Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

LATAR BELAKANG BERDIRINYA


MUHAMMADIYAH

Disusun Oleh:
1. Novitasari 22103157201022
2. Al – Ghazali 22103157201022

Dosen Pengampu : Rusdi, S.Ag., S.Pd. M.Pd.

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAMBI
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Puji syukur Atas kehadirat Allah Azza Wa Jalla, atas luasnya limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Shalawat dan salam tidak luput kami kirimkan atas qudwah kita Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya serta ummatnya yang senantiasa iltizam
diatas kebenaran hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah “AIK” pada
Program Studi Sistem Informasi Universitas Muhammadiyah Jambi. Selain itu, makalah
ini tidak hanya sekedar wacana, namun dapat menjadi wahana dalam menjaga dan
mengamalkan ajaran agama Islam.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit kesulitan yang penulis temui,
namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Amin Ya Rabbil Alamin.
Billahi Fiisabilil Haq Fastabiqul Khaerat.
Wasssalamu ‘alaikum wr. wb
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................................................ 2

BAB II : ISI.....................................................................................................................................
A. Latar Belakang Pendiri Muhammadiyah............................................................
B. Kondisi Sosial Keagamaan Pada Abad ke-16&20...........................................
C. kontribusi Muhammadiyah terhadap perubahan dalam
masyarakat Indonesia ............................................................................................................
D.

BAB III : PENUTUP....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
A. PENDIRI MUHAMMADIYAH: KH AHMAD DAHLAN
K.H. Ahmad Dahlan ketika kecil bernama
Muhammad Darwis. Lahir pada tahun 1868 M di
Kampung Kauman sebelah Barat Alun-alun Utara
Yogyakarta.Dahlah berasal dari keluarga Muslim
yang taat. Ayah dan kakek dari pihak ibunya
adalah seorang pegawai masjid (penghulu), salah
seorang dari 12 penghulu di lingkungan Keraton
Yogyakarta. Nama ayahnya adalah Abu Bakar,
ulama dan Khotib di Masjid Besar Kasultanan
Yogyakarta. Ibunya adalah putri dari H. Ibrahim yang menjabat penghulu Kasultanan.
Muhammad Darwis masih keturunan Maulana Malik Ibrahim yaitu salah satu Wali Sembilan
(Wali Songo) yg terkenal. Ahmad Dahlan merupakan keturunan ke-12.
Pendidikan Dahlan dimulai dari lingkungankeluarga, sekolah, masjid, kemudian ke
Mekkah. Pada tahun 1883 ketika berusia 15 tahun, ia menunaikan ibadah haji yang pertama dan
bermukimdi tanah suci sekitar lima tahundengan mempelajari berbagai macam disiplin ilmu,
seperti Al Qur’an, teologi, astronomi, dan hukum agama (fiqh), termasuk didalamnya
mempelajari karya-karya Muhammad Abduh. Gurunya yang terkenal adalah Syaikh Ahmad
Khatib, yang juga guru KH. Hasyim Asy’ari. Ketika usia 20 tahun (yaitu pada tahun 1888) ia
pulang ke kampungnya, dan berganti nama dari Muhammad Darwis menjadi Ahmad Dahlan,
kemudian diangkat sebagai Khotib Amin di lingkungan Kasultanan Yogyakarta.
Pada ibadah haji yang kedua tahun 1902, KH. Ahmad Dahlan (berusia 35 tahun)
bertemu denganmuridMuhammadAbduh, yakni SyaikhMuhammad Rasyid Ridla dan berdiskusi
tentang berbagai persoalan agama dan problem yang dihadapi umat Islam. Saat itulah ia
mendapat kematangan berpikir dan mampu berijtihad dengan mendasarkan diri pada sumber
aslinya, Alquran dan Sunnah. Ketika kembali ke Indonesia, sepulang dari Makkah kemudian
menikah dengan Siti Walidah binti K.H. Fadhil. Hasil pendidikan di Makkah membuat H. Ahmad
Dahlan berfikir bagaimana memecahkan berbagai persoalan yang menimpa umat Islam di
Indonesia. Ide-ide pembaruan yang diperoleh dari Timur Tengah dicoba untuk diterapkan di
Indonesia.
Sosok dahlan adalah sosok man ofaction. Beliau adalah “made history for his works than
his words.” Hal ini berbeda dengan tokoh-tokoh pembaru lain seperti A. Hasan dan Ahmad
Surkati yang cukup produktifdalam dunia tulis menulis. Yang penting bagi Dahlan tampaknya
adalah bahwa doktrin dan aksi harus menyatu. Bila diukur dengan semangat zaman waktu itu,
KH.A. Dahlan adalah seorang revolusioner. Pada saat orang membesar-besarkan pentingnya
ziarah kubur, Dahlan malah memberikan fatwa pada tahun 1916 tentang haramnya perbuatan
itu. Fatwa ini sangat menggemparkan masyarakat dan para ulama. Ia dituduh sebagai
Mu’tazilah, Inkarus Sunnah, Wahabi, dan lainnya. Hal ini tidak berlebihan, karena Dahlan
mendorong penggunaan akal fikiran dalam memahami dan mengamalkan agama, yang
merupakan respon terhadap kebiasaan umat waktu itu menerima agama secara taklid.
Ketika Konggres Al-Islam diCirebon yang diadakan oleh Serikat Islam pada bulan
Oktober 1922 Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) dan Ahmad Syurkati (Al-Irsyad) terlibat
perdebatan dengan Islam Ortodoks. Muhammadiyah dipersalahkanmenyerang aliran yang
telahmapan (tradisionalis-konservatif) yang dianggapmembangunMadzab baru diluarMadzab
empat yang telah ada dan Muhammadiyah dituduh mengadakan tafsir Al-Qur’an baru. Ahmad
Dahlan menajwabnya dengan perkataan : “Muhammadiyah berusaha bercita- cita mengangkat
agama Islam dari keadaan terbelakang, banyak penganut Islamyangmenjunjungtinggi tafsir
para ulama daripadaAl-Qur’an dan Hadist. Umat Islam harus kembali kepada Al-Qur’an dan
hadist, Umat Islam harus mempelajari langsung dari sumbernya tidak hanya melalui kitab-kitab
tafsir”.

