DOSEN PENGAMPU :
OLEH :
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehinggah kami dapat menyelesaikan makalah yang berrjudul, “IBNU KHALDUN
DAN PEMIKIRANNYA” dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu dengan melalui
beberapa sumber yakni melalui beberapa sumber di internet.Pada kesempatan ini,kami juga
mengucakapan terimah kasih kepada dosen pengampu mata kuliah FILSAFAT ILMU
yakni,Bapak Prof.Dr.Syamsul Bachri Thalib, M.Si dan Dr.Abdullah Sinring, M.Pd yang telah
memberi kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.
Demikianlah makalah ini kami buat,apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,atau pun adanya
ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini,kami memohon maaf yang
sebesarbesarnya.Dan kami menerima kritik dan saran yang tepat dan seluas-luasnya dari pembaca
agar kedepannya kami dapat membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya
KELOMPOK 12
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................................ii
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH ..............................................................................................................2
1.3 TUJUAN ........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................................................3
2.1 BIOGRAFI IBNU KHALDUN .....................................................................................................4
2.2 KARYA-KARYA IBNU KHALDUN ..........................................................................................5
2.3 PEMIKIRAN IBNU KHALDUN ..................................................................................................6
2.4 IBNU KHALDUN DAN FILSAFAT SEJARAH ........................................................................8
2.5 PEMIKIRAN EKONOMI IBNU KHALDUN .............................................................................9
Dewasa ini perdebatan antara relasi agama dengan negara memang bukan
tergolong baru dalam politik. Akan tetapi, kini mendapat aktualisasinya kembali setelah
merebaknya fenomena fundamentalisme Islam yang memperkenalkan berdirinya negara
Islam, kesatuan antara agama dan negara. Pengalaman masyarakat muslim di sejumlah
negara menunjukkan terdapatnya hubungan yang canggung antara Islam dan negara.
Berbagai eksperimen dilakukan untuk menyelaraskan konsep dan kultur masyarakat
muslim. Dalam Islam sendiri, representasi aktual hubungan agama dengan negara
sepeninggal Nabi Muhammad Saw. Dan berakhirnya masa kepemimpinan Khulafa
Rasyidin masih diperdebatkan alasannya, al-Qur‟an ataupun al-Sunnah sendiri tidak
Menggariskan secara tegas terkait sistem politik Islam.
1.3. TUJUAN
PEMBAHASAN
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M. Nama lengkapnya
adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibnu Khaldun. Abdurrahman adalah nama
kecilnya dan Abu Zaid adalah nama panggilan keluarganya sedangkan Waliuddin adalah
gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi di Mesir. Selanjutnya
ia lebih populer dengan sebutan Ibnu Khaldun.Nenek moyang Abd al-Rahman bin
Muhammad bin Khaldun al-Handrami atau lebih dikenal Ibnu khaldun mungkin berasal
dari golongan Arab yaman di Handramaut.Di Tunis keluarganya menetap setelah pindah
dari Spanyol Moor. Selama empat tahun ditempat itu ia menyelesaikan Muqaddimah,
tahun 1337 M kemudian pindah ke Tunis untuk menyelesaikan kitab al-I’bar (sejarah
dunia) dengan perolehan dari bahan-bahan perpustakaan kerajaan.
Setelah menjalani hidup di Afrika Utara, Ibnu Khaldun berlayar ke negeri Mesir
pada tahun 1383 M. Akhirnya Ibnu Khaldun meninggal dunia pada tanggal 26 Ramadhan
808 H/16 Maret 1406 M dalam usia 74 tahun menurut hitungan Masehi atau 76 tahun
menurut hitungan tahun Hijriah dan ia dimakamkan dikuburan kaum sufi. Selama 24
tahun menetap di Mesir, ia telah merevisi karya besarnya al-‘Ibar dengan menambah
beberapa pasal dan memperluas cakupan bahasanya, khususnya yang menyangkut dengan
sejarah dinasti Islam dibagian Timur, Sejarah negara purba serta sejarah negara Kristen
dan asing. Selain itu ia juga melengkapi pasal-pasal dalam kitab Muqadimah dam merevisi
kitab autobiografinya al-Ta’rif .
