Anda di halaman 1dari 13

Filsafat Al-Kindi (Filsafat Jiwa)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam

Dosen Pengampu :

Mochammad Rizal Fanani, M.Ud.

Disusun oleh :

1. Sovia Ruji

2. M. Nurkholis

3. Umi Fadilah Wati

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) TRENGGALEK

2022/2023
i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu. Tidak lupa kami panjatkan
shalawat serta salam kepada junjungan kita Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir
kepada kita di hari akhir kelak. Penulisan makalah berjudul “Al-Kindi (Filsafat Jiwa)”
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Islam. Kami mengucapkan terimakasih
kepada pihak yang sudah berperan membantu pembuatan makalah ini, terutama Google
Search Engine. Serta kami berterima kasih kepada semua orang tua dan guru-guru kami, yang
senantiasa mendoakan serta merestui kami.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar
harapan kami agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Wassalamualaikum wr.wb

Trenggalek, Februari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................2
C. Tujuan Pembuatan Makalah...................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Biografi Al-Kindi......................................................................................................................3
Sosiologi.........................................................................................................................................5
Pemikiran.......................................................................................................................................5
Pemikiran.......................................................................................................................................5
Karya..............................................................................................................................................7
BAB III..................................................................................................................................................8
PENUTUP.............................................................................................................................................8
Kesimpulan...........................................................................................................................................8
Saran.....................................................................................................................................................8
Daftar pustaka......................................................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu faktor yang memungkinkan filsafat Yunani dikaji oleh orangorang Islam
adalah karena adanya karya-karya terjemahan filsafat yang disalin secara bebas kedalam
bahasa Arab baik langsung dari bahasa Yunani maupun dari teks asli versi Siriac (Nasution,
1973: 11). Gerakan penerjemahan ini berlangsung dari tahun 750 sampai tahun 1000 masehi
(Nasir, 1996). Oleh karena itu, lewat penerjemahan-penerjemahan ini para pemikir muslim
mengenal pemikiranpemikiran filosof Yunani seperti Plato, Aristoteles, dan ajaran-ajaran
Neoplatonis (Nasution, 1973) untuk kemudian mereka kembangkan dan perkaya dengan
pendekatan Islam, sehingga lahirlah disiplin baru dalam dunia pemikiran Islam yang dikenal
dengan sebutan Filsafat Islam (al-Falsafah al-Islamiyah) dengan beberapa tokohnya seperti al-
Kindi (796-873 M), al-Farabi (870-950 M), Ibn Sina (980-1037 M), al-Ghazali (1059-1111
M), Ibn Rusyd (1126-1198 M) dan lain-lain (Nasir, 1996).

Para tokoh-tokoh itu memiliki reputasi dan pengaruh yang diakui tidak hanya di dunia
Islam abad pertengahan bahkan juga mewarnai fiosof-filosof Barat modern. Sedemikian
besarnya pengaruh filosof-filosof muslim ini hingga W. Montgomery Watt mengambil
kesimpulan bahwa tanpa keberadaan mereka, ilmu pengetahuan dan filsafat orang-orang
Eropa tidak akan bisa berkembang seperti ketika dulu nenek moyang mereka
mengembangkannya untuk pertama kalinya (Nasir, 1996).

Dengan demikian, filsafat Islam telah mencapai puncak kejayaannya pada abad ke- 9
dan ke-11 masehi. Berbeda dengan filsafat Barat yang berkembang hingga abad modern,
kejayaan filsafat Islam tidak mampu melampau abad pertengahan dan mulai memasuki
periode anti klimaks pada abad ke-12, khususnya Ibn Rusyd (Nasir, 1996).

