Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

“ORGANISASI,LEMBAGA DAN TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI


INDONESIA.”

Disusun Oleh:

Kelompok 13

1. Amelia Azhari / 12010226052

2.Desy Indah Marwiyah / 12010221904

3.Putri Rahayu Ningrum / 12010221422

PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subhanahuwa ta’ala yang telah memberikan penulis
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentu penulis tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta
salam kita kirimkan kepada sayyidina wa maulana Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Dengan mengucapkan “Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa’ala alihi sayyidina
Muhammad”.

Kami sebagai penulis tentu menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Oleh karena itu,
kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
perbaikan makalah selanjutnya. Kemudian atas segala kesalahan pada makalah ini, kami mohon
maaf sebesar- besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada dosen
pengampu mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam Ibu “Siti Aisyah, M.Ag” yang telah
membimbing dalam penulisan makalah ini. Demikian kami yakin makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pembaca.

Pekanbaru, Maret-2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Permasalahan ...............................................................................2
C. Tujuan Masalah............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. ORGANISASI ISLAM DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
........................................................................................4
1.      Al-Jam’iat Al-Khairiyah.....................................................................................5
2.    Al-Islam Wal Irsyad....................................................................................6
3. Persyerikatan Ulama’...........................................................7
4.Muhammadiyah..................................................................................8
5. Nahdlatul Ulama’..................................................9
6.Persatuan Islam......................................10
B. JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA.................................................................................11
1.      Lembaga pendidikan Islam sebelum kemerdekaan
Indonesia...............................................................................................12
2.   Lembaga pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka
C.  TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA…………………………………………………………………………..14
……………………………………………………………………………15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................16
B. Saran .........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

Ditinjau dari segi falsafah Negara Pancasila dari konstitusi UUD 1945 dan dari
keputusan-keputusan MPR tentang GBHN, maka kehidupan beragama dan pendidikan agama di
Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 sampai tahap Pelita IV tahun 1983
semakin mantap. Teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami
perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan berkembangnya cabang ilmu pengetahuan
cabang ilmu pengetahuan dan perubahan sistem  proses belajar dan mengajar.
Misalnya tentang materi pendidikan agama di adakan pengintegrasian dan
pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu. Adapun dalam
makalah ini akan dibahas mengenai organisasi, lembaga dan tokoh-tokoh pendidikan Islam
secara singkat.

BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI, LEMBAGA DAN TOKOH-TOKOH
PENDIDIKAN ISLAM

A.    ORGANISASI ISLAM DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena di dorong oleh mulai
tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai respons terhadap kepincangan-
kepincangan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia pada akhir abad ke 19 yang mengalami
kemunduran total sebagai akibat eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda. Tokoh-tokoh
organisasi Islam muntul melawan penjajah Belanda, dengan cara menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan rasa nasionalisme di kalangan rakyat dengan melalui pendidikan.
Dan dengan demikian lahirlah perguruan-perguruan Nasional, yang ditopang oleh usaha-usaha
swasta (partikelir menurut istilah waktu itu yang berkembang pesat sejak awl tahun 1900-an.
Seolah-olah itu semula memiliki dua corak, adapun kedua corak tersebut adalah sebagai
berikut:
1.      Sesuai dengan haluan politik
2.      Sesuai dengan tuntutan/ajaran agama (Islam)
Pada bagian berikut akan dikhususkan pembahasan tentang organisasi-organisasi yang
berdasarkan sosial keagamaan yang banyak melakukan aktivitas kependidikan Islam:
1.      Al-Jam’iat Al-Khairiyah
Organisai yang dikenal dengan nama Jam’iat Khair ini didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli
1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang Arab, tetapi tidak menutup kemungkinan
untuk setiap muslim menjadi anggota tanpa diskriminasi asal usul. Pada bidang kegiatan yang
sangat diperhatikan oleh organisasi ini adalah:
a)      Pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar
b)      Pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi.
Sekolah dasar Jam’iat Khair bukan semata-mata mempelajari pengetahuan agama tetapi juga
mempelajari pengetahuan umum lainnya seperti lazimnya suatu sekolah dasar biasa, dan
sebagainya. Kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas telah disusun dan terorganisir. Bahasa
pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia atau bahasa Melayu.
Pada bulan Oktober 1911 tiga orang guru dari negeri-negeri Arab bergabung ke Jam’iat
Khair. Mereka adalah Syeikh Ahmad Surkati dari Sudan, Syekh Muhammad Taib dari Maroko
dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah. Menyusul kemudian pada Oktober 1913
empat orang guru sahabat-sahabat Surkati dan salah seorang di antaranya adalah saudara
kandungnya sendiri, yaitu Muhammad Abdul Fadal Ansari (saudara kandung Surkati),
Muhammad Noer (Abdul Anwar) al-Ansari, Hasan Hamid al-Antasari, dan seorang lagi yang
kemudian diperuntukan bagi Jam’iat Khair yang didirikan di Surabaya, yaitu Ahmad al Awif.
Disamping membawa pembaharuan dalam sistem pengajaran, mereka juga memperjuangkan
persamaan hak sesama muslim dan pemikiran kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Hal-hal
ini yang kemudian menyebabkan mereka kemudian terasing dari kalangan Sayid dari Jam’iat
Khair yang melihat ide persamaan hak ini akan mengancam kedudukan mereka (Sayid) yang
lebih tinggi dibandingkan dengan golongan lain dalam masyarakat islam di Jawa. Satu hal
penting yang perlu dicatat bahwa Jam’iat Khair yaitu memulai organisasi dengan bentuk modern
dalam masyarakat Islam dan yang mendirikan suatu lembaga pendidikan dengan sistem yang
boleh dikatakan telah modern.
2.      Al-Islam Wal Irsyad
Syeikh Ahmad Surkati, yang sampai di Jakarta dalam bulan Pebruari 1912. Seorang alim
yang terkenal dalam agama Islam, beberapa lama kemudian meninggalkan Jam’iat Khair dan
mendirikan gerakan Agama sendiri bernama Al-Islah Wal Irsyad, dengan haluan mengadakan
pembaharuan dalam Islam (reformasi). Pada tahun 1914 berdirilah perkumpulan Al-Islah Wal
Irsyad, kemudian terkenal dengan sebutan Al-Irsyad, yang terdiri dari golongan-golongan
sekolah Al-Irsyad yang pertama di Jakarta, yang kemudian disusul oleh beberapa sekolah dan
pengajian lain yang sehaluan dengan itu. Pendiri-pendiri Al-Irsyad kebanyakan adalah pedagang,
tetapi guru sebagai tempat meminta fatwa ialah Syekh Ahmad Surkati yang sebagian besar dari
umurnya dicurahkannya bagi penelaahan pengetahuan. Ia dilahirkan di Dunggala, Sudan, pada
tahun 1972 berasal dari keluarga yang  taat beragama. Ia telah banyak mengetahui ayat-ayat
Qur’an ketika masih kecil.
Dari tahun 1906 ia mulai mengajar di negeri suci tersebut. Pada waktu itu ia telah mengenal
