Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
KOKOM ERNAWATI
NIM. 107011001119
Penulis juga menghaturkan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak
yang telah terlibat dan sangat berjasa dalam proses penyelesaian penelitian ini.
Atas bantuan dan dukungan merekalah, penelitian ini bisa penulis selesaikan.
Pihak-pihak yang berjasa tersebut di antaranya adalah:
i
5. Kedua orang tua, Ayahanda Tiswan dan Ibunda Ecih Sukaesih yang telah
memberikan segala sesuatu baik material maupun spiritual yang begitu besar,
doa dan semangat yang tiada henti sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.
6. Adikku tercinta, Ninin Dwi Ernia, yang memberikan kesadaran penulis untuk
memberikan teladan yang baik.
7. Teman-teman di Rumah Binaan Ar-Royah, Tasqif, Istisyhaad danMustanir
yang telah memberikan momen yang berharga dan tak terlupakan.
8. Musyrifah tercinta, Tri Shinta Wardhani yang setiap saat memberikan lecutan
semangat untuk terus melakukan perubahan dalam kehidupan. Tim Halaqoh
yang solid, Isnawati, Nurmala Sari, Anahe Musa.
9. Teman special yang selalu dimintai pendapat dan kritiknya, Mike Martaleta
Novita Sari Gunawan, dan Aknes Febpitasari.Tim Diskusi Jasmerah Islam,
Hikmatul Bilqis, Dlia, Teti Nurjannah, Irma, Elitalia, Ayu Fitri, Ela yang
membuka kembali pengetahuan penulis mengenai sejarah Islam.
Serta semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Mudah-mudahan Allah swt.
memberi balasan yang berlipat ganda, atas segala kebaikan mereka tersebut.
Amiin ya Rabbal ‘alamiin.
Penulis,
KokomErnawati
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................36
A. Lembaga Pendidikan Jamiat Kheir .................................................36
1. Profil Yayasan Jamiat Kheir .....................................................36
2. Latar Belakang Berdiri Lembaga Pendidikan Jamiat Kheir .....37
3. Tujuan Pendirian Lembaga Pendidikan Jamiat Kheir ..............39
4. Aqidah dan Mazhab Jamiat Kheir ............................................42
5. Tokoh Pendiri Jamiat Kheir......................................................42
6. Hubungan Jamiat Kheir dengan Lembaga lainnya ...................47
B. Jamiat Kheir Merespon Berbagai Kebijakan Negara .....................48
1. Masa Pemerintah Kolonial Belanda ........................................48
2. Masa Pemerintahan Jepang .....................................................56
3. Masa Pemerintahan Orde Lama ..............................................59
4. Jamiat Kheir Menghadapi Kebijakan Pendidikan Pada Masa
Sekarang ..................................................................................63
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1991), h.
69
9
10
Padahal, seperti kita ketahui bahwa setiap orang muslim wajib hukumnya
untuk menuntut ilmu, seperti tertuang dalam Al-Qur‟an surat Al-Alaq, ayat 1-5,
yang berbunyi:
Artinya : bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
2
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. Ke-10, h.
146
3
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1995), h. 49
4
Zuhairini, dkk, Op.Cit., h. 146.
11
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak
diterapkannya politik etis dapat digambarkan sebagai berikut:
(1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda
(ELS, HCS, HIS), Sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, Vgs)
dan sekolah peralihan.
5
Zuhairini, Op.Cit, h. 148
6
Ibid, h. 149
12
(2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HIS, HBS,
AMS) dan pendidikan kejuruan.
(3) Pendidikan Tinggi
Selanjutnya dari Surat Keputusan Bersama tersebut secara khusus diperkuat lagi ke
dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1950 pada bab XII pasal 20 sebagai berikut:
7
BJ. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grafiti Press, 1985), h.117
13
1. Pesantren Klasik
2. Madrasah Diniyah
3. Madrasah-madrasah Swasta
4. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN)
5. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama dua tahun yang
memberikan latihan keterampilan sederhana. MIN 8 tahun ini merupakan
pendidikan lengkap bagi para murid yang biasanya akan kembali ke
kampungnya masing-masing.
6. Pendidikan teologi tertinggi, pada tingkat universitas diberikan resmi sejak
tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian atau dua
fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.8
Lembaga pendidikan Jamiat Kheir, didirikan lebih dulu dari sekolah yang
lainnya, serta kurikulum yang sudah modern. Didirikan pada tahun 1905 di
Batavia, sekolah ini didirikan para pribumi keturunan Arab, golongan as-Syihab
yang sangat progresif dan berpendidikan. Mereka adalah Sayid Muhammad al-
Fachir bin Abdurrahman al-Masjhur, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syihab,
Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab dan Sayid Syehan bin Syihab.
8
Ibid, h. 117-118.
14
Kaum Alawiyyin yang juga merupakan para ulama adalah pelopor dalam
membangun dan menyelenggarakan lembaga-lembaga pendidikan agama,
pesantren-pesantren, majelis ta‟lim dan sebagainya, yang tersebar di Pulau Jawa
dan di beberapa pulau lainnya. Organisasi Jamiat Kheir didirikan pada tahun 1901
M, lebih bersifat organisasi social kemasyarakatan, dimana tujuan awalnya adalah;
Dan yang ketiga, menolong umat yang lemah dalam sector ekonomi.
