manusia. Dengan ini, cukup tegas bahwa manusia
mampu memperolah akhlak tertentu dan melepaskan diri dari
akhlak lain.
Pemikiran Ibnu Miskawaih secara umum tentang akhlak,
bahwa menurutnya terdapat akhlak yang bersifat alami dan
akhlak yang diperoleh melalui kebiasaan atau latihan.

19

Akan

tetapi, walaupun manusia diciptakan mempunyai akhlak, akan


tetapi

akhlak

dapat

diusahakan

melalui

pendidikan

atau

pengajaran. Seperti yang telah dijelaskan bahwa akhlak adalah


kondisi jiwa yang menyerunya untuk berbuat tanpa pikiran atau
perenungan.

20

Kondisi yang dinyatakan sebagai perbuatan tanpa

pikiran dan perenungan tersebut, mampu diperoleh dengan cara


latihan dan pembiasaan yang diawali dengan perenungan dan
pemikiran. Kemudian kondisi ini terus menerus dilanjutkan satu
demi satu sampai akhirnya menjadi sifat yang teramat kuat dan
akhlak.

19Ibnu Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-Araq, hal. 25

20 Ibnu Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-Araq, hal. 2

11 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

Tahzib Al-Akhlaq, merupakan kitab filsafat akhlak klasik


yang menarik kalangan ilmuwan etika dan memuat isu-isu
penting. Ibnu Miskawaih menggunakan Ayat-ayat Al-Quran dan
Hadist Rasulullah sebagai sumber etika didalamnya.

21

Al-Quran

adalah adalah sumber seluruh moral keagamaan dan sosial


muslim, Al-Quran tidak secara gamblang menjelaskan isi akan
teori-teori etika, akan tetapi Al-Quran telah mewakili seluruh
esensi ajaran moral Islam. Oleh karena itu jumlah ayat yang
membahas tentang akhlak atau moral berjumlah lebih banyak
daripada ayat yang membahas tentang hukum.

22

Selain itu, Ibnu Miskawaihpun menggunakan landasan


filsafat Yunani dan peradaban Persia23 serta pengalaman pribadi
dalam menjelaskan filsafat etikanya. Beberapa pembahasannya
mempunyai banyak kesamaan dengan filsafat Yunani, seperti
halnya pembahasan tentang jiwa yang mempunyai banyak
persamaan dengan Neoplatonisme. Seperti halnya pembahasan
mengenai kebahagiaan, kebaikan dan keadilan yang tidak terlalu
berbeda dengan Plato ataupun Aristoteles. Yang pada akhirnya,
Ibnu Miskawaih merakit seluruh pengarang yang berbeda-beda
tersebut kedalam suatu teks tertentu.
C. Karakteristik akhlak
Umat Islam adalah umat yang berkembang dan tumbuh
berdasarkan tuntunan wahyu terakhir yang ada di muka bumi.
21Lihat Zainul Kamal dalam pengantarnya Menuju Kesempurnaan
Akhlak, hal. 14.
22 Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., FIlsafat Etika Islam, hal.205

23Bangsa Persia adalah bangsa yang sangat memperhatikan tata


karma dalam majlis dan berupaya menjaga etika yang demikian itu.
Lihat The Harmony of Humanity, hal. 529

12 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

Islam mempunyai batu-bata pelengkap dalam menyempurnakan


bangunan akhlak. Dalam hal akhlak, Islam telah mengakui
adanya akhlak mulia didalam bangsa-bangsa terdahulu sebelum
datangnya Islam.

24

Akhlak mulia dari bangsa terdahulu ini

adalah dampak dari kenabian para Nabi sebelum Muhammad


SAW. Nabi-Nabi tersebut mempunyai kontribusi yang sangat baik
dalam menanamkan dan mengembangkan akhlak manusia.
Setelah itu datanglah Islam sebagai petugas yang melengkapi
akhlak pendahulu yang sudah ada
Akan tetapi akhlak tidak hanya dimaknai sebatas lingkup
perbuatan saja. Akan tetapi, akhlak dimaknai sebagai keadaan
ruhani yang menjadi sumber lahirnya perbuatan.

25

Perbuatan

atau tingkah laku seseorang mencerminkan kualitas keadaan


ruhani seseorang atau kondisi kejiwaan seseorang. Seperti
pemaparan sebelumnya bahwa menurut Ibnu Miskawaih, akhlak
akan mengacu kepada kondisi dan kejiwaan manusia.

