Anda di halaman 1dari 14

AL-KINDI DAN PEMIKIRANNYA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Kelompok


Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
Dr. Abdullah Sinring, M.Pd

Oleh:

Miftahul Jannah Marwan 220404501022


Faizzatul Rahman 220404500029
Muh Syah Adam Syahrul 220404502044
Ais Ananta 220404502025

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Al-Kindi dan Pemikirannya.” Salawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-Nya.

Makalah ini berisikan berbagai informasi atau yang lebih khususnya


membahas tentang riwayat hidup al-Kindi, pemikiran al-Kindi tentang filsafat dan
agama, pemikiran al-Kindi tentang jiwa, dan karya-karya al-Kindi.

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan kita semua. Penulis


menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran serta tambahan dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak, terkhusus
kepada bapak Dr. Abdullah Sinring, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas makalah ini, sehingga penulis dapat
menambah wawasan pengetahuan dengan topik yang diberikan. Semoga Allah
SWT. senantiasa meridhoi segala usaha kami.

Di tempat

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Al-Kindi..................................................................... 3


B. Pemikiran Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama ............................... 4
C. Pemikiran Al-Kindi tentang Jiwa ....................................................... 7
D. Karya-Karya Al-Kindi ........................................................................ 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 10
B. Saran ................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradaban Islam mulai di bangun oleh Nabi Muhammad saw, ketika
berhasil merumuskan konsep Piagam Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh
Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Affan, dan Ali Ibn
Abi Thalib) puncaknya adalah ketika Harun ar-Rasyid dan anaknya al-Makmun
dari dinasti Abbasiyah berhasil membangun peradaban ilmu berkat penerjemahan
secara kontinu terhadap pemikiran-pemikiran di luar Islam, terutama pemikiran
filsafat Yunani. Kajian tata bahasa Arab juga menjadi sebuah kenicayaan untuk
mempelajari dan memahami al-Qur’an yang notabenenya berbahasa Arab. Faktor
lain yang sekaligus menjadi faktor utama bagi timbulnya gerakan pemikiran
filsafat dalam Islam adalah membanjirnya proses terjemahan berbagai literatur ke
dalam bahasa Arab. Diantara literatur yang diterjemahkan tersebut adalah buku-
buku India, Iran, dan buku Suriani-Ibrani, terutama sekali buku-buku Yunani.
Pada pusat-pusat kebudayaan seperti Syria, Mesir, Persia, juga Mesopotamia,
pemikiran filsafat Yunani diketemukan oleh kaum Muslimin. Namun kota
Baghdad yang menjadi pusat kekuasaan dinasti Abbasiyah menjadi jalur utama
masuknya filsafat Yunani kedalam Islam, dan disinilah timbul gerakan
penerjemahan buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab. Berkat adanya usaha-
usaha penerjemahan tersebut, umat Islam telah mampu mewarisi tradisi
intelektual dari tiga jenis kebudayaan yang sangat maju, yakni Yunani, Persia, dan
India. Warisan intelektual tersebut dimanfaatkan dalam membangun suatu
kebudayaan ilmu pengetahuan yang lebih maju, seperti yang kelihatan dalam
berbagai bidang ilmu dan mazhab filsafat pemikiran Islam.
Orang yang dipandang sangat berjasa dalam proses penerjemahan tersebut
dan dianggap sebagai filosof Islam pertama adalah Al-Kindi, di mana ia berhasil
mendamaikan warisan-warisan Hellenistis dengan Islam. Ia juga dikenal sebagai
filosof Arab pertama. Al-Kindi menyusun filsafatnya di Bagdad yang ketika itu
masih menjadi ibu kota pemerintahan dan sekaligus pusat pengkajian