9
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 115 dan 118
15
Berawal dari permasalahan itu, maka saya sebagai peneliti mencoba untuk
mendalami secara lebih jelas mengenai bagaimana respon Jamiat Kheir terhadap
berbagai kebijakan Pemerintah Belanda sampai kebijakan Pemerintah Orde Lama
pada tahun 1965. Oleh karena itu, peneliti merumuskan permasalahan tersebut
dengan judul “Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di
Nusantara pada Tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan”.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Awal masuknya ide pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia
pada awal abad ke-20
b. Pendidikan Islam tidak diberikan kesempatan
c. Pendidikan hanya untuk orang Belanda hanya sebagian kecil anak
Indonesia yang mengenyam pendidikan.
d. Diskriminasi Pendidikan
e. Pendidikan Islam dicurigai
f. Lembaga Pendidikan Islam kurang diberi kebebasan
g. Jamiat Kheir sebagai lembaga pendidikan Islam Modern
h. Karakteristik Jamiat kheir
i. Respon Jamiat Kheir terhadap kebijakan pendidikan di Indonesia
j. Perkembangan Jamiat Kheir sampai tahun 1965
2. Pembatasan masalah
Kajian mengenai permasalahan ini difokuskan terhadap perkembangan
dan pembaharuan yang dilakukan Jamiat Kheir terhadap berbagai
kebijakan pendidikan Islam pada masa awal pembentukan Jamiat Kheir
sampai pada masa terjadinya gerakan 30 September 1965 serta tokoh-
tokoh yang berpengaruh besar terhadap perkembangan Jamiat Kheir.
16
3. Perumusan masalah
Bagaimana eksistensi Jamiat Kheir dalam melakukan pembaharuan
pendidikan Islam dari tahun 1905-1965.
C. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Mengidentifikasi factor pendukung berdirinya Jamiat kheir.
b. Mengidentifikasi peran Jamiat Kheir dalam penyelenggaraan
pendidikan Islam pada masa awal berdirinya sampai masa Orde
Lama berakhir.
c. Menelaah perkembangan pendidikan Jamiat Kheir sebagai lembaga
pendidikan pembaharuan pada masa awal berdirinya sampai pada
masa Orde Lama.
2. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu
a. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai
pembaharuan yang dilakukan Jamiat Kheir sebagai lembaga
pendidikan Islam pada awal abad ke-20.Selain itu, mampu
menambah pengetahuan pembaca mengenai perkembangan lembaga
pendidikan Jamiat Kheir dan lembaga lainnya pada awal abad ke-
20. Hasil penelitian ini dapat menjadi pendorong bagi penelitian-
penelitian lain untuk mengangkat tema yang berkaitan dengan
lembaga pendidikan Jamiat Kheir.
b. Secara pragmatis
Diharapkan mampu menjadi syarat kelulusan dan juga dengan
mengetahui perkembangan kebijakan pemerintah maka diharapkan
mampu menjadi masukan kepada pihak yang berwenang sehingga
dapat memberi sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan saat
ini.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Definisi Pembaharuan
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008), cet. Ke-1 edisi IV, h. 142
11
Fattah Wibisono, Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta:
Rabbani Press, 2009), h.9.
18
12
Ibid.,h. 9.
13
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah dan Gerakan, (Jakarta: Penerbit
Bulan Bintang, 1975),cet.ke-1, h.12.
14
Ibid.,h.10.
15
Fattah, Op.cit.,h.9.
19
pembaharuan bukan berarti memunculkan sesuatu yang baru dari sesuatu yang
tiada.Kedua, pembaharuan berarti pemahaman terhadap teks agama seperti
pemahaman Rasulullah saw serta para sahabatnya. Ketiga, pembaharuan berarti
usaha menghidupkan kembali pelaksanaan teks-teks al-Qur‟an dan as-Sunnah
dalam realitas kehidupan sehari-hari.16
Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam
dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam. Kebutuhan itu
bermacam-macam, antara lain kebutuhan keluarga, pendidikan, hukum, ekonomi,
politik, sosial dan budaya. Sebagai lembaga, ia mempunyai beberapa fungsi,
diantaranya:
16
Nurdin, “Pembaruan Pemikiran Islam”, tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia,
Jakarta, 2006, h. 22,tidak dipublikasikan.
17
Sudirman Tebba, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun Harun
Nasution,(Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1989), h.135.
20
18
Mohmmad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia,
(Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 1995), h. 1-2.
19
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), cet. Ke- 7, h. 74.
20
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), cet. Ke- 6, h. 276.
21
umum. Islam telah mengenal lembaga pendidikan sejak detik-detik awal turunnya
wahyu kepada Nabi Muhammad saw. RumahArqambin Abi al-Arqam, merupakan
lembaga pendidikan yang pertama.21
Hasan Abd al-Ali yang dikutip oleh Ramayulis mengatakan bahwa lembaga
pendidikan Islam bukanlah lembaga beku, tetapi fleksibel, berkembang dan
menurut kehendak waktu dan tempat. Hal ini seiring dengan luasnya daerah Islam
yang berdampak pada bertambahnya jumlah penduduk Islam.Sejalan dengan hal
itu, maka didirikanlah berbagai macam lembaga pendidikan Islam yang teratur dan
terarah.Beberapa lembaga yang belajar dengan sistem klasikal, yaitu berupa
madrasah.22
Menurut Ramayulis, lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentuk
organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam, dan
mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai
struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dibawah naungannya,
sehingga ini mempunyai kekuatan hukum tersendiri. Lembaga pendidikan Islam
berupa nonfisik mencakup peraturan-peraturan baik yang tetap maupun yang
berubah, sedangkan bentuk fisik berupa bangunan, seperti mesjid, kuttab, dan
sekolah. Bentuk fisik ini sebagai tempat untuk melaksanakan peraturan-
peraturanyang penanggung jawabnya adalah suatu badan, organisasi, orang tua,
yayasan, dan Negara.23
Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran
dalam perubahan masyarakat ke arah perbaikan dalam segala lini.Dalam hal ini
lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum.Pertama, melaksanakan
peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sistem.Kedua,
mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki
kepribadian dan disposisi kebutuhan.24
21
Ibid.,h.276.