Ibnu Khaldun merupakan tokoh yang banyak memberikan kontribusi dalam wacana
pengembangan peradaban dunia, khususnya umat Islam.Konsep dan teori yang tertuang
dalam magnum opusnya, Muqaddimah, telah memberikan inspirasi para intelektual Barat
maupun Islam dalam membangun peradaban. Sejarawan Inggris, A.J. Toynbee menyebut
Muqaddimah sebagai karya monumental yang sangat berharga. Bahkan Misbâh alÂmily
menjadikan pemikiran Ibnu Khaldun sebagai variable dalam melakukan studi komparatif
antara pemikiran Arab dengan pemikiran Yunani.Di samping itu, banyak sosiolog, filosuf,
sejarawan dan ahli politik yang memuji kehebatan dan keluasan wawasannya.Genealogi
pemikiran Ibnu Khaldun, khususnya teori sejarahnya telah merambah ke seluruh struktur
masyarakat.Semua kalangan; baik rakyat, pemerintah maupun kaum terpelajar mempunyai
semangat yang tinggi untuk mempelajari pemikiran sejarahnya.Hal ini karena sejarah
merupakan disiplin ilmu yang dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa dari berbagai
generasi.Sejarah mengeksplorasi keterangan tentang peristiwa-peristiwa politik, negara dan
peristiwa-peristiwa masa lampau.
Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karyakarya lainnya
seperti; Syarh al-Burdah, tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih. Sementara
itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat dilestarikan yaitu sebuah (mukhtasar)
yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya sendiri ini diberi judul Al-Mashul karya Fakhr Al-
Din Al-Razi (ushul fiqh) dan kitab Syifa al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun
ketika berada di Fez, adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya
kedua membahas tentang mistisisme konvensional .
2.3. BEBERAPA PEMIKIRAN IBNU KHALDUN
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu ini merupakan kumpulan dari segala ilmu
pengetahuan, termasuk di antaranya ilmu sosiologi. Al-Umrân mempunyai makna luas, meliputi
seluruh aspek aktifitas kemanusiaan, di antaranya frame geografi peradaban, perekonomian,
sosial, politik, dan ilmu pengetahuan. Maksud dari alumrân dalam kerangka pemikiran Ibnu
Khaldun adalah ilmu metodologi umumyang membahas tentang dasar-dasar peradaban, dan
dengannya, tercapai puncak peradaban bumi.
Secara natural, menurut Ibn Khaldun, manusia membutuhkan interaksi dalam menumbuhkan
peradaban, karena menurutnya manusia secara tabiat adalah makhluk sosial.Oleh karena itu,
manusia harus berkumpul, karena hal ini merupakan karakteristik kesosialannya.Hal seperti ini
mengandung makna esensial dari sebuah peradaban.Pertemuan sangat urgen bagi kehidupan
manusia.Tanpa pertemuan, keberadaannya tidak sempurna.Tuhan berkeinginan memakmurkan
bumi ini oleh mereka semua dan memberikan khilafahnya hanyalah kepada mereka.Kemudian ia
menghubungkan sifat kebaikan dengan kefakiran. Menurutnya bahwa kita banyak menemukan
dari orangorang yang selalu berbuat senang-senang dengan kemewahan dan kemuliaan, tetapi
tidak mencapai pada tingkat kebahagiaan, melainkan mereka mencari-cari lahan kehidupan pada
pekerjaannya, sehingga mereka pun menjadi fakir dan miskin.
2. Peletak Dasar Sosiologi
Ibnu Khaldun bukan hanya seorang filosuf, melainkan juga sosiolog, politikus dan ahli
sejarah.Sosiologi menurutnya merupakan sarana untuk memahami sejarah dan kondisi
sosialmasyarakat pada suatu generasi, proses perubahan dalam suatu masyarakat, faktor dan
pengaruhnya dalam peta peradaban suatu bangsa.
Dalam konteks sosiologi, Ibnu Khaldun membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan: pertama,
masyarakat primitif (wahsy), dimana mereka belum mengenal peradaban, hidup berpindah-pindah
dan hidup secara liar. Kedua, masyarakat pedesaan, hidup menetap walaupun masih
sederhana.Mata pencaharian mereka dari pertanian dan peternakan. Dalam kelas ekonomi mereka
dibagi menjadi tiga, yaitu: petani, penggembala sapi dan kambing serta penggembala unta.