1
pengetahuan. Di kota ini juga al-Kindi mendapat banyak dukungan moral dan
material dari tiga khalifah dinasti Abbasiyah, al-Ma’mun, al-Mu’tasim dan al-
Watsiq. Ketiga khalifah itu menunjukkan minat yang tinggi pada pengetahuan dan
menyetujui kelangsungan kegiatan belajar mengajar, kegiatan ilmiah, filosofis dan
kesusastraan. Menurut Ibnu Nadhim, kecenderungan al-Kindi ternyata tidak hanya
pada filsafat Yunani saja, tetapi al-Kindi juga mendalami studi keagamaan India,
Chaldean dan Harran (Basri, 2013:18). Terlepas dari semua ketidaksempurnaan
sistematika filsafat al-Kindi, ia tetaplah sosok yang paling berjasa dalam
membuka akses filsafat dan sains Yunani serta membangun fondasi filsafat Islam
bagi para filosof muslim setelahnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup dari seorang al-Kindi?
2. Bagaimana pemikiran al-Kindi tentang filsafat dan agama?
3. Bagaimana pemikiran al-Kindi tentang jiwa?
4. Apa saja karya dari seorang al-Kindi?

C. Tujuan
Berdasarkan dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
didapatkan tujuannya, yaitu:
1. Untuk mengetahui riwayat hidup al-Kindi.
2. Untuk mengetahui dan memahami pemikiran al-Kindi tentang filsafat dan
agama.
3. Untuk mengetahui dan memahami pemikiran al-Kindi tentang jiwa.
4. Untuk mengetahui karya-karya al-Kindi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Al-Kindi


Al-Kindi merupakan nama populernya, adapun nama lengkapnya adalah
Abu Yusuf Ya'qub Ibn Ishaq Ibn al-Shabbah Ibn 'Imran Ibn Ismail Ibn al-Asy'as
Ibn Qais al-Kindi, lahir di Kufah, Iraq sekarang, tahun 801 M, pada masa khalifah
harun Al_Rasyid (786-809 M) dari Dinasti Bani Abbas (750-1258 M). Nama “al-
Kindi” sendiri dinisbatkan kepada marga atau suku leluhurnya, salah satu suku
besar zaman pra-Islam. Menurut Faud Ahwani, al-Kindi lahir dari keluarga
bangsawan, terpelajar dan kaya. Ismail al-Ash`ats ibn Qais, buyutnya, telah
memeluk Islam pada masa Nabi dan menjadi sahabat Rasul. Mereka kemudian
pindah ke Kufah. Di Kufah sendiri, ayah al-Kindi, Ishaq ibn Shabbah, menjabat
sebagai Gubernur, pada masa khalifah al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (785-876
M) dan Harun al-Rasyid (786-909 M), masa kekuasaan Bani Abbas (750-1258
M).
Al-Kindi melewati masa kecilnya di Kufah dengan menghafal al-Qur’an,
mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan Arab dan ilmu hitung. Keseluruhan
yang dipelajarinya di masa itu merupakan kurikulum pelajaran wajib bagi semua
anak-anak zamannya di wilaah Kufah. Selanjutnya Al-Kindi mendalami pelajaran
Fiqh dan kajian keilmuan baru yang disebut Kalam. Akan tetapi, kecenderungan
Al-Kindi lebih mengarah pada ilmu pengetahuan dan filsafat, khususnya ketika
Al-Kindi meninggalkan Kufah dan berdomisili di Bagdad (Basri, 2013). Di ibu
kota pemerintahan Bani Abbas ini, Al-Kindi mencurahkan perhatiannya untuk
menerjemah dan mengkaji filsafat serta pemikiran-pemikiran rasional lainnya
yang marak saat itu. Menurut Al-Qifti (1171-1248 M), Al-Kindi banyak
menerjemahkan buku filsafat, menjelaskan hal-hal yang pelik, dan meringkaskan
secara canggih teori-teorinya. Hal itu dapat dilakukan karena Al-Kindi diyakini
menguasai secara baik bahasa Yunani dan Syiria, bahasa induk karya-karya
filsafat saat itu. Berkat kemampuannya itu juga, Al-Kindi mampu memperbaiki
hasil-hasil terjemahan orang lain, misalnya hasil terjemahan Ibn Na’ima Al-