22
Ibid, h. 277.
23
Ibid, h.279.
24
Oemar Hamalik, perencanaan pegajaran berdasarkan pendekatan system,
(Jakarta:Bumi Aksara, 2005), cetke-5, h. 23.
22
25
Ibid, h. 23.
23
26
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 41.
27
Suwito. Et al, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), h. 164-165.
24
terutama di Turki, Mesir dan India. Maka, latar belakang pembaharuan pendidikan
Islam di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
Pertama, pembaharuan yang bersumber dari ide-ide yang muncul dari luar
yang dibawa oleh para tokoh atau ulama, yang pulang ke tanah air setelah beberapa
lama mereka bermukim di luar negeri (Mekah, Madinah dan Kairo). Ide-ide yang
mereka peroleh dari perantauan itu menjadi wacana pembaharuan setelah mereka
kembali ke tanah air.28
Kedua, yaitu bersumber dari kondisi tanah air yang juga mempengaruhi
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Kondisi Indonesia pada awal abad
ke-20 dikuasai oleh kaum penjajah Barat. Dalam bidang pendidikan pemerintah
Kolonial Belanda melakukan kebijakan pendidikan diskriminatif terhadap umat
Islam.
a. Sejak tahun 1900, telah banyak pemikiran untuk kembali kepada al-Qur‟an
dan sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan
kebudayaan yang ada. Tema sentralnya adalah menolak taklid. Dengan
kembali kepada al-Qur‟an dan as-Sunnah mengakibatkan perubahan dalam
bermacam-macam kebiasaan beragama.
b. Sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda
c. Adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya di
bidang sosial ekonomi, baik demi kepentingan mereka sendiri, maupun
untuk kepentingan rakyat banyak.
Pembaharuan pendidikan Islam. Dalam bidang ini cukup banyak orang atau
organisasi Islam tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari Al-
Qur‟an dan studi agama, maka pribadi-pribadi dan organisasi Islam pada
28
Ibid,.h. 41-42.
25
permulaan abad ke-20 ini berusaha memperbaiki pendidikan Islam, baik dari segi
metode maupun isinya.29
Menurut Dr. Abdur Rahman Assegaf, dkk. Dalam bukunya yang berjudul,
Pendidikan Islam di Indonesia, menyatakan:
Jelas sekali bahwa pembaharuan yang ada dalam lembaga pendidikan Islam
di Nusantara, tidak akan terlepas dari beberapa faktor, baik faktor internal maupun
dari faktor eksternal.
29
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun
Moderen, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES, 1994), cet. Ke-2, h. 26-28.
30
Abdur Rahman Assegaf, Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Suka Press,
2007), h. 98
26
31
Haidar Putra Daulay, Op,Cit., h. 50.
32
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1990),
cet. Ke-5, h. 326-327.
27
1. Sumatra Thawalib
pelajar ini mulai dapat memenuhi kebutuhan yang lain, misalnya, menjahit
pakaian, pangkas rambut dan berbagai kebutuhan lainnya.Laba atau
keuntungan yang diperoleh dialokasikan untuk menggaji para guru.
2. Sekolah Adabiah
Salah satu tokoh dan pelopor pembaharu pendidikan Islam di
Nusantara adalah Syekh Abdullah Ahmad dari Padang Panjang.Pada tahun
1906, beliau mengunjungi Syekh Tahir Djalaluddin di Singapura. Di dalam
kunjungannya itu, Abdullah Ahmad banyak terpengaruh oleh ide-ide
pendidikan dari Tahir Djalaluddin dan di sisi lain sekolah gubernemen yang
dilihatnya di kota Padang. Maka pada tahun 1907 Abdullah Ahmad
mendirikan sekolah Adabiah di Padang Panjang.
Sekolah Adabiah berdiri karena merasa keperluan terhadap
pendidikan yang sistematik dan kenyataan bahwa tidak semua anak-anak
34
Ibid.,h. 56.
29
3. Sekolah Diniyah
Pendiri Sekolah Diniyah adalah Zainuddin Labai El-Yunusi, murid
dari Syekh Abdullah Ahmad di Surau Jembatan Besi.Sekolah ini memakai
sistem sekolah modern pada tahun 1916.Proses pendidikan di Sekolah
Diniyah ini berlangsung hingga sore hari. Lembaga pendidikan Islam ini
diorganisasikan berdasarkan sistem klasikal dan tidak menerapkan sistem
sebagaimana terdapat pada pendidikan tradisional.Mata pelajaran yang
35
Ibid, h. 50.
36
Karel A. Steenbrink, Op.Cit, h. 40.
37
Deliar Noer, Op.Cit., h. 47-48.
30
4. Persyarikatan Ulama
Persyarikatan ulama adalah sebuah gerakan pembaharuan yang
pertama kali muncul dan berkembang di daerah Majalengka, Jawa
Barat.Organisasi ini berdiri pada tahun 1911, atas inisiatif Haji Abdul
Halim yang lahir di Cibelerang, Majalengka tahun 1887.40
Dalam kongres Persyarikatan Ulama pada 1932, Halim
mengusulkan agar organisasi ini mendirikan sebuah lembaga pendidikan
yang benar-benar dapat melahirkan alumni-alumni yang mandiri. Menurut
Halim, selama ini yang terjadi adalah banyak alumni dari sekolah yang
38
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,
1982), h. 44.