Sedangkan yang ketiga, masyarakat kota. Masyarakat ini menurutnya sebagai masyarakat
berperadaban, di mana mata pencahariannya dari perdagangan dan perindustrian.Tingkat ekonomi
dan kebudayaan cukup tinggi, mampu mencukupi kebutuhannya bukan hanya kebutuhan pokok,
melainkan juga kebutuhan sekunder dan mewah.
Ibn Khaldun menyebutkan moral badui dan berperadaban terbagi ke dalam dua macam; datang
secara alami dan muncul dengan direkayasa. Menurutnya, masyarakat badui lebih memiliki sifat
pemberani ketimbang kalangan masyarakat kota. Sebab utamanya, masyarakat kota banyak
menikmati ketenangan, beristirahat, tenggelam dalam kenikmatan dan bermewahmewahan.
Generasi demi generasi telah lahir dari kedua orang tuanya, baik lelaki atau wanita.Anak lelaki
mengikuti kebiasaan bapaknya, sedangkan yang wanita mengikuti ibunya.Sementara masyarakat
badui kurang mengadakan perkumpulan dalam sebuah komunitas, mereka melakukan pertahanan
terhadap diri mereka sendiri, tidak mengandalkan orang lain, dan condong menggunakan senjata.
Ibn Khaldun menganalisa juga tentang “pengaruh iklim terhadap moral manusia.” Wilayah
yang diduduki oleh orangorang dengan udara panas seperti Sudan dan negara Arab, biasanya
mereka kurang berhati-hati dan banyak bergembira.Begitu juga dengan masyarakat yang berasal
dari teluk.Sedangkan penduduk yang wilayahnya kering biasanya mereka mempunyai tabiat
selalumerasakan kesedihan.Sebab utamanya, kemungkinan —masih menurut pandangannya—
karena mereka tinggal di wilayah dan daerah yang iklimnya bisa mempengaruhi moral mereka.
3. Tradisi Hermeneutika dalam Pemikiran Ibnu Khaldun
Tradisi ini dirintis oleh Ibnu Khaldun, yang kemudian dikembangkan oleh generasi
sesudahnya, termasuk di antaranyaArkaun dan Nashr Hamid Abu Zaid. Dalam wacana
hermeneutika, sebuah tradisi akan mati, kering dan mandeg jika tidak dihidupkan secara terus-
menerus melalui penafsiran ulang sejalan dengan dinamika sosial. Sebagai seorang sosiolog yang
juga pemerhati sejarah, Ibnu Khaldun menganjurkan untuk memahami sejarah, sebagai substansi
dan kondisi pelaku sejarah tersebut.
Hermeneutika terdiri dari tiga elemen pokok, yaitu: pengarang, teks dan pembaca. Ketiganya
mempunyai dunia tersendiri, sehingga harus terjalin hubungan yang dinamis, dialogis dan
terbuka.Ada interaksi yang saling terkait antara ketiganya. Di satu sisi seorang pembaca ketika
berhadapan dengan teks, hasil yang ia peroleh tergantung pada keberaniannya mengenali arti dan
muatan teks. Sedangkan di sisi lain, pembaca dituntut untuk mengenali lebih jauh terhadap pribadi
pengarang sehingga mampu menangkap aspirasi yang ada dalam nurani pengarang secara
keseluruhan. Sering pembaca menarik benang merah yang tidak sesuai dengan pesan pengarang,
karena kurang memahami maksud pengarang.
Sedangkan dalam filsafat sejarah Ibnu Khaldun, struktur ini terdiri: pelaku sejarah, substansi
sejarah dan pembaca sejarah. Seorang pembaca sejarah harus menguasai kaidah dalam
periwayatan sejarah, karakteristik pelaku sejarah, tabiat yang ada, problematika perpecahan umat
dan sebagainya.Hal ini agar sejarah yang dibacanya dapat dipahami secara utuh dan terhindar dari
keterputusan mata rantai generasi.Ketiganya harus saling berkaitan dan tidak mungkin
meninggalkan salah satunya.Menurutnya, seorang ahli sejarah ketika menerima riwayat atau
memaparkan suatu peristiwa harus memahami fenomena dan kondisi sosial masyarakat pada
waktu itu.Sebab, sejarah pada masa lalu tidak mungkin terulang, demikian halnya dengan
prestasi-prestasi sejarah yang terjadi. Kalaupun seseorang ingin memahami substansi sejarah,
berarti harus menafsirkan sejarahSejarah menurutnya terdiri dari dua unsur, yaitu: pertama, unsur
keabsahan riwayat (tarikh dzahir) dan kedua, unsur sosiologis (tarikh batin).