tulisan-tulisan Abduh. Demikian pula majalah Al-Manar dari mesir mengunjunginya secara
tetap. Ia ditarik oleh Jam’iat Khair melalui dua orang jamaah haji yang pergi ke Indonesia tiap
tahun untuk mengurus jamaah haji. Pada tahun 1913 ia membuka sekolahnya sendiri di
rumahnya dan kemudian bergabung dengan Al-Irsyad. Semenjak itu ia mengajar di Al-Irsyad
sampai pada masa ia meninggal (1943) dengan interupsi hanya 4 tahun, ketika ia mencoba
berdagang bersama-sama dengan Syekh Awad Syahbal dari tahun 1920 sampai tahun 1924.
Pada tahun 1930-an cabang Surabaya mendirikan sekolah guru 2 tahun dan sebuah sekolah
dasar tingkat rendah berbahasa Belanda yang bernama Schakelschool. Sekolah Al-Irsyad di
Jakarta lebih banyak jenisnya. Terdapat sekolah-sekolah tingkat dasar, sekolah guru, bagian
takhassus (dengan pelajaran dua tahun) dimana pelajaran dapat mengadakan spesialisasi dalam
bidang agama, pendidikan atau bahasa.
Sebagaimana halnya dengan organisasi-organisasi lain, Al-Irsyad juga mempergunakan
tablig dan pertemuan pertemuan sebagai cara untuk menyebarkan pahamnya, ia juga
menerbitkan beberapa buah buku dan pamflet-pamflet. Dengan melalui mass-media ini Al-Irsyad
menyebarluaskan gagasan-gagasan pembaharuan dan pemurnian ajaran islam dengan
berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
3.      Persyerikatan Ulama’
Persyerikatan ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan di daerah
Majalengka Jawa Barat yang dimulai pada tahun 1911 atas ini inisiatif Kyai Haji Abdul Halim,
lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang
taat beragama, sedangkan saudara-saudaranya mempunyai hubungan yang erat secara
kekeluargaan dengan orang-orang dari kalangan Pemerintah. KH. Abdul Halim memperoleh
pelajaran agama pada masa kanak-kanak sampai umur 22 tahun berbagai pesantren di daerah
Majalengka. Kemudian ia pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan melanjutkan
pelajarannya. Selama tiga tahun di Mekah, ia mengenal tulisan-tulisan Abduh dan Jamal al-Din
Al-Afgani, yang merupakan tokoh pembicaraan bersama kawan-kawannya yang banyak berasal
dari daerah Sumatera.
Yang lebih memberikan kesan baginya  adalah dua lembaga pendidikan, yaitu Bab al-Salam
dekat Mekah dan yang lainya di Jeddah. Menurut ceritanya kedua lembaga ini telah
menghapuskan sistem halakah dan sebagai gantinya mengorganisir kelas-kelas serta menyusun
kurikulum dengan mempergunakan bangku dan meja. Enam bulan setelah kembali dari Makah
pada tahun 1991, KH. Abdul Halim mendirikan sebuah organisasi yang ia beri nama Hayatul
Qulub, yang bergerak, baik dibidang ekonomi maupun di  bidang pendidikan.
Dalam bidang pendidikan KH. Abdul Halim mulanya menyelenggarakan pelajaran agama
sekali seminggu untuk orang-orang dewasa, yang diikuti empat puluh orang. Umumnya
pelajaran yang ia berikan adalah pelajaran-pelajaran Fiqih dan Hadis. Untuk memperbaiki mutu
sekolahnya KH. Abdul Halim berhubungan dengan Jam’iat Khair dan Al-Irsyad di Jakarta. Ia
juga mewajibkan murid-muridnya pada tingkat yang lebih tinggi untuk memahami bahasa Arab
yang kemudian menjadi bahasa pengantar pada kelas-kelas lanjutan.
Pada tahun 1924, persyerikatan ulama secar resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh
Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 ke seluruh Indonesia. Persyerikatan ulama juga
membuka sebuah rumah anak yatim yang diselenggarakan oleh Fatimiyah, bagian wanita yang
didirikan pada tahun 1930. Beberapa buah perusahaan juga berada di bawah pengawasan
organisasi itu. Dua setengah hektar tanah di beli pada tahun 1927 untuk pertanian, sebuah
percetakan dan sebuah perusahaan tenun didirikan, masing-masing tahun 1930 dan 1939.
4.      Muhammadiyah
Salah satu organisasi sosial islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang Dunia II dan
mungkin juga sampai saat sekarang ini adalah Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan di
Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 18 Zulhijjah 1330 H,
oleh KH. Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang
anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
Organisasi ini mempunyai maksud “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad
SAW. Kepada penduduk bumi putera” dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-
anggotanya. Untuk mencapai ini organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan. Usaha lain untuk mencapai maksud dan tujuan itu adalah sebagai berikut:
a)      Mengadakan dakwah Islam
b)      Memajukan pendidikan dan pengajaran
c)      Menghidup suburkan masyarakat tolong-menolong
d)     Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf
e)      Mendirik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda, supaya kelak menjadi orang islam
yang berarti
f)       Berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
g)      Berusaha dengan segala kebijakan, supaya ke hendak dan peraturna Islam berlaku dalam
masyarakat.
Daerah organisasi Muhammadiyah mulai diluaskan setelah tahun 1917. Pada tahun itu Budi
Utomo mengadakan kongresnya di Yogyakarta. Ketika nama KH. Ahmad Dahlan telah dapat
mempesona itu memulai tabligh yang dilakukannya sehingga pengurus Muhammaidyah
menerima permintaan dari berbagai tempat di Jawa untuk mendirikan cabang-cabang.
Dalam tahun 1925 organisasi ini telah mempunyai 29 cabang-cabang dengan 4.000 orang
anggota, sedangkan kegiatan-kegiatannya dalam bidang pendidikan meliputi delapanHollands
Inlandse School, sebuah sekolah guru di Yogyakarta, 32 buah sekolah dasar lima tahun,
sebuah Schakelschool, 14 Madrasah, seluruhnya dengan 119 orang guru dan 4.000 murid. Dalam
bidang sosial ia mencatat dua buah klinik di Yogyakarta dan Surabaya di mana 12.000 pasien
memperoleh pengobatan, sebuah rumah miskin dan dua buah rumah yatim piatu.
Diantara sekolah-sekolah Muhammadiiyah yang tertua dan besar jasanya adalah:
a)      Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta
b)      Mua’allimin Muhammadiyah, Solo, Jakarta
c)      Mua’allimat Muhammadiyah, Yogyakarta
d)     Zu’ama/Za’imat, Yogyakarta
e)      Kulliyah Muballigin/Muballigat, Padang Panjang, Sumatera Tengah
f)       Tabligschool, Yogyakarta
g)      HIK Muhammadiyah, Yogyakarta.
5.      Nahdlatul Ulama’
Nahdlatul Ulama’ didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (33 Januari 1926 M) di Surabaya.
Pembagunnya ialah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur. Latar belakang didirikannya
organisasi ini semula adalah sebagai perluasan dari suatu Komite Hijaz yang dibangun dengan
dua tujuan. Yaitu sebagia berikut:
1)      Untuk mengimbangi komite Khilafat yang secara berangsur-angsur jatuh ke tangan golongan
pembaharuan
2)      Untuk berseru kepada Ibnu Sa’ud, penguasa baru di  tanah Arab, agar kebiasaan beragama
secara tradisi dapat diteruskan.
Maksud perkumpulan NU ialah memegang teguh salah satu mazhab dari mazhab Imam yang
berempat, yaitu Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi, dan Imam Hambali, dna mengerjakan
apa-apa yang menjadikan kemaslahatan untuk agama Islam. Untuk mencapai maksud tersebut,
maka diadakan ikhtiar:
1)      Mengadakan perhubungan di antara ulama-ulama yang bermazhab tersebut diatas
2)      Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar, supaya diketahui apakah kitab itu
termasuk kitab-kitab Ahli Sunnah Waljamaah atau kitab-kitab Ahli Bid’ah.
3)      Menyiarkan agama Islam berasaskan pada mazhab tersebut diatas dengna jalan apa saja yang
baik.
4)      Berikhtiar memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasarkan agama Islm.
5)      Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid,surau-surau dan pondok-
pondok, begitu juga dengan hal ihwalnya anak-anak yatim dan orang fakir miskin.
6)      Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan dan perusahaan yang
tiada dilarang oleh syara’ agama Islam.
Demikian, maksud dan tujuan NU sebagai tersebut dalam Anggaran Dasar 1926 (yaitu
sebelum menjadi partai politik). Dengan demikiajn, dapat diambil kesimpulan bahwa NU adalah
perkumpulan Sosial yang mementingkan pendidikan dan pengajaran Islam. Adapun Anggaran
Dasar NU yang baru (sesudah menjadi partai politik) adalah sebagai berikut:
1)      Menegakan syari’at Islam dengan berhaluan salah satu dari pada empat mazhab
2)      Melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islma dalam masyarakat
3)      Menyiarkan agama Islam dengan jalan tablig-tablig, khusus-khusus dan penerbitan-penerbitan
4)      Mempertinggi mutu pendidikan dan pengajaran Islam
5)      Menggiatkan amar ma’ruf dan nahi munkar
6)      Mengingatkan usaha-usaha kebijakan (sosial)
7)      Mempererat perhubungan diantara umat islam
8)      Memperhatikan tentnag perekonomian umat Islam
9)      Menyadarkan umat islam dalam ketatanegaraan
10)  Mengadakan kerja sama dengan lain-lain organisasi dan golongan dalam usaha mewujudkan
masyarakat Islam