39
Deliar Noer, Op,Cit., h. 62.
40
Ibid., h.8.
31
5. Sekolah Muhammadiyah
Salah satu organisasi sosial yang terpenting di Indonesia diawal
abad ke-20 M adalah Muhammadiyah.Organisasi ini didirikan pada 18
Nopember 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Pendiri perkumpulan Muhammadiyah ini merupakan seorang murid
Syaikh Ahmad Khatib yaitu Kiai Ahmad Dahlan, beliau melakukan
pembaharuan di tengah setting sosial keagamaan yang ditandai oleh
meluasnya praktik taqlid yang dianggap sebagai penyebab kejumudan.
Langkah pembaharuan telah dilakukan di lingkungan keraton, misalnya
Ahmad Dahlan pernah mencoba meluruskan arah kiblat masjid keraton
yang kemudian mendapatkan tantangan keras dan membuat marah para
tokoh ulama senior di lingkungan keraton karena dianggap melakukan
perombakan agama.41
41
Ibid.,h. 85.
32
42
Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutoyo, K.H. Ahmad Dahlan, (Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 1999), cet. Ke-2, h. 42
43
Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 200-201
33
44
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. Ke-10, h.
203
34
45
Zuhirini, dkk, Op.Cit., h. 216-217
46
Ibid, h. 221 & 231
35
47
Haidar Putra Daulay, Op.Cit., h. 58-59
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Data
48
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press,
2008), h. 39
27
28
a. Studi dokumen
Studi dokumen mempunyai arti metodologis yang penting karena dokumen
menyimpan sejumlah besar fakta dan data sejarah serta diharapkan mampu
menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah.Pada penelitian ini dokumen yang
digunakan adalah dokumen-dokumen yang tersimpan di yayasan Pendidikan Islam
Jamiat Kheir yang terletak di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dokumen
berupa AD ART, Susunan kepengurusan, Visi dan Misi Jamiat Kheir, Sejarah
berdirinya Jamiat Kheir beserta faktor-faktor berdirinya Jamiat Kheir serta
program kerja Sekolah-Sekolah Jamiat Kheir yang berada di bawah yayasan Jamiat
Kheir.
49
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 43-44
29
b. Studi pustaka
Studi pustaka dalam suatu penelitian dijadikan sumber penulisan yang
tentunya berhubungan dengan tema yang dikaji.Sumber pustaka dapat berupa
buku, artikel dan media lainnya.Dengan studi pustaka ini diharapkan mampu
menambahkan pemahaman teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian.
Studi pustaka ini dilakukan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan
Jurusan Sejarah Peradaban Islam dan Perpustakaan Imam Jama‟.
c. Wawancara
Menurut Lexy J. Moleong dalan bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif
menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.50
Wawancara adalah salah satu cara memperoleh informasi secara lisan dari
informan yang memenuhi kriteria sesuai dengan objek penelitian. Dalam hal ini
penulis melakukan wawancara dengan informan yang tahu dan paham mengenai
Yayasan Sekolah Jamiat Kheir, yaitu Kepala Sekolah, Guru dan Kepala Yayasan
Sekolah Jamiat Kheir. Informan-informan tersebut antara lain adalah Bapak
Ahmad Sauqhi Al-Gadri, beliau menjabat sebagai Kepala Pengurus Harian di
Yayasan Jamiat Kheir di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
C. Langkah-Langkah Penelitian
Pelakasanaan penelitian dilakukan melalui tahapan sesuai dengan metode
penelitian yang digunakan yaitu metode historis.Penulis menggunakan tahapan
sebagaimana yang diungkapkan diawal, yaitu heuristik, kritik atau analisis sumber,
interpretasi, historiografi.
50
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja RosdaKarya), cet.
Ke-28, h. 186.
30
a. Heuristik
b. Kritik sumber
51
Helius Sjamsuddin, Metode Penelitian Sejarah, Jurnal llmiah pada Workshop Penelitian
dan PengembanganKebudayaan, 2008, h. 3.
31
sejarawan harus bersikap dan berpikir secara kritis dengan tidak menerima begitu
saja apa yang tercantum dan tertulis dalam sumber-sumber sejarah tersebut.
1. Kritik eksternal
2. Kritik Internal
Kritik internal merupakan kritik terhadap aspek dalam yang berupa isi
sumber yang digunakan untuk mengetahui keaslian dari aspek materi sumber
sehingga sumber-sumber tersebut dapat diandalkan reabilitas serta
kredibilitasnya.Sebagaimana dikemukakan Helius Sjamsuddin bahwa “kritik
internal menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber dengan mengadakan
evaluasi terhadap kesaksian/tulisan dan memutuskan kesaksian tersebut dapat
diandalkan atau tidak”.52
52
Helius Sjamsuddin, Metode Penelitian Sejarah, Loc.Cit, h. 3.
33
dilakukan dengan pertimbangan pada pemilihan informasi atau data dan isi
materi sumber tersebut.Contoh buku karangan Deliar Noer, isi dari buku ini
merupakan hasil dari penelitian beliau di lapangan, mengenai sejarah
perkembangan pemikiran pembaharuan di Indonesia pada tahun 1900-
1942.Karya Deliar Noer ini sangat membantu dalam menambah informasi atau
data dalam penyusunan skripsi ini, karena masalah-masalah perkembangan
pembaharuan yang diteliti oleh Deliar Noer tersebut merupakan salah satu
bagian yang dikaji oleh penulis.
c. Interpretasi Data
53
Dokumen Resmi dari Yayasan Jamiat Kheir.