Di antara para filosof muslim yaitu Al-Kindi. Al-Kindi menyusun filsafatnya di


Bagdad yang ketika itu masih menjadi ibu kota pemerintahan dan sekaligus pusat pengkajian
pengetahuan. Di kota ini juga al-Kindi mendapat banyak dukungan moral dan material dari
tiga khalifah dinasti Abbasiyah, al-Ma’mun, al-Mu’tasim dan al-Watsiq. Ketiga khalifah itu
menunjukkan minat yang tinggi pada pengetahuan dan menyetujui kelangsungan kegiatan
belajar mengajar, kegiatan ilmiah, filosofis dan kesusastraan. Menurut Ibnu Nadhim,
kecenderungan al-Kindi ternyata tidak hanya pada filsafat Yunani saja, tetapi al-Kindi juga

1
mendalami studi keagamaan India, Chaldean dan Harran (Basri, 2013:18). Terlepas dari
semua ketidaksempurnaan sistematika filsafat al-Kindi, ia tetaplah sosok yang paling berjasa
dalam membuka akses filsafat dan sains Yunani serta membangun fondasi filsafat Islam bagi
para filosof muslim setelahnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Al-Kindi?

2. Bagaimana kehidupan sosiopolitik Al-Kindi?

3. Bagaimana pemikiran al-Kindi tentang an-nafs?

4. Apa saja karya-karya al-Kindi?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Mengetahui dan memahami riwayat hidup al-Kindi.

2. Mengetahui dan memahami kehidupan sosiopolitik al-Kindi.

3. Mengetahui dan memahami pemikiran al-Kindi tentang an-nafs.

4. Mengetahui apa saja karya-karya al-Kindi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI AL-KINDI

Al-Kindi, Al Kindus, nama lengkapnya Abu Yusuf Ya`kub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn
Imran ibn Ismail al-Ash`ats ibn Qais al-Kindi, lahir di Kufah, Iraq sekarang, tahun 801 M,
pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dari dinasti Bani Abbas (750-1258 M).1
Nama “al-Kindi” sendiri dinisbatkan kepada marga atau suku leluhurnya, salah satu suku
besar zaman pra-Islam. Menurut Faud Ahwani, al-Kindi lahir dari keluarga bangsawan,
terpelajar dan kaya. Ismail alAsh`ats ibn Qais, buyutnya, telah memeluk Islam pada masa
Nabi dan menjadi shahabat Rasul. Mereka kemudian pindah ke Kufah. Di Kufah sendiri, ayah
al-Kindi, Ishaq ibn Shabbah, menjabat sebagai Gubernur, pada masa khalifah al-Mahdi (775-
785 M), al-Hadi (785-876 M) dan Harun al-Rasyid (786-909 M), masa kekuasaan Bani Abbas
(750-1258 M).2

Pendidikan al-Kindi dimulai di Kufah, dengan pelajaran yang umum saat itu, yaitu al-
Qur’an, tata bahasa Arab, kesusasteraan, ilmu hitung, fiqh dan teologi. Yang perlu dicatat,
kota Kufah saat itu merupakan pusat keilmuan dan kebudayaan Islam, di samping Basrah, dan
Kufah cenderung pada studi keilmuan rasional (aqliyah).3 Kondisi dan situasi inilah
tampaknya yang kemudian menggiring al-Kindi untuk memilih dan mendalami sains dan
filsafat pada masa-masa berikutnya.

Al-Kindi kemudian pindah ke Baghdad. Di ibu kota pemerintahan Bani Abbas ini al-
Kindi mencurahkan perhatiannya untuk menerjemahkan dan mengkaji filsafat serta
pemikiran-pemikiran rasional lainnya yang marak saat itu. Menurut al-Qifthi (1171-1248 M),
al-Kindi banyak menerjemahkan buku filsafat, menjelaskan hal-hal yang pelik dan
meringkaskan secara canggih teori-teorinya. Hal itu dapat dilakukan karena al-Kindi diyakini
menguasai secara baik bahasa Yunani dan Syiria, bahasa induk karya-karya filsafat saat itu.
Berkat kemampuannya itu juga, al-Kindi mampu memperbaiki hasil-hasil terjemahan orang
1
Fuad el-Ahwani, “Al-Kindi” dalam MM. Syarif, Para Filosof Muslim, terj. A Muslim, (Bandung: Mizan, 1996),
hal. 11.