Makalah ini akan membahas tentang modernisasi pendidikan Muhammadiyah di masa-masa


awal berdirinya awal abad ke-20 sekitar tahun 1911-1932. Dalam pandangan penulis, periode
inilah modernisasi pendidikan Muhammadiyah mendapatkan momentum, karena di saat yang
sama mayoritas umat Islam, termasuk lembaga pendidikan, di nusantara masih sangat
tertinggal. Agar pemahaman tentang hal tersebut lebih komprehensif, penulis terlebih dahulu
mendeskripsikan secara singkat tentang kondisi sosial keagamaan, termasuk pendidikan,
sebelum dan saat Muhammadiyah berdiri.
B. Kondisi Sosial Keagamaan
telah menyatu dengan sistem hidup mereka. Kepercayaan-kepercayaan itu adalah dinamisme,
animisme, Hinduisme dan Budhaisme. Snouck Hurgronye menulis bahwa di Indonesia,
terutama di Jawa, Sumatera Tengah dan Aceh, masyarakat percaya pada benda-benda gaib,
suatu kepercayaan yang sebagain merupakan pikiran orang Polinesia, sebagian merupakan
pikiran orang Hindu; slametan-slametan orang Jawa disajikan bagi semangat (jiwa) nenek
moyang mereka, semangat-semangat yang dianggap melindungi desa-desa dan sawah-sawah; ia
mengunjungi tempat keramat- keramat, kubur-kubur sakti dari wali-wali, diantaranya berasal
dari keramat-keramat zaman pra agama; ia membakar kemenyan di bawah pohon-pohon yang
dianggap sakti; bacaan-bacaan doannya penuh dengan nama-nama makhluk halus seperti
demit, peri, dan periangan dan lainnya serta jin; Dalam hatinya ia sebenarnya orang- oarang
yang tidak beragama.
Contoh lain adalah munculnya buku-buku primbon dan astorologi.
Setelah Islam datang kepercayaan-kepercayaan itu tetap eksis dan tidak mudah dihapuskan,
bahkan bercampur baur dengan ajaran Islam. Dalam kondisi seperti inilah Islam hadir dan
berkembang menjadi ajaran yang berbeda dengan Islam yang murni sebagaimana diajarkan
oleh Allah dan RasulNya, Muhammad saw. Menurut Kuntowijoyo, seprti dikutip oleh Khozin,
sampai awal abad ke-20 kondisi Islam di Jawa memiliki dua corak besar, yaitu Islam sinkretis
dan Islam Tradisionalis. Corak pertama dengan ciri-ciri yang menonjol adalah syirik dan
takhayyul. Sedangkan yang kedua berada di lingkungan pesantren dengan kiyai sebagai
pusatnya dengan ciri-ciri menonjol, yaitu bid‟ah dan churafat. Terkait dengan paham
keagamaam, Daliman menyebut ada 3 corak ajaran Islam yang berkembang saat awal masuknya
Islam ke Indonesia, yaitu mazhab Syi‟ah, Mazhab Syafii dan Mazhab hanafi.
Pada abad ke-16, ajaran Syi‟ah telah dijadikan sebagai ajaran resmi di Persia. Para
penganut syi‟ah baanyak ditemukan di Perlak dan Samudera Pasai. Dalam catatan sejarah
kerajaan Samudera Pasai sesungguhnya menganut paham syi‟ah. Ajaran syi‟ah menganut
paham tasauf, yaitu paham wujudillah (emanasi), dimana manusia adalah percikan dari sinar
Ilahi. Ajaran ini dcetuskan oleh al-Hallaj. Saat itu, ajaran ini diikuti dan disebarkan oleh Hamzah
Fansyuri dan Syamsuddin al-Samatrani. Mukti Ali, seperti ditulis oleh Mustafa kamal Pasha,