Dibidang pendidikan dan pengajaran formal, NU membentuk satu bagian khusus  yang


mengelola kegiatan bidang ini dengan nama Al-Ma’arif yang bertugas untuk membuat
perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan/sekolah-sekolah yang
berada di bawah naungan NU.
6.      Persatuan Islam
Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920-an ketika orang-
orang Islam di daerah-daerah lain telah lebih dahulu maju dalam berusaha untuk mengadakan
pembaharuan dalam agama. Bandung kelihatan agak lambat memulai pembaharuan ini
dibandingkan  dengan daerah-daerah lain, sungguhpun Sarekat Islam telah beroperasi di kota ini
semenjak tahun 1913. Kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan salah sebuah cambuk
untuk mendirikan sebuah organisasi. Ide pendirian organisasi ini berasal dari pertemuan yang
bersifat kenduri yang diadakan secara berkala dirumah salah seorang anggota kelompok yang
berasal dari Sumatera tetapi yang telah lama tinggal di Bandung. Mereka adalah keturunan dari
tiga keluarga yangs pindah dari Palembang dalam abad ke 18, dan menjalin hubungan erat
melalui perkawinan antar keluarga mereka serta diperkuat oleh kepentingan yang sama dalam
usaha perdagangan, kemudian berlanjut dengan kontak antar anggota-anggota generasi yang
datang kemudian dalam mengadakan studi tentnags agama ataupun kegiatan-kegiatan lainnya.
Disamping pendidikan Islam, Persis mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren Persis)
di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan
untuk menyebarkan agama. Usaha ini terutama merupakan inisiatif Hassan dan juga mempunyai
sifat eksperimen. Pesantren ini dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur, ketika Hasan pindah ke sama
dengan membawa 25 dari 40 siswa di Bandung. Setelah pesantren dipindahkan ke Bungil, maka
murid-muridpun bertambah dengan beberapa orang yang datang dari berbagai daerah.
B.     JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Dilihat dari bentuk dna sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada
yang bersifat non formal seperti langgar/surau/rangkang, pondok pesantren dan ada yang bersifat
formal seperti madrasah.
1.      Lembaga pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia
Pendidikan Islam  mulai bersemi dan berkembang pada awal abad ke 20 Masehi  dengan
berdirinya madrasah Islamiyah yang bersifat formal. Adapun pondok pesantren (Surau) yang
pertama kali membuka madrasah formal adalah Tawalib di Padang Panjang pada tahun 1921 M
dibawah pimpinan Syekh Abdul Karim Amrullah, ayah Mamka. Selain daripada Madrasah juga
majalah  Islamiyah mulai diterbitkan sebagai sarana pendidikan Islam untuk masyarakat.
Di Aceh didirikan madrasah yang pertama pada tahun 1930 bernama Sa’adah Adabiyah oleh
Teungku Muhammad Daud Beureueh, Madrasah Al-Muslim oleh Teungku Abdurrahman
Meunasah Mencap, Madrasah Darul Huda di Jambi dan banyak madrasah lainhya. Di sumatera
Timur didirikan pesantren Syekh Hasan Maksum pada tahun 1916 M, Madrasah Maslurah di
Tanjungpura pada tahun 1912, Madrasah Aziziyah pada tahun 1918 M.
2.      Lembaga pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka
Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus negeri dan adapula yang berstatus
swasta. Adapun yang berstatus negeri adalah sebagai berikut:
1)      Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat Dasar)
2)      Madrasah Tsanawiyah Negeri (Tingkat Menengah Pertama)
3)      Madrasah Aliyah Negeri (Tingkat Menengah Atas)
4)      Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN
(Institut Agama Islam Negeri).
C.    TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
1.      KH. Ahmad Dahlan (1860-1923)
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya
Muhammad Darwis, putra dari KH. Abubakar bin Kyai Sulaiman, khatib di masjid besar (jami’)
Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri dari Haji Ibrahim, seorang penghulu. Semenjak