2
Ibid.
3
Ibid, hal. 12.
3
lain, misalnya hasil terjemahan Ibn Na`ima al-Himsi, seorang penterjemah Kristen, atas buku
Enneads karya Plotinus (204-270 M); buku Enneads inilah yang dikalangan pemikir Arab
kemudian disalahpahami sebagai buku Theologi karya Aristoteles (348-322 SM).4

Berkat kelebihan dan reputasinya dalam filsafat dan keilmuan, al-Kindi kemudian
bertemu dan berteman baik dengan khalifah al-Makmun (813-833 M), seorang khalifah dari
Bani Abbas yang sangat gandrung pemikiran rasional dan filsafat. Lebih dari itu, ia diangkat
sebagai penasehat dan guru istana pada masa khalifah al-Muktashim (833-842 M) dan al-
Watsiq (842-847 M). Posisi dan jabatan tersebut bahkan masih tetap dipegangnya pada awal
kekuasaan khalifah al-Mutawakkil (847-861 M), sebelum dan akhirnya ia dipecat karena
hasutan orang-orang tertentu yang tidak suka dan iri atas prestasi-prestasi akademik yang
dicapainya.5 Sikap iri dan permusuhan dari kalangan tertentu seperti inilah yang tampaknya
juga telah memunculkan informasi-informasi negatif tentang watak dan sifat al-Kindi.
Misalnya, al-Kindi ditampilkan sebagai sarjana yang mempunyai sifat pelit dan kikir. Sifatnya
ini bahkan ditonjolkan sebanding dengan tingkat popularitas dan prestasi keilmuannya.
Namun, George N Atiyeh (1923-2008 M) meragukan kebenaran informasi tersebut. Sebab,
menurutnya, para pengkritiknya juga tidak dapat melakukan hal lain kecuali memuji prestasi-
prestasi akademik dan filsafatnya. Selain itu, beberapa informasi lain justru menyatakan
sebaliknya, yaitu bahwa alKindi mempunyai watak yang mulia, berperilaku sebagai orang
yang bermartabat, penuh dedikasi dan tulus.6

Al-Kindi meninggal di Baghdad, tahun 873 M. Menurut Atiyeh, al-Kindi meninggal


dalam kesendirian dan kesunyian, hanya ditemani oleh beberapa orang terdekatnya. Ini adalah
ciri khas kematian orang besar yang sudah tidak lagi disukai, tetapi juga sekaligus kematian
seorang filosof besar yang menyukai kesunyian.7

B. AN-NAFS MENURUT AL-KINDI

Sebagaimana telah diketahui bahwa filsafat merupakan hasil berfikir dalam mencari
hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan universal, ia membahas “dasar-
dasar agama secara analitis dan kritis, dengan maksud untuk menyatakan kebenaran

4
George N Atiyeh, Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim, terj. Kasidjo Djojosuwarno, (Bandung: Pustaka, 1983), hal. 6.
5
Fuad Ahwani, Para Filosof Muslim, hal. 12-13.
6
Atiyeh, Al-Kindi, hal. 9.
7
Ibid, hal. 7.
4
ajaran-ajaran agama atau sekurang-kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan
agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika.”8

Dasar-dasar agama yang dimaksud disini adalah antara lain; wahyu, pengiriman nabi
dan rasul, ketuhanan, keabadian hidup, hubungan manusia dengan Tuhan (merdeka dari atau
terikat kepada kehendak Tuhan), kejahatan, kehidupan setelah mati, termasuk roh atau
jiwa dan lain-lain.

Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa masalah roh (jiwa) adalah urusan Tuhan,
kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit. Hal ini dijelaskan Allah dalam al-Qur’an surat al-Isra’
ayat 85:

          
    

85. dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Asbabun nuzul ayat ini menurut riwayat Bukhari dari Ibn Mas’ud, dia berkata,
“pernah suatu kali, saya berjalan bersama Rasulullah di Madinah. Kemudian kami lewat di
hadapan beberapa kelompok orang dari kaum Quraisy, sebagian dari mereka berkata-
kata, “Mengapa kalian tidak bertanya sesuatu kepadanya? Kemudian mereka bertanya,
ceritakanlah kepada kami tentang hakikat roh. Rasulullah berdiri sebentar dan mengangkat
kepalanya. Aku mengetahui bahwa tengah turun wahyu kepada beliau. Tatkala selesai,
beliaupun membacakan ayat ini.9

Ayat diatas mengandung sejumlah pertanyaan, seperti; apakah yang dimaksud


ayat dengan substansinya? Kekekalan atau kefanaannya, kebahagiaan atau
kesengseraannya, atau apakah yang dimaksud ayat, “kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”,
itu berkenaan dengan hakikat ruh, atau “yang sedikit itu” adalah ilmu pengetahuan kita,
tidak termasuk didalamnya masalah ruh, sebab ilmu kita hanya sedikit.