menyatakan bahwa ajaran tasauf merupakan sinkretis antara ajaran Islam dan Hindu. Hal ini
juga yang menjadikan Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat nusantara saat itu, karena
ajaran tasauf lebih toleran terhadap adat kebiasaan yang hidup di suatu tempat, walapun
bertentangan dengan ajaran Islam yang murni Adapun ajaran Syafiiyyah dibawa setelah Syi‟ah
lebih dahulu masuk dan berkembang. Dalam catatan sejarah, mazhab Syafii masuk ke Sumatera
Timur dibawa oleh Syekh Ismail dari Mesir dan berhasil mengubah paham Kerajaan Samudera
Pasai menjadi paham Syafiiyyah. Sejak itulah faham Syafiiyyah menyebar ke seluruh penjuru
nusantara. Adapun Mazhab hanafi berkembang di pantai utara pulau Jawa dibawa dari negeri
Campa, sebuah kerajaan kuno di dataran Asia Tenggara yang terletak di Vietnam Selatan.
Menurut Daliman, Kerajaan Demak menganut ajaran Hanafi, hal ini didasarkan pada kronik
yang mengisahkan bahwa ketika Fatahillah sebagai panglima tentara Demak menyerang
Cirebon pernah member gelar “Maulana Idil Hanafi” bagi seorang Muslim Cina yang telah
berjasa dalam membantu merebut Cirebon.
C. kontribusi Muhammadiyah terhadap perubahan dalam masyarakat Indonesia
Pada awal abad ke-20, para tokoh nasional Indonesia memiliki ide untuk melakukan
pembaruan di bidang politik, ilmu pengetahuan, sosial-budaya, dan komunikasi. Salah satu
bentuk pembaruan tersebut adalah di bidang pers dan media massa. Tujuan dari pembaruan
di bidang pers adalah sebagai sarana untuk dapat memperoleh informasi dan dapat menjadi
wadah untuk mengembangkan sumber daya masyarakat. Sebelum itu masyarakat sangat
kesulitan untuk memperoleh informasi tentang politik, pendidikan, sosial, dan agama. Pada
masa itu masyarakat hanya dapat memperoleh ilmu agama Islam lewat pengajian di surau
atau masjid dan pondok pesantren. Oleh karena itu, ulama-ulama dan pemuda Islam kemudian
menemukan ide untuk melakukan pembaruan di bidang pers agar masyarakat di seluruh
Indonesia dapat memperoleh informasi tentang ilmu agama Islam dengan mudah tanpa harus
pergi ke pondok pesantren.
Kemunculan pers Islam pertama di Indonesia yaitu majalah bernama al-Munir. Majalah
tersebut terbit pada tahun 1911 M di Padang, Sumatera Barat. Pendiri majalah alMunir terdiri
dari tokoh ulama dan pemuda-pemuda Minangkabau. Tokoh-tokoh tersebut yaitu H. Marah
Muhammad bin Abdul Hamid, H. Abdullah Ahmad, H. Sujat Jamaluddin Abu Bakar, dan H.
Abdul Karim Amrullah. Tujuan berdirinya majalah al-Munir yaitu sebagai media dalam
menyebarkan dakwah Islam di Indonesia. (Ashdiq, 2019) Kemunculan pers Islam di pulau
Jawa diawali dengan pemikiran Kyai Ahmad Dahlan tentang pentingnya media massa untuk
mempermudah masyarakat Islam di Indonesia memperoleh ilmu agama Islam di luar pondok
pesantren atau surau. Suara Muhammadiyah kemudian terbit pada tahun 1915 di Yogyakarta.
Anggota redaksi Suara Muhammadiyah pada masa itu terdiri dari H. Ahmad Dahlan, H.M.