26

Maka,

dapat dikatakan bahwa jiwa mempunyai hubungan yang erat


dengan akhlak. Seperti halnya akhlak dapat mempengaruhi
kebaikan dan kebahagian seseorang. Kedua hal ini adalah kondisi
manusia yang saling berkaitan. Jika kebaikan adalah tujuan
setiap orang dan bersifat universal, sedangkan kebahagiaan
adalah kebaikan bagi tiap individual atau perorangan dan tidak
bersifat umum. Dapat disimpulkan bahwa akhalaqul karimah
dapat berdampak kepada kadar kebaikan dan kebahagiaan
seseorang.

24 Prof. Dr. Raghib As-Sirjani, The Harmony of Humanity, hal. 511


25Dr. Achmad Mubarok, Pendakian Menuju Allah, (Jakarta:Paramadina,
2002), hal. 93
26Ibnu Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-Araq, hal.90

13 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

Meskipun terjadi perubahan pada bentuk lahiriah akhlak,


akan tetapi aturan akhlak dapat ditegaskan bahwa akhlak tidak
akan pernah mempresentasikan kaidah yang sewenang-wenang
ataupun tidak jelas. Bahkan akhlak harus berupa prinsip-prinsip
insani rasional yang berpangkal pada asas utama yang bersifat
universal, yaitu menghormati manusia dan memuliakan nilai-nilai
kemanusiaan.

27

Akhlak dalam Islam dibangun atas pondasi

kebaikan dan keburukan. Kebaikan dan keburukan tadi berada


pada fitrah yang selamat dan akal yang lurus, sehingga segala
sesuatu yang dianggap baik oleh fitrah dan akal yang lurus, ia
termasuk bagian dari akhlak yang baik, dan sebaliknya yang
dianggap jelek, ia termasuk akhlak yang buruk.
Menurutnya, asas akhlak yaitu keadilan yang diposisikan
sebagai jalan tengah.

28

Keadilan ada ditengah sedangkan

kelaliman ada dikedua ujungnya, lantaran yang dimaksudkan


sebagai kelebihan dan kekurangan. Sebab, tindakan lalim adalah
mengusahakan adanya kelebihan atas apa yang memberikannya
manfaat
kerugian.

dan
Dan

mengurangi
tidak

atas

sedikit

apa

manusia

yang
yang

memberikannya
mengusahakan

keduanya sekaligus. Untuk kebaikan dirinya ia mengusahakan


lebih dan untuk kebaikan orang lain ia menguranginya, akan
tetapi kondisi tersebut berbanding terbalik jika objeknya adalah
keburukan. Diantara kedua ujung tersebut terdapat titik tengah
yang dinamakan keadilan, yang mengambil porsi secukupnya
untuk dirinya dan orang lain.
D. Tujuan pembentukan akhlak

27Zakiya Ibrahim, Al-Musykilah Al-Khuliqiyyah, Maktabah Misr, hal. 63


28

14 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

Menurut
adalah

Ibnu

Miskawaih

terwujudnya

sikap

tujuan

batin

yang

pembentukan
mampu

akhlak

mendorong

melakukan perbuatan yang bernilai baik atau pribadi susila,


sehingga akan memperoleh kebahagiaan disisi Allah di akhirat
kelak dan hidup dengan perilaku yang baik didunia.

29

Tujuan ini

bersifat idealistik-spiritual, yang merumuskan manusia yang


berkemanusiaan, yaitu manusia yang memiliki sikap batin yang
mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua
perbuatan yang bernilai baik.

30

Karena manusia yang paling

mulia adalah manusia yang substansi dan esensinya sesuai


dengan kemanusiaannya. Jika keluar dari hal ini maka berarti
bukan manusia lagi, ia berada pada derajat binatang bahkan
lebih rendah lagi.
Menurutnya,
berdasarkan

moral

hawa

atau

nafsu

semata

ketimpangan sosial dan agama.


semacam

ini

difaktori

akhlak

oleh

31

yang
akan

rusak

atau

menyebabkan

Akhlak atau sikap moral

kesalahan

manusia

dalam

mengkiblatkan dan mengartikan hak dan kebebasan, baik dan


buruk, serta condong pada materi dan kesenangan duniawi
semata. Hal-hal tersebut banyak mendapat sumbangan dari laju
zaman yang terus melangkah maju dalam bentuk perubahan
tatanan dunia, ideology-ideologi, life style dan lain sebagainya.
Maka,

pembentukan

akhlak

mempunyai

tujuan

dalam

mempertahankan harmonisasi sosial ataupun agama. Karena


akhlak

dianggap

sebagai

landasan

harmonisasinya

peradaban.
29Ibnu Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-Araq, hal. 62
30Ibnu Miskawaih, Kitab as-Saadat, hal. 34-35
31Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., FIlsafat Etika Islam, hal.206