3
Himsi, seorang penerjemah Kristen, atas buku Enneads karya Plotinus (204-270
M); buku Enneads inilah yang di kalangan pemikir Arab kemudian disalah pahami
sebagai buku Theologi karya Aristoteles (Soleh, 2013: 89).
Berkat kelebihan dan reputasinya dalam filsafat dan keilmuan, al-Kindi
kemudian bertemu dan berteman baik dengan khalifah al-Makmun (813-833 M),
seorang khalifah dari Bani Abbas yang sangat gandrung pemikiran rasional dan
filsafat. Lebih dari itu, ia diangkat sebagai penasehat dan guru istana pada masa
khalifah al-Muktashim (833-842 M) dan al-Watsiq (842-847 M). Posisi dan
jabatan tersebut bahkan masih tetap dipegangnya pada awal kekuasaan khalifah
al-Mutawakkil (847-861 M), sebelum akhirnya ia dipecat karena hasutan orang-
orang tertentu yang tidak suka dan iri atas prestasi-prestasi akademik yang
dicapainya.Sikap iri dan permusuhan dari kalangan tertentu seperti inilah yang
tampaknya juga telah memunculkan informasi-informasi negative tentang watak
dan sifat al-Kindi. Misalnya, al-Kindi ditampilkan sebagai sarjana yang
mempunyai sifat pelit dan kikir. Sifatnya ini bahkan ditonjolkan sebanding
dengan tingkat popularitas dan prestasi keilmuannya. Namun, George N Atiyeh
(1923-2008 M) meragukan kebenaran informasi tersebut. Sebab, menurutnya,
para pengkritiknya juga tidak dapat melakukan hal lain kecuali memuji prestasi-
prestasi akademik dan filsafatnya. Selain itu, beberapa informasi lain justru
menyatakan sebaliknya, yaitu bahwa al-Kindi mempunyai watak yang mulia,
berperilaku sebagai orang yang bermartabat, penuh dedikasi dan tulus.
Al-Kindi meninggal di Baghdad, tahun 873 M. Menurut Atiyeh, al-Kindi
meninggal dalam kesendirian dan kesunyian, hanya ditemani oleh beberapa orang
terdekatnya.

B. Pemikiran Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama


Menurut Al-Kindi Filsafat adalah ilmu tentang hakikat sesuatu dalam
batas kesanggupan manusia yang meliputi ilmu ketuhanan, ilmu keesaan
(wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah) dan kajian apapun yang berguna bagi
kehidupan manusia. Al-Kindi juga berpandangan bahwa tujuan para filosof dalam
berteori adalah mengetahui kebenaran yang kemudian ditindaklanjuti dengan amal

4
perbuatan dalam tindakan, semakin dekat manusia pada kebenaran, akan semakin
dekat pula pada kesempurnaan (Basri, 2013). Oleh karena itu, pengetahuan
tentang kebenaran dan hal-hal lain yang diderivikasi dari problem kebenaran
merupakan orientasi para filosof manapun tanpa membedakan latar pemikiran dan
jenis ataupun aliran yang dianut.

Para filosof muslim sebagaimana juga para filosof Yunani, percaya bahwa
perihal kebenaran berada jauh di atas batas-batas pengalaman (Basri, 2013).
Karena kebenaran bersifat abadi di alam adialami, atau berada di alam idea atau di
dalam posisi yang meliputi seluruh yang ada. Dalam berteori, para filosof mencari
kebenaran, dan dalam praktek, menyesuaikan kebenaran itu dengan kenyataan
empiris. Jika pengetahuan tentang kebenaran merupakan orientasi yang hendak
dicapai oleh para filosof, maka Al-Kindi pun menetapkan tujuan utama Filsafat
sebagai jalan menuju pengetahuan tersebut. Menurut Al-Kindi, pengetahuan akan
kebenaran mengharuskan manusia untuk menggabungkan fisika dan Metafisika,
sains dan teknologi.