36
37
54
Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), h. 480-481.
38
55
Mansur dan Mahfud Junaedi, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 65.
39
meluas kepada kebangsaan lain, asalkan ia seorang muslim (pasal 4). Penambahan
Anggaran Dasar ini disetujui oleh pemerintah melalui keputusan gubernur jenderal
pada tanggal 24 Oktober 1906, dikarenakan Anggaran Dasar Jamiat Kheir tidak
mengandung tujuan politik serta tidak mengandung hasutan (yang dapat
membahayakan keamanan pemerintahan).56 Abdullah bin Alwi Alatas sebagai
pemuka gerakan Pan-Islam turut mendukung atas berdirinya organisasi Jamiat
Kheir ini.
Dikutip dari berkas resmi dari Jamiat Kheir, dinyatakan bahwa tujuan
perkumulan ini adalah bergerak di bidang social dan pendidikan. Sifat
perkumpulan ini terbuka untuk setiap muslim tanpa ada diskriminasi asal-usul,
namun mayoritas anggotanya adalah para habaib, para ulama dan cendekiawan
muslim.
Setelah perkumpulan ini berjalan selama dua tahun, baru pada tahun 1903
para pendirinya meminta izin resmi kepada Pemerintah Hindia Belanda.Setelah
menunggu izin memakan waktu 2 tahun baru keluar pengesahan Pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1905.
Pada tanggal 22 Juni 1910, sesuai dengan rapat anggota bulan April 1910
diajukan kembali perubahan Anggaran Dasar untuk ketiga kalinya.Surat
permohonan diajukan oleh Muhammad bin Abdurrahman Syahab sebagai ketua
dan Muhammad bin Syech bin Syahab sebagai sekretaris dan perubahan tersebut
disetujui pada tanggal 3 Oktober 1910. Tujuan Jamiat Kheir semakin meluas,
diantaranya :
1. Mendirikan dan mengurus gedung-gedung sekolah serta bangunan lain
di Batavia untuk kepentingan umat Islam,
2. Mengupayakan sekolah-sekolah untuk memperoleh pengetahuan
agama,
3. Mendirikan perpustakaan yang mengupayakan buku-buku untuk
menambah pengetahuan dan kecerdasan.57
Pada tahun 1919 M, didirikan Jamiat kheir bagian puteri (al-Banat).Dan
para pengajarnya yang termasyhur yaitu Mu‟allim Tunus58dan syekh Ahmad
56
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1996),
cet. 8, h. 68-69
57
Deliar Noer, Op.Cit, h. 69
40
58
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber
Widya, 1995), Cet.5, h. 319
59
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), h. 55
60
Hasil wawancara dengan Pengurus harian Jamiat Kheir
41
61
Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
62
Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
42
Habib Abu Bakar dilahirkan di Bandar Betawi (Jakarta) pada hari Senin
tanggal 28 Rajab tahun 1287 H/ 24 Oktober 1870 M. kemudian beliau berangkat
ke Hadramaut pada akhir tahun 1297 H/ 1880 M bersama ayahnya, Ali bin Abu
Bakar bin Umar bin Shahubuddin Al-Alawy. Guru beliau adalah Ahmad
63
Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), h. 480-481
43
Muhammad Bahyan, pas sedang di Hadramaut, beliau belajar kepada Salim Sa‟id
Abdul Haq. Beliau menghafalkan kitab Matan al-Zubad.Beliau wafat pada tanggal
25 Dzulqa‟idah tahun 1299 H/ 8 Oktober 1882 M. Orang-orang merasa sangat
berat kehilangan dia karena dia adalah seorang yang rajin dalam menuntut
ilmu.Ayahnya sangat mencintainya karena kecerdasannya dan kepatuhannya
kepada perintahnya.Mudah-mudahan Allah merahmatinya dengan rahmat yang
diberikan-Nya kepada orang-orang yang baik.64
64
Sayyid bin Abu Bakar, Rihlatul Asfar Otobiografi, terj. Ali Yahya, (tanpa penerbit,
2000), h. 16
65
http://benmashoor.wordpress.com/2008/08/08/perkumpulan-jamiat-kheir-1901-
%E2%80%93-1919/
44
Jalan Karet dan putri (banat) di Jalan Kebon Melati (kini Jl. Kebon Kacang Raya),
serta cabang Jamiat Kheir di Tanah Tinggi, Senen.
66
Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), H. 480-481
45
Pulang dari Hadramaut, ia belajar kepada Habib Utsman bin Yahya (mufti
Batavia), Habib Husein bin Muhsin Alatas (Kramat, Bogor), Habib Alwi bin
Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Umar bin Idrus Alaydrus, Habib Ahmad bin
Abdullah bin Thalib Al-Aththas (Pekalongan), Habib Ahmad bin Muhammad Al-
Muhdhor (Bondowoso).
Ketika terjadi perang di Tripoli Barat (Libya), Habib Utsman menyuruh
Habib Ali Kwitang untuk berpidato di masjid Jami‟ dalam rangka meminta
pertolongan pada kaum muslimin agar membantu umat Islam yang menderita di
Tripoli.Padahal pada waktu itu, Habib Ali Kwitang belum terbiasa tampil di
podium. Tapi, dengan tampil di podium atas suruhan Habib Utsman, sejak saat itu
lidahnya fasih dalam memberikan nasehat dan kemudian ia menjadi dai.67
Tokoh-tokoh pahlawan Nasional yang pernah menjadi anggota perkumpulan
Jamiat Kheir, diantaranya:
67
Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
47
a. Dengan Direktur surat kabar Al-Muayyad, di Cairo, Mesir yaitu Ali Yusuf.