I.Konsep Uang
Ibnu Khaldun mengemukakan bahwa emas dan perak selain berfungsi sebagai uang juga
digunakan sebagai medium pertukaran dan alat pengukuran nilai sesuatu. Allah Ta’ala
menciptakan dua logam mulia, emas dan perak sebagai ukuran nilai bagi semua akumulasi
modal (pengumpulan atau penimbunan modal). Semua barang lain merupakan subyek bagi
pergolakan pasar kecuali emas dan pasar. Keduanya merupakan dasar dari keuntungan,
kekayaan dan harat milik.Sejalan dengan pendapat al-Ghazali mengenai uang, Ibnu Khaldun
menjelaskan:Bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak, tetapi emas dan perak
menjadi standar nilai uang. Uang tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan
pemerintah menetapkan nilainya.Karena itu pemerintah tidak boleh mengubahnya.
Pemerintah wajib menjaga nilai uang yang dicetak karena masyarakat menerimanya tidak lagi
berdasarkan berupa kandungan emas dan perak didalamnya .
Oleh karena itu Ibnu Khaldun selain menyarankan digunakannya uang standar emas atau
perak, Beliau juga menyarankan konstannya harga (harga tetap atau harga yang tidak berubah)
emas dan perak. Harga lain boleh berfluktuasi (tidak tetap atau dapat berubah) tetapi tidak
untuk harga emas dan perak. Dalam keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan harga
atau penurunan harga semata-mata ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.
Setiap barang akan mempunyai harga keseimbangannya. Bila lebih banyak makanan dari yang
diperlukan disuatu kota, maka harga makanan menjadi murah. begitu juga
sebaliknya.Berdasarkan pendapat Ibnu Khaldun diatas, sebenarnya standar mata uang yang ia
sarankan masih merupakan standar emas yaitu ketika logam emas bukan merupakan alat tukar,
namun otoritas moneter menjadikan logam tersebut sebagai parameter dalam menentukan nilai
tukar yang beredar. Koin emas tidak lagi secara langsung dipakai sebagai mata uang.Dalam
sistem ini diperlukan suatu kesetaraan antara uang kertas yang beredar dengan jumlah emas
yang disimpan sebagai back-up.Setiap orang bebas memperjual belikan emas, tetapi
pemerintah menetapkan harga emas.Sistem ini berlaku antara tahun 1890 M1914M.
Disini terlihat ketajaman analisis Ibnu Khaldun tentang standar mata uang.Ia sebagaimana
Al-Ghazali memprediksi bahwa pada saatnya nanti seiring dengan perkembangan
perekonomian maka standar uang atau standar moneter juga akan mengalami perubahan.
Mengenai nilai tukar mata uang Ibnu Khaldun menyatakan bahwa :
Kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang disuatu negara, tetapi ditentukan
oleh tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Negara bisa saja
mencetak uang sebanyak-banyaknya tetapi bila hal itu bukan merupakan refleksi pesatnya
pertumbuhan sektor produksi, uang yang melimpah itu tidak ada nilainya.Sektor produksilah
yang menjadi motor pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja
dan menimbulakn permintaan atas faktor produksi lainnya.Pendapatan ini menunjukkan juga
bahwa perdagangan Internasional telah menjadi bahasan utama para ulama ketika itu.Negara
yang telah mengekspor berarti mempunyai kemampuan berproduksi lebih besar dari
kebutuhan domestiknya sekaligus menunjukkan bahwa negara tersebut lebih efisien dalam
produksinya.