ayahnya wafat, ia menggantikan kedudukan ayahnya dan diangkatlah oleh Sri Sultan menjadi
khatib masjid besar Kauman Yogyakarta dan dianugerhi gelar Khatib Amin.  Beberapa tahun
kemudian, ia naik haji untuk kedua kalinya (1903). Sekembali dari haji yang kedua inilah ia
mendapat sebutan Kyai dari masyarakat, semenjak itu dimana-mana ia terkenal dengan nama
Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Ia adalah seorang alim yang luas ilmunya dan tiada jemu-jemu ia menambah ilmu dan
pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan, sambil menambah atau mencocokan ilmu yang
telah diperolehnya.  Dahlan masuk Budi Utomo dengan maksud memberikan pelajaran agama
kepada anggota-anggotanya. Dengan jalan ini, berharap akan dapat akhirnya memberikan
pelajaran agama disekolah –sekolah yang didirikan oleh pemerintah dan juga dikantor-kantor
pemerintah.
2.      KH. Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Pebruari tahun 1981 M di jombang Jawa
Timur, mula-mula ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kyai Asy’ari. Kemudian ia
belajar ke pondok pesantren di Purbolinggo kemudian pindah ke Pondok Langitan, Semarang,
Madura dan lain-lain. Pada tahun 1929 KH. Hasyim Asy’ari menunjuk KH Ilyas menjadi kepala
Madrasah Salafiyah. Maka dibawah pimpinan KH. Ilyas dimasukan pengetahuan umum ke
dalam Madrasah Salafiyah, yaitu:
1)      Membaca dna menulis huruf
2)      Mempelajari bahasa indonesia
3)      Mempelajari ilmu bumi dan sejarah indonesia
4)      Mempelajariilmu berhitung.
KH. Hsyim Asy’ari wafat/pulang ke rahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan
meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuireng yang
tertua dan terbesar untuk kawasan Jawa Timur dan yang telah mengilhami para alumninya untuk
mengembangkannya di daerah-daerah lain walaupun dengan menggunakan nama yang lain bagi
pesantren-pesantren yang mereka dirikan.
3.      KH. Abudul Halim (1887-1962)
KH. Abdul Halim lahir di Cibereng, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor
gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat, yang kemudian berkembang menjadi
persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Pesantren
Ulama Islam (PUI) Pada tanggal 5 April 1952 M/9 Rajab 1371 H. Kedua ornag tuanya berasal
dari keluarga yang taat beragama sedangkan famili-familinya tetap mempunyai hubungan yang
erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.
Sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi dan pendidikan berhasil
didirikan oleh KH. Abdul Halim pada tahun 1911 (sepulang dari Makkah) yang diberi nama
Hayatul Qulub yang kemudian dialih nama dengan Persyarikatan Ulama. Dalam pendidikan KH.
Abdul Halim semula menyelenggarakan pendidikan agama seminggu sekali untuk orang-orang
dewasa. Pelajaran yang diberikan adalah fiqih dan hadis. Pada tanggal 7 Mei  1962 KH. Abdul
Halim pulang ke rahmatullah di Majalengka Jawa Barat dalam usia 75 tahun dan dalam keadaan
tetap teguh berpegang pada mazhab Syafi’i.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwaTeknik pelaksanaan
pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu
sehubungan dengan berkembangnya cabang ilmu pengetahuan cabang ilmu pengetahuan dan
perubahan sistem  proses belajar dan mengajar.Misalnya tentang materi pendidikan agama di
adakan pengintegrasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan
alokasi waktu. Adapun dalam makalah ini akan dibahas mengenai organisasi, lembaga dan
tokoh-tokoh pendidikan Islam secara singkat.
Adapun tokoh-tokoh pendidikan Islam ada tiga orang, adapun ketiga pendiri tersebut
adalah sebagai berikut:
1.      KH. Ahmad Dahlan (1860-1923)
2.      KH. Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
3.      KH. Abudl Halim (1887-1962)
DAFTAR PUSTAKA

Dra. Zuhairi, dkk. 2001. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.


Yatim, Badri. 2006,  Sejarah Peradaban  Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Press.

Anda mungkin juga menyukai