Persoalan-persoalan seperti inilah yang membuat para pemikir-pemikir muslim


(terutama filosof muslim) merasa terpanggil untuk membicarakan hal tersebut
berdasarkan kemampuan yang ada, dengan tujuan agar makna yang terkandung dalam
wahyu dapat dipahami dengan baik oleh umat manusia.Menurut al-Kindi “an-Nafs” (jiwa)
8
Harun Nasution, Filsafat Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 8.
9
Syamil Qur’an (Miracle Reference) (Bandung, 2010), hal. 578.
5
“tidak tersusun (‫سيطة‬, simple, sederhana) tetapi mempunyai arti penting, sempurna, dan
mulia. Substansinya (‫ )الجوهر‬berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan
sama dengan hubungan cahaya dengan matahari”.10

Penjelasan di atas memberi arti bahwa roh berbeda dengan jism, namun
keduanya saling berhubungan, sebab apabila salah satu di antara keduanya (roh)
memisahkan diri dari jism, maka jismtidak berfungsi lagi (mati), dan roh akan kembali keasal-
Nya. Oleh karenanya, menurut al-Kandi jiwa adalah “kesempurnaan pertama bagi jism
alami yang memiliki kehidupan secara potensial”. Atau jiwa adalah “kesempurnaan jism
alami yang organis menerima kehidupan.

Perbedaan dua definisi tersebut hanya terletak pada redaksional saja tidak pada
pengertian. Artinya, jiwa merupakan kesempurnaan essensial bagi jism yang tanpanya, jism
tidak berfungsi sama sekali. Jism akan binasa jika telah ditinggalkan jiwa.

Dan bahwa kita datang di alam ini bagaikan titian atau jembatan yang dilalui
oleh para penyebrang, tidak mempunyai tempat yang lama. Tempat tetap yang kita
harapkan adalah alam tinggi yang luhur kemana jiwa kita akan berpindah setelah mati.11

Mencermati pernyataan di atas, menunjukkan bahwa al-Kindi mengakui


keabadian jiwa, hal ini dikuatkan dengan pernyataannya : “wahai insan yang jahil! Tidakkah
engkau tahu bahwa tempatmu di alam ini hanya sebentar saja, kemudian engkau akan
pergi ke alam hakiki, dimana engkau akan tinggal kekal selama-lamanya.” 12
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan jiwa dengan jasad hanya bersifat
aksidental, dan ia merupakan satu energi yang dapat menimbulkan kekuatan bagi jisim
untuk melakukan kegiatannya.Menurut al-Kindi jiwa mempunyai tiga daya yaitu;
daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berfikir.

Daya berpikir ini disebut akal, dan akal menurutnya terbagi kepada 3 macam:

10
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 17.
11
Khalil al-Jar and Hana al-Fakhuri, Tarikh al-Falsafah al-‘Arabiyyah, 2nd ed. (Beirut:Dar al-Ma’arif, n.d.), hal.
76.
12
Ibid. , hal. 77.
6
1. Akal yang bersifat potensial (‫)الذى بالقوة‬

2. Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual

(‫)الذى خرج من القوة الى الفعل‬

3. Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas (‫)الذى نسمية الثانى‬

Akal potensial tidak dapat keluar menjadi aktual, jika tidak ada kekuatan yang
menggerakkannya dari luar karena itu ada satu macam akal yang mempunyai wujud di luar
roh manusia, yakni akal yang selamanya dalam aktualitas akal yang selamanya dalam
aktualitas inilah yang menggerakkan potensial menjadi aktual.13