Berangkat dari asumsi ini, Al-Kindi mengupayakan perpaduan antara


doktrin filsafat dan agama. Filsafat, menurut Al-Kindi adalah batas mengetahui
hakikat suatu sejarah batas kemampusn manusia. Tujuan filsafat dalam teori
adalah mengetahui kebenaran, dan dalam praktik adalah mengamalkan
kebenaran/kebajikan. Filsafat yang paling luhur dan mulia adalah filsafat pertama
(Tuhan), yang merupakan sebaba (‘illah) bagi setiap kebenaran/realitas. Oleh
karena itu, filosof yang paling sempurna dan mulia harus mampu mencapai
pengetahuan yang mulia itu. Mengetahui ‘illah itu lebih mulia dari mengetahui
akibat/ma’mul-nya, karena kita hanya mengetahui sesuatu dengan sempurna bila
mengetahui ‘illah-nya. Pengetahuan tentang ‘illah pertama merupakan
pengetahuan yang tersimpul mengenai semua aspek lain dari filsafat. Dia, ‘illah
pertama, Tuhan, adalah paling mulia, awal dari jenis, awal dalam tertib ilmiah,
dan mendahului zaman, karena dia adalah ‘illah bagi zaman (Syam, 2010: 47).

5
Dalam upaya perpaduan agama dan filsafat yang dilakukan Al-Kindi
didasari pada keyakinan bahwa kitab suci al-Qur’an telah mewartakan
argumentasi-argumentasi yang meyakinkan seputar ihwal kebenaran yang tidak
akan pernah bertentangan dengan doktrin yang dihasilkan filsafat. Hanya saja,
proses pemaduan agama dan filsafat tidak mungkin terlaksana tanpa mengakui
keberadaan alat kerja agama dan filsafat yang sama. Bagi Al-Kindi, fakta bahwa
filsafat bersandar pada kemampuan akal (rasionalitas) tidak berbeda dengan fakta
bahwa doktrin agama jga memerlukan akal sebagai alat untuk memahami
ajaranya. Ini berarti, Al-Kindi menaruh hormat yang tinggi pada anugerah akal
dengan cara memaksimalkan kerja akal dalam mencapai pengetahuan akan
kebenaran (Basri, 2013: 38).

Meskipun banyak merujuk kepada Aristoteles, Al-Kindi tidak membatasi


peran filsafat pada pemikiran abstrak semata-mata. Sebagai muslim yang baik, dia
meyakini peran penting filsafat dalam mendampingi agama. Kebenaran yang
dicari oleh para filosof tidak berbeda dengan kebenaran yang disampaikan oleh
para nabi kepada umat manusia. Kebenaran yang disampaikan oleh “Nabi
Muhammad Saw. Yang berkata benar dan yang diterimanya dari Allah”, bagi Al-
Kindi, bisa dibuktikan melalui pijakan-pijakan rasional (Fakhry, 2001: 27).

Al-Kindi (Basri, 2013) dalam karyanya Kammiyah Kutub Arsithateles


memaparkan perbedaan antara doktrin agama dan filsafat sebagai berikut :

1. Filsafat merupakan bagian dari humaniora yang dicapai para filosof


melalui proses panjang pembelajaran, sedangkan agama adalah ilmu
ketuhanan yang menempati tingkatan tertinggi karena diperoleh tanpa
proses pembelajaran dan hanya diterima secara langsung oleh para Rasul
melalui proses pewahyuan.
2. Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian dan memerlukan perenungan
yang mendalam. Sedangkan agama lewat kitab suci memberikan jawaban
yang pasti dan meyakinkan.

6
3. Filsafat menggunakan metode Logika, sedangkan agama mendekati
persoalan manusia dengan keimanan.