sebuah

15 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

E. Implikasi aqidah dalam pembentukan akhlak


Dapat dikatakan bahwa akhlak adalah manifestasi dari
iman, islam dan ikhsan. Akhlak diposisikan sebagai sebuah reflek
kondisi jiwa yang spontan dan tersistem pada diri seseorang.
Reflek ini menghasilkan perilaku yang konsisten dan tidak
bersandar kepada suatu keinginan tertentu. Seseorang dapat
dikatakan

memiliki

keimanan

yang

kuat

apabila

tingkat

ibadahnya semakin meningkat maka dari iman dan ibadah yang


saling berkaitan inilah tercermin inti kadar kualitas akhlak
seseorang. Dengan demikian, akhlak tidak dapat dipisahkan dari
ibadah

dan

aqidah.

Karena

kualitas

aqidah

akan

sangat

berpengaruh terhadap kualitas ibadah. Dari akhlak dan aqidah


yang kuat berkualitas tersebut akan melahirkan akhlak yang
berkualitas pula.
Ibnu Miskawaih menggunakan Al-Quran dan Al-Hadist
sebagai landasan etikanya. Dimana Al-Quran dan Al-Hadist
mengandung unsur keimanan dan kepercayaan atau dinamakan
sebagai aqidah yang sempurna dan kokoh. Berdasarkan hal ini
maka, perbuatan yang saleh akan mempunyai arti yang penting,
sedangkan perbuatan buruk akan mendapatkan balasannya.
Karena umat Islam mempunyai keyakinan terhadap adanya hari
pembalasan, dimana semua perbuatan mendapatkan apa yang
setimpal. Al-Quran sangat diyakini sebagai panduan bagi
manusia dalam menjalankan kehidupan. Maka, didalamnya
sangat jelas pemilihan antara baik dan buruk, antara dosa dan
pahala, ataupun antara kebenaran dan kesalahan.
sungguh-sungguh
(pembeda),

maka

menjadikan

Al-Quran

keseimbangan

dan

32

Jika manusia

sebagai

harmonisasi

32Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., FIlsafat Etika Islam, hal.71

furqan
dalam

16 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

kehidupan akan terpelihara. Jika hal itu terjadi, manusia akan


menemukan kebahagiaan sejati didunia dan akhirat.
Doktrin Al-Quran dan Al-Hadist merupakan satu-satunya
kekuatan

yang

memberi

pengetahuan

tentang

etika

dan

moralitas pada manusia, setelah manusia tersebut mengimani


Allah

dan

Rasul-Nya.

33

Kapasitas

aqidah

atau

keimanan

seseorang serta pelaksanaan amal saleh yang ditujukkan hanya


karena Allah semata akan mencapai kebahagiaan didunia
ataupun akhirat. Maka, hukum moral didalam islam tidak hanya
semata-mata mengandalkan akal dan pikiran semata, namun
sebaiknya didasarkan pula kepada keimanan. Oleh karena itu,
keimanan menentukan perbuatan dan keyakinan mengatur
perilaku.
IV.

PENUTUP

Kesimpulan
Ibnu Miskawaih dikenal sebagai bapak etika Islam, beliau telah
merumuskan dasar-dasar etika didalam Islam. Karyanya menarik
banyak kalangan ilmuan etika barat ataupun muslim sehingga
tidak jarang karyanya dikaji dan menjadi rujukan utama dalam
hal-hal etika ataupun moral. Definisi etika, moral atau akhlak
menurutnya adalah definisi yang bersifat universal dan tidak sulit
untuk diterima berbagai macam pihak. Menurutnya, akhlak
didefinisikan sebagai kondisi jiwa

dalam melakukan suatu

aktivitas manusia tanpa perenungan dan pemikiran. Artinya


keadaan ini dilakukan secara spontanitas atau reflek. Definisi ini
lebih mengarah ke keadaan jiwa, maka akhlak diartikan sebagai
kondisi jiwa sebagai dimensi batiniyyahnya dan perilaku adalah
manifestasinya
33Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., FIlsafat Etika Islam, hal.73

17 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

Kondisi jiwa tersebut dapat diperoleh dengan kembali ke


fitrah manusia atau perolehan manusia setelah kebiasaan dan
latihan yang terus menerus. Kebiasaan itu terlatih dan dilakukan
berulang kali sehingga melekat didalam diri manusia. Sehingga
dari usaha tersebut terbentuklah akhlak yang melekat dan
terwujudkan secara spontanitas.
Didalam bukunya, Ibnu Miskawaih menggunakan Al-Quran
dan