II. Mekanisme harga
Dalam penentuan harga di pasar atas sebuah produksi, faktor yang sangat berpengaruh adalah
permintaan dan penawaran. Ibnu kaldun menekankan bahwa kenaikan penawaran atau penurunan
penawaran menyebabkan kenaikan harga, demikian pula sebaiknya penurunan penawaran atau
kenaikan permintaan akan menyababkan penurunan harga. Penurunan harga yang sangat drastis
akan merugikan pengrajin dan pedagang serta mendorong mereka keluar dari pasar, sedangkan
kenaikan harga yang drastis akan menyusahkan konsumen. Harga “damai” dalam khasus seperti
ini sangat di harapkan oleh kedua belah pihak, karena itu tidak saja memungkinkan para pedagang
mendapatkan tingkat pengembalian yang di tolerir oleh pasar dan juga mampu menciptakan
kegairahan pasar dengan meningkatkan penjualan untuk memperoleh keuntungan dan
kemakmuran tertentu. Akan tetapi, harga yang rendah di butuhkan, karena memberikan
kelapangan bagi kaum miskin yang menjadi mayoritas dalam sebuah populasi.
Dengan demikian, tingkat harga setabil dengan biaya hidup yang relatif rendah menjadi pilihan
bagi masyarakat dengan sudut pandang pertumbuhan dan keadilan dalam perbandingan masa
inflasi dan deflasi. Inflasi akan merusak keadilan, sedangkan deflasi merugikan insentif dan
efesiensi. Harga rendah untuk kebutuhan pokok seharusnya tidak di capai melalui penetapan harga
baku oleh negara karena akan merusak insentif bagi produksi. Faktor yang menetapkan penawaran,
menurut ibnu khaldun, adalah permintaan, tingkat keuntungan relatif, tingkat usaha manusia,
besarnya tenaga buruh termasuk ilmu pengetahuan dan keterampilan yang di miliki, ketenangan
dan keamanan, dan kemampuan tehnik serta perkembangan masyarakat secara keseluruhan, jika
harga turun dan menyabapkan kebangkrutan modal menjadi hilang, insentif untuk penawaran
menurun, dan mendorong munculnya resesi, sehingga pedagang dan pengrajin menderita. Pada
sisi lain, faktor-faktor yang menentukan permintaan adalah pendapatan, jumlah penduduk,
kebiasaan, dan adat istiadat masyarakat, serta pembangunan dan kemakmuran masyarakat secara
umum
IV. Labor theory of value, economics of labor, labor as the source of growth and capital,
accumulation (Teori nilai kerja, ekonomi tenaga kerja, tenaga kerja sebagai sumber
pertumbuhan dan modal,akumulasi)
Menurut ibnu khaldun, tenaga kerja menjadi sumber yang sangat berharga. Tenaga kerja
penting bagi semua akumulasi modal dan pendapatan.Sekalipun pendapatan di hasilkan dari
sesuatu selain keahlian, nilai-nilai dari menghasilkan laba dan modal harus mencapai nilai
tenaga kerja.Tanpa tenaga kerja hal tersebut belum di peroleh.
Ibnu khaldun membagi pendapatan kedalam dua kategori, ribh (gross earning) dan kasb
(earning a living). Ribh didapat ketika seseorang bekerja untuk dirinya sendiri dan menjual
objek-objeknya keorang lain; disini nilai harus meliputi ongkos bahan baku dan sumber alam.
Kasb didapat ketika seseorang bekerja untuk dirinya.Ribh boleh yang mana saja, suatu laba
atau suatu pendapatan kotor, tergantung pada konteksnya. Dalam hal ini, ribh merupakan
pendapatan kotor sebab biaya bahan baku dan sumber alam adalah tercakup dalam harga dari
objek-objek tersebut.