C. Pemikiran Al-Kindi tentang Jiwa


Masalah jiwa merupakan agenda yang penting dalam Islam, karena jiwa
merupakan unsur utama dari manusia, bahkan ada yang mengatakan sebagai
intisari manusia (Nasution, 1973: 13). Kaum filosof Muslim memakai kata jiwa
(al-nafs) pada apa yang diistilahkan al-Qur’an dengan al-Ruh. Ruh merupakan
suatu wujud sederhana, dan zatnya terpancar dari Sang Pencipta, persis
sebagaimana sinar terpancar dari matahari. Ruh bersifat spiritual, ketuhanan,
terpisah dan berbeda dari tubuh (Syarif, (ed), 1994: 25-26).
Pemikiran Al-Kindi tentang jiwa tidak terlepas dari pemikiran Aristoteles.
Menurut Al-Kindi, Jiwa itu tidak tersusun, tetapi mempunyai arti penting,
sempurna dan mulia. Substansi jiwa berasal dari substansi Tuhan. Selain itu jiwa
bersifat spiritual, Illahiah, terpisah dan berbeda dari badan (Hasyimsyah Nasution,
22). Sebagai bukti ini Al-Kindi mengemukakan bahwa kenyataan jiwa menentang
keinginan nafsu yang berorientasi bagi kepentingan badan. Jika perlu sesuatu
waktu marah mendorong manusia untuk berbuat sesuatu, maka jiwa akan
melarang dan mengontrolnya, seperti penunggang kuda yang hendak menerjang
terjang. Jika nafsu syahwat muncul kepermukaan, maka jika akan berpikir bahwa
ajakan syahwat itu salah dan membawa pada keerendahan, pada saat itu jiwa akan
menentang dan melarangnya. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa itu lain dari nafsu
yang dimiliki badan.
Menurut Al-Kindi, jiwa itu kekal dan tidak hancur bersama hancurnya
badan. Jiwa tidak hancur karena subtansinya dari Tuhan. Ketika jiwa berada
dalam badan, ia tidak boleh kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya
tidak sempurna. Baru setelah ia berpisah dengan badan, ia akan memperoleh
kesenangan yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah
berpisah dengan badan, jiwa pergi ke Alam Kebenaran atau Alam Akal (al-‘alam
a- haq, al-‘alam al-aql) di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan
dan dapat melihat Tuhan. Tempat inilah kebahagiaan abadi yang akan dirasakan

7
oleh jiwa yang suci. Jiwa yang tidak suci, setelah berpisah dengan badan, ia tidak
akan langsung masuk ke Alam kekal, tetapi ia akan mengembara untuk jangka
waktu tertentu untuk membersihkan diri. Mula-mula jiwa bermukim di Bulan,
kemudian di Mercuri dan terus ke Falak yang lebih tinggi lagi guna
pembersihannya setahap demi setahap. Setelah jiwa benar-benar bersih, jiwa itu
baru memasuki Alam Kebenaran atau Alam Kekal (Nasution, 1978: 18). Namun
demikian, al-Kindi menolak pendapat Plato yang menyatakan bahwa jiwa berasal
dari alam idea (Zar, 2004: 60). Dari argumen ini terlihat jelas bahwa Al-Kindi
mengakui keabadian jiwa, namun keabadiaan jiwa itu jelas berbeda dengan
keabadian Tuhan, karena keabadian jiwa bukan dari dirinya sendiri melainkan
keabadiannya karena Allah.
Jiwa merupakan entitas tunggal yang subtansinya sama dengan subtansi
pencipta sendiri karena ia sesunggunya adalah limpahan dari subtansi Tuhan
artinya Subtansi roh berasal dari subtansi Tuhan. Hubungan roh dengan Tuhan
sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Sekalipun ia bergabung dengan
tubuh, sesunggunya ia terpisah dan independen dari tubuh. Tubuh adalah
rintangan bagi jiwa sehingga ketika jiwa meninggalkan tempat tinggal
sementaranya (tubuh), ia akan bersatu kembali dengan dunia intelek dan bersatu
dengan-Nya (Qadir, 1991: 85).