Hisjam, R.H. Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo, Djojosugito, dan R.H. Hadjid.
Pers Islam merupakan komponen penting dalam upaya pengembangan masyarakat
Islam di Indonesia. Para pemuda yang ikut andil dalam perkembangan pers di Indonesia
merupakan patriot yang berkontribusi dalam menyebarkan berita, membangkitkan kesadaran
nasional, dan mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. (Efendi, 2010) Kehadiran Suara
Muhammadiyah merupakan inovasi baru karena pada masa itu pers Islam masih sulit untuk
ditemukan di Indonesia. Perkembangan Suara Muhammadiyah dari tahun 1915- 1957
memiliki beberapa perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi sosial politik Indonesia.
Kontribusi Suara Muhammadiyah dalam pengembangan masyarakat Islam di Indonesia terdiri
dari berbagai aspek yaitu pembaruan dakwah, perekonomian, dan kerja sama antar pers.
Suara Muhammadiyah merupakan salah satu pelopor majalah yang berperan dalam
kemajuan pers Islam di Indonesia. Selain itu, Suara Muhammadiyah juga turut memajukan
literasi masyarakat Indonesia. Kontribusikontribusi Suara Muhammadiyah perlu dikaji lebih
lanjut karena majalah ini memiliki kontribusi di tiap-tiap periode bangsa Indonesia mulai dari
masa kolonial Belanda, Jepang, dan pasca kemerdekaan.
Ciri ciri perjuangan muhammadiyah
Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan
Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang
melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan
gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi
identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat
diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-
ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.
1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
DAFTAR PUSTAKA
(Agus Miswanto, 2012)Agus Miswanto, Z. A. (2012). Sejarah Islam dan
Kemuhammadiyahan. In Pusat Pembinaan dan Pengembangan Studi Islam
Universitas Muhammadiyah Magelang (P3SI).
https://www.researchgate.net/profile/Agus-Miswanto/publication/316134348_S
ejarah_Islam_dan_Kemuhammadiyahanseri_studi_Islam/data/
58f1b6b5aca27289c212a195/Sejarah-Islam-dan-Kemuhammadiyahanseri-studi-
Islam.pdf
Mataram, U. M. (2017). Gerakan Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia Awal Abad
Ke-20: Studi Kasus Muhammadiyah. Schemata: Jurnal Pasca Sarjana IAIN Mataram,
6(1), 93–116. https://doi.org/10.20414/SCHEMATA.V6I1.838
(Mataram, 2017)

Sunan, U., & Yogyakarta, K. (2022). KONTRIBUSI SUARA MUHAMMADIYAH BAGI


PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM DI INDONESIA (1915-1957) THE
CONTRIBUTION OF THE SUARA MUHAMMADIYAH TO THE DEVELOPMENT OF
THE ISLAMIC COMMUNITY IN INDONESIA (1915-1957) SANDYA SAHISNU
PRABASWARA, MUHAMMAD WILDAN. Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, 19(2), 2022.
https://doi.org/10.15575/al-tsaqafa.v19i2
(Sunan & Yogyakarta, 2022)

Anda mungkin juga menyukai