Beliau memberikan informasi mengenai perkembangan Islam di luar negeri
dan kegiatan Jamiat Kheir di Indonesia.
b. Dengan Direktur surat kabar Al-Liwa, Mesir, Affandi Kamil, saudara Ali
Kamil.
c. Dengan Direktur surat kabar As-Siasah al-Musawarah, Mesir, Abdul
Hamid Zaki.
d. Dengan Direktur surat kabar Samarastul Alfunun, Beirut, Ahmad Hasan
Tabarah.
e. Dengan surat kabar al-Ittihad Al-Utsmani, Turki.
f. Majalah al-Iman, Singapura.68
Jamiat Kheir juga mempunyai hubungan dengan organisasi di dalam negeri saat
itu, seperti:
a. Budi Utomo
b. Sarikat Islam pada tahun 1916. Sayyid Abdullah bin Husein Alatas adalah
seorang pengurus Jamiat Kheir yang selalu ikut dalam rapat Sarikat Islam
di Jakarta.
c. Jong Islamiten Bond (Persatuan Pemuda Islam).
68
Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
48
dengan Staadblaad 1818 No. 4, yang menyebutkan pengajaran agama harus seijin
Gubernur Jenderal.69
Hal tersebut juga dijelaskan oleh Mansur dan Mahfud Junaedi, dalam
bukunya yang berjudul Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia bahwa
Pada zaman kolonial Belanda telah didirikan beraneka macam sekolah, ada yang
bernama Sekolah Dasar, Sekolah Kelas II, HIS, MULO, AMS dan lain-lain.
Sekolah-sekolah tersebut seluruhnya hanya mengajarkan pelajaran umum, tidak
memberikan mata pelajaran agama sama sekali, hal ini terkait dengan kebijakan
pemerintah Kolonial Belanda. Pada tahun 1905 Belanda memberikan aturan bahwa
setiap guru agama harus minta izin dahulu.70
69
A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung : Mizan, 1998),
hal.71.
70
Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), h. 51
71
A. Malik Fadjar, Op. Cit.
72
Abdurrahman al-Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, (Surabaya: al-
Izzah, 1996), h. 43
73
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta : LP3ES, 1984), hal. 49.
49
74
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah, Pendidikan Islam Dalam
Kurun Modern, (Jakarta : LP3ES, 1994),hal. 3
75
Aqib Suminto, Op. Cit. hal. 51.
50
Solo.Latar belakang penerbitan ordonansi guru ini bersifat politis guna menekan
pendidikan Islam sehingga tidak menjadi faktor pemicu perlawanan rakyat
terhadap penjajah.
Bagi umat Islam, ordonansi guru dirasakan sebagai kebijakan yang tidak
sekedar membatasi perkembangan pendidikan Islam, tetapi juga mengurangi
peranan pendidikan Islam di Indonesia.Dalam prakteknya, Ordonansi Guru
tersebut dapat dipergunakan untuk menekan ajaran Islam, karena dikaitkan dengan
ketertiban dan keamanan.Dalam banyak kasus sering terjadi guru-guru agama
dipersalahkan ketika menghadapi gerakan kristenisasi dengan alasan ketertiban dan
keamanan.
76
Aqib Suminto, Op. Cit, hal. 53-54.
77
Ibid.
78
Ibid., hal. 5.
51
Selain bersifat defensif, corak responsi umat Islam juga bersifat progresif,
yang memandang bahwa tekanan pemerintah Hindia Belanda tersebut merupakan
kesetaraan dan kesejajaran, baik dari sudut kelembagaan maupun kurikulum.
Ketergantungan pada tekanan penjajah akan semakin melemahkan posisi
pendidikan Islam. Begitupun sebaliknya, membiasakan sikap defensif terus
menerus akan semakin memberi ruang yang lapang bagi gerakan pendidikan
Hindia Belanda. Dalam hal ini diperlukan upaya sekolah ala Belanda, tetapi tidak
meninggalkan akar keagamaannya. Usaha dari upaya tersebut adalah tumbuh dan
berkembangnya sekolah Islam atau madrasah di berbagai wilayah, baik di Jawa
maupun luar Jawa.
79
H. Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1999), hal. 11.
52
Walaupun hanya sekolah dasar, tidak setiap rakyat pribumi dapat sekolah
dengan begitu saja. Prioritas utama hanya diperuntukkan kepada anak bangsawan.
Diskriminasi terjadi antara sekolah HIS ( Hollansch Indische School), sekolah
rakyat dengan ELS (Europsche Lager School), sekolah untuk kalangan Belanda
dan bangsawan, baik dalam pendanaan, bentuk bangunan sekolah, seragam dan
lain-lain. Secara sistemis pendidikan dijadikan media penciptaan stratifikasi social
yang feodalistis.81
80
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung: Salamandani Pustaka Semesta,
2010), cet. 3, h. 307
81
Ibid, h. 308
53
82
Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), h. 51
54
Jamiat Kheir, yang berdirinya tidak mendapat izin dari pemerintah Hindia
Belanda pada saat itu, tidak dapat merealisir program-programnya yang telah
diinventarisir, seperti menolong fakir miskin, menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran bagi anak-anak, membentuk lembaga perkawinan dalam artian formal,
menolong anggota Jamiat Kheir yang tertimpa musibah dan sebagainya. Maka dari
83
Karel Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), h. 128.