Ibnu khaldun dengan ringkas tapi jelas mengamati, menerangkan dan menganalisis
bagaimana pendapatan disuatu tempat mungkin berbeda dari yang lain, bahkan untuk profesi
yang sama juga demikian. Pendapatan hakim, pengrajin, dan bahkan pengemis, sebagai contoh,
secara langsung dihubungkan dengan masing-masing drajat tingkat standar hidup dan
kemakmuran kota. Adam smith menerangkan perbedaan dalam pendapatan dengan bentuk
pemikiran yang sama dengan yang diberikan oleh ibnu khaldun empat abad lebih awal. Adalah
ibnu khaldun, bukan adam smith, yang pertama memperkenalkan kontribusi tenaga kerja
sebagai alat membangun kekayaan suatu bangsa, menyatakan usaha kerja, peningkatan dalam
produktivitas, dan pertukaran produk dalam pasar besar menjadi pertimbangan yang utama di
balik suatu kemakmuran dan kekayaan negri. Yang kebalikannya, suatu kemunduran dalam
produktivitas bisa mendorong kearah pembusukan dari suatu ekonomi dan pendapatan
masyarakatnya.Untuk memaksimalkan pendapatan dan tingkat kepuasan, manusia harus bebas
untuk melaksanakan apapun juga dengan bakat dan keterampilan yang dikaruniai.Dengan bakat
alami dan ketrampilan, manusia dapat dengan bebas menghasilkan objek (barang) bermutu
tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Ibnu Khaldun merupakan seorang tokoh filsuf dalam islam yang terkenal pemikirannya
mengenai filsafat sejarah dan di kenal juga dengan sebuta bapak ekonomi. Ibnu Khaldun
menggunakan istilah fann al-tarikh adalah untuk menyatakan pengertian sejarah sebagai
ilmu.Istilah ini secara hermeneutis dalam konteks kekinian berarti historiografi atau
penulisan sejarah. Fann al-tarikh dalam pandangan Ibnu Khaldun merupakan upaya
rekonstruksi masa lampau, yang tidak hanya melandaskan pada sisi luar sejarah an sich, tapi
lebih penting dari itu adalah memperhatikan sisi dalamnya. Sejarah seyogyanya bukan hanya
bermaksud menjawab pertanyaan apa, siapa, kapan, dan di mana, tetapi juga sejarah harus
dapat menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa. Pada aspek ontologis inilah kiranya
Ibnu Khaldun dipandang sebagai pelopor studi sejarah kritis yang mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan sejarah secara filosofis.
Ibnu Khaldun, dilihat dari aspek epistemologis, telah menawarkan suatu metode sejarah
yang “modern” pada masanya. Dalam historiografi Islam, metode itu disebut dengan metode
dirayah atau metode kritik.Metode kritik yang dimaksudkan Ibnu Khaldun adalah metode
sejarah yang menekankan kepada kesaksian langsung sebagai sumber sejarah, di samping
juga menekankan perlunya interpretasi bagi setiap peristiwa sejarah.Metode ini melandaskan
dirinya pada unsur rasionalitas sejarah.
Adapun secara aksiologis, Ibnu Khaldun telah menyatakan suatu pemikiran bahwa
sejarah itu berguna sebagai pengetahuan untuk mengetahui masa lampau dalam rangka
menatap masa depan. Kegunaan sejarah seperti ini disebut guna sejarah secara intrinsik,
dalam arti bahwa sejarah hanya berguna bagi dirinya sendiri.Ia berusaha menganalogkan
masa kini dengan masa lampau sebagai pandangan futuristik yang berguna untuk
meramalkan masa depan dengan melihat kecenderungan-kecenderungan yang terjadi.
3.2. SARAN
Beberapa hasil pemikiran dan karya Ibnu Khaldun sangat berguna bagi kehidupan dan
menambah luas pemahaman kita.Sebagai makhluk sosial kita harus menggunakan pemikiran kita
sebijak dan sebaik mungkin dalam menelah dan memahami hasil pemikiran-pemikiran para filsuf
yang dapat di jadikan sebagai rujukan.Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
informasi para pembaca.Penulis sadar bahwa makalah yang di buat jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis berharap saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Huda Choirul. (2013). Ekonomi Bapak Ekonomi Islam Ibnu Khaldun.Jurnal Ekonomi Islam.4
(1). 103-123https://doi.org/10.21580/economica.2013.4.1.774
Kasdi, Abdurrahman dan Fikrah. (2014). Pemikiran Ibnu Khaldun dalam Perspektif Sosiologi dan
https://media.neliti.com/media/publications/61754-ID-pemikiran-ibnu-khaldun-
dalamperspektif.pdf
Wafi, Ali Abdul, Ibnu Khaldun, Riwayat dan karyanya, Cet. I PT Grafiti Press, Jakarta, 1985.