Al-Hadist

Disamping

sebagai

itu,

beliau

sumber
juga

akhlak

yang

menggunakan

dijelaskannya.
filsafat

Yunani,

peradaban Persia dan pengalamannya pribadi. Al-Quran adalah


sumber segala etika, moral dan akhlak kehidupan dunia dan
akhirat. Baginya, didalam kehidupan manusia mempunyai tujuan
untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan ini
dapat dicapai dengan mewujudkan moral-moral yang terdapat
dalam kandungan Al-Quran.
Asas akhlak tertinggi adalah keadilan, dimana keadilan
dimaknai sebagai jalan tengah. Titik tengah yang diposisikan
sebagai kedua ujung keburukan. Keburukan yang diwujudkan
dengan kelebihan dan kekurangan. Maka, akhlak yang baik jika
manusia

berhasil

menerapkan

jalan

tengah

tersebut.

Menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya, tidak kurang


ataupun lebih. Karena didalam Islam telah dijelaskan bahwa
segala

sesuatu

yang

berlebihan

tidak

akan

menghasilkan

kebaikan.
Pembentukan akhlak tersebut ditujukan untuk membentuk
pribadi yang memiliki sikap batin untuk melakukan perbuatan
penuh etika dan moral terhadap sesama, lingkungan dan
Pencipta.

Karena

jika

terdapat

ketimpangan

akhlak

maka

berpengaruh besar terhadap ketimpangan sosial, alam dan

18 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

agama. Akhlak adalah asas dari terbentuknya sebuah peradaban


serta sebagai faktor kemajuan dan kemunduran peradaban.
Akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
keimanan atau akidah. Karena didalam Islam, akhlak yang baik
harus didasarkan dan mempunyai pijakan keimanan. Keimanan
tidak

cukup

melahirkan

hanya

disimpan

didalam

hati,

tindakan atau perilaku yang

baik.

tetapi

harus

Iman

akan

dikatakan sempurna jika merealisasikan amal shaleh. Perbuatan


baik yang dilandaskan akidah atau keyakinan yang kuat akan
meraih tujuan kehidupan yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
Alfan, Muhammad, FIlsafat Etika Islam, (Bandung:Pustaka Setia)
Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, (Kairo Maktabah al-Nadhah al
Misriyyah, 1974)
As-Sirjani, Raghib, The Harmony of Humanity, (Jakarta:Pustaka AlKautsar, 2015)
Azam, Mahfudz Al-akhlaq fi al-Islam baina An-Nazhariyah wa AtTathbiq
Azhar, Bashir, Ahmad Miskawaih, Riwayat Hidup dan Pemikiran
Filsafatnya (Yogyakarta:Nurcahya, 1983)

19 | A K H L A K I B N U M I S K A W A I H

Hindi, Ihsan, Pengaruh kebudayaan, akhlak dan agama dalam


hukum humaniter internasional didalam buku Islam dan
Hukum Humaniter Internasional, Jakarta:Mizan
Ibrahim, Zakiya, Al-Musykilah Al-Khuliqiyyah, Maktabah Misr
Izzah, Abd al-aziz, Ibnu Miskawaih, (Mesir; Mustafa al-Halaby)
Manzhur, Ibnu , Lisan al-Arab, Az-Zubaidi, Taj Al-Arus, Bab Qaf
Fashl Kha
Miskawaih, Ibnu , Kitab as-Saadat
, An unpublished Treatise of Miskawaih, Editor:
M.S. Khan, (Leiden:E.J. Brill, 1964)
, Menuju kesempurnaan akhlak, terj. Helmi
Hidayat (Bandung:Mizan, 1994)
, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-Araq,
(Beirut:Mansyurah Dar al-Maktabah al-Hayat, 1938 H), cet.
II
Mubarok, Achmad , Pendakian Menuju Allah,
(Jakarta:Paramadina, 2002)
Nata, Abuddin, Pemikir Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta:PT.
Raja Grafindo-Persada, 2000)
Syaifuddin, Anshari, Endang Pokok-pokok pikiran tentang Islam
dan Umatnya, (Bandung: Pelajar Bandung), 1969
Syarief, Para Filosof Muslim, (Bandung:Mizan, 1998)
Zaidan, George , Tarikh al-lughoh wa al-adab, (Kairo; Dar al Hilal )

Anda mungkin juga menyukai