84
Ibid, h. 8
55
Pada bulan April tahun 1906 Jamiat Kheir mengajukan surat permohonan
untuk mendirikan Madrasah dan balai pertemuan karena ada larangan bagi Jamiat
Kheir untuk membuka cabang di luar Jakarta, maka Jamiat Kheir mengangkat
beberapa orang wakil guna mencapai mufakat dalam menyamakan serta
mempersatukan tujuan dan pelaksanaan kerja. Pada bulan ini juga Jamiat Kheir
mengajukan surat permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk
mendirikan sekolah.
Pada tahun 1909, Jamiat Kheir untuk pertama kali membuka sebuah
madrasah yang memberikan pengajaran secara gratis. Memberikan pendidikan
kepada para bapak dan ibu secara rutin setiap minggu dan juga mengupayakan agar
pemerintah Hindia Belanda menghapus larangan bagi bangsa Arab untuk
bepergian ke luar Jakarta.
Tahun 1910, Jamiat Kheir membina bangunan kos untuk para pelajar.
Besarnya biaya kos dibedakan antara yang mampu dan yang tidak mampu. Bagi
yang tidak mampu terutama anak-anak yatim tidak dikenakan biaya bahkan
diupayakan untuk pakaian dan makanannya. Jamiat kheir juga mengupayakan
zakat.86
85
Ibid, h. 9
86
Ibid, h. 10
56
87
Ibid, h. 18
88
Mansur dan Mahfud Junaedi, Op.Cit., h.60
89
Jurnal Ilmiah, Nafilah Abdullah, Gerakan Jamiat Kheir 1900-1942, h. 55
57
Pendidikan pada masa Jepang disebut Hakku Ichiu yakni mengajak bangsa
Indonesia bekerjasama dalam rangka mencapai kemakmuran Asia Raya.Oleh
karena itu, bagi setiap pelajar terutama setiap pagi hari harus mengucapkan
sumpah setia kepada Kaisar Jepang, lalu dilatih kemiliteran.
Sistem sekolah pada zaman Jepang yaitu hanya ada satu sekolah rendah
diadakan bagi semua lapisan masyarakat yang bernama Kokumin Gakko yang
berlangsung selama enam tahun. Sekolah-sekolah desa berganti nama menjadi
Sekolah Pertama. Adapun susunan pengajaran menjadi: pertama, Sekolah Rakyat
enam tahun (termasuk sekolah pertama). Kedua,sekolah menengah tiga tahun.
Ketiga, sekolah menengah tinggi tiga tahun (SMA pada zaman Jepang).90
Setelah Jepang merasa dirinya telah kokoh pada tempat mereka berpijak
dan merasa pula kalau dirinya merupakan suatu kekuatan yang tiada tandingannya,
mulailah mereka melakukan ekspansinya. Keluarlah Dekrit dari Letnan Jenderal
Imamura Panglima pertama di Jawa yang berisi larangan semua aktivitas yang
berhubungan dengan politik Indonesia, demikian juga melarang kegiatan diskusi
dan organisasi yang berhubungan dengan admintistrasi politik negeri.
Masyarakat Arab yang merasa Indonesia ini merupakan tanah dan tempat
kelahirannya sudah barang tentu tidak menerima atas diskriminasi dan pandangan
Jepang terhadap mereka. Protes masyarakat Arab pun tidak terelakkan terhadap
penguasa baru ini. Setelah melalui perdebatan diantara kedua belah pihak, akhirnya
pemerintah mengizinkan kembali dibukanya sekolah-sekolah yang didirikan oleh
90
Mansur dan Mahfud Junaedi, Op.Cit., h. 60
91
Jurnal Ilmiah, Nafilah Abdullah, Gerakan Jamiat Kheir 1900-1942, h. 58
58
masyarakat Arab, tetapi dengan syarat bahasa Jepang harus dimasukkan ke dalam
kurikulum sekolah.
Pada bulan Juli 1943, pemerintah militer mengeluarkan dekrit yang berisi
semua pendidikan harus diatur oleh pemerintah. Dengan adanya peraturan tersebut,
maka pemerintah Jepang mengatur kurikulum untuk semua sekolah. Bahasa
Jepang menjadi pelajaran pokok, para ulama dipaksa melakukan bersaikerei, yaitu
membungkukkan badan ke arah matahari terbit setiap pagi.
Para pengurus Jamiat Kheir melihat kondisi seperti ini segera mengambil
sikap, yaitu setelah para guru-guru dikumpulkan, mereka sepakat untuk
92
Ibid, h. 59.
59
93
Ibid, h. 59-61.
60
94
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara), cet. Ke-10, h. 153-
154
95
Nurhayati Djamas, dinamika kebijakan pendidikan islam di Indonesia, h. 179
61
Pada tahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh
Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia
makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh
Prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen
P&K. hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951.
Isinya ialah:
a. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat
(Sekolah Dasar).
b. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di
daerah Sumatra, Kalimantan, dan lain-lain), maka pendidikan
agama diberikan mulai dari kelas I SR dengan catatan bahwa mutu
pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan
dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai
kelas IV.
c. Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Tingkat Atas (Umum
dan Kejuruan) diberikan Pendidikan Agama sebanyak 2 jam
seminggu.
d. Pendidikan Agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10
orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua atau wali
muridnya.
e. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi
pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Dalam sidang pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai
berikut: “melaksanakan Manipol Usdek (Manifesto Politik, UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia)
dibidang mental/agama/kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar
setiap warga Negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan
96
Zuhairini, dkk, Op.Cit., h. 180
62
Pada tahun 1966 MPRS bersidang lagi, suasana pada waktu itu ialah
membersihkan sisa-sisa mental G.30 S/PKI.Dalam keputusannya di bidang
pendidikan agama telah mengalami kemajuan yaitu dengan menghilangkan kalimat
terakhir dari keputusan yang terdahulu.Dengan demikian maka sejak tahun 1966
pendidikan agama telah menjadi hak wajib mulai dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi umum negeri di seluruh Indonesia.97
Tiga hari setelah Jepang menyerah, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 jam
10.00 proklamasi kemerdekaan dikumandangkan di Gedung Pegangsaan Timur.