C. KARYA-KARYA AL-KINDI

Al-Kindi adalah seorang filsuf Islam yang sangat produktif dalam menulis buku-buku
dalam berbagai cabang ilmu yang dikenal pada zaman itu. Dalam kitab al-Fihrits, Ibn Nadim
telah menulis suatu daftar yang berisi nama-nama kitab yang pernah ditulis oleh al-Kindi.
Kitab-kitab ini dikelompokkan oleh Ibn Nadim dalam 17 Bab, sesuai dengan disiplin
ilmu yang dikenalnya, dan terdiri dari 241 kitab. Kelompok pertama terdiri dari kitab-
kitab falsafah yang terdiri dari dua puluh dua kitab dan risalah. Sedangkan kelompok
ketujuh belas (terakhir) adalah kitab-kitb dan risalah-risalah yang merupakan bunga rampai
(al-Anwa’iyyat) yang terdiri dari tiga puluh tiga buah. Kitab-kitab ini ada yang berformat
tebal dan ada pula yang hanya terdiri dari beberapa lembar kertas saja. Sebagian besar kitab
ini sudah hilang dan ada yang masih dalam bentuk naskah dan tersimpan dalam
berbagai perpustakaan di negara-negara Arab dan Eropa. Hanya beberapa kitab saja yang
telah diterbitkan, antara lain oleh Muhd. A. Hadi Abu Ridah dalam bukunya Rasa’il al-Kindi
al-Falsafiyyah yang terdiri dari dua jilid, diantara kitab tersebut adalah:14

1.Fi al-Falsafah al-Ula

2.Fi hudud al-Asyya’wa rusumuha

3.Fi al-Fa’il al-Haqal-Awwal al-Tam

4.Fi I-dhah tanahi jirm al-‘Alam


13
Hasimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hal. 23.
14
Muhammad A. H. Abu Ridah, ed., Rasa’il al-Falsafiyyah (Beirut: Dar al-Fikr al-Araby, 1950), hal. 97.
7
5.Fi Wahdaniyyati ‘I-lah wa tanahi jirm al-‘Alam

6.Fi ‘illah al-Kaun wa al-Fasad

7.Fi al-Quli fi An-nafs

8.Fi’n-Nafs

Bila dilihat dari catatan sejarah, bahwa keberhasilan perjalanan karir al-Kindi
tidak terlepas dari faktor internal dan external yang mendukung keberhasilannya.

8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu Bahasa Indonesiadapat memberi kita
ilmu pengetahuan yang mendalam dan Bahasa Indonesiaadalah Bahasa Resmi kebangsaan
dengan Berbahasa Indonesia kita biasamenambah Cakrawalan dan pemikiran serta berbahasa
yang lusa.Paragraph merupakan seperangkat atau sekelompok kalimat yang tersusundari suatu
kalimat pokok dan beberapa kalimat penjelas. Yang dimaksud kalimatpokok ialah suatu
kalimat yang berisikan masalah atau kesimpulan dari paragraphitu sendiri. Dan kalimat
penjelas ialah suatu kalimat yang berisikan penjelasanmasalah yang terdapat di kalimat
pokok.

Saran

Sebaiknya dalam penyusunan paragraph harus menggunakan aturan yangsudah disepakati,


karena masih banyak orang yang menulis sebuah paragraphbahwa wacana tidak mengikuti
aturan-aturan dalam penulisan paragraph yang baik dan benar.

9
Daftar pustaka

al-Jar, Khalil, and Hana al-Fakhuri. Tarikh al-Falsafah al-‘Arabiyyah. 2nd ed. (Beirut:
Dar al-Ma’arif), n.d.

Nasution, Hasimsyah. Filsafat Islam. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002)

Ahwani, Fuad el-. “Al-Kindi” dalam MM. Syarif, Para Filosof Muslim, terj. A Muslim,
(Bandung: Mizan, 1996)

Atiyeh, George N. Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim, terj. Kasidjo Djojosuwarno, (Bandung:
Pustaka, 1983)

Nasution, Harun. Filsafat Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)

Nasution, Harun. Falsafah dan Mistisme dalam Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1973)

Syamil Qur’an (Miracle Reference). (Bandung, 2010)

Ridah, Muhammad A. H. Abu, ed. Rasa’il al-Falsafiyyah. (Beirut: Dar al-Fikr al-Araby,
1950)

10

Anda mungkin juga menyukai