D. Karya-Karya Al-Kindi
Menurut Ali Mahdi Khan, Al-Kindi adalah seorang penuls dan ilmuan
eksiklo pedia. Tulisan-tulisan orisinalnya berjumlah 275 buah, termasuk buku-
buku filsafat, logika, fisika, politik, psikologi, etika, astronomi, kedokteran,
peradaban, teologi, musik, optik, geografi, fenomenologi, sejarah, dan bidang-
bidang lainnya. Al-Kindi juga sangat dihormati para pemikir Eropa abad
pertengahan, sangat disayangkan buku-bukunya masih ada hanya berjumlah
kurang dari dua puluh buah, segelintir dalam bahasa Arab, sebagian lagi dalam
bahasa Latin.
Adapun beberapa karya yang ditulis al-Kindi adalah sebagai berikut:
Pertama, fil al-falsafat al-Ul; Kedua, Kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafat;

8
Ketiga, Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul; Keempat, Risalat fi Ta’lif al-
A’dad; Kelima, Kitab al-Falsafat al-Dakhilatn wa al-Masa’il al-Manthiqiyyat wa
al-Mu’tashah wa ma Faruqa al-Thabi’yyat; Keenam, Kammiyat Kutub
Aristoteles; Ketujuh, Fi al-Nafs.
Dari uraian di atas dapat dijadikan bukti bahwa wawasan keilmuan al-
Kindi sangatlah luas. Bahkan beberapa karya tulisnya telah diterjemahkan oleh
Gerard Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran
Eropa pada abad pertengahan. Oleh karena itu, Cardono sebagaimana menyatakan
bahwa al-Kindi termasuk salah satu pemikir besar.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Kindi merupakan filosof pertama yang mengenalkan filsafat ke dalam


dunia Islam. Kontribusi terbesar yang diberikan al-Kindi adalah terbukanya pintu-
pintu filsafat bagi para ilmuwan muslim. Bagi al-Kindi Filsafat merupakan
pengetahuan yang benar (Knowledge of truth). Kemudian dalam filsafat Jiwanya
al-Kindi sangat terpengaruh dengan pemikiran Platinus tentang ruh, dan
mengikuti pola Aristoteles dalam berteori tentang akal. Menurut Al-Kindi, jiwa
tidak tersusun, namun mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansi
jiwa berasal dari Tuhan. Hubungan jiwa dengan Tuhan sama dengan hubungan
cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, llahiah, terpisah dan
berbeda dari tubuh. Jiwa atau ruh tidak pernah tidur, hanya saja ketika tubuh
tertidur, ia tidak menggunakan indera-inderanya. Dan bila disucikan, ruh dapat
melihat mimpi-mimpi luar biasa dalam tidur dan dapat berbicara dengan ruh-ruh
lain yang telah terpisah dari tubuh-tubuh mereka.

B. Saran
Dari makalah ini, penulis berharap kepada para pembaca agar dapat
memberikan sebuah kritik atau saran yang bersifat membangun terhadap makalah
ini. Agar makalah yang telah dibuat dapat menjadi lebih baik lagi dan dapat
dijadikan sebagai bahan penambahan wawasan dan pengetahuan yang lebih
bermanfaat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aravik, Havis & Amri, Hoirul. “Menguak Hal-Hal Penting Dalam Pemikiran
Filsafat al-Kindi.” Jurnal Sosial & Budaya Syar’i 6, Nomor 2 (2019):
191-206

Madani, Abubakar. “Pemikiran Filsafat al-Kindi.” Jurnal Dakwah dan


Komunikasi 19, Nomor 2 (2015): 106-117

Umar & Santalia, Indo. “Pemikiran Al-Kindi: Dalam Sebuah Kajian Filsafat.”
Jurnal Penelitian Ilmu Sosial 2, Nomor 1 (2022): 760-764

Pattimahu, Muhammad Asrul. “ Filosof Islam Pertama (Al-Kindi).” Jurnal Kultur,


Ekonomi dan Perubahan Sosial 6, Nomor 1 (2017): 1-9

https://drive.google.com/file/d/1n1hZgApPs1tEWYWui9GSfNh7BZZYzXAM/vi
ew?usp=drivesdk

11

Anda mungkin juga menyukai