Dengan dipertahankannya proklamasi kemerdekaan, berarti bangsa Indonesia telah
lepas dari segala rongrongan penjajah di bumi Nusantara ini.
97
Ibid, h. 154-155.
63
Sarana dan prasarana yang terdapat di Jamiat Kheir sekarang yaitu gedung
milik sendiri, Perpustakaan, Ruang Aula, Laboratorium Komputer, Laboratorium
bahasa, Laboratorium fisika, biologi dan kimia, Lapangan volley dan lapangan
basket, kantin serta koperasi.99
- Kesenian marawis
- Kaligrafi
- Muhadharah 3 bahasa (Arab, Inggris, Indonesia)
- Drumband
- Pramuka
- Pencak silat
- Bola basket
99
Dokumen Resmi dari Yayasan Jamiat Kheir.
65
- Volley
- Qasidah
- Dan lain-lain
a. Najhul Lughoh100
b. Tashrif
c. Al-Aqoid Diniyyah
d. Durusul Fiqhiyah
e. Al-Muntakhobat al-Mahfudhot
f. Al-Qiroah Rosyidah
g. Al-Akhlak lil banin wal Banat
h. Silsilah at-Ta‟lim at-Ta‟bir
i. Silsilah at-Ta‟lim an-Nahwu
j. Silsilah at-Ta‟lim ash-Sharf
k. Ta‟lim Muta‟lim
l. Al-Hushun al-Mutaalim
m. Qira‟ah Tajridiyah
n. An-Nahwul Wadhih
o. Al-Qiroah Jadidah
Dalam proses pembelajaran Jamiat Kheir dari awal berdiri sampai sekarang
tetap memisahkan kelas, bahkan gedung dan wilayah untuk siswa laki-laki dan
perempuan terpisah. Hal itu tetap dipegang secara kuat, sama seperti kitab-kitab
yang digunakan, dari awal berdiri sampai sekarang masih menggunakan kitab yang
sama.
100
Dokumen Resmi dari Yayasan Jamiat Kheir.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada masa selanjutnya yaitu pada masa pemerintahan Jepang, dari tahun
1942-1945, Jamiat Kheir mengalami stagnanisasi dan pembekuan kegiatan, hal itu
dikarenakan pemerintah Jepang memang sangat berhati-hati terhadap masyarakat
Arab yang dianggap bukan warga Negara Indonesia asli, juga dikarenakan
pengurus-pengurus Jamiat Kheir ikut berperan dalam meraih kemerdekaan.
66
67
B. IMPLIKASI
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi yang memadai
mengenai sejarah perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara pada awal abad
ke-20, dan khususnya mengenai perkembangan lembaga pendidikan Islam Jamiat
Kheir yang masih sangat minim data-datanya.
Saya sebagai peneliti berharap bias memberikan implikasi yang bagus
untuk mengisi kekosongan data mengenai sejarah perekembangan Pendidikan
Islam pada awal abad ke-20 dan juga bagi poenulis pribadi bisa melecutkan
semangat untuk terus meneliti mengenai Pendidikan Islam yang masih sedikit
terutama mengenai sejarah pendidikannya.
C. SARAN
69
70
----------- Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19. Jakarta: Bulan
Bintang, 1984.
Suwito. Et al. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2005.
Jurnal Ilmiah Religi, Vol. VII, No.1, Januari 2008, Nafilah Abdullah, Gerakan
Jamiat Kheir 1900-1942.
http://benmashoor.wordpress.com/2008/08/08/perkumpulan-jamiat-kheir-1901-
%E2%80%93-1919/
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-098
HASIL WAWANCARA
Jawab : Jamiat Kheir awal mula berdirinya adalah sebagai organisasi massa,
yang memiliki anggota dan setiap anggota-anggotanya memiliki kartu
anggota dan tercatat di kepengurusan. Jamiat kheir sebagai organisasi
massa, maka memiliki program-program social kemasyarakatan,
misalnya membantu fakir miskin, kaum dhuafa dan lain-lain. Di
samping itu, Jamiat Kheir juga memiliki program untuk pendidikan
Islam, dengan mendirikan sekolah Jamiat Kheir. Kita juga sudah
mengetahui bahwa jamiat kheir adalah pelopor pendidikan modern
pertama di Indonesia, yang kala itu belum ada lembaga pendidikan
yang modern, umumnya lembaga pendidkan pada masa itu berbentuk
surau, pondok dengan system pendidikan yang belum tersusun secara
sistematis dan teratur. Jamiat kheirlah pelopornya dengan sekolah yang
memakai kurikulum yang teratur, penggunaan bangku dan meja, papan
tulis, belajar di kelas, serta mendatangkan guru dari luar negeri. Di
situlah peran Jamiat Kheir dalam pendidikan awal di nusantara.
HASIL WAWANCARA
Jawab : pada masa pemerintahan Jepang jamiat Kheir vakum untuk sementara
waktu karena pada masa itu guru-guru Jamiat Kheir ikut berperang
untuk melawan penjajah Jepang, dan dulu sekolahnya masih di Pekojan
belum pindah ke kebon Kacang di Tanah Abang yang seperti sekarang
ini.
HASIL WAWANCARA